Laman

Kamis, 24 November 2011

jihad moral (10)


Nur Sofiyanto
Nim : 2021 111 190

DAKWAH MELALUI MEDIA ELEKTRONIK


Media dakwah adalah alat yang menjadi perantara penyampaian pesan dakwah itu sendiri kepada mitra dakwah. Dijaman modern saat ini dakwah tidak hanya dapat dilakukan secara lisan ,atau face to face dalam penceramahan atau taklim, tetepi dapat jga melalui media masa misalnya media elektronik seperti : tv,radio,dan internet yang banyak menawarkan metode-metode dakwah yang beragam guna mempermudah penampaian dakwah terhadap penyimaknya
Tidak dipungkiri semakin banyaknya  keberagaman berdakwah seorang dai di media massa khususnya televise semakin besar jga adanya pro kontra dan perbedaan pendapat masyarakat tentang cara atau pembawaan pendakwah yang mempunyai karakter yang berbeda - beda dalam cermahnya: ada dai yang lebih pakem dalam setiap pembawaan tausiah- tausiah mereka , ada juga dai yang dalam penyajian mereka diselipkan unsure komedi didalam tausiahnya , dan ada jga orang bertausiah di tv tapi diselimuti dengan politik
Walaupun begitu banyak media dan cara berdakwah yang bermacam-macam rupa di jaman sekarang ini yang amat mudah untuk mencari rafrensi-refresi Islamic  seperti pada media elektronik di negara kita Indonesia tetap dari itu semua hakekatnya adalah tertuju pada tujuan dakwah tersebut terhadap mitra dan masyarakat dakwah  itu sendiri untuk dapat memilah mana yang baik  dan buruk untuk kebutuhan rohani kita tentunya

psikologi agama (10) Kelas A


MAKALAH
PSIKOLOGI AGAMA DAN TANTANGAN PROBLEMATIKA MORAL DALAM ERA GLOBALISASI
Disusun Guna Memenuhi Tugas :
Mata Kuliah
Dosen Pengampu
:
:
Psikologi Agama
Ghufron Dimyati, M.S.I








Disusun Oleh Kelompok J :

  1. Nur Shobahul Karimah             2022110028
  2. Murtadho                                 2022110029
  3. Nurul Hafsah                            2022110030
Kelas A

JURUSAN TARBIYAH PBA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2011
BAB I
PENDAHULUAN

 Pada dasarnya kehidupan moral tidak dapat dipisahkan dari keyakinan beragama, karena nilai-nilai moral bersifat tegas, pasti dan tetap, tidak berubah karena keadaan, tempat dan waktu adalah nilai yang bersumber kepada agama. Karena dalam pembinaan generasi muda, perlu kehidupan moral dan agama sejalan dan mendapat perhatian yang serius.
Dalam pembinaan generasi muda mulai dari sejak anak lahir, bahkan sejak kandungan. Di samping itu perlu kita sadari bahwa pembinaan pribadi dan moral itu terjadi melalui semua segi dari pengalaman hidup, baik melalui penglihatan, pendengaran dan pengalaman/perlakuan yang diterimanya. Atau melalui pendidikan dalam arti luas. Maka semakin kecil umur anak semakin banyak menyerap pengalaman yang akan ikut membina pribadinya.
Masalah pokok yang sangat menonjol dewasa ini adalah hilangnya nilai-nilai di mata generasi muda. Mereka dihadapkan kepada berbagai kontradiksi dan aneka ragam pengalaman moral, yang menyebabkan  mereka bingung untuk memilih mana yang baik untuk mereka.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Globalisasi dan Dampaknya
Pada hakekatnya globalisasi merupakan sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia. Keterkaitan dan ketergantungan itu dapat melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya popular, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas antara satu Negara dengan Negara lain sudah tidak lagi menjadi penghalang untuk saling berhubungan.[1]
Kemajuan teknologi, membuat manusia antar Negara semakin mudah berhubungan baik melalui kunjungan secara fisik yang di dukung media transportasi yang canggih, sehingga manusia mudah melewati ke berbagai tempat di seantero bumi ini. Selain itu, juga karena kemajuan dalam dunia komunikasi baik media cetak maupun elektronik yang memberikan informasi di dunia ini yang sedang terjadi.
Fenomena global yang sedang terjadi saat ini tentunya membawa pengaruh kepada hamper semua elemen dan aspek kehidupan masyarakat. Secara umum ada masyarakat  yang dapat menerima adanya globalisasi, seperti generasi muda, penduduk dengan status sisial tinggi dan masyarakat kota. Namun disisi lain, ada pula yang sulit menerima, bahkan menolak adanya globalisasi, seperti masyarakat daerah terpencil, generasi tua dan masyarakat yang belum siap baik secara fisik maupun mental.[2]
Secara umum dampak globalisasi dapat di kategorikan menjadi dua macam yaitu:[3]
Dampak Positif
Dampak Negatif        
1.      Berkembangnya IPTEK
1.      Pola hidup konsumtif
2.      Perubahan tata nilai dan sikap
2.     Sikap individualistik
3.      Tingkat kehidupan yang lebih baik
3.     Gaya hidup kebarat-baratan

4.      Kesenjangan sosial

B.     Problematika Moral
Moralitas dapat didefinisakan sebagai kapasitas untuk membedakan yang benar dan yang salah, bertindak atas perbedaan tersebut, dan mendapatkan penghargaan diri ketika melakukan yang benar dan merasa bersalah atau malu melanggar standar tersebut.[4]
The turning point, analisis tentang krisis global yang ditulis oleh Fritjof Capra yang menyatakan, “ Pada awal dua dasawarsa terakhir abad ke-20, kita menemukan diri kita berada dalam suatu krisis global yang serius, yaitu suatu krisis kompleks multidimensial yang segi-seginya menyentuh setiap aspek kehidupan, kesehatan dan mata pencaharian, kualitas lingkungan, dan hubungan sosial, ekonomi, teknologi dan politik”. Krisis ini terjadi dalam dimensi intelektual, moral dan spiritual, suatu krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya dan catatan sejarah umat manusia.[5]
Berbagai tindakan yang menyangkut moral manusia bermunculan. Tindakan-tindakan inilah yang menjadikan pertanyaan besar akan bagaimana keadaan moral manusia disaat sekarang ini. Sebagai jawabanya sudah dapat terlihat dengan sendirinya, yang terjadi sekarang ini adalah berbagai kerusuhan, tindakan anarkisme, tindak korupsi dan nepotisme bahkan sampai kenakalan remaja. Berbagai catatan hukum dan kepolisian, mungkin yang terbanyak adalah menyangkut tindakan amoralitas. Kita ingat akan peristiwa kenakalan remaja, seperti geng nero, geng motor. “Neko-neko dikeroyok” (NERO) adalah salah satu geng remaja putri di Jawa Tengah yang cukup popular. Anggota geng nero sering melakukan penganiayaan terhadap remaja putri SMP dengan alasan, mereka tidak suka kalau ada perempuan lain yang menyaingi dan melebihi apa yang mereka miliki. [6]
Contoh diatas dapat dijadikan sebuah acuan akan kaburnya nilai-nilai moralitas dimata generasi muda. Mereka dihadapkan kepada berbagai kontradiksi dari aneka ragam pengalaman moral, yang menyebabkan mereka bingung untuk memilih mana yang baik untuk mereka. Mereka mencoba mengembangkan diri kearah kehidupan yang disangka maju dan modern, dimana berkecamuk aneka ragam kebudayaan asing yang masuk seolah tanpa saringan. Akan tetapi disinilah mereka sering tersesat daan terjebak kearah yang bertentangan dengan nilai dan moral.[7]
Kaburnya nilai-nilai moral dimata generasi muda dan umumnya pada semua elemen masyarakat, akan menyebabkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap nilai-nilai moral itu sendiri, bahkan terhadap nilai dan norma agama. Pelanggaran ini disebut sebagai perilaku penyimpangan atau tindakan amoral.
Menurut Yasrif Amir Piliang, tindakan perilaku penyimpangan itu mengarah pada permainan moral (moral games) yang di dalamnya batas baik-buruk, benar-salah, pantas-tidak pantas, dibuat menjadi samar. Yasrif membaginya dalam dua indikator, pertama (amorality) berupa tindakan melanggar atau melawan moral, seperti aneka tindakan kejahatan, kedua (immorality) berupa memutarbalikkan atau mempermainkan batas moral antara baik-buruk, benar-salah atau pantas-tidak pantas.[8]
Begitulah kompleknya problem-problem yang bermunculan, khususnya problematika moral. Sungguh tragis rupanya, namun inilah realitanya yang terjadi di era globalisasi sekarang ini.


C.    Peran dan Tantangan Psikologi Agama
Dalam pandangan psikologi agama, ajaran agama memuat norma-norma yang dijadikan pedoman oleh pemeluknya dalam bersikap dan bertingkah laku. Norma-norma tersebut mengacu kepada pencapaian nilai-nilai luhur yang mengacu kepada pembentukan kepribadian dan keserasian hubungan sosial dalam upaya memenuhi ketaatan kepada Dzat Yang Supernatural. Dengan demikian, sikap keagamaan merupakan kecenderungan untuk memenuhi tuntutan yang dimaksud.[9]
Ajaran agama mengandung nilai-nilai moral yang bersifat  tetap, tidak berubah-ubah oleh waktu dan tempat, dan absolut.  Misalnya dalam agama islam, berzina dan mendekati zina itu tetap terlarang, apakah dia di Indonesia, di Arab atau di Amerika, namun perbuatan tersebut tetap tetap tercela dan dilarang keras melakukannya. Karena itu, agama mempunyai peranan penting dalam pengendalian moral seseorang. Tapi harus ingat bahwa pengertian tentang agama, tidak otomatis sama dengan bermoral. Betapa banyak orang yang mengerti agama, akan tetapi moralnya merosot. Dan tidak sedikit pula orang yang tidak mengerti agama sama sekali, moralnya cukup baik. [10]
Nilai-nilai yang seperti inilah yang seharusnya ditanamkan dan diajarkan kepada generasi sekarang. Nilai-nilai tersebut lebih lanjut untuk dijadikan filter dalam menghadapi fenomena global yang sedang terjadi saat ini. Sehingga sebebas apapun kita mengikuti arus globalisasi, kita tetap mempunyai sebuah keyakinan akan pilihan yang harus kita tentukan. Kita dapat lebih arif dalam memilih mana yang baik atau buruk, benar atau salah, dan yang pantas atau tidak pantas. Itulah peran penting agama dilihat dari pandangan psikologi agama. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana agar peran penting agama tersebut dapat ditanamkan dan diajarkan kepada seluruh generasi sekarang ini untuk menghadapi kuatnya arus globalisasi. Hali inilah yang disebut tantangan psikologi agama.
Seandainya permasalahan-permasalahan moralitas itu dibiarkan berjalan dan berkembang luas, maka pembangunan bangsa kita akan terganggu. Karena pembangunan yang dibutuhkan tidak hanya pembangunan fisik, akan tetapi pembangunan manusia. Manusia yang bermoral tidak kalah pentingnya. Jika pembangunannya saja terganggu maka bagaimanakah tujuan pembangunan tersebut, yaitu dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan hidup yang seimbang antara lahiriyah dan bathiniyah.
Disamping itu, problematika moral juga akan kembali dirasakan oleh generasi muda sendiri yang merasa hari depannyakabur atau suram. Karena sebenarnya mereka tahu bahwa apa yang terjadi pada diri mereka itu adalah yang merugikan, tetapi mereka tidak mampu melawan arus global. Sehingga tidak sedikit dari mereka yang memilih alternatif yang salah untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.[11]
Pendek kata, dari manapun juga kita melihat bahaya yang mungkin terjadi dan meluas apabila kehidupan moral dan agama dalam masyarakat dibiarkan saja menjalar dan mempengaruhi generasi muda.
D.    Pembinaan Moral
Kuatnya arus globalisasi yang melanda dunia, memberikan tantangan tersendiri terhadap pengokohan dan pembinaan moral dalam kehidupan. Para pakar memberikan jawaban, mereka meyakini bahwa keluarga adalah lingkungan pertama dimana jiwa dan raga anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Untuk itulah keluarga memainkan peran yang amat mendasar dalam menciptakan kesehatan kepribadian anak dan remaja.
Pentingnya peran keluarga dan orang tua juga telah dinyatakan dalam sebuah hadits, yang berarti : “Dari abu hurairah r.a Ia berkata ; Rasulullah SAW bersabda ; Bantulah anak-anakmu untuk bisa berbuat kebaikan, tidak menyusahkan, dan berlaku adillah dalam memberikan sesuatu kepada mereka. Kalau mau, orang dapat membuat anaknyaselalu berbakti kepadanya. ( HR. Ath-Thabrani dalam Al-Ausath)”.[12]
Pembinaan moral terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan kebiasaan-kebiasaan  yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua. Dimulai dengan pembiasaan hidup sesuai dengan nilai-nilai moral dan agama. Moralitas tidak dapat terwujud apabila hanya melalui pengertian-pengertian tanpa latihan-latihan, pembiasaan dan contoh-contoh yang diperoleh sejak kecil. Kebiasaan itu tertanam dengan berangsur-angsur sesuai dengan pertumbuhan kecerdasanya, setelah itu barulah si anak atau remaja diberikan pengertian-pengertian tentang moral.[13]
Secara umum, ruang lingkup pembinaan moral adalah penanaman dan pengembangan nilai, sikap dan perilaku sesuai nilai-nilai budi pekerti luhur. Diantaranya adalah sopan santun, berdisiplin,berhati lapang, berhati lembut, beriman dan bertaqwa, manusiawi dan lain sebagainya. Nilai-nilai tersebut semuanya terangkum dalam nilai-nilai agama. Jika seseorang telah memiliki karakter dengan seperangkat nilai budi pekerti tersebut, diyakini dia telah menjadi manusia yang bermoral baik.








BAB III
PENUTUP

Globalisasi memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia.
Terjadinya perubahan-perubahan kepercayaan dan keyakinan kadang masih terjadi. Keadaan dan kejadian itu sangat menarik perhatian ahli agama, sehingga mereka berusaha terus menerus mengajak orang untuk beriman kepada Allah SWT.
Perubahan keyakinan atau perubahan jiwa agama pada orang dewasa bukanlah suatu hal yang terjadi secara kebetulan saja, dan bukan merupakan pertumbuhan yang wajar, akan tetapi adalah suatu kejadian yang didahului oleh berbagai proses dan kondisi yang diteliti dan dipelajari oleh seseorang.






DAFTAR PUSTAKA

Daradjat, Zakiyah. 1996. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintang.
Hasan, Aliah B. Purwakania. 2006. Psikologi Perkembangan Islami.    Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Jalaluddin. 2000. Psikologi Agama. Jakarta : Raja Grafindo Persada
http://Cahyadi-takariawan.web.id/?p=1020, diakses pada hari Jum’at 11 November 2011.
                                                                        



[1] http://gema permana80.Blogspot.Com//2010/09globalisasi-dan-dampaknya.html diakses pada hari jumat 11 nopember 2011
[2] Ibid
[3] http://afand. Abatasa. Com/post/details/2761/dampak-positif-dan-dampak-negatif-globalisasi-dan modernisasi., di akses pada hari ahad 20 nopember 2011.
[4] Aliah B. Purwakania Hasan. Psikologi Perkembangan Islami. ( Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2006 ) halm.261
[5] http://cahyadi-takariawan.web. Id / ?p=1020// diakses pada jum’at 11 nopember 2011. 10.00 wib
[6] Ibid
[7] Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : PT Bulan Bintang,1996),halm.132
[8] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta : Rajawali Press, 2010),halm.275                    
[9] Ibid, halm.272
[10] Zakiah Darajat, Op.Cit.,halm.84
[11] Ibid, halm.133
[12] Aliah B. Purwakania Hasan, Op.Cit,halm.263                                                           

[13] Zakiah Darajat, Op.Cit, halm.83

sbm (10) Kelas A


VARIASI MENGAJAR
Mata Kuliah             : Strategi Belajar Mengajar
Dosen Pengampu     : Ghufron Dimyati, M.S.I




Disusun oleh :
Kelas A

1. Rif’atul Zami Izzati        202109002
2. Ovi Zuchrotunnisa         202109003
3. M. Nur Hasanudin        202109004
4. Ichsan Bahrudin            232005127


PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
     (STAIN) PEKALONGAN
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Mengajar bukan lagi usaha untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, melainkan juga usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang membelajarkan pendidik agar tujuan pengajaran dapat tercapai secara optimal. Mengajar dalam pemahaman ini memerlukan suatu strategi belajar mengajar yang sesuai. Mutu pengajaran tergantung pada pemilihan strategi yang tepat dalam upaya mengembangkan kreativitas dan sikap inovatif pendidik untuk itu perlu di bina dan di kembangkan kemampuan professional  guru untuk mengelola program pengajaran dengan strategi belajar yang karya dengan variasi.
Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang berperan menciptakan lingkungan belajar bagi para peserta didik untuk mencapai pendidikan yang  baik. sekolah perlu menyusun suatu program yang tepat yang tentunya harus di dukung oleh tim pendidik yang memenuhi sifat-sifat pendidik yang telah di tentukan dalam suatu pendidikan, sehingga memungkinkan peserta didik melakukan kegiatan belajar secara efisian dan sampai pada tujuan yang di harapkan.
Dan dalam makalah ini, untuk mencapai tujuan yang di harapkan maka kami akan berusaha mengulas sebagian pendukung untuk tercapainya tujuan pembelajaran, yakni tentang variasi dalam mengajar, yang dalam hal ini pendidiklah yang paling berperan dalam mengatur variasi yang tepat dan baik bagi peserta didik.   

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian  Variasi Mengajar
Variasi dapat diartikan  selingan, selang seling, atau pergantian. Menurut Udin S. Winataputra, Variasi sebagai keanekaan yang membuat sesuatu tidak monoton.
Sedangkan menurut Uzer Usman, variasi adalah suatu kegiatan guru dalam kontek proses interaksi belajar mengajar yang ditujukan untuk mengatasi kebosanan murid, sehingga dalam situasi belajar mengajar, murid senantiasa menunjukkan ketekunan, antusiasme serta penuh partisipasi.
Fungsi Variasi Mengajar
   1. Sebagai penarik perhatian siswa.
2. Sebagai motivasi ekstrinsik siswa dalam belajar.[1]

B.   Tujuan Variasi Mengajar
Adapun tujuan dari variasi mengajar yaitu:
1.    Meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap relevansi proses belajar mengaja.
2.    Memberikan kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi.
3.    Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah.
4.    Memberikan kemungkinan pilihan dan fasilitas belajar individual.
5.    Mendorong anak didik untuk belajar.[2]          
Menurut Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno dalam buku SBM, tujuan variasi mengajar yaitu :
  1. Agar perhatian siswa meningkat.
  2. Memotivasi siswa.
  3. Menjaga wibawa guru.
  4. Mendorong kelengkapan fasilitas pengajaran.[3]

C.   Prinsip-prinsip Variasi Mengajar
         Prinsip-prinsip penggunaan variasi mengajar adalah sebagai berikut :
1.     Dalam menggunakan ketrampilan variasi sebaiknya semua jenis variasi digunakan, selain itu juga harus ada              variasi penggunaan komponen untuk setiap jenis variasi. Semua itu untuk mencapai tujuan belajar.
2.    Menggunakan variasi secara lancar dan berkesinambungan, sehingga moment proses belajar mengajar yang utuh tidak rusak, perhatian anak didik dan proses belajar tidak terganggu.
3.    Penggunaan komponen variasi harus benar-benar terstruktur dan direncanakan oleh guru. [4]


D.   Manfaat Variasi Mengajar
Rasulullah SAW, menerapkan pengajaran yang sangat memperhatikan perkembangan siswa (sahabat)nya, agar mereka tidak terasa jemu dalam belajar, tersirat dalam hadits H.R. Bukhori yang artinya : Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud berkata : Nabi SAW, berselang seling dalam memberikan pelajaran agar terhindar dari kebosanan.
Adapun manfaat dari variasi tersebut menurut Uzer Usman adalah :
  1. Untuk menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa kepada aspek-aspek belajar yang relevan.
  2. Meningkatkan kemungkinan berfungsinya motivasi ingin tahu melalui kegiatan investigasi dan eksploitasi.
  3. Memberi pelayanan yang baik kepada siswa secara   individual dalam menerima pelajaran agar mudah dan senang belajar.
  4. Untuk memupuk dan membentuk tingkah laku yang positif terhadap guru dan sekolah dengan berbagai             gaya mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar yang baik, dll.

E.   Aspek-aspek Variasi Mengajar
Ketrampilan mengadakan variasi mengajar dalam proses belajar mengajar meliputi tiga aspek yaitu:
1.    Variasi Gaya Mengajar
Menurut Abu Ahmadi, gaya mengajar adalah tingkah laku, sikap dan perbuatan guru dalam melaksanakan proses pengajaran.
Menurut Abdul Qadir Munsyi, gaya mengajar adalah gaya yang dilakukan guru pada saat mengajar di muka kelas.
Menurut Syahminan Zaini, gaya mengajar adalah gaya atau tindak tanduk guru sebagai pernyataan kepribadian dalam menyampaikan bahan pelajarannya kepada siswa.
a)      Macam-macam Gaya Mengajar
1.      Gaya mengajar klasik
Guru masih menerapkan konsepsi sebagai satu-satunya sumber belajar dengan berbagai konsekuensi yang diterimanya.
Guru mendominasi kelas dengan tanpa memberi kesempatan siswa untuk kreatif.
2.      Gaya mengajar teknologi
Gaya mengajar teknologis ini mensyaratkan guru untuk berpegang pada media yang tersedia. Guru memberikan kesempatan kepada anak didiknya untuk mempelajari pengetahuan yang sesuai dengan minatnya sehingga memberi manfaat pada diri siswa itu sendiri.
3.      Gaya mengajar personalisasi
Gaya mengajar guru menjadi salah satu kunci keberhasilan siswa. Pada dasarnya guru mengajar bukan untuk memandaikan siswa semata, akan tetapi juga memandaikan dirinya sendiri. Siswa harus dipandang sebagai seorang pribadi yang mempunyai potensi untuk dikembangkan.
4.      Gaya mengajar interaksional
Dalam kehidupan manusia (siswa) disamping sebagai makhluk individu juga makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, ia hendaknya melakukan interaksi sosial dengan berbagai poblematika yang harus dihadapi. Siswa juga dilibatkan dalam pembentukan interaksi soasial yang mengharuskan ia mampu belajar secara mandiri.
b)      Pendekatan gaya mengajar
Pendekatan dapat dimaknai sebagai proses, pembuatan, cara mendekati, atau usaha dalam rangka kegiatan penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti.
Dalam gaya mengajar, pendekatan mempunyai peran penting untuk mencapai tujuan. Artinya gaya mengajar tidak akan efektif dan efisien apabila tidak melakukan pendekatan pada saat menyampaikan bahan ajar kepada peserta didik. Secara umum terdapat bermacam-macam pendekatan yakni :
a.       Pendekatan filosofis
Dalampendekatan ini, gaya mengajar guru hendaknya disadarkan paada nilai-nilai kebenaran, yaitu memandang siswa sebagai makhluk rasional yang mampu berpikir dan perlu dikembangkan.
b.      Pendekatan induksi
Merupakan pendekatan gaya mengajar dalam bentuk analisa secara ilmiah, yakni berasal dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum atau kaidah yang bersifat umum.
c.       Pendekatan deduksi      
Adalah gaya mengajar dalam bentuk analisa ilmiah yang bergerak dari hal-hal yang bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat khusus.
d.      Pendekatan sosio cultural
Merupakan pendekatan gaya mengajar yang berpandangan bahwa siswa adalah makluk yang bermasyarakat dan berkebudayaan sehingga dipandang sebagai homo socius dan homo sapiens dalam kehidupan bermasyarakat dan berkebudayaan.
e.       Pendekatan fungsional
Adalah pendekatan gaya mengajar guru dengan penekanan pada pemanfaatan materi ajar bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari.
f.       Pendekatan emosional
Adalah pendekatan gaya mengajar untk menyentuh perasaan yang mengharuskan dengan tujuan menggugah perasaan dn emosi siswa agar mampu mengetahui, memahami, dan menetapkan materi pelajaran yang diperolehnya.
Adapun secara teknis pendekatan gaya mengajar dapat dilakukan sebagai berikut :
a.       Pendekatan kelompok
Siswa dikelompokkan sedemikian rupa sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai secara bersama-sama dalam kelompok tersebut.
Pendekatan gaya mengajar kelompok dapat diwujudkan dalam pengajaran :
  Enrty behavior yaitu gaya mengajar dimana guru dianjurkan mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran dimulai.
  Student active learning yaitu cara belajar siswa aktif (CBSA) yang menekankan pada gaya mengajar guru sebagai pemimpin belajar, fasilitator, moderator, motivator, dan evaluator belajar.
b.      Pendekatan individual
Setiap siswa mempunyai kecenderungan, minat, bakat, dan kemampuan masing-masing. Dalam pendekatan gaya mengajar ini dapat ditempuh dengan cara pengajaran :
  Mastery learning (belajar tuntas) yaitu belajar tuntas dapat dimaknai sebagai penguasaan hasil belajar siswa secara penuh pada seluruh bahan yang dipelajari.
  Personalized system of instruction (PSI) yaitu system pngajaran individual yang sudah deprogram sedemikian rupa dengan disertai metode dan media yang representatif.
c)      Komponen-komponen variasi gaya mengajar
Variasi gaya mengajar guru ini meliputi komponen-komponen sebagai berikut :
a)      Variasi suara
Adalah perubahan suara dari keras menjadi lemah, dan tinggi menjadi rendah, dari cepat menjadi lambat. Suara guru pada saat menjelaskan materi pelajaran hendaknya bervariasi, baik dalam intonasi, volume, nada dan kecepatan.
b)      Penekanan/pemusatan perhatian
Perhatian menurut Ghazali adalah keatifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu objek (benda/hal) atau sekumpulan objek.
c)      Pemberian waktu
Pemberian waktu diartikan sama dengan kesenyapan atau kebisuan guru. Kesenyapan adalah suatu keadaan diam secara tiba-tiba demi pihak guru ditengah-tengah menerangkan sesuatu.
d)     Kontak pandang
Ketika proses belajar berlangsung jangan sampai guru menunduk terus atau melihat langit-langit dan tidak berani mengadakan kontak mata para siswanya dan jangan sampai pula guru hanya mengadakan kontak pandang dengan satu siswa secara terus menerus tanpa memperhatikan siswa yang lain.
e)      Gerakan anggota badan atau mimic
Variasi dalam ekspresi wajah guru, gerakan kepala, gerakan tangan dan anggota badan lainnya adalah aspek yang sangat penting dalam berkomunikasi, gunanya adalah untuk menarik perhatian dan untuk menyampaikan arti dari pesan lisan yang dimaksudkan untuk memperjelas penyanpaian materi.
f)       Perpindahan posisi
Perpindahan posisi guru dalam ruang kelas dapat menbantu dalm menarik perhatian anak didik, dapat pula meningkatkan kepribadian guru dan hendaklah selalu diingat oleh guru, bahwa perpindahan posisi itu jangan dilakukan secara berlebihan. Bila dilakukan berlebihan guru akan kelihatan terburu-buru, lakukan saja secara wajar agar siswa memperhatikan.

2.   Variasi Media, Metode dan Bahan Ajar
 a. Variasi bahan ajar  
Yang dimaksud dengan variasi bahan ajar adalah bahwa guru dalam proses belajar mengajar tidak hanya mengajarkan meteri-materi pokok saja tetapi harus diselingi  (divariasikan) dengan materi-materi penunjang.
 b. Variasi media
Denagn variasi penggunaan media, kelemahan indra yang dimiliki anak anak didik dapat dikurangi untuk menarik perhatian anak didik misalnya, guru dapat memulai dengan berbicara lebih dahulu, kemudian menulis dipapan tulis, dilanjutkan dengan melihat contoh konkrit. Ada tiga variasi penggunaan media yakni media pandang, media dengar dan media taktil.
 c. Variasi metode
Variasi metode yaitu guru dalam proses belajar mengajar tidak terpaku dengan satu metode/bisa memvariasikan penggunaan berbagai metode dengan tujuan agar anak didik tidak merasa bosan/jenuh sehingga proses pembelajaran bisa tetap berjalan lancar.
3. Variasi interaksi Guru dengan murid
Menurut Roestiah (1994), interaksi yaitu proses dua arah yang mengandung tindakan atau perbuatan komunikator maupun komunikan.
Sedangkan menurut Zahra (1996), interaksi merupakan kegiatan timbal balik. Interaksi belajar mengajar berarti suatu kegiatan sosial karena antara peserta didik dan dan gurunya ada suatu komunikasi sosial atau pergaulan.
Ciri-ciri interaksi edukatif dalam proses pembelajaran antara guru dan murid adalah sebagai berikut :
a.       Interaksi belajar mengajar memiliki tujuan.
b.      Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan.
c.       Interaksi belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus.
d.      Ditandai dengan adanya aktivitas siswa.
e.       Dalam interaksi belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing.
f.       Di dalam interaksi belajar mengajar membutuhkan disiplin
g.      Ada batas waktu.
·      Bentuk-bentuk dan pola interaksi guru dan murid
Menurut Roestiah mengemukakan bukan bentuk interaksi belajar mengajar yaitu :
a)      Gurulah yang aktif sedangkan siswa pasif.
b)      Guru merupakan salah satu sumber belajar.
c)      Terjadi interaksi antara guru dan siswa serta antara siswa dengan siswa.
d)     Siswa memperoleh pengalaman dari teman-temannya sendiri, kemudian pengalaman tersebut dikonsultasikan kepada guru.
Pola-pola interaksi guru-murid menurut Usman (2000), sebagai alternatif variasi interaktif dapat diklasifikasikan setidaknya ada lima jenis, yaitu :
1.      Pola guru-anak didik.
2.      Pola guru-anak didik-guru.
3.      Pola guru-anak didik-anak didik.
4.      Pola guru-anak didik, anak didik-guru, anak didik-anak didik.
5.      Pola melingkar.
Pengkondisian kelas tersebut bisa dilakukan dengan berbagai cara salah satunya yakni mengubah posisi duduk siswa di kelas.

F.    Variasi Mengajar pada model-model Belajar
           Model-model dalam belajar yaitu :
1.  Visual
Bagi pelajar visual, belajar yang efektif adalah dengan menggunakan “gambaran keseluruhan” (melakukan tinjauan umum), yakni dengan membaca bahan pelajaran secara sekilas.
2.    Auditorial
Bagi pelajar auditorial, belajar yang efektif adalah dengan mendengar.
3.    Kinestik
Bagi pelajar kinestik, belajar yang efektif adalah dengan melibatkan diri langsung denagn aktivitasnya, jadi mereka cenderung pada eksperimen (gerak).
Selain model belajar tersebut, ada juga teori-teori yang mengkalasifikasikam gaya/model belajar. Litzinger dan Osif menyebutkan tipe-tipe belajar diantaranya :
a.         Tipe belajar akomodir
Pada tipe ini anak lebih menyukai gaya belajar aktif. Mereka cenderung menyandarkan diri pada intuisi dari pada logika dan senang menghubungkan belajar dengan makan dan pengalaman pribadi.
b.         Tipe belajar assimilator
Siswa menyukai penemuan pengetahuan yang akurat dan terorganisasi serta cenderung mengormati pandangan orang-oerang yang dianggapnya pakar dibidang iu.
c.         Tipe belajar konverger
Lebih tertarik pada relevansi informasi. Mereka ingin memahami secara terinci bagaimana sesuatu bekerja sehingga mereka dapat mempraktekannya sendiri.
d.        Tipe belajar diverger
Tipe belajar diverger menikmati belajar yang self-directed dan suka belajar mandiri, simulasi, bermain peran. Informasi seharusnya disuguhkan kepada mereka secara terinci dan sistematik.[5]







KESIMPULAN
variasi mengajar sangat di perlukan dalam proses belajar mengajar. Komponen-komponen variasi mengajar seperti variasi gaya mengajar, variasi media, metode dan bahan ajar, dan variasi interaksi, mutlak di kuasai oleh guru untuk menggairahkan belajar anak didik dalam waktu relative lama dalam suatu pertemuan kelas.
Variasi mengajar sangat penting untuk dimiliki oleh setiap guru guna tercapainya tujuan pendidikan. Dalam penggunaan variasi mengajar perlu bagi seorang guru untuk memperhatikan prinsip-prinsip dalam mengadakan variasi mengajar. Untuk mengadakan variasi yang baik perlu di lengkapi oleh media yang menunjang kegiatan belajar mengajar. Tujuan mengadakan keterampilan variasi mengajar adalah untuk menciptakan lingkungan belajar mengajar yang menarik dan kondusif, sehingga dapat menarik perhatian peserta didik terhadap materi yang di berikan. Guru yang hanya menguasai materi pelajaran saja tanpa menguasai metode dan variasi mengajar yang baik, maka kegiatan belajar mengajar terasa kaku dan akan sulit pula materi yang di berikan dapat diterima dengan maksimal.






Daftar Puataka

Mustakim, Zaenal. 2009. Strategi & metode pembelajaran. Pekalongan : STAIN Pekalongan Perss.
Djamaroh, Syaiful Bahri dan Awan Zain. 2002. Strategi Belajar-Mengajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Fathurrohman, Pupuh. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : PT. Refika Aditama.


[1] Zaenal Mustaqim, Strategi & metode pembelajaran, (Pekalongan : STAIN Pekalongan Perss, 2009), hlm. 220.
[2] Syaiful Bahri Djamaroh dan Awan Zain, Strategi Belajar-Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002),  hlm.181.
[3] Pupuh Fathurrohman, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2007), hlm. 91.
[4] Syaiful Bahri Djamaroh dan Aawan Zain, Ibid., hlm. 186.
[5] Zaenal Mustakim, Ibid., hlm. 225-267.