Laman

Rabu, 06 Maret 2013

f4-4 irma susanti: intuisi hati


INTUISI HATI
MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas:
Mata Kuliah                : Hadis Tarbawi II
Dosen Pengampu        : Ghufron Dimyati, M.Pd



Oleh:
IRMA SUSANTI
2021 111 218
Kelas F


TARBIYAH/PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2012


PENDAHULUAN
Intuisi hati adalah fungsi dasar hati untuk selalu berkata jujur dan pembimbing seluruh anggota tubuh untuk bertindak dalam kebenaran. Karena hati merupakan pembimbing, maka tak heran jika hati merupakan unsur terpenting yang dimiliki oleh manusia baik dalam aspek jasmaniyah maupun dalam aspek rohaniah, yang bertindak sebagai pembeda antara hal yang baik dan hal yang buruk. Sesuai fitrahnya tersebut, seluruh manusia memiliki hati dengan fungsi yang sama, hanya saja diperlukan iman dan ketaqwaan untuk mematuhinya. Sebagian besar manusia  sering mengingkari kata hati atau intuisi hati tersebut karena berbagai alasan keduniawian yang pada akhirnya justru menjerumuskan manusia tersebut ke dalam kemungkaran dan dosa.  Oleh sebab itu, sudah sepatutnya kita harus lebih bisa berhati-hati dalam ekspresi pengungkapan isi hati yang seyogyanya bisa dilakukan secara bijaksana sesuai dengan kadar kemampuan diri.
Dari sini kami mencoba mengungkapkan beberapa hadis yang berkaitan dengan intuisi hati, yang banyak mengandung nilai-nilai tarbawi dan sangat bermanfaat untuk kita pelajari.















A.  Hadits 22 : Intuisi Hati
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ يَقُوْلُ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَقُوْلُ : اَلْحَلَالَ بَيْن وَالْحَرَامَ بَيْنَ وَبَيْنَهُمَا مُشَبَهَاتٌ لَايَعْلَمُهَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَي الْمُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَاَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ كَرَاعٍ يَرْعَي حَوْلَ الْحِمَي يُوْشِكُ اَنْ يُوَاقِعَهُ اَلَا وَاِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَي اَلَا اِنَّ حِمَي اللهِ فِي اَرْضِهِ مَحَارِمُهُ اَلَا وَاِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَتً اِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَاِذَا فَسضَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُذلُّهُ أَلآ وَهِيَ الْقَلْبُ : (رواه البخاري في الصحيح, كتاب الإيمان , باب فضل من استحب الدين)
1.    Tarjamah
Nu’man bin Basyir bercerita bahwa dia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda,“Perkara yang halal telah jelas dan yang diragukan yang tidak diketahui hukumnya oleh  kebanyakan orang. Barangsiapa yang menjauhi perkara-perkara yang diragukan itu berarti dia memelihara agama dan kesopanannya. Barangsiapa mengerjakan perkara yang diragukan, sama saja dengan penggembala yang menggembalakan ternaknya di pinggir jurang, dikhawatirkan dia terjatuh ke dalamnya. Ketahuilah, semua raja mempunyai larangan dan ketahuilah pula larangan Allah swt adalah segala yang di haharamkan-Nya. Ketahuilah dalam tubuh itu semuanya. Apabila daging itu rusak, maka binasalah tubuh itu seluruhnya. Ketahuilah, daging tersebut ialah hati.
2.    Mufrodat
Samar
مُشَبَهَاتٌ
Menjaga
اسْتَبْرَاَ
Kehormatannya
وَعِرْضِه
Jatuh
وَقَعَ
Penggembala
كَرَاعٍ
Jurang
يُوَاقِعَهُ
Larangan
حِمَي
Hati
الْقَلْبُ

3.    Biografi Rawi
a.    Imam Bukhori
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari Al Ju’fi. Akan tetapi beliau lebih terkenal dengan sebutan Imam Bukhari, karena beliau lahir di kota Bukhara, Turkistan.[1] Ayahnya meniggal dunia tatkala beliau masih kanak-kanak dan beliau diasuh oleh ibunya. Ia mulai memperoleh ilmu mengenai hadis Nabi ketika berusia 10 tahun. Ia melawat ke Mekkah pada usia 16 tahun ditemani ibu dan kakaknya. Tampak ia mencintai Mekkah dan kaum agama terpelajar. Setelah mengucapkan selamat jalan kepada ibu dan kakaknya, ia pun menetap di Mekkah. Dua tahun ia berada di Mekkah dan kemudian hijrah ke Madinah. Usai menghabiskan waktu 6 tahun di Al-Hijaz yang berada diantara Mekkah dan Madinah, ia menuju Basrah, Kuffah, dan Baghdad dan mengunjungi banyak tempat termasuk Mesir dan Syiria. Ia kerap berkunjung ke Baghdad. Iapun bertemu dengan banyak kaum terpelajar muslim, termasuk Imam Ahmad bin Hanbal.
Sewaktu kecil Al Imam Al Bukhari buta kedua matanya. Pada suatu malam ibu beliau bermimpi melihat Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam yang mengatakan, “Hai Fulanah (yang beliau maksud adalah ibu Al Imam Al Bukhari, sesungguhnya Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa”. Ternyata pada pagi harinya sang ibu menyaksikan bahwa Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putranya.
Guru-guru beliau banyak sekali jumlahnya. Di antara mereka yang sangat terkenal adalah Abu ‘Ashim An-Nabiil, Al Anshari, Makki bin Ibrahim, Ubaidaillah bin Musa, Abu Al Mughirah, ‘Abdan bin ‘Utsman, ‘Ali bin Al Hasan bin Syaqiq, Shadaqah bin Al Fadhl, Abdurrahman bin Hammad Asy-Syu’aisi, Muhammad bin ‘Ar’arah, Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, Abdullah bin Raja’, Khalid bin Makhlad, Thalq bin Ghannaam, Abdurrahman Al Muqri’, Khallad bin Yahya, Abdul ‘Azizi Al Uwaisi, Abu Al Yaman, ‘Ali bin Al Madini, Ishaq bin Rahawaih, Nu’aim bin Hammad, Al Imam Ahmad bin Hanbal, dan sederet imam dan ulama ahlul hadits lainnya.
Murid-murid beliau tak terhitung jumlahnya. Di antara mereka yang paling terkenal adalah Al Imam Muslim bin Al Hajjaj An Naisaburi, penyusun kitab Shahih Muslim. Al Imam Al Bukhari sangat terkenal kecerdasannya dan kekuatan hafalannya. Beliau pernah berkata, “Saya hafal seratus ribu hadits shahih, dan saya juga hafal dua ratus ribu hadits yang tidak shahih”. Pada kesempatan yang lain belau berkata, “Setiap hadits yang saya hafal, pasti dapat saya sebutkan sanad (rangkaian perawi-perawi)-nya”.
Beliau juga pernah ditanya oleh Muhamad bin Abu Hatim Al Warraaq, “Apakah engkau hafal sanad dan matan setiap hadits yang engkau masukkan ke dalam kitab yang engkau susun (maksudnya : kitab Shahih Bukhari, beliau menjawab, ”Semua hadits yang saya masukkan ke dalam kitab yang saya susun itu sedikit pun tidak ada yang samar bagi saya”.
Anugerah Allah kepada Al Imam Al Bukhari berupa reputasi di bidang hadits telah mencapai puncaknya. Tidak mengherankan jika para ulama dan para imam yang hidup sezaman dengannya memberikan pujian (rekomendasi) terhadap beliau. Berikut ini adalah sederet pujian (rekomendasi) termaksud:
Muhammad bin Abi Hatim berkata, “Saya mendengar Ibrahim bin Khalid Al Marwazi berkata, “Saya melihat Abu Ammar Al Husein bin Harits memuji Abu Abdillah Al Bukhari, lalu beliau berkata, “Saya tidak pernah melihat orang seperti dia. Seolah-olah dia diciptakan oleh Allah hanya untuk hadits”.[2]
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata, “Saya tidak pernah meliahat di kolong langit seseorang yang lebih mengetahui dan lebih kuat hafalannya tentang hadits Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam dari pada Muhammad bin Ismail (Al Bukhari).”Muhammad bin Abi Hatim berkata, “ Saya mendengar Abu Abdillah (Al Imam Al Bukhari) berkata, “Para sahabat ‘Amr bin ‘Ali Al Fallaas pernah meminta penjelasan kepada saya tentang status (kedudukan) sebuah hadits. Saya katakan kepada mereka, “Saya tidak mengetahui status (kedudukan) hadits tersebut”. Mereka jadi gembira dengan sebab mendengar ucapanku, dan mereka segera bergerak menuju ‘Amr. Lalu mereka menceriterakan peristiwa itu kepada ‘Amr. ‘Amr berkata kepada mereka, “Hadits yang status (kedudukannya) tidak diketahui oleh Muhammad bin Ismail bukanlah hadits”.
Al Imam Al Bukhari mempunyai karya besar di bidang hadits yaitu kitab beliau yang diberi judul Al Jami’ atau disebut juga Ash-Shahih atau Shahih Al Bukhari. Para ulama menilai bahwa kitab Shahih Al Bukhari ini merupakan kitab yang paling shahih setelah kitab suci Al-qur’an.
Hubungannya dengan kitab tersebut, ada seorang ulama besar ahli fikih, yaitu Abu Zaid Al Marwazi menuturkan, “Suatu ketika saya tertidur pada sebuah tempat (dekat Ka’bah –ed) di antara Rukun Yamani dan Maqam Ibrahim. Di dalam tidur saya bermimpi melihat Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau berkata kepada saya, “Hai Abu Zaid, sampai kapan engaku mempelajari kitab Asy-Syafi’i, sementara engkau tidak mempelajari kitabku? Saya berkata, “Wahai Baginda Rasulullah, kitab apa yang Baginda maksud?” Rasulullah menjawab, “ Kitab Jami’ karya Muhammad bin Ismail”. Karya Al Imam Al Bukhari yang lain yang terkenal adalah kita At-Tarikh yang berisi tentang hal-ihwal para sahabat dan tabi’in serta ucapan-ucapan (pendapat-pendapat) mereka. Di bidang akhlak belau menyusun kitab Al Adab Al Mufrad. Dan di bidang akidah beliau menyusun kitab Khalqu Af’aal Al Ibaad.
Ketaqwaan dan keshalihan Al Imam Al Bukhari merupakan sisi lain yang tak pantas dilupakan. Berikut ini diketengahkan beberapa pernyataan para ulama tentang ketakwaan dan keshalihan beliau agar dapat dijadikan teladan. Abu Bakar bin Munir berkata, “Saya mendengar Abu Abdillah Al Bukhari berkata, “Saya berharap bahwa ketika saya berjumpa Allah, saya tidak dihisab dalam keadaan menanggung dosa ghibah (menggunjing orang lain).” Abdullah bin Sa’id bin Ja’far berkata, “Saya mendengar para ulama di Bashrah mengatakan, “Tidak pernah kami jumpai di dunia ini orang seperti Muhammad bin Ismail dalam hal ma’rifah. Sulaim berkata, “Saya tidak pernah melihat dengan mata kepala saya sendiri semenjak enam puluh tahun orang yang lebih dalam pemahamannya tentang ajaran Islam, leblih wara’ (takwa), dan lebih zuhud terhadap dunia daripada Muhammad bin Ismail.”
Al Firabri berkata, “Saya bermimpi melihat Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam di dalam tidur saya”. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bertanya kepada saya, “Engkau hendak menuju ke mana?” Saya menjawab, “Hendak menuju ke tempat Muhammad bin Ismail Al Bukhari”. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam berkata, “Sampaikan salamku kepadanya!”, Al Imam Al Bukhari wafat pada malam Idul Fithri tahun 256 H. ketika beliau mencapai usia enam puluh dua tahun. Jenazah beliau dikuburkan di Khartank, nama sebuah desa di Samarkand. Semoga Allah Ta’ala mencurahkan rahmat-Nya kepada Al Imam Al Bukhari.
b.    Nu’man bin Basyir
Hidup pada tahun 1-64 H. Beliau adalah Sahabat Nabi yang lahirnya di Madinah setelah Nabi hijrah berjalan 4 bulan. Jadi ini Sahabat Anshor yang pertama kali setelah hijrah. Kemudian berdomisili di Syam da wafatnya terbunuh di Desa Himash di negara Syam pada bulan Dzul Hijjah 64 H.menurut Ibnu Abi Khoitsamah wafatnya pada tahun 60 H. Beliau di dalam meriwayatkan hadits-hadits Nabi semua berjumlah 114 buah hadits, yang antara hadits Bukhori dan Muslim ada 5, yang di Bukhori saja hanya 1, yang di Muslim saja ada 4 hadits. Adapun ayahnya yang bernama Basyir ini mati syahid bersama Jenderal Kholid bin Walid pada tahun 12 H. setelah perang Yamamah. Beliau adalah Sahabat Anshor yang pertama kali berbai’at dengan kholifah Abu Bakar as Shiddiq Ra. dan ikut ‘aqobah tsaniyah. Ikut perang Badar, Uhud dan semua perang yang diikuti beliau Nabi Saw.[3]
4.    Keterangan Hadits
Hadis ini disepakati atas kedudukanya yang agung dan faedahnya yang banyak. Hadis ini merupakan hadis yang merangkum ajaran-ajaran Islam. “Abu Dawud berkata: hadis ini merangkum seperempat ajaran Islam. Barang siapa yang merenungkannya dia akan mendapatkan semua kandungan yang disebutkan diatas karena hadis ini mencakup penjelasan tentang halal, haram, dan syubhat, apa yang maslahat dan yang akan merusak hati. Semua ini menuntut untuk mengetahui hukum-hukum syariat, pokok-pokok dan cabang-cabangnya. Hadis ini juga merupakan dasar bagi sikap wara’yaitu dengan meninggalkan yang syubhat (samar).
Dalam Hadis ini, yang halal sudah jelas dan yang haram sudah jelas dan diantara keduannya terdapat perkara-perkara yang sybhat (samar). Imam An-Nawawi berkata” Artinya bahwa perkara itu ada tiga: yang jelas-jelas halal, dan tidak tersembunyi keadaannya. seperti memakan roti, berbicara, berjalan, dan sebagainya. kedua, yang jelas-jelas haram seperti khamr, zina, dan lain-lain. Adapun yang subhat artinya tidak jelas halal atau haramnya. Oleh karena itu, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Adapun para ulama mengetahui hukumnya berdasarkan nash atau qiyas (analogi). Apabila ada keraguan antara halal dan haram dan tidak ada nash dan ijma’, maka seorang mujtahid berijtihad dalam masalah itu, lalu mengkategorikan masalah itu kepada salah satu hukum (halal atau haram) berdasarkan dalil syar’i.
Meninggalkan syubhat adalah wujud sikap wara’. Sikap ini direalisasikan dengan tidak bermuamalah bersama orang yang hartanya mengandung syubhat, atau bercampur dengan riba, atau terlalu banyak mengandung unsur-unsur mubah sehingga meninggalkan yang lebih utama. Adapun jika sampai kepada derajad was-was dengan mengharamkan sesuatu yang belum jelas, maka hal itu tidak termasuk syubhat yang harus ditinggalkan.
Perkara syubhat itu bermacam-macam, Ibnu al-Mundzir membaginya kepada tiga bagin, yaitu: sesuatu yang diketahui oleh orang-orang sebagai barang haram, kemudian diragukan apakah ia masih tetap haram atau sudah menjadi halal, maka tidak boleh segera menganggapnya halal kecuali jika sudah diyakini. Selanjutnya kebalikannya yaitu perkara yang halal kemudian ada keraguan bahwa ia menjadi haram. Dan yang terakhir sesuatu yang kehalalan dan keharamannya diragukan dengan tingkatan yang sama dan yang lebih utama adalah meninggalkannya.
Ucapan para salafus saleh tentang meningggalkan syubhat. Abu Darda berkata” kesempurnaan takwa adalah seorang hamba takut kepada Allah, sehingga dia takut kepada benda kecil sekecil apapun. Ketika dia meninggalkan sesuatu yang dipandang halal karena khawatir akan menjerumuskan kepada yang haram sehingga dia terhindar dari yang haram.
Setiap raja memiliki daerah larangan dan daerah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan. Tujuan penyebutan contoh seperti ini adalah untuk lebih menjelaskan sesuatu yang tidak terlihat dengan sesuatu yang abstrak dengan sesuatu yang konkret. Allah memiliki wilayah-wilayah larangan di atas bumi-Nya, yaitu perbuatan-perbuatan maksiat dan hal-hal yang diharamkan. Barang siapa yang mendekatinya dengan menerjuni hal-hal yang syubhat, maka dia hampir terjerumus ke dalalm yang diharamkan.
Selamatnya hati, selamatnya jasad tergantung pada selamatnya hati karena hati (jantung) merupakan organ terpenting di dalam tubuh.[4]  
5.    Aspek Tarbawi
Kaitan hadits tersebut di atas dengan tema intuisi hati adalah sebagai berikut:
a.    Bahwasanya yang dapat memilah dan memilih apakah suatu hal meragukan atau tidak adalah hati, maka sangatlah penting bagi setiap muslim untuk mendengarkan kata hatinya (intuisi hati), bila hatinya meragukan hukum dari suatu hal maka lebih baik dia menghindari atau tidak melakukannya. Keragu-raguan tersebut dapat ditimbulkan oleh adanya dua hal : ketidaktahuan seseorang akan hukum suatu hal dan belum ditentukannya hukum akan hal tersebut.
b.    Dalam hadits tersebut di atas dikemukakan bahwa bila hati seseorang baik maka akan baik pula seluruh tubuhnya, maksud dari potongan hadits tersebut adalah pada fitrahnya hati semua manusia itu baik dan hanya mengajak ke hal-hal yang baik, namun demikian, pada sebagian besar manusia hatinya tidak terlatih utuk menyuarakan kebenaran lebih keras dan kemudian menegakkan niat yang terimplementasi ke dalam perbuatan. Hasilnya apa yang dilakukan oleh orang-orang tersebut adalah pengingkaran terhadap hati dan cenderung merupakan perbuatan-perbuatan yanng diharamkan atau yang diragukan kehalalannya. Jika hal ini terus menerus dilakukan dan menjadi sebuah kebiasaan serta tidak adanya usuha-usaha perbaikan maka jadilah apa yang disebut dalam hadits sebagai hati yang rusak atau yang tidak baik dan membawa kerusakan atau keburukan ke dalam semua perbuatan manusia itu sendiri.




B.  Materi Hadis 23
عَنْ أَنَسِ بنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (مَنْ عَمِلَ بِمَا يَعْلَمْ وَرثَهُ الله عِلْمَ مَالَمْ يَعْلَمْ ) (رواه أبو نعيم الأصفهاني فى حلية          الأولياء(
1.    Tarjamah
“Dari Anas bin Malik sesungguhnya Nabi SAW bersabda: Siapa yang mengamalkan apa yang ia ketahui,maka Allah akan memberikan ilmu sesuatu yang ia belum ketahui”. (HR. Abu Na’im al-Ashfihan dalam kitab Khilyatul Ashfiya’: 10/15)
2.    Mufrodat
Barang siapa
Mengamalkan
Yang diketahui
Mewariskan
مَنْ                                   
عَمِلَ
 يَعْلَمْ                                
رثَهُ
3.    Biografi Rawi

a.    Anas bin Malik
Anas bin malik ialah Abu Tsumamah Anas bin Malikibn Nadler ibn Dlamdlam Al Najjary Al Anshary. Seorang sahabat yang tetap selalu meladeni Rasulullah selama 10 tahun.
Anas dilahirkan di Madinah pada tahun 10 H atau 612 Masehi. Setelah Rasul tiba di Madinah, ibunya menyerahkan Anas kepada Rasul untuk menjadi khadam Rasul. Setelah Rasul wafat, Anas pindah ke Basrah sampai akhir hayatnya.
Beliau meriwayatkan sejumlah 2276 atau 2236 hadis. Sejumlah 166 hadis disepakati oleh Bukhari Muslim, 93 diantaranya diriwayatkan oleh Bukhari sendiri dan 70 diriwayatkan oleh muslim sendiri. Anas menerima hadis dari Nabi sendiri dan dari banyak sahabat.
b.    Ibnu Abbas
Ibnu Abbas mempunyai nama lengkap Abdullah bin Abbas bin Abdil Muthalib Al-Hasyimi, Abu Al Abbas yang merupakan anak paman Rasulullah SAW dilahirkan di Makkah 3 tahun sebelum hijrah, yaitu di lembah saat Rasulullah beserta kaum muslimin dikepung oleh musyrikin Quraisy. Nabi berdoa kepadanya, “Ya Allah pahamkanlah dia dalam agama dan ajarkanlah takwil”. Umar bin Khatab mendudukannya dalam majlisnyaزdan mengambil manfaat dari ilmunya yang melimpah serta akalnya yang cerdas. Dia meninggal di Thalif tahun 71 H dan dikuburkan disana.[5]
4.    Keterangan Hadits
Hadits tersebut menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan pada diri manusia tidak akan berkurang atau hilang dengan mengajarkannya pada orang lain, tapi justru akan bertambah. Allah akan mewariskan ilmu yang belum ia ketahui, maknanya ialah bahwa Allah Ta’ala akan menambahkan keimanan dan menerangi bashirahnya serta akan membukakan untuknya berbagai cabang ilmu. Oleh karena itu Anda mendapatkan seorang alim yang beramal akan bertambah ilmunya dan Allah akan memberkahi waktu dan ilmunya. Dalilnya dalam Al-Qur’an, firman Allah : “Dan orang-orang yang mendapat petunjuk Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketaqwaannya. “[6]
5.    Aspek Tarbawi
a.    Setiap muslim yang telah memiliki ilmu akan suatu hal (yang tidak bertentangan dengan agama) wajib mengamalkannya dalam bentuk perbuatan dan mengajarkanya pada orang lain
a.    Tidak diperkenankan bagi muslim untuk menyembunyikan ilmunya, tapi juga tidak diperkenankan untuk pamer dengan tujuan  membanggakan diri dan merendahkan orang lain.








                           
PENUTUP

Dari pemaparan di atas dapat diketahui pentingnya hati dalam kehidupan manusia dan pentingnya mendengarkan intuisi hati serta mengikutinya termasuk intuisi hati untuk berbagi ilmu pengetahuan dengan sesama, karena dengan cara berbagi tersebutlah ilmu pada diri manusia tidak berkurang atau habis tapi justru bertambah. Untuk mencapai pertambahan ilmu tersebut hal lain yang juga penting untuk dilakukan adalah mengamalkan ,melakukan atau mewujudkan ilmu tersebut dalam wujud perbuatan yang membawa kemaslahatan bagi diri sendiri dan umat.

















DAFTAR PUSTAKA
al Asqani,Ibnu Hajar.2008.Fathul Baari syarah Shahih al Bukhari.Jakarta: Pustaka Azzam
Dieb Al-Bugha,Musthofa dkk.2008.Al Wafi syarah Hadits Arbai’in Iman Nawawi.Jakarta : Pustaka Al-Kautsar
Muhammad Hasbi Ash Shiediqi,Teungku.1999.Sejarah dan Pengantar IlmuHadis.Semarang:Pustaka Rizki Putra
Djunaedi Soffandi,Wawan.2003.Syarah Hadis Qudsi.Jakarta:Pustaka Azzam
Imam Al-Bukhari,Shahih Bukhary jilid I.Surabaya:Al-Asriyah


[1] Imam Al-Bukhari,Shahih Bukhary jilid I.Surabaya:Al-Asriyah
[2]Muhammad Hasbi Ash Shiediqi,Teungku..Sejarah dan Pengantar IlmuHadis.(Semarang:Pustaka Rizki Putra1999) hlm 18

[3] Wawan Djunaedi Soffandi.Syarah Hadis Qudsi.(Jakarta:Pustaka Azzam,2007), hlm 18-19
[4] Imam sulaiman.Al-Wafi’,(Jakarta:Pustaka al-Kautsar.2008) hlm36-41
[5]Musthofa Dieb Al-Bugha dan Syaik Muhyiddin Mistu, Al Wafi syarah Hadits Arbai’in Iman Nawai,(Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2008), hal 470

[6]