Laman

Sabtu, 27 September 2014

SBM - C - 3 : PENDEKATAN BELAJAR MENGAJAR



MAKALAH
PENDEKATAN BELAJAR MENGAJAR

Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Strategi Belajar Mengajar
DosenPengampu : Muhammad Hufron, M.S.I

Disusun Oleh :

1.      Cory Andini Putry                    (2021112082)
2.      Mustaghfiroh                            (2021112085)
3.      Khofidotul Khasanah               (2021112086)
4.      Khoerotun Nisa                                    (2021112088)

Kelas : C


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
 2014

SPI - G - 4 : MASA DINASTI ABASIYYAH


SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABASIYYAH

MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas:
Mata kuliah                 : Sejarah Peradaban Islam
Dosen pengampu        : Ghufron Dimyati, M.S.I

Oleh:
Putri Andriani             (2021 113 253)                       
                                                     Vera Andriana            (2021 113 259)

                                                            Kelas G


JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN

Dinasti Abbasiyah adalah dinasti yang berdiri setelah runtuhnya dinasti Umayyah. Dinasti Umayyah mengalami masa kehancuran dikarenakan beberapa penyebab yang muncul dan menumpuk menjadi satu, disusul dengan berdirinya kekuasaan orang-orang Bani Abbasiyah yang mengejar-ngejar dan membunuh setiap orang dari Bani Umayyah yang dijumpainya.
Dinasti Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-angsur melemah. Kekhalifahan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang melemahkan dan akhirnya hancur. Pada tahun 127 H/744 M dinasti Bani Umayyah diruntuhkan oleh dinasti Bani Abbasiyah pada masa khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II). Setelah hanucrnya dinasti Umayyah, dinasti Abbasiyah berdiri yang dinisbatkan kepada Al-Abbas, paman Rasulullah SAW, sementara khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash-Shaffah bin Muhammmad bin Alibin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib.
Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, dinasti ini mengalami puncak kejayaan dikarenakan peradaban dan kebudayaan Islam tumbuh dan berkembang. Namun akibat dari penekanaan peradaban dan kebudayaan ini banyak provinsi di pinggiran yang melepaskan diri dan membentuk dinasti sendiri, yang menjadi salah satu penyebab dinasti Abbasiyah ini mengalami kemunduran bahkan kehancuran.  


























Penulis





BAB I
PENDAHULUAN

Dinasti Abbasiyah adalah dinasti yang berdiri setelah runtuhnya dinasti Umayyah. Dinasti Umayyah mengalami masa kehancuran dikarenakan beberapa penyebab yang muncul dan menumpuk menjadi satu, disusul dengan berdirinya kekuasaan orang-orang Bani Abbasiyah yang mengejar-ngejar dan membunuh setiap orang dari Bani Umayyah yang dijumpainya.
Dinasti Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-angsur melemah. Kekhalifahan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang melemahkan dan akhirnya hancur. Pada tahun 127 H/744 M dinasti Bani Umayyah diruntuhkan oleh dinasti Bani Abbasiyah pada masa khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II). Setelah hanucrnya dinasti Umayyah, dinasti Abbasiyah berdiri yang dinisbatkan kepada Al-Abbas, paman Rasulullah SAW, sementara khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash-Shaffah bin Muhammmad bin Alibin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib.
Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, dinasti ini mengalami puncak kejayaan dikarenakan peradaban dan kebudayaan Islam tumbuh dan berkembang. Namun akibat dari penekanaan peradaban dan kebudayaan ini banyak provinsi di pinggiran yang melepaskan diri dan membentuk dinasti sendiri, yang menjadi salah satu penyebab dinasti Abbasiyah ini mengalami kemunduran bahkan kehancuran.  








BAB II
PEMBAHASAN


A.    Sejarah Berdirinya Dinasti Abasiyah
Kekhalifahan Abasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Kekhalifahan ini naik kekuasaan setelah mengalahkan bani umayah kecuali Anda lusia. Bani Abasiyah di bentuk oleh keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda, keturunan dari Abbas ibn Muthalib, oleh karena itu mereka termasuk Bani hasyim. Sedangkan bani Umayyah bukan seketurunan dengan Nabi.[1]
Dinasti Abasiyah didirikan pada tahun 135H/750M oleh Abbul Abbas Ash-Shafah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam waktu yang panjang dari tahun 132-656H (750M-1258M). Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim (Alawiyun) setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunan Rasulullah dan anak-anaknya.
Propaganda Abbasiyyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia. Akan tetapi diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan Dinasti Umayyah dan dipenjarakan di Haran. Ia mewasiatkan kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya dan memrintahkan dari Humaimah ke Kufah.
Penguasa Umayyah di Kufah Yazid bin Umar ditaklukkan oleh abbasiyyah dan di usir ke Wasit. Abdullah bin Ali di perintahkan untuk mengejar Marwan bin Muhammad, ia melarikan diri hingga di Fustat Mesir, dan akhirnya terbunuh oleh Salih bin Ali di Busir pada 132H. Dengan demikian tumbanglah kekuasaan Dinasti Umayyah dan berdirilah dinasti Abasiyyah yang di pimpin oleh khlifah pertama yaitu Abul Abbas Ash-Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.
            Selama  Dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang di terapkan berbeda-beda sesuai dengan politik, social, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan itu para sejarawan membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyyah dalam empat periode berikut:
1.      Masa Abbasiyah I , yaitu semenjak lahirnya daulah Abbasiyah tahun 132H sampai meninggalnya Khalifah Al-Watsiq tahun 232 H
2.      Masa Abbasiyah II, yaitu mulai Khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232H sampai berdirinya daulah Buwaihiyah tahun 334H
3.      Masa Abbasiyyah III, yaitu dari berdirinya Buwaihiyah tahun 334H sampai masuknya kaum Saljuk ke Baghdad tahun 447H
4.      Masa abbasiyyah IV, yaitu masuknya orang-orang Saljuk tahun 447H sanpai jatunya Baghdad ke tangan bangsa Mongol dinawah pimpinan Hulagu Khan tahun 656H.[2]
           
B.     Para Khalifah Dinasti Abasiyyah
Sebelum Abbul Abbas meninggal, ia mewasiatkan siapa penggantinya, yakni Abu Ja’far. Khalifah-khalifah pada masa kekhalifahan Abbasiyyah di Baghdad yaitu:
1.    Abu Al-Abbas ibn Muhammad Al-Saffah (750-754)
Gelar As-Saffah didapat setelah pidato pertamanya, Al-Saffah berarti sang penumpah darah.
2.    Abu Ja’far ibn Muhammad Al-Manshur (754-775H)
Pada masa ini Abbasiyyah memasuki masa keemasan. Dia dengan keras melawan bani Umayyah, khawarij, Syiah.
3.    Abu Abdullah Muhammad Al-Mahdi (775-785H)
Sifatnya yang dermawan dan pemurah, pada masa ini merupakan peralihan dari kekerasan menjadi keramahtamahan dan luasnya ilmu pengetahuan dan peradaban.
4.    Abu Musa Al-hadi (785-789H)
Ia mengungkari wasiat ayahnya, bahwa stelah Al-hadi kalifah selanjutnya adalah Harun al-Rasyid.
5.    Abu Ja’far Al-Rasyid (789-809H)
Pada masa ini Islam mengalami puncak kemegahan dan kesejahteraan yang belum tercapai sebelumnya.
6.    Abu Musa Al-Amin (193-198H)
Al-amin terkenal suka berburu dan berfoya-foya serta banyak melalaikan urusan Negara.
7.    Abu Ja’far Abdullah Al-Ma’mun (198-218H)
Terkenal sifatnya yang arif, bijaksana, jenius, pandai ilmu agama, filsafat, dan ilmu  serta hafal Al-Qur’an
8.    Abu Ishak Muhammad Al-Mu’tashim (2180227H)
  Memerintah selama Sembilan tahun dan meninggal dunia pada tahun 227H
9.    Abu Ja’far Harun Al-Watsiq (227-232H)
Memerintah selama lima tahun, pada masa ini tidak terjadi peristiwa yang signifikan dan penting.
10.     Abu Al-Fadhl Ja’far Al-Mutawakkil (232-247H)
Pada masa ini ada peristiwa penting yaitu pada tahun 238H orang-orang Romawi melakukan penyerangan di Dimyath. Mereka berhasil dibunuh.
11.     Abu Ja’far Muhammad Al-Mustanshir (247-248H)
Pada masa ini terjadi peristiwa pembunuhan terhadap ayahnya sendiri merupakan isyarat keruntuhan Dinasti abasiyyah.
12.     Abu Al-Abbas Ahmad Musta’in (248-252H)
Pada masa ini terjadi kekacauan secara terus menerus. Ia menjadi khalifah selama 4tahun.
13.     Abu Abdullah Muhammad Al-Mu’tazz (252-255H)
Pada masa ini peran politik perempuan berlangsung dan kekacauan semakin berlanjut..
14.     Abu Ishak Muhammad Al-Muhtadi (255-256H)
Jabatannya hanya sebagai jabatan formal tapi pada hakikatnya pemerintahan tetap di jalankan oleh militer orang-orang Turki.
15.     Abu Al-Abbas Ahmad Al-Mu’tamid (256-279H)
Pada masa ini ada peristiwa penting yaitu pemberontakkan budak Zanj.
16.     Abu Al-Abbas Ahmad Al-Mu’tadhid (279-289H)
17.     Abu Muhammad Ali Al-Muktafi (289-295H)
Kekuasaan ini hanya bersifat semu karena pada haekaktnya kekhalifahan Baghdad berada di bawah rezim militer.
18.    Abu Fadhl Ja’far Al-Muqtadir (195-320H)
Pada masa ini kekuasaan semakin merajalela ketika ibunya mencampuri kenegaraan dan pemerintahan.
19.    Abu Manshur Muhammad Al-Qahir (320-322H)
Al-Qahir juga tidak bernasib lebih baik seperti khalifah sebelumnya, ketika digulingkan dari kekhalifahannya ia menjadi buta.
20.    Abu Al-Abbas Ahmad Radhi (322-329H)
Ahmad Radhi lolos dari penggulingan sebagai kahlifah tetapi tidak luput dari kematian tentara.
21.    Abu Ishak Ibrahim Al-Muttaqi (239-332H)
Ia digulingkan oleh Amir al-umara dan menjadi buta yang akhirnya menjadi orang minta-minta
22.    Abu Al-Qosim Abdullah Al-Mustakfi (332-334H)
Ia diturunkan tahtanya dan disingkirkan dan menjadi peminta-minta di kota Baghdad.
23.    Abu Al-Qosim Al-Mufadhdhal Al-Muthi’ (334-362H)
Pada masa ini setiap tanggal 10Muharram memperingati pengangkatan Ali Ibn Thalib sebagai penerus Nabi Muhammada SAW.
24.    Abu Al-Fadhl Abdul karim Al-Tha’I (362-381H)
Al-Fadhl berharap bisa memiliki keturunan yang akan meneruskan kekuasaannya.
25.    Abu Al-Abbas Ahmad Qadir (381-442H)
Pada masa ini pertikaian antar anggota kerajaan terus berlanjut.
26.    Abu Ja’far Abdullah Al-Qa’im (442-467H)
Pada masa ini dinasti Abbasiyah berada di bawah kekuasaan Seljuk dan berakhir pada masa pemerintahan Al-Nashir.
27.    Abu Al-Qashim Abdullah Al-Muqtadhi (467-487H)
Pada masa ini kekhalifahan Seljuk yang tadinya di Isfahan kemudian dipindahkan ke ibu kota kekhalifahan di Baghdad.
28.    Abu Al-Abbas Ahmad Al-Mustadzir (487-512H)
Pada masa ini perang salib terus bergejolak.
29.    Abu manshur al-Fadhl Al-Mustarsyid (512-529H)
Pada masa ini perang salib tetap terus terjadi.
30.    Abu Ja’far Al-mansyur Al-Rasyid (529-530H)
Abu Ja’far dianggap sebagai khalifah figura saja dalam dinasti Abasiyah.
31.    Abu Abdullah Muhammad Al-Muqtafi (530-555H)
Pada masa ini perang salib terus berkobar.
32.    Abu Al-Muzhafar Al-Mustanjid (555-566H)
Pada masa ini dinasti abasiyyah mengalami kemunduran dan mengarah pada kehancuran.
33.    Abu Muhammad Al-Hasan Al-Mustahi’ (566-575H)
Kekhalifahan dinasti abasiyah hanyalah bersifat formalitas.
34.    Abu Al-Abbas Ahmad Al-Nashir (575-622H)
Berusaha membangkitakan kekhalifahan. Ia memerintah yang paling lama yaitu 45 tahun.
35.    Abu Nashr Muhammad Al-nazhir (622-623H)
Ia adalah khalifah pengahbisan dari dinasti Abbasiyyah.
36.    Abu Ja’far Al-Mustanshir (623-640H)
Pada masa ini penduduk Baghdad berjuang untuk membela diri dari serangan Mongol.
37.    Abu Ahmad Abdullah Al-Musta’shim (640-656H)[3]

C.     Masa Kemajuan Dinasti Abasiyah
            Periode pertama dinasti Abbasiyah mencapai masa keemasan, peradaban dan kebudayaan Islam tumbuh dan berkembang pada masa Abasiyyah, karena Abbasiyah lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah.Puncak kejayaan Dinast Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun ar-Rasyid (786-809M) , dan anaknya Al-Makmun (813-833M). Harun ar-Rasyid ia memerintah negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, kemanan terjamin walaupun ada pemberontakan.
            Pada masanya berkembang ilmu pengetahuan agama. Empat mazhab fiqh tumbuh dan berkembang pada masa dinasti Abbasiyah. Disamping itu berkembang pula ilmu filsafat, logika, metafisika, mekanika, astronomi, music, kedokteran, dan kimia. Ilmu-ilmu umum masuk ke islam melalui terjemahan dari bahasa Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab.
            Lembaga pendidikan pada Dinasti Abbasiyyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat yang dapat di tentukan oleh dua hal, yaitu:
1.   Terjadi asimilasi antara bahasa arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu  mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna.
2.   Gerakan penerlemahan berlangsung dalam tiga fase. Pertama, Pada masa Khalifah  Al-Manshur hingga Harun Ar-Rassyid pada masa ini banyak penerjamah dalam bidang astronomi dan mantiq. Kedua, pada masa Khalifah Al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku banyak di terjemahkan dalam bidang filsafat. Ketiga, pada masa setelah tahu 300H dan bidang-bidang ilmu di terjemahkan semakin luas.
        Baghdad sebagai pusat peradaban Islam terletak di pinggir kota Tigris, Baghdad sebagai pusat intelektual terdapat pusat aktivitas pengembangan ilmu. Baghdad juga sebagai pusat penerjemahan buku-buku dari berbagai cabang ilmu yang kemudian di terjemahkan ke dalam bahasa Arab. Baghdad mencapai kejayaan pada masa Harun Ar-Rasyid. Dengan demikian Dinasti abbasiyah dengan pusatnya di Baghdad sangat maju sebagai pusat kota peradaban dan pusat Ilmu pengetahuan. Beberapa kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan dapat disebutkan sebagai berikut.
a.    Bidang Agama, meliputi fiqh, Ilmu tafsir, Ilmu Hadist, Ilmu kalam, dan ilmu Bahasa
b.    Bidang Bahasa, meliputi ilmu Nahmu, ilmu sharaf, ilmu bayan, ilmu badi’ dan arudh
c.    Bidang Umum, meliputi filsafat, ilmu kedokteran, matematika, farmasi, ilmu Astronomi, Geografi, Sejarah, Sastra

D.    Dinasti-Dinasti yang memerdekakan diri dari Baghdad
              Dalam bidang politik disintegrasi sebenarnya sudah mulai terjadi pada akhir zaman Umayyah. Bani Umayyah mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhannya sejajar dengan batas-batas wilayah Islam. Berbeda dengan masa Dinasti Abasiyyah, kekuasaan dinasti ini tidak di akui oleh islam di wilayah Spanyol dan afrika utara, kecuali Mesir. Ada kemungkinan bahwa para khalifah bani Abbasiyyah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal provinsi-provnsi tertentu dengan pembayaran upeti. Akibat kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan dan kebudayaan Islam dari pada persoalan politik, beberapa provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa bani abbasiyah.
Adapun dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khalifah abbasiyah, diantarannya adalah sebagai berikut.
1.      Thahiriyah di Khurasan, Persia
2.      Safariyah di Fars, Persia
3.      Samariyah di Transoxnia
4.      Sajiyyaj di Azerbaijan
5.      Buwaihiyah, Persia
6.      Thukuniyah di Mesir
7.      Ikhsidiyah di Turkistan
8.      Ghazwaniyah di afganistan
9.      Dinasti saljuk
10.  Al-Barzuqani, Kurdi
11.  Abu Ali, Kurdi
12.  Ayyubiyyah, Kurdi
13.  Idrisiyah di Maroko
14.  Aghlabiyah di Tunisia
15.  Dulafiyah di Kurdistan
16.  Alawiyah di Tabirsitan
17.  Hamdaniyah di Aleppo dan musil
18.  Mazyadiyah di Hillah
19.  Ukailiyah di mausil
20.  Mirdasiyah di Aleppo
21.  Dinasti Umayyah di Spanyol
22.  Dinasti Fatimiyah di Mesir.[4]
E.     Faktor yang menyebabkan Kemunduran Dinasti abbasiyah
              Kebesaran, Keagungan, kemegahan, dan gemerlapnya Bagdad sebagai  pusat pemerintahan Dinasti abbasiyyah seolah-olah hanyut terbawa sungai Trigis. Pada tahun 1400M kota ini diserang oleh pasukan Timur lenk dan pada tahun 1508 M oleh tentara Kerajaan safawi.
Adapun factor-faktor penyebab kemunduran Dinasti abbasiyyah adalah sebagai berikut:
a.       Faktor Intern, meliputi :
· Kemewahan hidup di kalangan penguasa
Pada saat Dinasti abbasiyyah mencapai masa kejayaan  telah mendorong para khalifah untuk hidup mewah. Kondisi ini member peluan kepada tentara professional asal Turki untuk mengambil ahli kendali pemerintahan
·  Perebutan kekuasaan antar keluarga Bani abbasiyah
Perbutan kekuasaan dimualai sejak masa Al-Ma’mun dengan Al-amin. Ditambah dengan masuknya unsure Turki dan parsi. Sejak Al-Muttawkil wafat pergantian khalifah terjadi secara tidak wajar, para khalifah wafat karena dibunuh dan di racun atau di turun secara paksa.
· Konflik keagamaan
Sejak terjadinya konflik Mu’awiyah dengan Ali melahirkan tiga kelompok umat, Pengikut mMu’awiyah, Khawarij, syiah. Ketiga kelompok ini senantiasa berebut pengaruh.
b.      Faktor Ekstern, meliputi:
· Banyaknya pemberontakan
Banyaknya daerah yang tidak dikuasai oleh khalifah, akibat kebijakan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam secara real, daerah-daerah itu berada dibawah kekuasaan gurbenur yang bersangkutan. Akibantnya provinsi-provinsi tersebut banyak yang melepaskan  diri dari genggaman penguasa bani Abbas.
· Dominasi Bangsa Turki
Abad ke-9 kekuatan militer Abbasiyyah mulai mengalami kemunduran. Lalu para penguasa sebagai gantinya memperkerjakan orang-orang professional dibidang kemiliteran, khususnya tentara Turki akibatnya tentara Turki berhasil merebut kekuasaan tersebut.
· Dominasi Bangsa Persia
Masa kekuasaan bani Buyah berjalan lebih dari 150 tahun. Kekuasaan pusat di bagdad dilucuti dan diberbagai daerah muncul Negara-negara baru yang berkuasa dan membuat perkembangan baru. Pada awal pemerintahan Abbasiyah keturunan parsi bekerja sama dalam mengelola pemerintahan dinasti abbasiyyah kemudian pada saat dinasti Abasiyyah sedang mengadakan pergantian khalifah, bani Buyah (Parsi) berhasil merebut kekuasaan.

F.      Akhir Kekuasaan Dinasti Abbasiyah
              Setelahmengalami kemajuan Dinasti abbasiyah mengalami kemunduran dan kehancuran yang di sebabkan oleh dua factor, yaitu:
a.       Faktor Internal
·         Lemahnya semangat patriotism Negara , menyebabkan jiwa jihad yang di ajarkan islam tidak berdaya lagi menahan segala amukan yang datang baik dari dalam maupun dari luar
·         Hilangnya sifat amanah dalam segala perjanjian yang dibuat, sehingga kerusakan moral dan kerendahan budi menghancurkan sifat-sifat baik yang mendukung Negara selama ini.
·         Tidak percaya pada kekauatan sendiri, dalam mengatasi berbagai pemberontakan khalifah mengundang kekuatan asing, akibatnya kekuatan asing tersebut emanfaatkan kelemahan khalifah.
·         Fanatik mazhab persaingan dan perbutan yang tiada henti antara abbasiyyah dan Alawiyah menyebabkan kekuatan umat Islam menjadi lemah bahkan hancur berkeping-keping.[5]
b.      Faktor Eksternal
·         Perang salib
Perang antara umat Kristen dan umat Islam telah menelan banyak koban jiwa, hal ini menyebabkan Dinasti abbasiyah lemah.
·         Serangan Hulagu Khan
            Hulagu Khan melakukan serangan-serangan ke Baghdad dengan mengalahkan Khurasan di Persia. Pada tanggal 10 februari 656 H/1258 M, ia dan pasukannya sampai ke tepi kota Baghdad. Perintah untuk menyerah ditolak oleh khalifah al-Musta’shim (khalifah terakhir Bani Abbasiyyah), sehingga Baghdad dikepung dan dihancurkan.[6]
 Dengan demikian lenyaplah Dinati Abbasiyyah yang telah memainkan peran penting dalam kebudayaan dan peradaban Islam dengan gemilang.[7]


BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M, oleh Abdul Abbas Ash-Shaffah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu selama lima abad dari tahun 132-656 H (750-1258 M).
Selama dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah dalam empat periode, yaitu masa Abbasiyah I, II, III, dan IV.
Pada pemerintahan dinasti Abbasiyah, jumlah khalifah yang memimpin adalah 37 khalifah dan puncak kejayaan dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Makmun (813-833 M), namun akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada persoalan politik itu, beberapa provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbasiyah.
Akhir kekuasaan dinasti Abbasiyah ialah ketika Baghdad dihancurkan oleh pasukan mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan, pada tahun 656 H/1258 M. Oleh Hulagu Khan, Baghdad dibumihanguskan dan diratakan dengan tanah, khalifah Bani Abbasiyah yang terakhir dengan keluarganya, Al-Mu’tashim Billah dibunuh, buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah dibakar dan dibuang ke sungai Trigis.




DAFTAR PUSTAKA

Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Khoiriyah. 2012. Reorientasi Wawasan Sejarah Islam. Yogyakarta: Teras.
Amin, Samsul Munir. 2010 Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah
Suntiah Ratu dan Maslani. 2010. Sejarah Peradapan Islam. Bandung: CV. Insan Mandiri.







[1] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam, (Yogyakarta:Teras,2012), hal 85
[2] Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hal.138-141
[3] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam, (Yogyakarta:Teras,2012), hal 87-111

[4] Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hal.153-154

[5] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.137
[6] Maslani dan Ratu Suntiah, Sejarah Peradapan Islam. (Bandung: CV. Insan Mandiri. 2010). hlm. 112
[7] Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hal.15