Laman

Senin, 07 November 2011

ilmu akhlak (7) Kelas E

MAKALAH
KONSEP dan APLIKASI KEBAIKAN, KEBAJIKAN dan KEBAHAGIAAN
 
Disusun guna memenuhi tugas :
 
Mata Kuliah                : Ilmu Akhlak
Dosen Pengampu        : M. Ghufron Dimyati, M.SI
 
Oleh kelompok 7 :
 
1.      Siti Rokhilah               : 2021 111 213
2.      Ning Yuliati                 : 2021 111 214
3.      Nur Latifah                 : 2021 111 215
4.      Lutfia Riska                : 2021 111 216
5.      Nur Salim                    : 2021 111 217
 
Kelas : E
 
TARBIYAH / PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) PEKALONGAN
2011
 
BAB I
PENDAHULUAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan dan melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya pada kita semua sehingga kami para pemakalah dapat menyelesaikan pembahasan makalah yang berjudul “Konsep dan Aplikasi Kebaikan, Kebajikan, Kebahagiaan”. Sehingga dngan adanya pembahasan makalah ini kita berharap dapat menambah wawasan pengetahuan yang insyaallah akan bermanfaat bagi kita. Shalawat serta salam kita haturkan pada junjungan Nabi Muhammad SAW semoga kita mendapatkan syafa’atnya di yaumul akhir nanti.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Umum Kebaikan, Kebajikan dan Kebahagiaan.
1.    Kebaikan
Kebaikan berasal dari kata baik (al khair) yang berarti sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan atau Good dalam bahasa Inggris. Menurut Hombay yang baik itu dapat juga berarti sesuatu yang mendatangkan kepuasan. Baik juga sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran, nilai yang diharapkan memberi kepuasan, mendatangkan rahmat, memberi perasaan senang atau bahagia, baik juga disebut mustahab.[1]
Secara umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jika tingkah laku tersebut menuju kesempurnaan manusia. Kebaikan disebut nilai (value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan konkret.
Selain itu, manusia dalam menentukan tingkah lakunya yaitu  untuk tujuan dan memilih jalan yang ditempuh. Pertama kali yang timbul dalam jiwa adalah tujuan itu, dalam pelaksanaannya yang pertama diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan yang ditempuh mendapatkan nilai dari tujuan akhir.
Tujuan harus ada, supaya manusia dapat menentukan tindakan pertama. Kalau tidak, manusia akan hidup secara serampangan. Tetapi bisa juga orang mengatakan hidup secara serampangan menjadi tujuan hidupnya. Akan tetapi dengan begitu manusia tidak akan sampai kepada kesempurnaan kebaikan selaras dengan derajat manusia.
Manusia harus mempunyai tujuan akhir untuk arah hidupnya. Untuk tiap manusia, hanya terdapat satu tujuan akhir yaitu kesempurnaan. Tujuan akhir selamanya merupakan kebaikan tertinggi, baik manusia itu mencarinya dengan kesungguhan atau tidak. Tingkah laku atau perbuatan menjadi baik dalam arti akhlak, apabila membimbing manusia ke arah tujuan akhir, yaitu dengan melakukan perbuatan yang membuatnya baik sebagai manusia.
2.    Kebajikan
Kebajikan (virtue) adalah kebiasaan yang menyempurnakan manusia. Menurut Socrates, kebajikan adalah pengetahuan, kejahatan ketidaktahuan. Tidak ada orang berbuat jahat dengan suka rela. Sedangkan, menurut Aristoteles kebajikan adalah keinginan manusia dapat menentang akal, dan akal tidak mempunyai kekuasaan mutlak atas keinginan, kecuali kekuasaan tidak langsung. Keinginan harus dilatih untuk tunduk kepada budi.
Kebajikan budi akan menyempurnakan akal menjadi alat yang baik untuk menerima pengetahuan. Bagi budi spekulatif kebajikan disebut pengertian dan pengetahuan. Sedangkan bagi budi praktis disebut kepandaian dan kebijaksanaan.
Kebajikan pokok adalah kebajikan susila yang terpenting, meliputi :
a.         Menurut keputusan budi yang benar guna memilih alat-alat dengan tepat untuk tujuan yang bernilai (kebijaksanaan).
b.        Pengendalian keinginan kepada kepuasan badaniah (pertahanan/ pengendalian hawa nafsu inderawi).
c.         Tidak menyingkir dari kesulitan (kekuatan).
d.        Memberikan hak kepada yang memilikinya (keadilan).
Ada dua definisi tentang kebajikan, yaitu:
1.         Yang dimaksud al-birru adalah husnul khuluq (berakhlak yang baik),
2.        Kebajikan adalah sesuatu yang jiwamu tenteram kepadanya dan hatimu menjadi tenang.[2]
Dua definisi diatas dikemukakan Rasulullah SAW dalam sudut pandang serta konteks yang berbeda, yang pertama adalah definisi yang bersifat umum, sedangkan yang kedua adalah definisi yang dipakai saat seseorang dihadapkan pada dilema dan mesti menentukan pilihan.
Dalam definisi pertama Rasulullah SAW menjelaskan yang dimaksud al-birru (kebajikan) adalah husnul khuluq (berakhlak mulia). Definisi ini sangat luas dan mendalam, sebab husnul khuluq itu mencakup: hidup yang jelas dan benar, maka akan jelas pulalah tujuan hidup kita di dunia ini. Pegangan hidup yang benar merupakan modal dasar untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki dan abadi.
Karena itu hendaklah dalam hidup ini kita mempunyai pegangan hidup yang jelas dan benar, serta senantiasa memperkokoh pegangan hidup tersebut jangan sampai terguncang oleh godaan-godaan yang ada didunia ini. Allah telah mengajarkan kepada kita untuk selalu berpegang pada pedoman Al-Qur’an dan sunnah Rasul-Nya.
Al-Qur’an adalah Hudallinnas (petunjuk buat sekalian manusia) yang didalamnya berisi pokok-pokok ajaran tentang berbagai bidang kehidupan. Seperti ajaran filsafat, hukum, ekonomi, sosial, bahkan politik dan teknologi. Sedangkan sunnah Rasulullah adalah penjelasan dari pokok-pokok ajaran tersebut agar kita dapat secara praktis mengikutinya. Siapa yang berpegangan pada keduanya dijamin akan mendapat kebahagiaan hidup yang sejati dan abadi dan tidak akan sesat selama-lamanya.
Dalam hal pegangan hidup Allah SWT berfirman dalam surat Al-imran ayat 101,
Artinya : “ Barang siapa berpegang teguh dengan (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus ”.
3.    Kebahagiaan
Kebahagiaan merupakan sesuatu yang selalu dicari oleh manusia sejak zaman dahulu sampai sekarang. Akan tetapi untuk merumuskan atau menentukan apa sebenarnya yang dimaksud dengan kebahagiaan itu tidaklah mudah. Sebagai contoh ada yang berpendapat bahwa pangkat, kedudukan, dan kekayaan merupakan sesuatu yang membahagiakan. Oleh karena itu banyak orang yang berusaha meraih pangkat, kedudukan, dan kekayaan dengan berbagai jalan dan dengan mengerahkan semua kemampuan yang dimilikinya. Namun, dalam kenyataannya, pangkat, kedudukan, dan kekayaan sering menghilangkan kebahagiaan. Karena hidupnya terlalu berorientasi kepada kekayaanya sehingga ketenangan kehidupan keluarga yang pernah dimiliki menjadi berkurang dan bahkan mungkin hilang sama sekali. Seperti contoh lain orang sakit menyangka, bahagia terletak pada kesehatan. Orang miskin menyangka, bahagia terletak pada harta kekayaan. Rakyat jelata menyangka kebahagiaan terletak pada kekuasaan. Dan masih banyak sangkaan-sangkaan lainnya yang muncul atas kondisi seseorang. Gambaran tersebut menunjukan bahwa kebahagiaan merupakan suatu yang sangat subyektif dan kondisional.[3]
Dengan demikan kebahagiaan merupakan salah satu motif yang menggerakkan perbuatan seseorang. Oleh karena itu pengertian seseorang tentang kebahagiaan sangat mempengaruhi tingkah laku seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam kehidupan sehari- hari kebahagiaan dapat mempunyai pengertian kelezatan (pleasure), kegembiraan (joy), dan bahagia (happiness). Ketiga pengertian itu hampir sama, dan perbedaannya hanya bersifat gradual. Namun pada intinya kebahagiaan adalah kepuasan yang sadar, yang dirasakan seseorang karena keinginannya memiliki kebaikan sudah terlaksana. Kebahagiaan sempurna terjadi karena kebaikan sempurna dimiliki secara lengkap, sehingga memenuhi seluruh keinginan kita yang tidak sempurna atau berisi kekurangan.
Lalu, apakah kebahagiaan sempurna dapat dicapai?
Kaum Ateis jika konsekuen, harus mengatakan kebahagiaan sempurna itu tidak ada. Karena mereka semata-mata membatasi kehidupan pada duniawi dan mengingkari hal yang bersifat supra natural.
Beberapa jalan fikiran yang perlu dipertimbangkan, yang menganggap kebahagiaan sempurna itu dapat dicapai, adalah :
1.    Manusia mempunyai keinginan akan bahagia sempurna.
2.    Keinginan tersebut merupakan bawaan kodrat manusia, yang merupakan dorongan pada alam rohaniah yang bukan sekedar efek sampingan.
3.    Keinginan  tersebut berasal dari sesuatu yang transenden.
4.    Sifat bawaan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kesempurnaan yang sesuai dengan harkat manusia.
Dalam pandangan etika islam kebahagiaan mempunyai dua dimensi yaitu dimensi dunia dan dimensi akhirat. Dua dimensi tersebut saling berkaitan, dimana kebahagiaan akhirat sangat dipengaruhi oleh tingkah laku seseorang dalam hidup di dunia. Untuk sampai kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, seseorang harus selalu taat dan patuh terhadap aturan dan ketentuan yang datang dari Allah dan rasul-Nya.  Tanpa ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya seseorang tidak akan memperoleh kebahagiaan yang sebenarnya. Etika islam juga menggariskan bahwa kebahagiaan yang sebenarnya bukan bersifat material atau jasmaniah tetapi bersifat rokhaniah dan immaterial, yaitu berupa ketenangan jiwa.
 
 
 
 
B.       Persamaan antara Kebaikan, Kebajikan dan Kebahagiaan.
·       Kebaikan
Manusia menentukan tingkah lakunya untuk tujuan dan memiliki jalan yang ditempuh. Untuk tiap manusia hanya dapat satu tujuan akhir kebaikan yaitu merupakan kesusilaan.
·         Kebajikan
Kebiasaan (habit) merupakan kualitas kejiwaan, keadaan yang tetap, sehingga memudahkan pelaksanaan perbuatan, kebiasaan disebut kodrat kedua. Kebiasaan dari sudut kesusilaan baru dinamakan kebajikan (vitue), sedangkan yang jahat, buruk dinamakan kejahatan (vice). Kebajikan adalah kebiasaan yang menyempurnakan manusia.
·         Kebahagiaan
Kepuasan yang sadar, yang dirasakan seseorang karena keinginaya memiliki kebaikan atau kebajikan sudah terlaksana, itulah yang disebut kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan dasar alasan seluruh perbuatan manusia karena tiap orang berusaha memenuhi keinginanya. Beberapa jalan fikiran yang perlu dipertimbangkan, yang menganggap kebahagiaan sempurna itu dapat dicapai adalah:
1.      Manusia mempunyai keinginan akan bahagia sempurna.
2.      Keinginan tersebut merupakan bawaan kodrat manusia, yang merupakan dorongan pada alam rohaniah yang belum sekedar efek sampingan.
3.      Sifat bawaan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kesempurnaan yang sesuai dengan harkat manusia.
C.      Perbedaan antara Kebaikan, Kebajikan dan Kebahagiaan.
·       Suatu kebaikan tidak bisa dilakukan kepada Allah SWT. Namun suatu kebajikan bisa dilakukan kepada Allah SWT, seperti menjalankan perintah Allah, meninggalkan larangan Allah (tarkun mahzhur), dan bersabar atas qadar atau takdir.[4]
·         Tidak semua kebaikan merupakan kebaikan akhlak, sedangkan kebajikan itu selalu berakhlak baik.
·         Kebaikan merupakan yang diinginkan, yang diusahakan, dan menjadi tujuan manusia serta melahirkan perbuatan-perbuatan yang akan menjadi kebiasaan.
·         Kebajikan adalah kebiasaan yang dari sudut kesusilaan baik.
·         Kebahagiaan adalah kepuasan karena terlaksananya kebaikan.
·         Kebaikan menghendaki tujuan sebagai sesuatu yang timbul dalam jiwa pertama kali.
·         Kebajikan menghendaki kebiasaan sebagai kodrat yang kedua.
·         Kebahagiaan adalah dasar alasan perbuatan manusia.
 
D.      Signifikan Kebaikan, Kebajikan dan Kebahagiaan
ü  Signifikan Kebagiaan
1.    Hubungannya kebaikan manusia dapat menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk meraih tujuan akhirnya (kesempurnaan).
2.    Mendasari arah hidup untuk melakukan perbuatan yang baik (susila) dengan maksud dan kemauan yang baik pula.
ü  Signifikan Kebajikan
1.    Kebajikan sebagai atribut dan dasar dari proses pembiasaan (habit) yang baik.
2.    Kebajikan menjadikan keinginan menjadi lebih sempurna dengan tujuan yang bernilai (kebijaksanaan).
3.    Mengarahkan manusia pada pengendalian keinginan terhadap segala sesuatu.
ü  Signifikan Kebahagiaan
1.    Kebahagiaan sebagai realisasi atau pemenuhan dari keinginan seseorang sebagai makhluk berakal budi.
2.    Menjadi refleksi atau perenungan dari keinginan yang berasal dari nafsu, serakah dan yang berasal dari sanubari manusia.
 
 
 
 
BAB III
PENUTUP
                     Dari pembahasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kebaikan, kebajikan dan kebahagian itu saling berhubungan erat. Karena kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan untuk menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jika tingkah laku tersebut menuju kesempurnaan manusia. Kebajikan adalah kebiasaan yang menyempurnakan manusia yang dapat menentramkan jiwa dan membuat hati menjadi tenang. Sedangkan kebahagiaan merupakan salah satu motif yang menggerakkan perbuatan seseorang sehingga sangat mempengaruhi tingkah laku seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam kehidupan sehari- hari kebahagiaan dapat mempunyai pengertian kelezatan (pleasure), kegembiraan (joy), dan bahagia (happiness). Tetapi selain berhubungan erat antara kebaikan, kebajikan dan kebahagian ada juga perbedaan – perbedaan antaranya.
                     Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, bila ada salah dalam penyusunan kata pemakalah meminta maaf dan pemakalah juga mengucapkan mengucapkan terima kasih.
 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
·         Abdullah,M.Yatimin.2006.Pengantar Etika Islam.Jakarta:Raja Grafindo Persada
·         Kitab Arba’in An-Nawawiyyah hadist ke-27
·         Poespoprodja.W.1986.Filsafat Moral.Bandung:Remadja Karja
·         Zubair,Achmad Charris.1995.Kuliah Etika.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
·         http://www.pesantrenvirtual.com/index.php diakses pada tanggal 24 Oktober pukul 12.04 wib


[1] M. Yatimin Abdullah. Pengantar Study Etika. ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006) hal 97
[2] Kitab Arba’in An-Nawawiyyah hadist ke 27
[3].http://www.pesantrenvirtual.com/index.php diakses pada tanggal 24 oktober 2011 pukul 12.04 wib
[4] Syeh Abdul Qodir Al-Jailani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar