MAKALAH
LEMBAGA PENDIDIKAN NON MUSLIM
Disusun sebagai salah satu tugas
Mata Kuliah : Hadits Tarbawi II
Dosen Pengampu : Ghufron Dimyati, M.si.
Oleh :
Nurul Hidayah
2021110339
H
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2011
PENDAHULUAN
Keluarga merupakan madrasah pertama bagi anak, karena pertama kali anak akan menyerap dan mencontoh setiap gerakan dari orang tuanya. Dan jalur pendidikan di sekolah dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran secara berjenjang dan berkesinambungan. Dengan demikian sekolah merupakan pembinaan yang telah diletakkan dasar-dasarnya melalui pendidikan keluarga, sehingga sekolah sebagai lembaga pendidikan formal mempunyai peranan dan tanggung jawab yang tidak sederhana dalam pelaksanaan tugasnya, apalagi zaman era globalisasi saat ini.
Lembaga pendidikan memberikan peranan yang penting dalam membentuk sumber daya manusia yang handal untuk mengisi kemerdekaan karunia Tuhan. Ada banyak upaya dan program yang diharapkan dapat mewujudkan pembelajaran yang ideal dalam mencetak generasi bangsa yang mampu hidup dan memenuhi tuntutannya sebagai khalifah dimuka bumi ini. Bentuk model pendidikan yang beragam akan melahirkan persaingan yang positif antar lembaga pendidikan untuk memberikan layanan terbaik bagi pengguna pendidikan. Keberadaan lembaga-lembaga pendidikan baik di daerah maupun di perkotaan memiliki akses yang sama dalam perbaikan yang berkelanjutan untuk membangun citra yang positif dimasyarakat.
PEMBAHASAN
عن عبد الله بن ابي بكر بن محمد بن عمرو بن حزن قال : ( كا ن زيد بن ثابت يتعلم في مدارس ماسكة ، فتعلم كتبهم خمس عشرة ليلة, حتى كا ن يعلم ما حرفوا وبد لوا )[1]
“Diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm berkata : bahwasanya sahabat Zaid bin Tsabit belajar dibeberapa madrasah suku Masikah ( majelis non-muslim ), maka Zaid bin Tsabit mempelajari kitab-kitab mereka dalam kurun waktu lima belas malam, sehingga beliau mengetahui apa-apa yang mereka rubah dan apa-apa yang mereka ganti”. (HR.Ath-Thabrani)
يتعلم : Belajar
مدارس ماسكة : Madrasah-madrasah suku Masikah
كتبهم : Kitab-kitab mereka
خمس عشرة : Lima belas
ليلة : Malam
يعلم : Mengetahui
حرفوا : Merubah
بد لوا : Mengganti
C. Biografi Rawi
Abdullah bin Abu Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazn termasuk kaum Anshar madinah. Dia juga dikenal sebagai Abu Muhammad dan ada pula yang mengenalnya sebagai Abu Bakr Al-Madani
Beliau menerima hadits dari : Ayahnya (Abu Bakr bin Muhammad Al-Anshari), Umarah binti Abdurrahman, Anas bin Malik, Hamid bin Nafi’, Salam bin Abdullah bin Umar, Ibad bin Tamim Al-Mazani, Abdullah bin Waqid bin Abdullah bin Umar, Abdul Malik bin Abu Bakr bin Abdurrahman, Abi Ja’far Muhammad Ali bin Husain, Urwah bin Al-Zabir, Yahya bin Abdurrahman bin As’ad bin Zurarah, Abi Zinad dan lain-lain.
Beliau meriwayatkan hadits kepada : Malik bin Anas, Hisyam bin Urwah, Ibnu Juraij, Hamad bin Salamah, Abu Awis Al-Madani, Fuliah bin Sulaiman, Ibnu Ishaq dan lain-lain.[2] Beliau wafat pada tahun 135 H dan beliau sama sekali tidak mempunyai cucu.[3]
D. keterangan hadits
حرف secara bahasa berarti membelokkan, memalingkan, menyimpang, memiringkan, memutar balikan, menyalah tafsirkan, berpaling dari sesuatu.[4] Dalam kitab Lisanul Arab lafadz حرف mempunyai makna عدل berarti membengkokan, جنب berarti menjauhkan,طرف berarti menyimpang.[5] Jadi lafadz حرفوا dalam hadits ini adalah mereka merubah, menyalahtafsirkan, menyimpang, menutarbalikan isi dari kitab mereka.
بدل secara bahasa berarti merubah, menukar dengan memberi sesuatu yang sepadan, bergiliran, bertukar pikiran, mengganti sesuatu yang lain.[6] Sedangkan dalam kitab Lisanul Arab lafadz بدل didefinisikan sebagai merubah sesuatu dati keadaan asalnya menuju kepada perubahan yang diinginkan.[7] Jadi lafadz بد لوا dalam hadits ini adalah merubah atau mengganti keotentikan isi dari kitab mereka sesuai dengan apa yang mereka kehendaki.
Zaid bin Tsabit dalam belajar kepada Bani Masikah, Beliau tidak menerima mentah-mentah begitu saja. Akan tetapi, Beliau mempelajari dengan sungguh-sungguh isi kitab mereka sehingga beliau bisa mengetahui jika sekiranya ada apa-apa yang mereka rubah dan mereka ganti dari kitab mereka.
E. Hadits Pendukung
Mengenai belajar kepada orang-orang atau lembaga pendidikan non-Islam Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang masyhur dalam kalangan umum:
عن أنس بن مالك ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : اطلبوا العلم ولو بالصين
“Dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke Negeri Cina.” (HR.Al-Baihaqi)[8]
انماالا عمال بالنيات
“Sesungguhnya segala amal perbuatan tergantung dari niatnya” (HR. Bukhari)[9]
E. Aspek Tarbawi
1. Islam tidak melarang umatnya untuk belajar di lembaga-lembaga pendidikan non-islam
2. Islam juga membolehkan umatnya mempelajari kitab-kitab non-islam (dalam artian hanya untuk pengetahuan saja, bukan untuk diyakini)
3. Dengan mempelajari ilmu-ilmu dari lembaga pendidikan non-muslim, diharapkan mendapatkan manfaat dari ilmu-ilmu mereka terutama dalam hal pekerjaan, ekonomi, politik, dan perniagaannya.
PENUTUP
Dari Hadits yang telah dibahas dapat disimpulkan bahwa kita bisa belajar dimana saja dan kepada siapa saja termasuk belajar kepada orang-orang non-muslim ataupun lembaga pendidikan non-muslim. Dengan cara mengambil ilmu-ilmu dari mereka yang bermanfaat buwat kehidupan social kita. Meskipun demikian kita harus mengetahui batasan-batasan tertentu yang tidak boleh kita langgar. Kita harus tetap bisa menjaga komitmen kita mengenai keyakinan beragama kita.
DAFTAR PUSTAKA
Ath-Thabrani. Mu’jam Al-Awsad. Juz I.
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. Tahdzibut Tahdzib. Juz V.
Al-Asqalani, ibnu Hajar. Tahdzibul Kamal. Juz XIV.
Munawir, Ahmad Warson. 1984. Kamus Al-Munawir. Yogyakarta : Pustaka Progresif.
Al-Mishri, Muhammad bin Mukaram bin Mandhur Al-Afriqi. Lisanul Ara. Juz. IX dan
Juz XI. Beirut : Darush Shodar.
Al-Baihaqi. Syu’bul Iman lil Baihaqi. Juz IV.
Almath, Muhammad Faiz. 2007. 1100 Hadits Terpilih. Gema insane Press
[1] Ath-Thabrani,Mu’jam Al-Awsad Juz I. hlm. 280
[2] Ibnu Hajar Al-Asqalani ,Tahdzibut Tahdzib. Juz V hlm. 144
[3] Ibnu Hajar Al-Asqalani. Tahdzibul Kamal. Juz XIV Hlm. 351
[5] Muhammad bin Mukaram bin Mandhur Al-Afriqi Al-Mishri, Lisanul Arab. (Beirut : Darush Shodar) Juz. IX Hlm. 41
[7] Muhammad bin Mukaram bin Mandhur Al-Afriqi Al-Mishri, Lisanul Arab. (Beirut : Darush Shodar) Juz. IX Hlm. 48
[8] Al-Baihaqi, Syu’bul Iman lil Baihaqi. Juz IV Hlm. 174
[9] Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih, Gema insani Press, 2007, hlm. 52
Siti Nurrohmah
BalasHapus2021110382
Bagaimana caranya kita menjaga komitmen kita agar tidak ikut dengn kepercayaan mereka?
mei andriyanti(2021110384)
BalasHapusbagaimana menjaga perbedaan pemikiran antara seorang muslim dengan guru non muslim,agar tidak terjadi perselisihan?
Roudlotul janah
BalasHapus2021110381
Bagaimana cara beretika kita terhadap guru kita yang non muslim, apakah ada perbedaan dengan guru kita yang muslim?
fatwa adina
BalasHapus2021110333
dalam hadist inti yang di bahas membahas tentang belajar di pendidikan non muslim,namun pemakalah memberikan hadist pendukungnya tidak ada batasan menuntut ilmu.bagaimana korelasinya?
MILLATUL IZZAH(2021110334)
BalasHapusKLS. H
bagaimana hukumnya jika seorang muslim mengikuti gaya atau cara belajarnya orang jahiliyah(non muslim)??
irfaqiyah
BalasHapus2021110354
diperbolehkannya belajar pada lembaga non muslim tersebut apakah berarti kita juga diperbolehkan belajar pada lembaga pendidikan sekuler dimana dalam lembaga tersebut ada dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum?
Siti Nurrohmah
BalasHapus2021110382
Bagaimana caranya kita menjaga komitmen kita agar tidak ikut dengn kepercayaan mereka?
mei andri yanti(2021110384)
BalasHapusbagaimana caranya agar se orang guru non muslim dapat terpengaruh kita dan dapat menjadi seorang muslim?
khoiruil amri 2021110353
BalasHapusbagaimana pandangan pemakalah jika seorang muslim mempelajari kebudayaan non islam, sedangkan kita tahu sendiri kalau kebudayaan itu punya pengaruh besar terhadap kehidupan seseorang......?
Dian Akmaliana
BalasHapus2021110345
bagaimana menurut anda jika kita belajar pada guru yang non muslim?
mar'atus solehah 2021110362
BalasHapussebagai umat muslim, mempelajari ilmu agama islam adalah kewajiban, lalu bagaimana jika kita mendahulukan mempelajari ilmu agama lain, dan bagaimana pengaruhnya terhadap kondisi ruhiyah atau keyakinan kita terhadap agama yang kita anut?
Jawaban buwat Siti Nurrohmah
BalasHapusCara untuk membentengi diri kita agar tidak ikut-ikutan dengan kepercayaan mereka (non-muslim) yaitu dengan cara membekali diri kita dengan iman yang kuat, karena dengan iman yang kuat insyaallah kita tidak akan tergoyah dengan kepercayaan mereka (non-muslim).
Jawaban untuk Mei Andriyanti
BalasHapusSebelumnya saya mau tanya dulu pemikiran disini dalam hal apa? dalam pengetahuan saja atau menyangkut agama,,,?
Cara menjaga perbedaan pemikiran dengan guru non muslim agar tidak terjadi perselisihan dalam pengetahuan yaitu dengan saling menghargai dan menghormati pemikiran-pemikiran dari guru non-muslim kita asalkan masih dalam batasan-batasan yang diperbolehkan dalam agama islam. tapi kalau dalam pemikiran agama jelas tidak diperbolehkan.
Jawaban untuk Roudlotul Janah
BalasHapuscara beretika kita terhadap guru non-muslim tentunya sama saja dengan cara beretika dengan guru kita yang muslim, bertuturkata yang baik, bersopan santun, andap asor, dan lain sebagainya. Karena kita memandang bukan dari muslim atau non-muslimnya tetapi sebagai guru kita.
Jawaban untuk fatwa adina
BalasHapuskorelasi antara hadits inti dengan hadits pendukung, hadits inti memberikan kebebasan mencari ilmu dilembaga non-muslim sedangkan hadits pendukung memberikan kebebasan mencari ilmu sampai manapun tanpa batasan, jadi korelasinya bahwasanya kedua hadits tersebut saling mendukung bahwa islam memberikan kebebasan bagi setiap umatnya untuk mencari ilmu kapanpun dan dimanapun.
Jawaban buwat millatul izzah
BalasHapusMenurut saya, meniru gaya belajar orang-orang jahiliyah jelaslah tidak diperbolehkan dalam islam, karena islam sendiri mengajarkan segala sesuatu untuk kearah yang baik-baik, sedangkan orang jahiliyah itu sendiri kan orang-orang yang tidak bermoral. jadi sangat tidak boleh jika kita meniru gaya orang-orang jahiliyah.
Menjawab pertanyaan irfaqiyah
BalasHapusDiperbolehkannya belajar pada lembaga pendidikan non-muslim tidak berarti juga diperbolehkan belajar dilembaga pendidikan eksternal yang didalamnya terdapat dikotomi pendidikan, seperti yang kita tahu bahwa dikotomi pendidikan itu lebih mengutamakan ilmu pendidikan umum dibandingkan dengan ilmu pendidikan agama, jadi jelaslah tidak diperbolehkan karena islam sendiri mengajarkan untuk menuntut ilmu agama dan umum itu dalam porsi yang sama dan seimbang antara keduanya.
Menjawab pertanyaan Amri
BalasHapusPertanyaan ini hampir sama dengan pertanyaan mb milla, menurut saya tidaklah diperbolehkan jika kita meniru kebudayaan orang-orang non-muslim, karena kita sendiri tahu bahwa kebudayaan mereka itu tidak sesuai dengan norma-norma dalam agama islam, banyak diantara mereka yang berkebudayaan seperti orang-orang barat yang mengalami kebobrokan moral, jadi kalau kita sebagai orang islam mempunyai kebudayaaan yg jauh loebih baik kenapa kita harus meniru kebudayaan mereka.
Menjawab pertanyaan dian akmaliana
BalasHapusBelajar kepada guru non-muslim tentunya sah-sah saja, yang penting ilmu yang kita pelajari tersebut bermanfaat buwat kita dan tentunya bukan mengenai kepercayaan. Disini kita tidak boleh melihat kepada siapa kita belajar namun kita melihat apa yang kita pelajari dari guru tersebut.
Menjawab pertanyaan Maratus salehah
BalasHapusMempelajari kepercayaan agama lain tentunya boleh saja asalkan dalam batas-batas yang diperbolehkan oleh agama kita, dan hanya sebatas untuk pengetahuan saja, namun jika kita lebih mendahulukan mempelajari kepercayaan agama lain daripada agama kita sendiri tentunya dilarang oleh agama kita, dan pengaruhnya buwat ruhani kita gtentunya bukannya menjadikan diri kita lebih baik lagi justru malah akan mengurangi tingkat keimanan kita sendiri.