Laman

Jumat, 20 April 2012

B9-54 Imam Budiman


HILANG KEBERKAHAN SEBAB PENIPUAN DAN PEMALSUAN

Makalah  ini disusun  guna memenuhi tugas :
Mata kuliah                             : Hadits Tarbawi 2
Dosen pengampu        : M. Hufron, M.S.I


Description: STAIN
 






Disusun oleh:
IMAM BUDIMAN
202109062
KELAS B

PRODI PAI
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
TAHUN 2012
PENDAHULUAN

Allah menciptakan manusia dengan suatu sifat saling membutuhkan antara satu dengan lainnya. Tidak ada seorangpun yang dapat menguasai seluruh apa yang diinginkan. Tetapi manusia hanya dapat mencapai sebagian yang dihajatkan itu. Dia mesti memerlukan apa yang menjadi kebutuhan orang lain. Untuk itu Allah memberikan inspirasi kepada mereka untuk mengadakan pertukaran perdagangan dan semua yang kiranya bermanfaat dengan cara jual-beli dan semua cara perhubungan. Sehingga hidup manusia dapat berdiri dengan lurus dan irama hidup ini berjalan dengan baik dan produktif.
Islam mengharamkan seluruh macam peipuan, baik masalah jual beli, mahupun dalam seluruh masalah mu’amalah. Seorang muslim dituntut untuk berlaku jujur dalam seluruh urusannya. Sebab keikhlasan dalam beragama nilainya lebih tinggi daripada seluruh usaha duniawi.


PEMBAHASAN
HILANG KEBERKAHAN SEBAB PENIPUAN DAN PEMALSUAN
A.      MATERI HADIS
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ حَدَّثَنَا حَبَّانُ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَبِي الْخَلِيلِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا قَالَ هَمَّامٌ وَجَدْتُ فِي كِتَابِي يَخْتَارُ ثَلَاثَ مِرَارٍ فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا فَعَسَى أَنْ يَرْبَحَا رِبْحًا وَيُمْحَقَا بَرَكَةَ بَيْعِهِمَا قَالَ وَحَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا أَبُو التَّيَّاحِ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْحَارِثِ يُحَدِّثُ بِهَذَا الْحَدِيثِ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ   ) رواه البحار فى الصهحيح, كتاب البيوع, با ب اذَابين البيعان ؤلم يكتماونصحا(
B.            TERJEMAHAN HADIS
Telah menceritakan kepada kami Ishaq telah menceritakan kepada kami Habban telah menceritakan kepada kami Hammam telah menceritakan kepada kami Qatadah dari Abu Al Khalil dari 'Abdullah bin Al Harits dari Hakim bin Hizam radliallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar (pilihan untuk melangsungkan atau membatalkan jual beli) selama keduanya belum berpisah". Hammam berkata: "Aku dapatkan dalam catatanku (Beliau bersabda): "Dia boleh memilih dengan kesempatan hingga tiga kali. Jika keduanya jujur dan menampakkan cacat dagangannya maka keduanya diberkahi dalam jual belinya dan bila menyembunyikan cacat dan berdusta maka mungkin keduanya akan mendapatkan untung namun akan hilang keberkahan jual beli keduanya". Hibban berkata; Dan telah menceritakan kepada kami Hammam telah menceritakan kepada kami Abu At-Tayyah bahwa dia mendengar 'Abdullah bin Al Harits menceritakan tentang hadits ini dari Hakim bin Hizam radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. (H.R. Bukhori)[1]
C.           MUFRODAT
INDONESIA
ARAB
Dua orang
Jual beli
Belum berpisah
Dia boleh memilih
hingga tiga kali
jujur
cacat
Menyembunyikan
Berdusta
Untung
Hilang keberkahan
الْبَيِّعَانِ
خِيَارِ
يَتَفَرَّقَا لم
يَخْتَارُ
ثَلَاثَ مِرَارٍ
صَدَقَا
بُورِكَ
كَذَبَا
كَتَمَا
رِبْحًا
وَيُمْحَقَا بَرَكَةَ

D.                BIOGRAFI HAKIM IBN HIZAM
Nama lengkapnya adalah Hakim bin Hizam bin Asad bin Abdul Ghazi, ponakan Khadijah istri Rasulullah . Sebelum dan setelah kenabian, beliau ini adalah teman akrab Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, sewaktu kaum Quraisy memboikot Rasulullah, beliau tidak termasuk, karena menghormati Nabi. Beliau baru masuk Islam ketika penaklukan kota Mekah dan terkenal sebagai orang yang banyak jasa, baik dan dermawan.
Sejarah mencatat, dia adalah satu-satunya anak yang lahir dalam Ka’bah yang agung. Ceritanya sebagai berikut. Pada suatu hari ibunya yang sedang hamil tua masuk ke dalam Kabah bersama rombongan orang-orang sebayanya untuk melihat-lihat Kabah. Hari itu Ka’bah dibuka untuk umum sesuai dengan ketentuan. Ketika berada dalam Kabah, perut ibu tiba-tiba terasa hendak melahirkan. Dia tidak sanggup lagi berjalan keluar Kabah. Seseorang lalu memberikan tikar kulit kepadanya, dan lahirlah bayi itu di atas tikar tersebut. Bayi itu adalah Hakim bin Hizam bin Khuwailid, yaitu anak laki-laki dari saudara Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid.
Hakim bin Hizam dibesarkan dalam keluarga keturunan bangsawan yang berakar dalam dan terkenal kaya. Karena itu, tidak heran kalau dia menjadi orang pandai, mulia, dan banyak berbakti. Dia diangkat menjadi kepala kaumnya dan diserahi urusan rifadah (lembaga yang menangani orang-orang yang kehabisan bekal ketika musim haji) di masa jahiliyah. Untuk itu dia banyak berkorban harta pribadinya. Dia bijaksana dan bersahabat dekat dengan Rasulullah sebelum beliau menjadi Nabi. Sekalipun Hakim bin Hizam kira-kira lima tahun lebih tua dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, tetapi dia lebih senang, lebih ramah, dan lebih suka berteman dan bergaul dengan beliau. Rasulullah mengimbanginya pula dengan kasih sayang dan persahabatan yang lebih akrab. Kemudian, ditambah pula dengan hubungan kekeluargaan, karena Rasulullah mengawini bibi Hakim, Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu ‘anha, hubungan di antara keduanya bertambah erat.[2]
E.                KETERANGAN HADIS
الْبَيِّعَانِ  bentuk tatsniyah dari lafazh Bayyi’un, sama wazannya dengan lafazh Qoyyimun.  Maka yang dimaksud ialah penjual dan pembeli. Apabila kedua belah pihak jujur dalam perkataannya dan menerangkan sejelas-jelasnya, spesifikasi barang yang dijualnya, apakah ada cacat yang samar ataukah tidak dan lain sebagainya, maka transaksi jual beli keduanya diberkahi. Tetapi bila kedua belah pihak tidak melaksanakan ketentuan ini, maka transaksinya tidak diberkahi.[3]
F.                 ASPEK TARBAWI
Dalam Islam kegiatan perdagangan itu haruslah mengikuti kaidah-kaidah dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah. Aktivitas perdagangan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh agama mempunyai nilai ibadah. Dengan demikian, selain mendapatkan keuntungan-keuntungan materiil guna memenuhi kebutuhan ekonomi, seseorang tersebut sekaligus dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Usaha perdagangan yang didalamnya terkandung tujuan-tujuan yang eskatologis seperti ini dengan sendirinya mempunyai watak-watak khusus yang bersumber dari tata nilai samawi. Watak-watak yang khusus itulah merupakan ciri-ciri dari perdagangan yang Islami sifatnya, dan ini tentu saja merupakan pembeda dengan pola-pola perdagangan lainnya yang tidak Islami. Watak ini menjadi karakteristik dasar yang menjadi titik utama pembeda antara kegiatan perdagangan.
Islam dengan perdagangan lainnya, yaitu perdagangan yang dilakukan atas dasar prinsip kejujuran, yang didasarkan pada system nilai yang bersumber dari agama Islam, dan karenanya didalamnya tidak dikenal apa yang disebut zero sum game, dalam pengertian keuntungan seseorang diperoleh atas kerugian orang lain. Dengan kejujuran dan aspek spiritual yang senantiasa melekat pada praktek-praktek pelaksanaannya, usaha perdagangan yang terjadi akan mendatangkan keuntungan kepada semua pihak yang terlibat. Perdagangan yang dilakukan dengan cara yang tidak jujur, mengandung unsur penipuan (gharar), yang karena itu ada pihak yang dirugikan, dan praktek-praktek lain sejenis jelas merupakan hal-hal yang dilarang dalam Islam. Dalam suatu hadits nabi mengatakan:
: الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
Artinya: “Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang,”[4]
 الْبَيِّعَانِ  (penjual dan pembeli) memiliki hak khiyar (memilih untuk melanjutkan jual beli atau membatalkannya) selama keduanya belum berpisah.” Kaum muslimin telah berijma’ akan bolehnya jual beli, dan hikmah juga mengharuskan adanya jual beli, karena hajat manusia banyak bergantung dengan apa yang dimiliki oleh orang lain (namun) terkadang orang tersebut tidak memberikan kepadanya, sehingga dalam pensyari’atan jual beli terdapat wasilah (perantara) untuk sampai kepada tujuan tanpa memberatkan.[5]         
Islam memang menghalalkan usaha perdagangan, perniagaan dan atau jual beli. Namun tentu saja untuk orang yang menjalankan usaha perdagangan secara Islam, dituntut menggunakan tata cara khusus, ada aturan mainnya yang mengatur bagaimana seharusnya seorang Muslim berusaha di bidang perdagangan agar mendapatkan berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan akhirat. Aturan main perdagangan Islam, menjelaskan berbagai etika yang harus dilakukan oleh para pedagang Muslim dalam melaksanakan jual beli. Dan diharapkan dengan menggunakan dan mematuhi etika perdagangan Islam tersebut, suatu usaha perdagangan dan seorang Muslim akan maju dan berkembang pesat lantaran selalu mendapat berkah Allah SWT di dunia dan di akhirat.
Etika perdagangan Islam menjamin, baik pedagang maupun pembeli, masing-masing akan saling mendapat keuntungan. Adapun etika perdagangan Islam tersebut antara lain:
a)      Shidiq (Jujur)
Seorang pedagang wajib berlaku jujur dalam melakukan usaha jual beli. Jujur dalam arti luas. Tidak berbohong, tidak menipu, tidak mcngada-ngada fakta, tidak bekhianat, serta tidak pernah ingkar janji dan lain sebagainya.
b)     Amanah (Tanggung jawab)
Setiap pedagang harus bertanggung jawab atas usaha dan pekerjaan dan atau jabatan sebagai pedagang yang telah dipilihnya tersebut. Tanggung jawab di sini artinya, mau dan mampu menjaga amanah (kepercayaan) masyarakat yang memang secara otomatis terbeban di pundaknya. Sudah kita singgung sebelumnya bahwa dalam pandangan Islam setiap pekerjaan manusia adalah mulia. Berdagang, berniaga dan ataujual beli juga merupakan suatu pekerjaan mulia, lantaran tugasnya antara lain memenuhi kebutuhan seluruh anggota masyarakat akan barang dan atau jasa untuk kepentingan hidup dan kehidupannya. Dengan demikian, kewajiban dan tanggungjawab para pedagang antara lain: menyediakan barang dan atau jasa kebutuhan masyarakat dengan harga yang wajar, jumlah yang cukup serta kegunaan dan manfaat yang memadai.
c)      Tidak Menipu
Dalam suatu hadits dinyatakan, seburuk-buruk tempat adalah pasar. Hal ini lantaran pasar atau termpat di mana orang jual beli itu dianggap sebagal sebuah tempat yang di dalamnya penuh dengan penipuan, sumpah palsu, janji palsu, keserakahan, perselisihan dan keburukan tingkah polah manusia lainnya. Sabda Rasulullah SAW: 1) “Sebaik-baik tempat adalah masjid, dan seburk-buruk tempat adalah pasar”. (HR. Thabrani) 2) “Siapa saja menipu, maka ia tidak termasuk golonganku”. (HR. Bukhari)
d)     Menepati Janji
Seorang pedagang juga dituntut untuk selalu menepati janjinya, baik kepada para pembeli maupun di antara sesama pedagang, terlebih lagi tentu saja, harus dapat menepati janjinya kepada Allah SWT. Janji yang harus ditepati oleh para pedagang kepada para pembeli misalnya; tepat waktu pengiriman, menyerahkan barang yang kwalitasnya, kwantitasnya, warna, ukuran dan atau spesifikasinya sesuai dengan perjanjian semula, memberi layanan puma jual, garansi dan lain sebagainya. Sedangkan janji yang harus ditepati kepada sesama para pedagang misalnya; pembayaran dengan jumlah dan waktu yang tepat.
e)      Tidak Melupakan Akhirat
Jual beli adalah perdagangan dunia, sedangkan melaksanakan kewajiban Syariat Islam adalah perdagangan akhirat. Keuntungan akhirat pasti lebih utama ketimbang keuntungan dunia[6]




KESIMPULAN
            Dalam Islam kegiatan perdagangan atau jual beli itu haruslah mengikuti kaidah-kaidah dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah. Aktivitas perdagangan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh agama mempunyai nilai ibadah. Dengan demikian, selain mendapatkan keuntungan-keuntungan materiil guna memenuhi kebutuhan ekonomi, seseorang tersebut sekaligus dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Perdagangan yang dilakukan dengan cara yang tidak jujur, mengandung unsur penipuan (gharar), yang karena itu ada pihak yang dirugikan, dan praktek-praktek lain sejenis jelas merupakan hal-hal yang dilarang dalam Islam. Seharusnya yang dibangun dan dikembangkan oleh kaum muslimin saat ini agar peradaban kaum muslimin bisa bangkit kembali di jagad ini melalui kejayaan ekonomi dan perdagangan.



DAFTAR PUSTAKA
Ø  Anggota Ikapi. 2000, Ringkasan Shahih  Al-Bukhori. Bandung : Mizan.
Ø  Syekh Mansyur Ali Nashif. 1993, Mahkota Pokok-Pokok Hadis Rasulullah SAW. Jilid 2. Bandung : Sinar Baru Algensindo





[1] Anggota Ikapi. Ringkasan Shahih  Al-Bukhori.( Bandung : Mizan. 2000.) hal.392
[3] Syekh Mansyur Ali Nashif. Mahkota Pokok-Pokok Hadis Rasulullah SAW. Jilid 2. (Bandung : Sinar Baru Algensindo. 1993). Hal. 608

19 komentar:

  1. nama: dewi fantihana
    nim: 2021110071
    kls: B

    bagaimana menurut anda tentang jual beli yang sesuai dengan kaidah-kaidah islam??? sementara itu dalm realita skarang bnyak pdagang yang melakukan kecurangan/ penipuan. bgaimna tanggapan anda? dan bgaimana caranya agar kita tidak tertipu dalam suatu perdagangan..!!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya jual beli yang sesuai dengan kaidah islam adalah yang didalamnya tidak ada unsur penipuan dan pemalsuan. Dalam jual beli perlu adanya kejelasan dari obyek yang akan dijualbelikan. Kejelasan tersebut paling tidak harus memenuhi empat hal.
      Pertama, barang yang diperjual belikan dibolehkan oleh syariah Islam. Barang tersebut harus benar-benar halal dan jauh dari unsur-unsur yang diharamkan oleh Allah. Tidak boleh menjual barang atau jasa yang haram dan merusak.
      Kedua, Obyek dari barang tersebut harus benar-benar nyata dan bukan tipuan. Barang tersebut memang benar-benar bermanfaat dengan wujud yang tetap.
      Ketiga, Harus ada kepastian pengiriman dan distribusi yang tepat. Ketepatan waktu menjadi hal yang penting disini.
      Dan terakhir, adalah kualitas dan nilai barang yang dijual itu harus sesuai dan melekat dengan barang yang akan diperjualbelikan. Tidak diperbolehkan menjual barang yang tidak sesuai dengan apa yang diinformasikan pada saat promosi dan iklan.
      Memang dalam realita sekarang banyak orang dalam berdagang melakukan penipuan/ pemalsuan barang. Karena semakin ketatnya persaingan dalam perdagangan banyak sekali pedagang yang tidak jujur demi mendapatkan untung yang besar, tanpa menghiraukan apakah hasilnya itu halal apa haram. Hal ini sudah tidak asing lagi dalam hal perdagangan di indonesia maupun diseluruh dunia. Terutama dinegara-negara berkembang. Yang perlu dilakukan adalah penanaman akhlak agar tidak terjadi penyelewengan dalam jual beli..
      Agar kita tidak tertipu dalam suatu perdagangan, yaitu kita harus tau bagaimana cara memilih barang, teliti dalam memilih, mengetahui kualitas barang, dan yang paling penting adalah membaca basmalah sebelum kita melakukan transaksi jual beli. Insya Allah kita terbebas dari unsur penipuan atau kecurangan.

      Hapus
  2. assalamu'alaikum wr.wb.
    mau tanya, terkait dengan hal diatas. bagaimana menurut anda tentang jual beli on line???
    yang mana sudah kita ketahui jual beli ini sangat marak, dan seringkali kadang pembeli tidak tau kondisi barang secara langsung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. waalaikum salam mb' Ika
      secara garis besar jual beli online bisa di artikan sebagai jual beli barang dan jasa melalui media elektronik, khususnya melalui internet atau secara online.
      dalam jual beli online tentunya ada penjual, ada pembeli, ada akad dan ada barang yang diakadkan,
      Transaksi online diperbolehkan menurut Islam selama tidak mengandung unsur-unsur yang dapat merusaknya seperti riba, kezhaliman, penipuan, kecurangan dan yang sejenisnya serta memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat didalam jual belinya.

      Hal yang perlu juga diperhatikan oleh konsumen dalam bertransaksi adalah memastikan bahwa barang/jasa yang akan dibelinya sesuai dengan yang disifatkan oleh si penjual sehingga tidak menimbulkan perselisihan di kemudian hari.
      trimakasih..

      Hapus
  3. indah kumala sari/2021110083/B

    pertanyaan saya,,apa maksud keberkahan dari hadits diatas dan bagaimana jika jual beli dilakukan tidak dalam satu majelis??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maksud keberkahan disini adalah berkah dalam arti hasil dari jual beli itu mempunyai manfaat yang positif. Karena seberapapun besarnya hasil jual beli yang mendapatkan berkah akan berdampak positif pada kehidupannya baik didunia maupun diakhirat. Dan sebaliknya hasil jual beli yang tidak berkah atau hasil dari kecurangan itu akan berdampak negatif.

      Hapus
  4. amelia sholekhah/2021110083/B


    bagaimana tanggapan pemakalah tentang campuran bahan yang sebenarnya tidak digunakan,,spt saat ini ada jual bensin eceran yang dicampur minyak kelapa sawit,,makanan dicampur zat pewarna tektil dll,,yang tentu karen keawaman pembeli,pembeli tdk mengetahuinya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hal seperti ini seharusnya tidak dilakukan oleh seorang pedagang, karena itu dapat merugikan pihak konsumen dalam waktu yang panjang. Memang seorang penjual mendapat keuntungan yang lebih besar dari hasil oplosannya. Namun itu hanya untung bagi penjual dan rugi bagi seorang konsumen karena terkena efek dari kecurangan seorang pedagang. Hal seperti ini sangat tidak diperbolehkan dalam islam karena ada yang dirugikan.

      Hapus
  5. khotimatul khusna
    2021110068
    bagaimana menurut anda bila ada seorang pembeli yang tidak jujur maksudnya mengembalikan brg yg sudah dibeli dg mengada2 suatu kecacatan pda brg trsbt,,,brg tersebt disobek supaya rusak agar bsa ditukar,bgaimana peran pendidik menghadapi permalahan ini??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya pembeli yang melakukan kecurangan pada saat barang sudah dibeli maka itu sudah tidak bisa dikembalikan lagi. Karena barang yang telah dibelinya tentunya sudah melalui kesepakatan bersama. Dan apabila memang terjadi hal seperti itu maka pembeli itu memang bermaksud menjatuhkan seorang pedagangnya, dan itu sangat tidak diperbolehkan dalam islam.
      Pendidik adalah seorang yang memberikan pelatihan, menyampaikan ilmu atau memberikan pengajaran kepada anak didiknya. Jadi peran pendidik dalam menghadapi permasalahan tersebut adalah menanamkan pendidikan akhlak pada peserta didik agar kelak anak didik menjadi pribadi yang jujur, tidak melakukan kecurangan dan tidak merugikan orang lain.
      Trimakasih...

      Hapus
  6. Tika permatasari/2021110084/B

    Saya ingin menanyakan bagaimana sikap kita jika melihat pedagang yang berlaku curang,misalkan saja penjual gorengan yang memasukkan plastik kedalam minyak goreng dengan tujuan penghematan??padahal itu sangat membahayakan bagi pembeli?
    Thx…

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebagai seorang muslim jika melihat atau mengetahui seorang melakukan kecurangan dalam jual beli, maka wajib kita menegurnya tentunya dengan kata-kata yang baik. Kita sampaikan dampaknya, kita beri tahu bahwa kecurangan seperti itu adalah dosa besar. Agar penjual itu tidak melakukan kecurangan lagi dan pembeli tidak menjadi korban lagi karena kecurangannya.

      Hapus
  7. Maria rosida/2021110088/B
    Dalam makalah pada kesimpulan dipaparkan” Seharusnya yang dibangun dan dikembangkan oleh kaum muslimin saat ini agar peradaban kaum muslimin bisa bangkit kembali di jagad ini melalui kejayaan ekonomi dan perdagangan”…disini tentunya diperlukan peran seorang pendidik,menurut pemkalah bagaimana wujudnya agar pemaparan diatas bisa direalisasikan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. untuk membangkitkan kejayaan peradaban kaum muslimin, kita bisa melihat atau mencontoh negara-negara yang maju, seperti jepang, singapura dan negara maju lainnya. di negara tersebut sangat menjunjung tinggi nilai kejujuran, kedisiplinan dan menghargai waktu.sehingga dinegara tersebut perkembangan perekonomiannya sangat pesat.

      Hapus
  8. Assalamualaikum...
    Bagaimana sih bentuk keberkahan dari jual beli itu?
    Apakah keberkahan itu bisa didapat oleh penjual dan pembeli, ataukah hanya penjual saja dalam bentuk keuntungan?

    BalasHapus
  9. nama : nisfi romzanah
    kelas : b
    nim : 2021110061

    saya mau tanya, di aspek tarbawi dijelaskan "Watak-watak yang khusus itulah merupakan ciri-ciri dari perdagangan yang Islami sifatnya, dan ini tentu saja merupakan pembeda dengan pola-pola perdagangan lainnya yang tidak Islami". tolong jelaskan maksud dari watak-watak yang khusus itu apa ???

    BalasHapus
    Balasan
    1. watak-watak khusus disini adalah Aktivitas perdagangan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh agama mempunyai nilai ibadah. Dengan demikian, selain mendapatkan keuntungan-keuntungan materiil guna memenuhi kebutuhan ekonomi, seseorang tersebut sekaligus dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.

      Hapus
  10. nama : aini lailatul munawaroh
    nim : 2021110060
    kelas: B

    pertanyaan saya..dalam perdagangan sering di kenal istilah tara(potongan dalam timbangan).misalnya: jual jeruk 1 kwintal, potongannya 2 kg.boleh atau tidak hal spt ini??bgaimana cara anda menyikapi nya??

    BalasHapus
  11. assalamu'alaikum...
    saya mau tanya, bagaimana pendapat anda mengenai realita sekarang yang menampilkan orang-orang yg mengetahui haram dan halal atau boleh tidaknya suatu perbuatan tapi tetap dan bahkan semakin banyak yang melakukannya, seperti dalam makalah anda mengenai keberkahan dalam jual beli...
    trimakasih n wassalamu'alaikum...

    BalasHapus