Laman

Senin, 08 Oktober 2012

PA A4 : pengalaman beragama

PA A4 : pengalaman agama - word

PA A4 : pengalaman agama - ppt






MAKALAH
PENGALAMAN BERAGAMA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas:
Mata Kuliah: Psikologi Agama
Dosen Pengampu: M. Ghufron Dimyaty, Msi






Disusun oleh:
1.      Raji Hermawan             : 2022111001
2.      Kustianingsih                 : 2022111013
3.      Iszati                              : 2022111040
4.      Imam Agus Prasetyo     : 2022111046

Kelompok IV
PBA / , SMT 3

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)PEKALONGAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
            Pengalaman agama adalah unsur perasaan dalam kesadaran beragama yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah) karenanya psikologi agama tidak mencampuri segala bentuk permasalahan yang menyangkut pokok keyakinan suatu agama, termasuk tentang benar salahnya atau masuk akal dan tidaknya keyakinan agama.
            Karena agama melibatkan seluruh fungsi jiwa-raga manusia yang mencakup aspek-aspek efektif, konatif, kognitif, dan motorik. [1]Dan dalam makalah ini akan membahas mengenai aspek-aspek tersebut yang berkaitan dengan pengalaman ketuhanan (beragama), rasa kegamaan dan kerinduan kepada Tuhan. Dimana aspek ini dapat mempengaruhi dalam tercapainya suatu keadaran beragama yang mantap.  

Rumusan masalah
1.      Apa pengertian pengalaman beragama itu ?
2.      Bagaimanakah kritik argumen terhadap pengalaman beragama ?
3.      Apakah sumber pengalaman beragama itu ?
4.      Bagaimanakah perkembangan perasaan pada pengalaman beragama ?
5.      Bagaimana proses menyelidiki kebenaran mengenai pengakuan pengalaman keagamaan ?



BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Pengalaman Beragama
Pengalaman agama adalah unsur perasaan dalam kesadaran beragama yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah) karenanya psikologi agama tidak mencampuri segala bentuk permasalahan yang menyangkut pokok keyakinan suatu agama, termasuk tentang benar salahnya atau masuk akal dan tidaknya keyakinan agama.[2]
Ada pengalaman-pengalaman yang kita alami sendiri atau dialami oleh orang lain yang kita sepakat untuk menamakanya pengalaman keagamaan dan pengalaman itu sukar diungkapkan dengan kata-kata. Orang ahli agama berkata “Saya dapat mengatakannya kepadamu tantang hal itu, tetapi engkau tak akan dapat merasakannya seperti apa yang kurasakan”. Jalan untuk menerangkan pengalaman keagamaan ialah dengan methode of denonation, artinya dengan memberi contoh.Bagi kebanyakan orang pengalaman keagamaan adalah suatu yang pasti dan tenang bahwa mereka mempunyai perhubungan dengan suatu zat dan perhubungan ini memberikan arti hidup.[3]
Menurut Muhammad Iqbal, pengalaman beragama, yaitu suatu pengalaman yang terjadi di ruang sebelah dalam bathin psikologis di mana manusia dapat mengembangkan suatu pusat kekuatan sedemikian rupa sehingga kebebasannya dapat bertumbuh secara penuh berhubungan langsung dengan pusat semesta yang dalam bahasa teologis disebut Allah.
Immanuel Kant menyebutkan bahwa ruang sebelah dalam bathin psikologis adalah merupakan struktur a priori terhadap sesuatu yang irrasional yangmemungkinkan manusia meraih kesadaran beragama. Kesadaran tersebut adalah kepekaan terhadap yang kudus. Atas dasar kesadaran beragama inilah manusia dapat mengalami hal-hal duniawi sebagai petunjuk dari Illahi.
Di tingkat puncak pengalaman yang kudus ini dapat diisi dengan ide tentang Allah yang dalam strukturnya bersifat formal sehingga dengan cara ini manusia secara intuitif dan efektif mampu melihat misteri Illahi melalui penampakan simbol-simbol duniawi. Hal ini dapat dicontohkan bagaimana Nabi Ibrahami AS mengalami suatu pengalaman religus dengan melihat secara rohani kedahsyaratan matahari, rembulan dan semestra alam ketika ia sedang mencari Allah.
Pada pengalaman beragama manusia mengalami suatu perasaan yang disebut misterium tremendum yakni bahwa pengalaman beragama itu menakutkan dan mengalami perasaan yang disebut misterium fascinosium yakni suatu perasaan terpesona, terpana dan terpikat. Kedua perasaan ini dapat dialami manusia puncaknya yang tertinggi, yaitu suatu keadaan ekstase dalam pengalaman mistik keagamaan.Muhammad Iqbal mengatakan pengalaman beragama bukanlah sesuatu yang bersifat khayal dan oleh sebab itu tidak mempunyai isi kognitif, namun pengalaman beragama adalah mempunyai makna.
Menurut Muhammad Iqbal, pengalaman manusia itu berlangsung dalam waktu dan ruang serta mempunyai tiga tingkatan yakni materi, pikiran dan kesadaran di mana ketiga hal tersebut berlandaskan spiritual. Berdasarkan sifat spiritual pengalaman manusia inilah maka dikatakan Iqbal bahwa semakin seseorang mengalami pengalaman beragama maka semakin ia mengalami kebebasan dan semakin ia mengalami keadaan bersatu dengan usaha kreatif yang berasal dari Allah.[4]
Kritik Terhadap Argumen
            Pertama, bahwa pengalaman itu tidak mungkin merupakan pengalaman yang benar sebab pengalaman itu adalah pengalaman yang berdasarkan atas indera.
            Kedua, bahwa pengakuan pengalaman tersebut akan mendorong orang-orang penipu untuk mengaku dan merasa dirinya mempunyai keistimewaan kerohanian, dengan mendapat sesuatu tugas dari Tuhan.
Ketiga, dikemukakan oleh F.R.Tennant dalam bukunya Philosophical Theology. Bahwa seorang mistik mengaku kuat dalam keyakinannya tentang perhubungannya dengan Tuhan akan tetapi ia sangat lemah untuk menunjukkan kepada orang lain. Ia mengatakan, bahwa ia tidak dapat menyangkal pengakuan seseorang tentang hubungannya dengan Tuhan, sebab ia tak mempunyai bukti untuk menyangkalnya. Dan menurut F.R.Tennant pengalaman tersebut merupakan hal yang pribadi dan tak dapat dianggap sebagai bukti tantang adanya Tuhan dan juga merupakan keyakinan psikologis yang subyektif. Dan kritik F.R.Tennant ini sangat berguna karena kritik ini memperingatkan kita supaya jangan lekas percaya terhadap pengakuan-pengakuan orang yang mengaku berhubungan dengan Tuhan. Dan dapat mendorong kita untuk menyelidiki proses cara kita menerima pengakuan-pengakuan tersebut serta membedakannya daripada yang tak benar. 
Sumber pengalaman beragama
Dan untuk memperoleh pengalaman beragama ada tiga sumber, antara lain:
Ø  Dari pengakuan orang-orang yang telah merasa berhubungan dengan Tuhan, hal ini mungkin dengan lisan atau tertulis. Contoh tentang pengalaman yang tertulis ialah buku Imination of Christ. Buku tersebut merupakan suatu pengalaman seseorang yang hidup sendiri 500 tahun yang lalu dalam keadaan gelisah, kemudian perjuangan, kemudian percaya kepada Allah.
Ø  Autobiografi ahli-ahli agama; biografi semacam itu biasanya merupakan rangkaian yang lebih teratur dari pada pengalaman seseorang semasa hidupnya.
Ø  Apa yang terkandung dalam kumpulan do’a-do’a dan puji-pujian, disuk ai orang sebab ia menunjukkan dan menggambarkan apa yang dirasai oleh manusia umum.[5]
Perkembangan perasaan pada pengalaman beragama
          Beberapa pendapat para psikolog dan pedagogik mengenai perkembagan perasaaan pada pengalaman beragama:
1.      Rumke berpendapat bahwa kepercayaan sebenarnya daripada anak kepada Tuhan baru tumbuh dengan leluasa setelah ikatan perasaan antara bapak-anak terlepaskan. Perasaan keagamaan dalam pribadi anak pada masa pubertas.
2.      Waterink berpendapat berbeda dengan Rumke, ia mengatakan bahwa anak yang berumur 6 tahun belum mempunyai dosa, umur 6 sampai 7 tahun mempunyai rasa keagamaan yang tertuju pada tokoh, umur 7 samapi 11 tahun mempunyai daya dalam memahami kehidupan keagamaan. Dan pada periode ini baru memahami arti keagamaan bila ia dikontak (dihubungkan) melalui perasaan (emosi), melalui cerita-cerita.
3.      Prof. Cassimir menyatakan bahwa anak usia 12 samapai 14 tahun telah terbentuk di dalam dirinya kehidupan beragama.[6]
Proses Untuk Menyelidiki Kebenaran Pengakuan Pengalaman Keagamaan
            Proses untuk menyelidiki kebenaran pengakuan pengalaman-pengalaman keagamaan adalah sebagai berikut:
Pertama, bilangan orang yang mengaku harus diperiksa. Jikalau laporan itu hanya sedikit, maka kemungkinan bahwa hal itu tidak benar, memang benar, tetapi kalau pengakuan itu dinyatakan oleh bermacam-macam orang dari bermacam-macam periode dalam sejarah maka hal itu tentu akan lebih dapat dipercaya.
Kedua,budi pekerti orang-orang yang menyatakan pengakuan. Jikalau budi pekerti orang-orang itu baik dan nama mereka baik dalam lapangan-lapangan lain maka pengakuan mereka lebih mudah diterima. 
Ketiga, perubahan hidup sebagai akibat daripada perhubungan dengan Tuhan. Ini adalah langkah terakhir dalam menyelidiki kebenaran pengakuan-pengakuan tersebut diatas.
            Inilah susunan logika yang membuktikan bahwa pengalaman keagamaan bukan merupakan pengalaman perseorangan akan tetapi merupakan pengalaman yang langsung dan kuat menunjukkan adanya Tuhan dalam alam ini.[7]

PENUTUP

Simpulan
            Menurut Muhammad Iqbal, pengalaman beragama, yaitu suatu pengalaman yang terjadi di ruang sebelah dalam bathin psikologis di mana manusia dapat mengembangkan suatu pusat kekuatan sedemikian rupa sehingga kebebasannya dapat bertumbuh secara penuh berhubungan langsung dengan pusat semesta yang dalam bahasa teologis disebut Allah.Berdasarkan beberapa pendapat para psikolog dan pedagogik mengenai perkembagan perasaaan pada pengalaman beragama dimulai dari anak usia 6 tahun dan masa pubertas perasaan tersebut mulai terbentuk.
Dan untuk memperoleh pengalaman beragama ada tiga sumber, antara lain:
Ø  Dari pengakuan orang-orang yang telah merasa berhubungan dengan Tuhan.
Ø  Autobiografi ahli-ahli agama.
Ø  Apa yang terkandung dalam kumpulan do’a-do’a dan puji-pujian.
Proses untuk menyelidiki kebenaran pengakuan pengalaman-pengalaman keagamaan adalah sebagai berikut:
Ø  Pertama, bilangan orang yang mengaku harus diperiksa.
Ø  Kedua, budi pekerti orang-orang yang menyatakan pengakuan.
Ø  Ketiga, perubahan hidup sebagai akibat daripada perhubungan dengan Tuhan.

Kata penutup
Dengan ucapan syukur Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga apa yang kami uraikan dapat bermanfaat bagi kita sekalian, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan untuk perbaikan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pembaca terlebih khusus kepada dosen pengampu dan semua pihak yang membantu menyelesaikan tugas ini.
DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin. 2001. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada
Rasjidi. 1965. FILSAFAT AGAMA. Jakarta: PT Bulan Bintang
Ahyadi, Abdul Aziz. 1995. Psikologi Agama. Bandung: CV Sinar Baru
Amin, Samsul Munir. 2010. Bimbingan N Konseling Islam. Jakarta: AMZAH
Hidayah dkk, Nurul. 2011. Makalah Kesadaran Beragama dan Pengalaman Beragama


[1]Abdul Aziz Ahyadi,Psikologi Agama, (Bandung: CV Sinar Baru, 1995), hlm.37
[2]Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 2001), hlm.17
[3]Nurul hidayah, dkk, makalah kesadaran beragama dan pengalaman beragama, (Pekalongan, 2011), hlm.8 Mengutip dari Rasjidi, Filsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1965), hlm.82
[4]www, akcaya. tripod. com
[5]Rasjidi, FILSAFAT AGAMA, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1965), hlm. 82-84
[6]Samsul Munir Amin, Bimbingan N Konseling Islam, (Jakarta: AMZAH, 2010), hlm. 173-175
[7]Rasjidi. Op.Cit, hlm.85-86

2 komentar:

  1. Nama : Arinil Chusna
    Nim : 2022 111 030
    Asalamu'alaikum__
    Kawan,, saya mO ty niu?? Bagaimana eA dg OraNg yaNg tidak percaya dg Agama ataupuN Tuhan__ Apakah dlm psikologi Orang tersebut bs termasuk sudah mempuNyai pengalaman beragama??
    atau belum sama sekali??
    Thanks u =^__^=

    BalasHapus
    Balasan
    1. nama:imam agus prsetyo
      nim :2022111046
      seseorang yang atheis atau orang yang tidak beragama.mungkin memiliki kepribadian yang mantap, walaupun tidak memiliki kesadaran beragama(ataupun unsurnya seperti pengalaman beragama). jadi orang tersebut belum mempunyai penngalaman beragama karena orang tersebut tidak mempunyai perasaan yang lahir saat berhadapan dengan hakikat yang tidak terbatas baik perasaan misterium tremendum ataupun misterium fascinosium. namun apabila orang tersebut mempunyai perasaan tersebut baik dari aspek objektif ataupun aspek subjektif keagamaan maka orang tersebut mempunyai pengalaman beragama.

      Hapus