Laman

Jumat, 30 November 2012

PA B12 : pengaruh psikologi agama thd perilaku peserta didik

PA B12 : pengaruh psikologi agama thd perilaku peserta didik - word

PA B12 : pengaruh psikologi agama thd perilaku peserta didik - ppt






MAKALAH
PENGARUH PSIKOLOGI AGAMA TERHADAP PERILAKU PESERTA DIDIK
Disusun guna untuk memenuhi tugas
Mata kuliah:Psikologi Agama
Dosen pengampu :Ghufron Dimyati M.S.I








Disusun oleh:

Siliana (2022111068)
M.Taufik Al-Hakim (2022111069)
Dial Arvio Dola (2022111070)
PBA.B

JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2012




BAB I
PENDAHULUAN
Belajar psikologi agama tidak untuk membuktikan agama mana yang paling benar, tapi hakekat agama dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya , bagaimana prilaku dan kepribadiannya mencerminkan keyakinannnya
Psikologi agama tidak berhak membuktikan benar tidaknya suatu agama, karena ilmu pengetahuan tidak mempunyai tehnik untuk mendemonstrasikan hal-hal yang seperti itu baik sekarang atau masa depan, Ilmu pengetahuan tidak mampu membuktikan ketidak-adaan Tuhan, karena tidak ada tehnik empiris untuk membuktikan adanya gejala yang tidak empiris, tetapi sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara empiris bukanlah berarti tidak ada jiwa. Psikologi agama sebagai ilmu pengetahuan empiria tidak menguraikan tentang Tuhan dan sifat-sifatNya tapi dalam psikologi agama dapat diuraikan tentang pengaruh iman terhadap tingkah laku manusia. Psikologi dapat menguraikan iman agama kelompok atau iman individu, dapat mempelajari lingkungan-lingkungan empiris dari gejala keagamaan , tingkah laku keagamaan, atau pengalaman keagamaan , pengalaman keagamaan, hukum-hukum umum tetang terjadinya keimanan, proses timbulnya kesadaran beragama dan persoalan empiris lainnya. Ilmu jiwa agama hanyalah menghadapi manusia dengan pendirian dan perbuatan yang disebut agama, atau lebih tepatnya hidup keagamaan. 



BAB II
PEMBAHASAN
A.       Psikologi Agama
   Pengertian psikologi agama
            Psikologi agama ialah ilmu tentang jiwa.Para ahli psikologi modern saat ini tidak mengartikan psikologi sebagai ilmu tentang gejala dan aktifitas jiwa manusia.Apa yang dimaksud jiwa itu tidak seorangpun tahu dengan sesungguhnya. Jiwa adalah sangat abstrak dan tidak dapat diikuti oleh panca indra.[1]
B.     Perilaku psikis peserta didik
1.      Unsur psikis peserta didik
a)      Dalam diri setiap manusia, pasti melakukan berbagai aktivitas psikis baik, kognisi, konasi, emosi, maupun campuran. Aktivitas psikis manusia dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkan manusia yang diwujudkan melalui gerak gerik/ perilaku  Berpikir untuk memahami / mencari tahu kebenaran dari suatu hal yang ingin di ketahuinya.  Aktivitas psikis seperti ini disebut gejala kognisi  (  kognisi = pikiran )
b)      Sedangkan, ketika seorang manusia melihat sesuatu, manusia akan merasakan sesuatu lalu diwujudkan dengan perubahan pada fisik manusia, misalnya raut wajah.  wujud simpati. Inilah yang disebut gejala emosi.
c)      Gejala konasi disebut juga kemauan, hasrat manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai contoh, seorang pelajar yang ingin menduduki peringkat 1 di dalam kelas, dengan dasar kemauan, maka pelajar tersebut akan belajar dengan tekun untuk menduduki peringkat 1 dalam kelas. Konasi diwujudkan dengan perilaku- perilaku untuk mencapai tujuan manusia tersebut. Gejala konasi ada yang berlangsung di luar kesadaran, seperti refleks, automatisme, instink,dorongan. (Refleks, automatisme, instink, dorongan) dapat berlangsung karena ada dorongan dari dalam diri manusia yang tidak dapat dikontrol sehingga manusia dapat langsung melakukan perilaku tanpa memikirkannya terlebih dahulu.
d)     Gejala campuran, terdiri dari ( perhatian, kelelahan, sugesti.) Ketika kita, memusatkan penglihatan maupun pendengaran pada suatu objek inilah yang disebut perhatian. Ketika daya tahan tubuh kita menurun karena melakukan sesuatu hal, ini disebut kelelahan. Ketika perbuatan kita mampu menguatkan atau  menggerakan pikiran , maka inilah yang disebut dengan sugesti.
Semua gejala- gejala psikis yang telah diuraikan diatas, saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
2.      Hal-hal yang mempengaruhi psikis peserta didik
Perkembangan karakteristik individu dipengaruhi oleh hereditas dan lingkungan. Hereditas atau keturunan merupakan aspek individu yang diwariskan orang tua, bersifat bawaan, dan memiliki potensi untuk berkembang. Lingkungan merupakan faktor penting di samping hereditas yang menentukan perkembangan individu. Lingkungan ini meliputi fisik, psikis, sosial, dan religius.
 1) Faktor Keluarga 
    Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tetang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan factor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.
2) Faktor Hereditas (keturunan)
Sebagian besar karakteristik pada peserta didik diturunkan dari Ayahnya. Misalnya, sikap peserta didik  yang tenang, pemalu dan tidak mudah marah.
3) Lingkungan Sekolah 
peserta didik  bersekolah  di MAN I Kedungwuni. Di mana sekolahnya, agama sangat diutamakan, baik dalam pelajaran maupun dalam membentuk siswanya. Les-les tambahan pelajaran di sekolah juga diadakan, yaitu untuk membantu mengembangkan intelektual siswa. Selain itu, tingkat kedisiplinan di sekolahnya juga sangat tinggi.maka peserta didik bisa   menjadi seorang yang berwawasan agama luas dan berintelegensi  tinggi.
       
4) Teman Sebaya  
 Dalam bergaul baik di rumah maupun di sekolah peserta didik  memiliki teman-teman yang baik.  Misalnya ,Di sekolah peserta didik memiliki kelompok teman yang agamanya baik, inteligensi maupun moralnya juga baik. Sehingga  peserta didik  tidak salah pergaulanya.
 
5) Lingkungan Masyarakat
  Lingkungan masyarakat merupakan kumpulan masyarakat yang mengenal nilai-nilai moral dengan baik. Selain itu sangat memahami norma-norma agama sehingga dalam perkembangannya, peserta didik  dapat menjadi remaja yang bermoral dan sesuai dengan perkembangan karakteristik pada fasenya.
       
3.      Perilaku-perilaku intelek dan  aktifitas  psikis  peserta didik (  remaja )
Intelegensi pada remaja tidak mudah diukur karena tidak mudah terlihat perubahan kecepatan perkembangan kemampuan tersebut. Pada umumnya tiga sampai empat tahun pertama menunjukkan perkembangan kemampuan yang hebat, selanjutnya akan terjadi perkembangan yang teratur. Pada masa remaja kemampuan untuk mengatasi masalah yang majemuk bertambah. Pada masa awal remaja, kira-kira pada usia 12 tahun, anak berada pada masa yang disebut " Masa oerasi formal" (berfikir abstrak). Pada masa ini remaja telah berfikir dengan mempertimbangkan hal yang mungkin; disamping hal yang nyata (riil) (Gliedmen, 1986 : 475-475) Pada usia remaja ini anak sudah dapat berfikir abstrak dan hipotik. Dalam berfikir operasional formal, setidak-tidaknya mempunyai dua sifat yang penting, yaitu:              
1.  Deduktif Hipotesis    ( menganalisis dengan dugaan   )    
         Dalam menyelesaikan suatu masalah, seorang remaja akan mengawalinya dengan pemikiran teoritik. Yang menganalisis masalah dan mengajukan cara- cara penyelesaian hipotesis yang mungkin. Pada dasarnya pengajuan hipotesis itu menggunakan cara berfikir induktif disamping deduktif. Oleh sebab itu dari sifat analisis yang ia lakukan, ia dapat membuat strategi penyelesaian. Analisis teoritik ini dapat dilakukan secara verbal. Anak lalu mengajukan pendapat-pendapat atau prediksi tertentu, yang juga disebut proporsi-proporsi. Kemudian mencari hubungan antra proporsi Yang berbeda- beda tadi. Berhubungan itu maka berpikir operasional juga disebut proposisional.
        
2. Berpikir  Operasional juga Berpikir Kombinatoris
Sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara melakukan analis. Misalnya anak diberi lima buah gelas berisi cairan tertentu. Suatu kombinasi ini membuat cairan tadi berubah warna. Anak diminta untuk mencari kombinasi ini.  Anak yang berpikir operasional formal lebih dulu secara teoritik membuat  matriknya mengenai segala macam kombinasi yang mungkin terjadi, kemudian secara sistematik mencoba mengisi setiap sel matriks tersebut secara empirik. Bila ia mencapai penyelesaian yang betul, maka ia juga akan segera dapat mereproduksinya.
   Seorang remaja dengan kemampuan berpikir normal tetapi hidup dalam lingkungan atau kebudayaan yang tidak merangsang cara  berpikir, misalnya tidak adanya kesempatan untuk menambah pengetahuan, pergi ke sekolah tetapi tidak adanya pasilitas yang  dibutuhkan, maka remaja itu sampai dewasa pun tidak akan sampai pada taraf berpikir abstrak.
C.     Pengaruh psikologi agama terhadap psikis  peserta didik
1.      Pengaruh secara intelektual
Terlihat pada masa remaja, lebih memerlukan intelek dan adanya proses kreatif yang lebih kmpleks dari pada respons bersyarat saja, pikirna dan logika berperan dalam setiap proses keimanan, jiwa mula-mula percaya, timbul kebimbangan, kemudian proses berfikir timbul kepercayaan yang baru atau insight baru sebagai sintesa dari kepercayaan yang ada dan kebimbangan

2.      Pengaruh secara emosional
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman. emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia.
Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta).  Daniel Goleman mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu :
1)      Amarah           : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
2)      Kesedihan       : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi   diri,
putus asa
3)      Rasa takut       : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali,
waspada, tidak tenang, ngeri
4)      Kenikmatan   : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
5)      Cinta               : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa
dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih
6)      Terkejut           : terkesiap, terkejut
7)      Jengkel            : hina, jijik, muak, mual, tidak suka
8)      Malu                : malu hati, kesal
Dari beberapa pengertian tentang emosi diatas dapat disipulkan emosi adalah keadaan atau dorongan untuk bertindak sehingga mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada.
3.      Pengaruh secara spiritual
Menurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari kata benda bahasa latin ‘Spiritus” yang berarti nafas (breath) dan kata kerja “Spirare” yang berarti bernafas. Melihat asal katanya , untuk hidup adalah untuk bernafas, dan memiliki nafas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti mempunyai ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Spiritual merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai makna hidup dan tujuan hidup. Spiritual merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang.
Spiritual merupakan ekspresi dari kehidupan yang dipersepsikan lebih tinggi, lebih kompleks atau lebih terintegrasi dalam pandangan hidup seseorang,dan lebih dari pada hal yang bersifat indrawi. Salah satu aspek dari menjadi spiritual adlah memiliki arah tujuan, yang secara terus menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan berkehendak dari seseorang, mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan alam semesta dan menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari alat indra , perasaan, dan pikiran. Pihak lain mengatakan bahwa aspek spiritual memiliki dua proses , pertama proses keatas yang merupakan tumbuhnya kekuatan internal yang mengubah hubungan seseorang dengan Tuhan , kedua proses kebawah yang ditandai dengan peningkatan realitas fisik seseorang akibat perubahan internal. Konotasi lain perubahan akan timbul pada diri seseorang dengan meningkatnya kesadaran diri, dimana nilai-nilai ketuhanan didalam akan termanifestasi keluar melalui pengalaman dan kemajuan diri, 













BAB III
PENUTUP

Psikologis atau ilmu jiwa mempelajari manusia dengan memandangnya dari segi kejiwaan yang menjadi obyek ilmu jiwa yaitu manusia sebagai mahluk berhayat yang berbudi. Sebagai demikian, manusia tidak hanya sadar akan dunia disekitarnya dan akan dorongan alamiah yang ada padanya, tetapi ia juga menyadari kesadaranya itu , manusia mempunyai kesadaran diri ia menyadati dirinya sebagai pribadi, person yang sedang berkembang , yang menjalin hubungan dengan sesamanya manusia yang membangun tata ekonomi dan politik yang menciptakan kesenian, ilmu pengetahuan dan tehnik yang hidup bermoral dan beragama, sesuai dengan banyaknya dimensi kehidupan insani.











DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Aziz Ahyadi , Psikologi Agama, Mertiana Bandung

Jeanne Anne Craig. Bukan seberapa cerdas diri anda tetapi bagaiman anda cerdas/alih bahsa Arvin saputra. (Batam: Interaksara,2004).
Suharsono. Melejitkan IQ, EQ, SQ. (Depok: Inisiasi Press,2005).

Daniel Golman. Emitional Intelligence (terjemahan). (Jakata : PT Gramedia Pustaka Utama, 2002).

Toto Tasmara. Kecerdasan Ruhaniyah (Transendental Inteligence). (Jakarta: Gema Insani, 2001).
edukasi.kompasiana.com/2010/12/07 di akses  2/12/2011 jam 4.25  wib

daengmatterru.blogspot.com/.../tugas- makalah-perkembangan-peserta.html di akses  2/12/2011 jam 4.25  wib
Daniel Golman. Emitional Intelligence (terjemahan). (Jakata : PT Gramedia Pustaka Utama, 2002).
Aliah B. Purwakanta Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rahmat, jalaluddin, psikologi agama,




[1] Sururin Muslim,ilmu jiwa Agama(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.2004)hlm.1

PA A12 : pengaruh psikologi agama thd perilaku peserta didik

PA A12 : pengaruh psikologi agama thd perilaku peserta didik - word

PA A12 : pengaruh psikologi agama thd perilaku peserta didik - ppt







MAKALAH
PENGARUH PSIKOLOGI AGAMA TERHADAP KONTROL
PERILAKU PESERTA DIDIK
Disusun guna memenuhi tugas kelompok
Mata kuliah : Psikologi Agama
Dosen pengampu : Ghufron Dimyati, M.S.I



Disusun oleh :
Rizki Mardlotillah            2022111002
Evi Shofia Rifqiyani         2022111012
Syafilatun Nida                2022111026
Musbihatun Nisa’             2022111041

Kelas : PBA A


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
            Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir Akan tetapi, kebutuhan manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu pZerasaan yang mengakui adanya yang maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Untuk mengontrol segala aktifitas / tingkah laku yang dilakukan oleh peserta didik, pendidikan agama dan spiritual sangat berperan penting dalam hal ini. Pendidikan agama dan spiritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada seseorang baik dari kalangan kanak-kanak hingga dewasa.
Oleh karena itu, di dalam makalah ini. Penulis ingin menerangkan tentang “Bagaimana pengaruh psikologi agama terhadap kontrol perilaku Peserta Didik”. Semoga makalah kami dapat bermanfaat.








BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Agama
            1. Pengertian Psikologi Agama
Psikologi agama terdiri dari dua paduan kata, yakni psikologi dan agama. Kedua kata ini mempunyai makna yang berbeda. Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab. (Jalaluddin, 1979: 77). Sedangkan agama memiliki sangkut paut dengan kehidupan batin manusia.
            Dari definisi tersebut, psikologi agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku, serta keadaaan hidup pada umumnya, selain itu juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut (Zakiyah darajat dikutip oleh Jalaluddin, 2004: 15)[1]
            2. Ruang Lingkup Psikologi Agama
            Berkaitan dengan ruang lingkup dari psikologi agama, maka ruang kajiannya adalah mencakup kesadaran agama yang berarti bagian/ segi agama yang hadir dalam pikiran, yang merupakan aspek mental dari aktivitas agama, dan pengalaman agama berarti unsur perasaan dalam kesadaran beragama yakni perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah) dengan kata lain bahwa psikologi agama mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindakan agama orang itu dalam hidupnya. (Jalaluddin, 2004: 17)
            Dalam hal ini psikologi agama telah dimanfaatkan dalam berbagai ruang kehidupan, misalnya dalam bidang pendidikan, perusahaan, pengobatan, penyuluhan narapidana di LP dan pada bidang- bidang lainnya.[2]
B.        Pengertian dan Perkembangan Psikis Peserta Didik
1. Pengertian Peserta Didik
            Peserta didik adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religious dalam mengarumgi kehidupan dan diakhirat kelak. Penyebutan peserta didik ini juga mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan tidak hanya sekolah (pendidikan formal), melainkan juga mencakup lembaga pendidikan nonoformal yang ada di masyarakat, seperti majlis ta’lim, paguyuban dan sebagainya.[3]
2. Perkembangan Psikis Peserta Didik
            Meliputi berbagai aspek dibawah ini, antara lain:[4]
1. Aspek Intelektual
            Perkembangan intelektual (kognitif) pada peserta didik remaja bermula pada umur 11 atau 12 tahun. Peserta didik tidak terikat pada realitas fisik yang konkrit, peserta didik mulai mampu berhadapan dengan aspek-aspek yang hipotesis dan abstrak dari realitas.
2. Aspek Sosial
            Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial atau proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi.[5]
Berikut ini ciri-ciri penyesuaian sosial remaja pada peserta didik , diantaranya:[6]
v    Di Lingkungan Keluarga
Menjalin hubungan yang baik dengan orang tua dan saudaranya
Menerima otoritas orang tua (menaati peraturan orang tua)
Menerima tanggung jawab dan batasan (norma) keluarga
v    Di Lingkungan Sekolah
Bersikap respek dan menaati peraturan
Berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah
Menjalin persahabatan dengan teman sebaya
Hormat kepada guru, pemimpin sekolah atau staf lain
Berprestasi di sekolah
v    Di  Lingkungan Masyarakat
Respek terhadap hak-hak orang lain
Menjalin dan memelihara hubungan dengan teman sebaya atau orang lain
Bersikap simpati dan menghormati terhadap ksejahteraan orang lain
3. Aspek Emosi (Afektif)
                        Perkembangan aspek emosi berjalan konstan, kecuali pada masa remaja awal (13-14tahun) dan remaja tengah (15-16tahun). Pada masa remaja awal, peserta didik ditandai oleh rasa optimismedan keceriaan dalam hidupnya, diselingi rasa bingung menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam dirinya. Pada masa remaja tengah rasa senang datang silih berganti dengan kesedihan, rasa akrab bertukar dengan kerenggangan dan permusuhan. Gejolak ini berakhir pada masa remaja akhir (18-21tahun).
4. Aspek Bahasa
            Perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi baik alat komunikasi lisan, tulisan, maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat. Bahasa yang digunakan para peserta didik pada usia remaja adalah bahasa yang telah berkembang baik di lingkungan keluarga, masyarakat, dan khususnya lingkungan teman sebaya sedikit banyak lebih membentuk pola perkembangan bahasa remaja.
5. Aspek Moral
            Perkembangan moral pada peserta didik  merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara remaja dengan lingkungan sosial. Ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan masyarakat. Pada tahap ini, remaja lebih mengenal tentang nilai-nilai moral, kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan. Oleh karena itu, moral para peserta didik sejak dini harus senantiasa sesuai dengan tuntutan norma-norma sosial.
6. Aspek Agama
            Pemahaman peserta didik dalam beragama sudah semakin matang, kemampuan berfikir abstrak memungkinkan mereka untuk dapat mentransformasikan keyakinan beragama.
C.  Pengaruh Psikologi Agama terhadap kontrol perilaku Peserta Didik
            Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi.[7]
            Dalam hal ini, menunjukkan adanya rasa agama seperti yang di ketahui setiap peserta didik, sehingga akan timbul perasaan saling menghargai dengan sesama individu lainya, dan timbul rasa saling toleransi kepada umat manusia beragama, serta dengan adanya sifat tersebut peserta didik juga dapat menjaga diri pada hal-hal yang di larang dan di anjurkan agama.[8]
D. Urgensi Psikologi Agama dalam Pendidikan (keluarga, Sekolah (kelembagaan), dan Masyarakat).
            Education (pendidikan) dan jiwa keagamaaan sangat terkait, karena pendidikan tanpa agama ibaratnya bagi manusia akan pincang. Sedang jiwa keagamaan yang tanpa melalui menegemant pendidikan yang baik, maka juga akan percuma. Dengan kata lain, pendidikan dinilai memiliki peran penting dalam upaya menanamkan rasa keagamaan pada seseorang.[9]
a. Pendidikan Keluarga
            Menurut Rosul Allah swt, fungsi dan peran orang tua bahkan mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-anak mereka. Menurut beliau, setiap bayi yang dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan agama yang akan dianut anak sepenuhnya tergantung dari bimbingan, pemeliharaan dan pengaruh kedua orang tua mereka.
b. Pendidikan Kelembagaan
            Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan jiwa keagamaan pada peserta didik, antara lain sebagai pelanjut pendidikan agama di lingkungan keluarga atau membentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang tidak menerima pendidikan agama dalam keluarga.[10]
            Dalam konteks ini guru agama harus mampu mengubah sikap anak didiknya agar menerima pendidikan agama yang diberikannya. Menurut Mc Guire, proses perubahan sikap dari tidak menerima kesikap menerima berlangsung melalui tiga tahap perubahan sikap. Antara lain :[11]
adanya perhatian
            Pendidikan agama yang diberikan harus dapat menarik perhatian peserta didik. Untuk menopang pencapaian itu, maka guru agama harus dapat merencanakan materi, metode serta alat-alat bantu yang memungkinkan anak-anak memberikan perhatiannya.[12]
adanya pemahaman
            Para guru agama harus mampu memberikan pemahaman kepada anak didik tentang materi pendidikan yang diberikannya. Pemahaman ini akan lebih mudah diserap jika pendidikan agama yang diberikan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Jadi, tidak terbatas pada kegiatan yang bersifat hafalan semata.
adanya penerimaan.
            Penerimaan siswa terhadap materi pendidikan agama yang diberikan. Penerimaan ini sangat tergantung dengan hubungan antara materi dengan kebutuhan dan nilai bagi kehidupan anak didik. Dan sikap menerima tersebut pada garis besarnya banyak ditentukan oleh sikap pendidik itu sendiri, antara lain memiliki keahlian dalam bidang agama dan memiliki sifat-sifat yang sejalan dengan ajaran agama seperti jujur dan dapat dipercaya. Kedua sikap ini akan sangat menentukan dalam mengubah sikap para anak didik.[13]
c. Pendidikan Masyarakat
            Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga. Peran psikologi agama dalam lembaga ini adalah memupuk jiwa keagamaan karena masyarakat akan memberi dampak dalam pembentukan pertumbuhan baik fisik maupun psikis. Yang mana pertumbuhan psikis akan berlangsung seumur hidup. Sehingga sangat besarnya pengaruh masyarakat terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan sebagai bagian dari Aspek kepribadian yang terintegrasi dalam pertumbuhan psikis. [14]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN :
            Dari penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi.
            Dalam hal ini, menunjukkan adanya rasa agama seperti yang di ketahui setiap peserta didik, sehingga akan timbul perasaan saling menghargai dengan sesama individu lainya, dan akan timbul rasa saling toleransi kepada umat manusia beragama, serta dengan adanya sifat tersebut peserta didik juga dapat menjaga diri pada hal-hal yang di larang dan di anjurkan agama.









DAFTAR PUSTAKA
 Rahmad, Jalaludin. 1996. Psikologi Agama. (Edisi Revisi). Jakarta: Putra Utama.
 Rahmad, Jalaluddin. 2003. Psikologi Agama (sebuah pengantar). Jakarta : Mizan media buku utama.
 Abu Bakar, Muhammad. 1981. Pedoman Pendidikan dan Pengajaran. Surabaya : Usaha Nasional.
 Awwad, Jaudah Muhammad. 1995. Mendidik Anak Secara Islam. Jakarta : Gema Insani Press.
 Mizan, Sururin. 2004. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Prof. Dr. H. Jalaludin. 2007.  Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ali Mohammad, dkk. 2008. Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.













[1] Jalaluddin Rahmad. Psikologi Agama(Edisi Revisi).(Jakarta: Putra Utama, 1996), hlm167-168

[2] Ibid, hlm168
[3]Jalaluddin Rahmad. Psikologi Agama (sebuah pengantar).(Jakarta: Mizan media buku utama, 2003), hlm .10-      11
[4] Mohammad Ali, dkk. Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik.(Jakarta: Bumi Aksara, 2008),hlm 106-107


[5] Ibid, hlm 107-108
[6] Sururin Mizan. Ilmu Jiwa Agama.(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm 123-135

[7] Jalaluddin. Psikologi Agama.(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2007), hlm 10-14
[8] Muhammad Abu Bakar. Pedoman Pendidikan dan Pengajaran. (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hlm 42-45
[9] Muhammad Jaudah Awwad. Mendidik Anak Secara Islam.(Jakarta: Gema insane press,1995), hlm 52-53
[10] Muhammad Abu Bakar. Pedoman Pendidikan dan Pengajaran.(Surabaya: Usaha Nasional, 1981),hlm 69
[11] Ibid, hlm 70
[12] Ibid, hlm 71-72
[13] Ibid, hlm 84-87
[14] Ibid, hlm 93-96