MAKALAH
LEMBAGA
PENDIDIKAN RUMAH TANGGA
(Teladan
dari Pemimpin Rumah Tangga)
Disusun
guna memenuhi tugas
Mata
Kuliah : Hadis Tarbawi II
Dosen Pengampu : Muhammad
Hufron, M.S.I
Disusun Oleh :
Resti Latifun Nisa 2021
111 019
Kelas : F
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PEKALONGAN
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
Setiap orang tua
menginginkan anaknya menjadi orang yang berkembang secara sempurna. Mereka
menginginkan anak yang dilahirkan itu kelak menjadi orang yang sehat, kuat,
berketerampilan, cerdas, pandai, dan beriman. Bagi orang Islam, beriman itu
adalah beriman secara Islam. Dalam taraf yang sederhana, orang tua tidak ingin
anaknya lemah, sakit-sakitan, penganggur, bodoh dan nakal. Pada tingkat yang
paling sederhana, orang tua tidak menghendaki anaknya nakal dan menjadi
penganggur. Dan terakhir, pada taraf paling minimal ialah jangan nakal. Karena
kenakalan akan menyebabkan orang tua mendapat malu dan kesulitan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Materi
Hadis tentang Teladan dari Pemimpin Rumah Tangga
- حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ
حَدَّثَنَا صَالِحٌ عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ قَالَ كَانَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ
إِذَا أَشْفَى عَلَى خَتْمِ الْقُرْآنِ بِاللَّيْلِ بَقَّى مِنْهُ شَيْئًا حَتَّى
يُصْبِحَ فَيَجْمَعَ أَهْلَهُ فَيَخْتِمَهُ مَعَهُمْ .
(رواه الدارمي فى السنن ,كتاب فضا ئل
القران ,باب فى ختم القران)[1]
B. Tarjamah Hadis
“Telah
menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami
Shalih dari Tsabit Al Bunani ia berkata; Apabila Anas bin Malik hampir
mengkhatamkan Al Qur'an di malam hari, ia menyisakan sedikit dari Al Qur'an
hingga waktu pagi. Lalu ia mengumpulkan keluarganya, kemudian ia mengkhatamkan
Al Qur'an bersama mereka”. (HR. Ad-Darimi)
C.
Mufrodat
Indonesia
|
Arab
|
Indonesia
|
Arab
|
di malam
hari
|
بِاللَّيْلِ
|
dari
Tsabit Al Bunani
|
عَنْ
ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ
|
Menyisakan
|
بَقَّى
|
Berkata
|
قَالَ
|
Sedikit darinya
|
مِنْهُ
شَيْئًا
|
Ada
|
كَانَ
|
Hingga waktu
pagi
|
حَتَّى
يُصْبِحَ
|
Anas bin
Malik
|
أَنَسُ
بْنُ مَالِكٍ
|
Mengumpulkan
|
فَيَجْمَعَ
|
Apabila
|
إِذَا
|
Keluarganya
|
أَهْلَهُ
|
Hampir
|
أَشْفَى
|
Mengkhatamkan
|
فَيَخْتِمَهُ
|
Mengkhatamkan
Al Qur'an
|
عَلَى
خَتْمِ الْقُرْآنِ
|
Bersama
|
مَعَهُمْ
|
D.
Biografi Rawi
(Pertama)/Mukharij
Tsabit al-Bunani,
lengkapnya Tsabit bin Aslam al-Bunani al-Bashri Abu Ahmad, adalah seorang
tabi’in yang mulia, zuhud, dan ahli ibadah. Nama dan laku hidupnya (sirah) turut
mengisi cakrawala para ‘abid yang selalu menghidupkan malam-malam mereka dengan
ta’abud kepada Allah SWT dan menempuh jalan ketakwaan.
Tsabit al-Bunani selalu menyerahkan
dirinya kepada Tuhannya. Ia selalu rindu dengan shalat dan sujud di hadapan
Allah SWT, sehingga ia tidak lagi memiliki keinginan apapun dari materi dunia.
Tidak ada yang dijadikan sebagai tujuan hidupnya kecuali shalat, dzikir, dan
menyebarluaskan hadis Nabi SAW.
Tsabit al-Bunani selalu
meneguhkan hatinya dengan berdo’a kepada Allah SWT agar jangan mengharamkan
dirinya menikmati kelezatan sujud dihadapan-Nya, juga kelezatan shalat sampai
di dalam kuburnya sekalipun. Dalam hidupnya, ia telah berguru dan nyantri pada
anas bin malik selama empat puluh tahun dan termasuk orang yang paling banyak
ibadahnya diantara penduduk Bashrah.
Anas menuturkan, “Setiap
kebajikan itu memiliki pintu. Tsabit bin Aslam termasuk salah satu pintu
kebajikan.” Ia meninggal tahun 127 H.[2]
Ad darimy ialah Abu Muhammad ‘Abdullah ibn
‘Abdur Rahman ibn al Fadl ibn Bahran at Tamimy ad Darimy, seorang hafidh
besar, pengarang al musnad dan salah seorang dari imam-imam hadis yang
terkemuka.
Beliau
meriwayatkan hadis dari Yazid ibn harun, Marwan ibn Muhammad, An Nadir ibn Syumail,
Said ibn Amir adl Dlab’y, Ja’far ibn ‘Aun, Zaid ibn Yahya ibn Ubaid ad Dimasyqy,
dan dari sejumlah ulama yang lain.
An Nawawy berkata,
“Ad Darimy adalah salah seorang penghafal hadis yang yang menjadi kebanggaan
ummat Islam di masanya yang sukar dicari tandingannya”. Di antara hasil
karyanya ialah, kitab yang terkenal dengan nama Musnad Ad Darimy.
Beliau dilahirkan
pada tahun 181 H dan wafat pada tahun 255 H dikebumikan pada hari ‘Arafah yang
kebetulan jatuh pada hari jum’at pula.[3]
E.
Keterangan Hadis
Anas bin Malik memiliki kebiasaan
apabila telah mendekati kekhataman dalam membaca al-Qur’an, beliau menyisakan
beberapa ayat untuk mengajak keluarganya guna mengkhatamkan al-Qur’an bersama.
“Telah
menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami
Shalih dari Tsabit Al Bunani ia berkata; Apabila Anas bin Malik hampir
mengkhatamkan Al Qur'an di malam hari, ia menyisakan sedikit dari Al Qur'an
hingga waktu pagi. Lalu ia mengumpulkan keluarganya, kemudian ia mengkhatamkan
Al Qur'an bersama mereka”. (HR. Ad-Darimi)
Hikmah
yang dapat dipetik dari hadis di atas adalah bahwa ketika mengkhatamkan al-Qur’an
merupakan waktu yang mustajab untuk berdoa kepada Allah. Dengan mengumpulkan
seluruh anggota keluarga, akan dapat memberikan berkah kepada seluruh anggota
keluarga. Karena semuanya berdoa secara bersamaan kepada Allah dengan mengharap
rahmat dan berkah dari-Nya.[4]
Dalam lingkup
keluarga, orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama. Kaidah ini
ditetapkan secara kodrati; artinya orang tua tidak dapat dapat berbuat lain,
mereka harus menempati posisi itu dalam keadaan bagaimanapun juga. Karena
mereka ditakdirkan menjadi orang tua dari anak yang dilahirkannya. Oleh karena
itu, mereka mau tidak mau mereka harus menjadi penanggung jawab pertama dan
utama.[5]
Ada pendapat berbeda
tentang pendidikan dalam keluarga, yaitu tentang pemberian kebebasan kepada
anak. Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya sejak permulaan diberikan kebebasan
maksimal kepada anak. Dalam hal ini faktor pendidikan kepada anak sudah
berakhir sebelum anak itu dewasa. Dalam kenyataan terbukti bahwa keluarga yang
menerapkan pendidikan keluarga dapat menghasilkan pribadi-pribadi anak yang
menjadi baik. Pendidikan dalam Keluarga dapat memberikan pengaruh besar
terhadap karakter anak. Sebab itu kunci utama untuk menjadikan pribadi anak
menjadi baik yang terutama terletak dalam pendidikan dalam keluarga.
Dan karakter yang
ditumbuhkan adalah faktor yang amat penting dalam kepribadian anak, karena
banyak mempengaruhi prestasi dalam berbagai bidang. Ilmu pengetahuan dan
kemampuan teknik adalah penting untuk pencapaian keberhasilan, tetapi tidak
akan mampu mencapai hasil maksimal kalau tidak disertai karakter. Hal itu
terutama karena pada waktu ini faktor karakter kurang menjadi perhatian dalam
penyelenggaraan pendidikan. Ini semua harus menjadi salah satu hasil penting
usaha pendidikan, baik pendidikan dalam keluarga, pendidikan sekolah maupun
pendidikan dalam masyarakat. Akan tetapi karena pendidikan pada anak paling
dulu dimulai dalam pendidikan dalam keluarga, maka pendidikan dalam keluarga
yang seharusnya memberikan dasar yang kemudian diperkuat dan dilengkapi dalam
pendidikan sekolah dan pendidikan dalam masyarakat.[6]
F.
Aspek Tarbawi
Ø Keluarga
merupakan salah satu lembaga pendidikan pertama bagi anak sebelum memasuki
dunia sekolah dan masyarakat.
Ø Pendidikan keluarga memberikan pengaruh besar terhadap karakter
anak.
Ø Sebagai
pendidik dalam pendidikan rumah tangga (ayah dan ibu) bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan anak.
Ø Keluarga harus
mampu memberikan pendidikan dan tauladan yang baik bagi anak.
Ø Pemimpin rumah
tangga harus menentukan dan meluangkan waktunya untuk membaca al-Qur’an bersama
keluarga.
BAB
III
PENUTUP
Pendidikan dalam
keluarga menjadi tanggung jawab bagi orang tua, dimana peran keduanya sangat
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Sebagai pendidik dalam keluarga
selayaknya orang tua mampu memberikan pendidikan dan tauladan yang baik bagi
anaknya. Karenanya pendidikan pada anak paling dulu dimulai dalam pendidikan
keluarga, maka pendidikan dalam keluarga seharusnya mampu memberikan dasar yang
kemudian diperkuat dan dilengkapi dalam pendidikan sekolah dan pendidikan dalam
masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
ad-Darimi, Sunan
darimi. tt. Kitab Fadhoilil Qur’an bab. Mengkhatamkan Qur’an.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasby. 1997. Sejarah dan
Pengantar Ilmu Hadis. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra
Tafsir, Ahmad. 1991. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
[1] Ad darimi, Sunan ad-Darimi Kitab Fadhoilil Qur’an Bab Mengkhatamkan Qur’an ,
jilid 1-2, tt, hlm. 368
[2] http://books.google.co.id/books?id=0rjG-I9e3-oC&pg=PA99&lpg=PA99&dq=Tsabit+Al+Bunani&source=bl&ots=lMm8yFX2N4&sig=eXOUTLVEV9_ws95mIkEJh_vk9o4&hl=id&sa=X&ei=UH8UUYWyO4aIrAf8nYDYCQ&sqi=2&ved=0CC0Q6AEwAQ#v=onepage&q=Tsabit%20Al%20Bunani&f=false
[3] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu
Hadits, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm. 301-302
[5] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 1991), hlm. 155