Laman

Jumat, 24 Oktober 2014

ilmu akhlak - E - 7 : KONSEP DAN APLIKASI KEBAIKAN, KEBAJIKAN DAN KEBAHAGIAAN



MAKALAH
KONSEP DAN APLIKASI KEBAIKAN, KEBAJIKAN DAN KEBAHAGIAAN

Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah                : Ilmu Akhlak
Dosen pengampu        : Ghufron Dimyati, M.S.I

oleh: Kelompok 7
1.      Chanif Ahmad Fahrezi       (2021114201)
2.      Ayu Putu Kesari               (2021114202)
3.      Baitinnajmah                     (2021114203)
4.      Faroika Apriliani               (2021114204)

JURUSAN  TARBIYAH  PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI  PEKALONGAN
                                                              2014


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji syukur bagi kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya, makalah yang berjudul “konsep dan aplikasi kebaikan, kebajikan dan kebahagiaan”, dapat diselesaikan ini tepat pada waktunya dengan baik dan benar. Sholawat serta salam senantias tercurah kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW, keluarga dan sahabatnya.
Makalah ini menjelaskan pengertian kebaikan, kebajikan dan kebahagiaan. Dan yang paling utama akan menjelaskan konsep dan aplikasi kebaikan, kebajikan dan kebahagiaan. Dengan demikian materi makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui etika yang baik dan benar.
Penuis telah berupaya menyajikan makalah ini dengan sebaik-baiknya, meskipun tidak komprehensif. Disamping itu, apabila dalam makalah ini didapati kekurangan dan kesalahan, baik dalam pengetikan maupun isinya. Maka penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik yang konstruktif dari pembaca guna penyempurnaan penulisan berikutnya. Akhirnya, semoga makalah yang sederhana ini menambah khasanah keilmuan dan bermanfaat bagi pembaca.

                                                                Pekalongan, 22 Oktober 2014
                                                              
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB    I   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah........................................................................1
B.     Rumusan Masalah..................................................................................1
C.     Metode Pemecahan Masalah..................................................................1
D.    Sistematika Penulisan Makalah..............................................................2
BAB   II   PEMBAHASAN
A.    Kebaikan................................................................................................3
B.     Kebajikan...............................................................................................4
C.     Kebahagiaan...........................................................................................5
D.    Tipe-tipe Kebaikan atau Kebahagiaan...................................................8
E.     Makna Kebahagiaan.............................................................................10
F.      Akhlak dan Kebahagiaan.....................................................................11
G.    Paham Kebahagiaan Diri......................................................................13
H.    Bahagia dan Agama.............................................................................14
I.       Meraih Kebahagiaan............................................................................15
BAB   III PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA





PENDAHULUAN
          Dalam kehidupan setiap manusia pastilah diiringi oleh konsep kebaikan, kebajikan dan kebahagiaan. Ketiganya berjalan secara beriringan, tidak dapat dipisahkan karena merupakan kesatuan yang utuh. Berawal dari kebaikan kemudian berlanjut menjadi kebajikan dan berakhir pada kebahagiaan.
            Di dalam makalah ini akan membahas tentang konsep “APLIKASI KEBAIKAN, KEBAJIKAN DAN KEBAHAGIAAN” . Kami mengharapkan mudah-mudahan makalah kami kali ini, dapat membantu mahasiswa dalam memahami dan mempelajari materi terseut dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan yang nyata.
1.      Apa yang dimaksud dengan Kebaikan, Kebajikan dan Kebahagiaan?
2.      Apa saja tipe-tipe Kebaikan, Kebajikan dan Kebahagiaan?
3.      Apa makna dari Kebaikan, Kebajikan dan Kebahagiaan?
Metode pemecahan masalah yang dilakukan melalui kajian pustaka, yaitu dengan menggunakan beberapa referensi buku atau dari referensi lainnya yang merujuk pada permasalahan yang dibahas. Langkah-langkah pemecahan masalahnya dimulai dengan menentukan masalah yang akan dibahas dengan melakukan perumusan masalah, melakukan langkah-langkah pengkajian, penentuan tujuan dan sasaran, perumusan jawaban permasalahan dari beberapa sumber, dan penyintesisan serta pengorganisasian jawaban.

Makalah ini ditulis dalam tiga bagian, meliputi : Bab I, bagian pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah, perumusan masalah, metode pemecahan masalah, dan sistematika penulisan makalah; Bab II, adalah pembahasan; Bab III bagian penutup yang terdiri dari kesimpulan.















BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebaikan
1.      Tidak semua kebaikan merupakan kebaikan akhlak.
                 Suatu tembakan yang “baik” dalam pembunuhan, dapat merupakan perbuatan akhlak yang buruk. Secara umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia. Tingkah-laku manusia adalah baik dan benar, jika tingkah-laku tersebut menuju kesempurnaan manusia. Kebaikan disebut nilai (value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang konkrit.
2.      Manusia menentukan tingkah-lakunya untuk tujuan dan memilih jalan yang ditempuh.
                 Pertama kali yang timbul dalam jiwa adalah tujuan itu, dalam pelaksanaannya yang pertama diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan yang ditempuh mendapatkan nilai dari tujuan akhir.[1] Tujuan harus ada, supaya manusia dapat menentukan tindakan pertama. Kalau tidak, manusia akan hidup secara serampangan. Tetapi bisa juga orang mengatakan hidup secara serampangan menjadi tujuan hidupnya. Akan tetapi dengan begitu manusia tidak akan sampai kepada kesempurnaan kebaikan selaras dengan derajat manusia. Manusia harus mempuyai tujuan akhir untuk arah hidupnya.
3.      Untuk tiap manusia, hanya terdapat satu tujuan akhir.[2]
       Seluruh manusia mempunyai sifat serupa dalam usaha hidupnya, yaitu menuntut kesempurnaan. Tujuan akhir  selamanya merupakan kebaikan tertinggi, baik manusia itu mencarinya dengan kesungguhan atau tidak. Tingkah-laku atau perbuatan menjadi baik dalam arti akhlak, apabila membimbing manusia ke arah tujuan akhir, yaitu dengan melakukan perbuatan yang membuatnya baik sebagai manusia.
B.  Kebajikan
1.   Kebiasaan (habit) merupakan kualitas kejiawaan, keadaan yang tetap, sehingga memudahkan pelaksanaan perbuatan.
                        Kebiasaan disebut “kodrat yang kedua”. Ulangan perbuatan memperkuat kebiasaan, sedangkan meninggalkan suatu perbuatan atau melakukan perbuuatan yang bertentangan melenyapkan kebiasaan.
                        Kebiasaan dalam arti sebenarnya hanya ditemukan pada manusia, karena hanya manusia yang dapat dengan sengaja, bebas, mengarahkan kegiatannya.
2.   Kebiasaan yang dari sudut kesusilaan baik dinamakan kebajikan (virtue), sedangkan yang jahat, buruk, dinamakan kejahatan (vice).
                  Kebajikan adalah kebiasaan yang menyempurnakan manusia.
“Kebajikan adalah pengetahuan, kejahatan ketidaktahuan. Tidak ada orang berbuat jahat dengan sukarela” (Socrates).[3]
3.   Kebajikan budi menyempurnakan akal menjadi alat yang baik untuk menerima pengetahuan. Bagi budi spekulatif kebajikan disebut pengertian, pengetahuan. Bagi budi praktis disebut kepaindaian, kebijaksanaan. Kebijakan kesusilaan menyempurnakan keinginan, yaitu dengan cara tengah.
4.   Kebajikan pokok, adalah kebajikan susila yang terpenting, meliputi:
a)      Menuntut keputusan budi yang benar guna memilih alat-alat dengan tepat untuk tujuan yang bernilai (kebijksanaan)
b)      Pengendalian keinginan kepada keputusan badaniah (pertahanan/pengendalian hawa nafsu inderawi).
c)      Tidak menyingkir dari kesulitan (kekuatan).
d)     Memberikan hak kepada yang memilikinya (keadilan).
C.  Kebahagiaan
1.   Kebahagiaan Subjektif
a)      Manusia merasa kosong, tak puas, gelisah, selama keinginannya tak terpenuhi.
Kepuasan yang sadar, yang dirasakan seseorang karena keinginannya memiliki kebaikan sudah terlaksana, disebut kebahagiaan. Ini merupakan perasaan khas makhluk yang berakal budi. Kebahagiaan sempurna terjadi, karena kebaikan sempurna dimiliki secara lengkap, sehingga memenuhi seluruh keinginan kita, yang tidak sempurna/ berisi kekurangan.[4]
b)      Seluruh manusia mencari kebahagiaan, karena tiap orang berusaha memenuhi keinginannya. Kebahagiaan merupakan dasar alasan, seluruh perbuatan manusia. Tetapi terdapat perbedaan tentang apa yang akan menjadi hal yang memberikan kebahagiaan. Biarpun seseorang memilih kejahatan, tetapi secara implisit ia memilihnya untuk mengurangi ketidakbahagiaan.
2. Kebahagiaan Objektif
a) Manusia berusaha melaksanakan dalam dirinya suasana kebahagiaan (sempurna) yang tetap. Ini tujuan subjektif bagi manusia.[5]
Terdapat berbagai aliran :
1)      Hedonisme
Kebahagiaan adalah kepuasan jasmani, yang dirasa lebih intensif dari kepuasaan rohaniah.
2)      Epikurisme
Suasana kebahagiaan, ketentraman jiwa, ketentangan batin, sebanya mungkin menikmati, sedikit mungkin menderita. Oleh sebab itu harus membatasi keinginan, cita-cita yang baik adalah menghilangkan keinginan yang tak dapat dicapai.
3)      Utilitarisme
Kebahagiaan adalah faedah bagi diri sendiri maupun masyarakat.[6]
4)      Stoisisme (Mazhab Cynika-Antisthenes)
Kebahagiaan adalah melepaskan diri dari tiap keinginan, kebiasaan, atau ikatan. Kebahagiaan tidak terlepas pada hal tersebut. Tidak terletak dalam kepuasan, tetapi pada “orang merasa cukup dengan dirinya sendiri” (Sutarkeia)- ini merupakan kebaikan dan kebajikan.
5)      Evolusionisme
Evolusionisme merupakan ajaran kemajuan, pertumbuahan, yang selalu dilakukan manusia, kendatipun tujuan akhir tak dikenal.
b) Pandangan Tentang Objek Kebahagiaan
      Apakah objek itu, sejajar, lebih rendah, atau lebih tinggi dari manusia?
 1)        Apa yang lebih rendah dari manusia, tergolong pada benda-benda yang tak dapat memenuhi seluruh kepuasan manusia. Berpengaruh pada sebagian kecil kehidupan manusia. Bahkan seringkali menimbulkan ketakutan dan kesusahan serta seluruhnya akan ditinggalkan, apabila kita mati.
Oleh sebab itu kekayaan, kekuasaan, tidak mungkin dapat merupakan tujuan akhir manusia, ia hanya sebagai alat.[7]
2)     Apakah kebahagiaan sempurna terletak pada kepuasan seluruh orang, jasmani dan rohani? Kepuasan, kegembiraan, selalu merupakan kesukaan, kegembiraan tentang sesuatu. Kesukaan adalah gejala yang mengiringi perbuatan dan lebih merupakan daya tarik untuk menggerakan ke arah tujuan. Pencapaian tujuan akhir akan membawa kesukaan tertinggi.
3)     Kebahagiaan sempurna harus dicari pada sesuatu yang ada di luar manusia. Oleh sebab itu objek satu-satunya, yang dapat memberi kebahagiaan sempurna pada manusia dan dengan sendirinya merupakan tujuan akhir objektif manusia adalah Tuhan.[8]
c)   Bukti secara positif, dengan memperlihatkan bahwa hanya Tuhan yang dapat memenuhi seluruh keinginan manusia, hanya Tuhan yang dapat memberi kebahagiaan yang sempurna. Jika tidak ada Tuhan, kebahagiaan sempurna tidak mungkin, karena manusia menuju seluruh kebenaran, dan keinginan menuju ke seluruh kebaikan.[9]
D. Tipe-tipe Kebaikan atau Kebahagiaan
            Sebagaimana yang telah kita lihat, seperti halnya Aristoteles, al-Ghazali menyampaikan kebahagiaan dengan kebaikan utama manusia. Tetapi berbeda dengan Aristoteles, ia membaginya kembali menjadi dua macam kebahagiaan utama, kebahagiaan ukhrowi dan kebahagiaan duniawi. Menurutnya yang pertama adalah kebahagiaan sejati sedangkan kebahagiaan duniawi hanyalah sebagai kebahagiaan yang bersifat metaforis. Keasyikan dengan kebahagiaan ukhrowi bagaimanapun tidak memalingkan perhatiannya dari jenis-jenis kebahagiaan atau kebaikan lainnya. Bahwa ia menyatakan bahwa apa pun yang kondusif bagi kebaikan utama maka itu merupakan kebaikan pula. Selanjutnya ia mengatakan, kebahagiaan ukhurowi itu sendiri tidak dapat dicapai tanpa kebaikan-kebaikan lainnya yang merupakan sarana untuk meraih tujuan kebaikan ukhurowi. Kebaikan-kebaikan ini adalah :[10]
a)      Empat kebaikan utama yang telah dibahas dan pada dasarnya identik dengan “dasar-dasar agama”.
b)      Kebaikan-kebaikan jasmaniah seperti kesehatan, kekuatan, hidup teratur dan panjang umur.
c)      Kebaikan-kebaikan eksternal seperti kekayaan, keluarga, kedudukan sosial dan kehormatan kelahiran.
d)     Kebaikan-kebaikan Tuhan seperti petunjuk (hidayah), bimbingan yang lurus (rusyd), pengarahan (tasdid) dan pertolongan (ta’yid).
Sebagian kebaikan ini seperti halnya kebaikan jiwa sangat esensial bagi kebahagiaan ukhrowi dan sebagian lainnya adalah esensial bagi kebaikan-kebaikan di atas dalam berbagai tingkatan. Maka kekayaan adalah sarana yang tak terpisahkan dari ketaqwaan dan kedermawanan dan merupakan pertolongan yang sangat berharga bagi anak-anak dan keluarga baik dalam keadaan sengsara maupun makmur.
            Hubungan kesenangan dengan kebahagiaan dibicarakan dalam pembahasan tentang tipe-tipe kebaikan yang lain. Kebaikan-kebaikan tersebut dibagi menjadi:
a)      Kebaikan yang bermanfaat baik secara terus-menerus maupun sewaktu-waktu.
b)      Kebaikan yang diinginkan baik dala dirinya sendiri maupun untuk mencari sesuatu yang lain.
c)      Kesenangan. Bagian (b) dan (c) tidak berhubungan, karena kesenangan di definisikan sebagai pencapaian suatu objek yang diinginkan dan keinginan didefinisikan sebagai kecenderungan jiwa untuk memegang atau memiliki objek yang dirindukan.
E.     Makna Kebahagiaan                                                                                                            Semua manusia mendambakan kebahagiaan dalam kehidupan. Kalau bisa kebahagiaan dirasakan baik diwaktu siang maupun malam, dalam rumah maupun dikantor. Namun tidak semua perjalanan manusia mencari kebahagiaan menemukan jalan dan cara-cara yang benar untuk meraihnya dalam islam. Pusat segala kebahagiaan adalah saat seseorang bertemu dengan Sang Khaliq, jika sudah mengetahui tentang itu maka yang baru kita lakukan adalah dengan menjauhkan diri dari yang dilarang dan dimurkai, yang ada hanya satu pilihan yaitu menerjakan segala yang diperintahn-Nya. Manusia sebagaimana ditegaskan oleh islam sebagai agama penyempurna, tidak akan memperoleh kebahagiaan didunia maupun diakhirat kecuali jika menyembah Allah semata. Dengan hanya menyembah Allah maka tujuan penciptaan manusia akan tercapai. Hal ini sebagaimana dapat dipahami dari firman-Nya.[11]                            
Dan Aku tidak menciptakaan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adz-Dzaariyat: 56).
Disamping dengan menyembah kepada Allah untuk merealisasikan kebahagiaan dunia maupun akhirat, manusia harus melaksanakan beberapa hal yang sangat penting berikut ini:                                                            
1. Beriman kepada Allah dan malaikkat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, Qadha dan Qadhar-Nya yang baik maupun yang buruk.          
2. Mengikuti ajaran islam dalam menjalani kehidupan dunia.
3. Konsisten dengan seluruh petunjuk yang tercakup dalam ajaran islam
   baik dalam masalah ibadah maupun berinteraksi antarsesama.
4. Senantiasa mengikuti ijma “konsensus” orang-orang muslim         yang
    saleh dan ijtihad orang-orang.[12]
F.     Akhlak dan Kebahagiaan                                                                                        Tujuan utama pendidikan akhlak dalam islam adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada didalam jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah swt. Inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan didunian dan diakhirat.[13]                       Akhlak mulia merupakan tjuan pokok dalam pendidikan akhlak islam ini. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam A-Qur’an.                                
Hal-hal yang dapat mendatangkan kebahagiaan[14]
1. Mencintai semua orang, ini tercermin ewat perkataan dan                             perbuatan.                                                                                                  
2. Toleran dan memberi kemudahan kepada sesama semua urusan    dan transaksi, seperti jual beli.
3. Menunaikan hak-hak keluarga, kerabat, dan tetangga tanpa harus diminta terlebih dahulu.                                                                                
4. Tidak memutuskan hubungan silaturrahmi dengan sesama.
5. Tidak kaku dan bersikap keras dalam berinteraksi dengan orang lain.      
6. Berusaha menghias diri dengan sifat-sifat terpuji.
Kebahagiaan yang dapat diperoleh jika kita senantiasa berakhlak kepada Allah swt semata.[15]
a.       Mendapat tempat yang baik dalam masyarakat.              
b.      Akan disenangi orang dalam pergaulan.
c.       Akan dapat dipelihara dari hukuman yang sifatnya manusiawi dan sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah swt.
d.      Orang yang bertakwa dan berakhlak mendapat pertolongan dan kemudahan dalam memperoleh keluhuran, kecukupan, dan sebutan yang baik.
e.       Jasa manusia yang berakhlak mendapat perlindungan dari segala penderitaan dan kesuksesan.
       Walau demikian untuk mendapatkan semua diatas yaitu meraih kebahagiaan, kesejahteraan, dan ridha Allah tidak begitu mudah. Manusia harus dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Juga dapat menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Dengan maksud dapat menempatkan sesuatu pada proporsi yang sebenarnya.
            Kebahagiaan yang lain yang didapat oleh orang karena akibat tindakan yang baik dan benar, berakhlak baik:
a.       Irsyad artinya dapat membedakan antara amal baik dan amal buruk.     
b.      Taufik perbuatan kita sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw dan dengan akal sehat.
c.       Hidayah berarti seseorang akan gemar melakukan yang baik dan terpuji serta menghindari yang buruk dan tercela. [16]         
G.    Paham Kebahagiaan Diri
Setelah ahli filsafat menyelidiki ukuran baik dan buruk secara ilmu pengetahuan, diantara mereka berpendapat bahwa ukuran itu adalah bahagia. Bahagia itu ialah tujuan akhir dari hidup manusia. Mereka mengartikan bahagia ialah kelezatan dan sepi dari kepedihan. Kelezatan bagi mereka ialah ukuran perbuatan.[17] Bagi paham ini, bila seseorang bimbang diantara perbuatan atau bimbang terhadap satu perbuatan ditinggalakan atau dilakukannya. Kalau berat kelezatannya berarti baiklah ia, kalau berat kepedihannya maka ia merdeka untuk memilihnya.[18]                                                                                                
H.    Bahagia dan Agama                                                                                                             Cara-cara mencapai kebahagiaan menurut agama, ada 4 perkara yaitu:
1. I’tikad yang bersih
2. Yakin
3. Iman
4. Agama
Berikut penjelasan dan masing-masing perkara:
1.        I’tikad           
I’tikad berasal dari bahasa arab. Asal kalimat ialah ‘aqada’ dipindahkan kepada i’taqada, artinya ikatan. I’tikad artinya berasal dari pada mengikat tepi-tepi barang atau mengikat suatu sudut pada sudut yang lain. Jadi timbulnya i’tikad didalam hati iaah setelah lebih dahulu fikiran itu terbang dan lepas entah kemana, tidak berjuang dan tak tentu tempat hinggapnya.[19]
2.   Yakin                                                                                                                          yakin artinya nyata dan terang. Yakin itu lawan dari ragu-ragu. Dan datangnya yakin itu setelah memperoleh bukti-bukti yang terang.11
 3.  Iman                                                                                                                            Iman artinya percaya, Iman adalah perkataan dan perbuatan ( Qaulun wa’amalun ) artinya perkataan hati dan indah, serta perbuatan hati daan anggota.
4.   Agama                                                                                                                         Menurut kata ahli bahasa terambil dari bahasa arab yaitu iqamah artinya pendirian. Agama ialaah buah / hasil kepercayaan dalam hati, yaitu ibadah yang terbit lantaraan telah ada i’tikad terlebih dahulu, menurut dan patuh karena iman.
I. Meraih Kebahagiaan
Kebahagiaan bukan dicapai dengan keinginan dan hasrat yang bersifat indrawi, tetapi diperoleh melalui pencapian keinginan dan hasrat yang bersifat rasional dalam memikirkan, membedakan dan megenal hakikatnya.[20]












BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kebaikan, kebajikan dan kebahagian  saling berkaitan. Kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jika tingkah laku tersebut menuju kesempurnaan manusia. Kebajikan adalah kebiasaan yang menyempurnakan manusia dan pengetahuan, kejahatan ketidaktahuan. Tidak ada orang berbuat jahat dengan sukarela. Sedangkan kebahagiaan merupakan salah satu motif yang menggerakkan perbuatan seseorang sehingga sangat mempengaruhi tingkah laku seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam kehidupan sehari- hari kebahagiaan dapat mempunyai pengertian kegembiraan dan bahagia.









DAFTAR PUSTAKA

Amin , Ahmad. 1995. Etika (Ilmu Akhlak), Jakarta: Bulan Bintang.
Fakhry, Majid. 1996. Etika dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hamka. 1987. Tasawuf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas.
Khalil, Ahmad. 2007. Merengkuh Kebahagiaan, Malang: UIN-Malang.
Mahmud, Ali Abdul Halim. 2014. Akhlak Mulia, Jakarta: Gema Insani.
Zubair, Achmad Charis. 1995. Kuliah Etika, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
http://Wardonojakarimba.blogspot.com



[1] Achmad charris Zubair, Kuliah Etika,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995),hlm.81.
[2] Ibid,hlm.82
[3] Ibid,hlm.84
[4] Ibid,hlm.85.
[5] Ibid,hlm.86.
[6] Ibid,hlm.87.
[7] Ibid,hlm.88.
[8] Ibid,hlm.89.
[9] Ibid,hlm.90.
[10] Majid Fakhry, Etika dalam Islam,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.1996),hlm.135.

[11] Wardonojakarimba.blogspot.com. diakses  15 september 2014
[12] Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2014),hlm.157
[13] Ibid, hlm.159
[14] Ibid, hlm.159
[15] H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2005),hlm.26
[16] Ibid, hlm.27
[17] Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1995),hlm.90
[18] Ibid, hlm.91
[19] Hamka, Tasawuf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas.1987),hlm.55
[20] Ahmad Khalil, Merengkuh Kebahagiaan, (Malang: UIN-Malang, 2007),hlm.143

Tidak ada komentar:

Posting Komentar