NILAI ORANG YANG BERILMU
QS. AL MUJADALAH 11
Naila Zulfa
(2021115002)
Kelas D
JURUSAN TARBIYAH PAI
INSTITUT AGAMA NEGERI ISLAM (IAIN)
PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “Nilai Orang yang Berilmu”
. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan
yang lurus berupa ajaran agama Islam. Dan juga kami berterima kasih kepada
bapak Muhammad Hufron MSI, selaku dosen mata Tafsir Tarbawi yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenaiTafsir Tarbawi. Semoga makalah
ini dapat di pahami dan bermanfaat bagi kita semua. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.
Pekalongan, 4 september 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Islam diturunkan sebagai rahmatan
lil ‘alamin. Untuk itu, maka diutuslahRasulullah SAW untuk
memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang mengantarkan manusia
pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu
melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT.
Dengan pendidikan yang baik, tentu akhlak manusia pun juga akan lebih
baik. Tapi kenyataan dalam hidup ini, banyak orang yangmenggunakan akal dan
kepintaraannya untuk maksiat. Banyak orang yang pintar dan berpendidikan justru
akhlaknya lebih buruk dibanding dengan orang yang tak pernah sekolah. Hal ini
terjadi karena tidak seimbangnya
ilmu dunia dan akhirat . Ilmu pengetahuan dunia rasanya kurang kalau
belum dilengkapi dengan ilmuagama atau akhirat. Orang yang berpengetahuan luas
tapi tidak tersentuh ilmu agamasama sekali, maka dia akan sangat mudah terkena
bujuk rayu syaitan untuk merusak bumi, bahkan merusak sesama manusia
dengan berbagai tindak kejahatan. Disinilahalasan
mengapa ilmu agama sangat penting dan hendaknya diajarkan sejak kecil. Kalau bisa,
ilmu agama ini lebih dulu diajarkan kepada anak sebelum anak tersebut
menerimailmu dunia. Kebodohan adalah salah satu faktor yang menghalangi
masuknya cahayaIslam. Oleh karena itu,
manusia membutuhkan terapi agar menjadi makhluk yang muliadan dimuliakan oleh
Allah SWT.
B.
“Kedudukan
Orang Berilmu (Nilai Orang Yang Berilmu)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي
الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ
دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًٌ
Artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, apabila dikatakan kepadamu: ‘berlapang-lapanglah dalam majelis’, maka
lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan; ‘Berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang di beri ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mngetahui apa yang kamu kerjakan,”
(Q.S Al-Mujadilah, 58; 11)
C. Apa Arti Penting Tema Ini Untuk di Kaji ?
Surat Al- Mujadilah 11 sangat penting untuk dikaji dan
dipelajari karena di dalam surat ini terkandung banyak nilai-nilai kehidupan
yang sangat baik untuk di laksanakan. Contohnya seperti memiliki akhlaq yang
baik, dan perintah memberi kelonggaran dalam suatu majelis dan tidak
merapatkannya apabila hal itu mungkin, sebab yang demikian ini akan menimbulkan
rasa cinta di dalam hati dan kebersamaan dalam mendengarkan hukum-hukum
agama. Orang yang melapangkan kepada
hamba-hamba Allah pintu-pintu kebaikan dan kesenangan, akan dilapangkan baginya
kebaikan-kebaikan didunia dan akhirat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Pengertian
1.
Pengertian
Nilai Moral
Etika yaitu pembahasan
tentang baik-buruknya perilaku manusia berdasrkan dalil-dalil tertentu, bila
dalil naqli (Al-Qur’an hadist) namanya
akhlaq, bila dalil aqli namanya etika, dan bila bersandar pada budaya
masyarakat namanya moral. [1]
B.
Tafsir Ayat
1.
Tafsir
Al-Misbah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي
الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا
فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا
الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, apabila dikatakan kepadamu: ‘berlapang-lapanglah dalam majelis’, maka
lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan; ‘Berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang di beri ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mngetahui apa yang kamu kerjakan,”
(Q.S Al-Mujadilah, 58; 11)[2]
Larangan berbisik yang diuraikan oleh ayat-ayat yang lalu merupakan salah
satu tuntunan akhlak guna membina hubungan harmonis antara sesama. Berbisik di
tengah orang lain mengeruhkan hubungan melalui pembicaraan itu. Ayat diatas
masih merupakan tuntunan akhlaq. Ayat ini menyangkut perbuatan dalam satu
majelis. Ayat diatas memberi tuntunan bagaimana menjalin hubungan harmonis
dalam satu majelis. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, apabila
dikatakan kepadamuoleh siapa pun: “berlapang-lapanglah, yakni
berupayalah dengan sungguh-sungguh walau dengan memaksakan diri untuk memberi
tempat orang lain, dalam majelis-majelis, yakni suatu tempat, baik
tempat duduk maupun bukan untuk duduk, apabila diminta kepada kamuagar
melakukan itu maka lapangkanlah tempat itu untuk orang lain itu dengan
sukarela. Jika kamu melakukan hal itu tersebut, niscaya Allah akan
melapangkansegala sesuatu buat kamu dalam hidup ini. Dan apabila
dikatakan: Berdirilah kamu ke tempat yang lain, atau untuk diduduki
tempatmu buat orang yang lebih wajar, atau bangkitlah untuk melakukan sesuatu
seperti untuk shalat dan berijtihad, maka berdiri dan bangkit-lah
, Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu, wahai
yang memperkenankan tuntunan ini, dan orang-orang yang diberi ilmupengetahuan
beberapa derajat kemuliaan didunia dan diakhirat dan Allah terhadap
apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa datang Maha Mengetahui.
Ada riwayat menyatakan bahwa ayat
diatas turun pada hari jum’at. Ketika itu, Rasul saw. Berada disuatu tempat
khusus buat para sahabat yang terlibat dalam perang Badar karena besarnya jasa
mereka. Nah, ketika majelis berlangsung beberapa orang dianta sahabat-sahabat
tersebut hadir, lalu mengucapkan salam kepada Nabi saw. Nabi pun menjawab,
selanjutnya mengucapkan salam kepada hadirin, yang juga di dijawab, namun
mereka tidak memberi tempat. Para sahabt itu terus saja berdiri. Maka, Nabi saw
memerintahkan kepada sahabt-sahabanya yang lain yang tidak terlibat dalam
perang Badar untuk mengambil tempat lain
agar para sahabat yang berjasa itu duduk didekat Nabi saw. Perintah Nabi itu
mengecilkan hati mereka yang disuruh berdiri berdiri dan ini digunkan oleh kaum
munafikin untuk memecah belah dengan berkata: “ Katanya Muhammad berlaku adil,
tetpai ternyata tidak “. Nabi yang mendengar kritik itu bersabda : “ Allah
merahmati siapa yang memberi kelapangan bagi saudaranya”. Kaum berimna
menyambut tuntunan Nabi dan ayat di atas pun turun mengukuhkan perintah dan
sabda Nabi itu.
Apa yang dilakukan Rasul saw,
terhadap sahabat-sahabat beliau yang memiliki jasa besar itu dikenal juga dalam
pergaulan internasional dewasa ini. Kita mengenal ada yang dinamai peraturan
protokolerm dimana penyandang kedudukan terhorat memiliki tempat-tempat
terhormat di samping kepala Negara karena memang, seperti penegasan Al-Qur’an ,
bahwa yang artinya: Tidaklah sama antara mukmin yang duduk selain yang
mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad dijalan Allah denga harta
mereka dan jiwa mereka. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta
dan diri mereka atau orang-orang yang
duduk, satu derajat. Kepada masing-masing Allah menjanjikan pahala yang besar.(QS.al-Hadid
57 : 10).
Kata (تفسحوا) tafassahudan
(افسحوا)ifsahuterambil
dari kata (فسح)fasahayakni lapang. Sedang, kata (انشزوا) unsyzuterambil
dari kata (نشوز)nusyuz, yakni tempat yang tinggi. Yang dimaksud
disini pindah ketempat lain untuk memberi kesempatan kepada yang lebih wajar
duduk atau berada di tempat yang wajar ppindah itu atau bangkit melakukan satu
aktivitas positif. Ada juga yang memahaminya berdirilah dari rumah Nabi, jangan
berlama-lama disana, karena boleh jadi ada kepentingan Nabi saw. yang lain dan
yang perlu segera beliau hadapi.
Kata (مجا لس)majalisadalah
bentuk jamak dari kata (مجلس)majlis. Pada mulanya berarti tempat duduk. Dalam
konteks ayat ini adalah tempat Nabi Muhammad saw. memberi tuntunan agama ketika
itu. Tetapi, yang dimaksud disini adalah tempat keberadaan agama secara
mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri, atau bahkan tempat berbaring.
Karena, tujuan perintah atu tuntunan ayat ini adalah memberi tempat yang wajar
serta mengalah kepada orang-orang yang dihormati atau yang lemah. Seorang non
muslim sekalipun jika anda wahai yang muda duduk dibus, sedang dia tidak
mendapat tempat duduk, adalah wajar dan beradab jika Anda berdiri untuk
memberinya tempat duduk.
Al-Qurthubi menulis
bahwa bisa saja seseorang mengirim pembantunya kemasjid untuk mengambilkan
untuknya tempat duduk, asalkan sang pembantu berdiri meningggalkan tempat itu
ketika yang mengutusnya datang dan duduk. Di sisi lain, tidak diperkenankan
meletakkan sajadah atau semacamnya untuk menghalangi orang lain untuk duduk
ditempat itu.
Ayat diatas tidak
menyebut secara tegas bahwa Allah akan meninggikanderajat orang yang
berilmu. Tetapi, menegaskan bahwa mereka memiliki derajat, yakni yang lebih
tinggi dari pada yang sekedar beriman. Tidak disebutnya kata meninggikanitu
sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang dimilikinya itulah yang berperanan
besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya, bukan akibat dari faktor di
luar ilmu itu.
Tentu saja, yang
dimaksud dengan (الذين اوتوالعلم) aladzina utu al-ilm/ yang diberi pengetahuan adalah
mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti
ayat diatas membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama
sekadar beriman dan beramal salaeh dan yang kedua beriman dan beramal saleh
serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih tinggim
bukan saja karena ilmu yang disandangnya , tetapi juga amal dan pengajarannya
kepada pihak lain, baik secara lisan, atau tulisan, maupun dengan keteladanan.
Ilmu yang dimaksud oleh
ayat diatas bukan saja ilmu agama, tetapi ilmu apapun yang bermanfaat. Dalam
QS.Fathir (35): 27-28, Allah menguraikan sekian banyak makhluk Illahi dan
fenomena alam, lalu ayat tersebut ditutup dengan menyatakan bahwa: Yang
takutdan kamgum kepada Allah dan hamba-hamba-Nya hanyalah ulama,. Ini
menunjukkan bahwa ilmu dalam pandangan Al-Qur’an bukan hanya ilmu agama. Di
sisi lain, itu juga menunjukkan bahwa ilmu haruslah menghasilkan khassyah, yakni
rasa takut dan kagum kepada Allah, yang pada gilirannya mendorong yang berilmu
untuk mengamalkan ilmunya serta memanfaatkannya untuk kepentingan makhluk. Rasul
saw, sering kali berdoa : Allahumma inni a’udzu bika min ‘ilm(in) la yanfa’ (aku
berlindung kepada-Mu gdari ilmu yang tidak bermanfaat).
2.
Tafsir Al-Maraghi
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ
اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ
آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman,
apabila dikatakan kepadamu: ‘berlapang-lapanglah dalam majelis’, maka
lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan; ‘Berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang di beri ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mngetahui apa yang kamu kerjakan,”
(Q.S Al-Mujadilah, 58; 11)
a. Penafsiran kata-kata sulit
تَفَسَّحُوا : lapangkanlah dan hendaklah sebagian kamu
melapangkan kepada sebagian yang lain. Ini berasal dari kata mereka isfah
‘Anni, artinya menjauhlah dariku.
يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ : Allah melapangkan rahmat dan rezekinya untukmu.
انْشُزُوا : bangkitlah untuk memberi kelapangan kepada
orang-orang yang datang.
فَانْشُزُوا : bangkitlah kamu dan jangan berlambat-lambat.
يَرْفَعِ اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا :
Allah meninggikan kedudukan mereka pada hari kiamat.
وَالَّذِينَ أُوتُوا
الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ :
Allah meninggikan orang-orang yang berilmu di antara mereka , khususnya
derajat-derajat dalam kemuliaan dan ketinggian kedudukan.
b. Pengertian secara umum
Sesudah allah melarang para hamba dari berbisik-bisik
mengenai dosa dan pelanggaran yang menyebabkan permusuhan, Allah memerintahkan
pada mereka sebab kecintaan dan kerukunan diantara orang-orang mukmin. Dan di
antara sebab kecintaan dan kerukunan itu adalah melapangkan tempat di majlis(
pertemuan) ketika ada orang yang datang, dan bubar apabila diminta dari kalian
untuk bubar.
Apabila kalian melakukan demikian itu, maka Allah akan
meninggikan tempat-tempat kalian didalam surga-surgaNya dan menjadikan kalian
termasuk orang-orang yang berbakti tanpa kekhawatiran dan kesedihan.[3]
C.
Aplikasi Dalam
Kehidupan
Ayat di atas
memberikan tuntunan, bagaimana menjalin hubungan yang harmonis. Ayat ini
menyeru kaum beriman bahwa apabila dikatakan kepada siapa pun: “ Berupayalah
dengan sungguh-sungguh, walau dengan memaksakan diri untuk memberi tempat orang
lain dalam majelis-majelis, baik tempat itu tempat duduk maupun bukan tempat
duduk, maka lapangkanlah tempat itu dengan suka rela agar kamu dapat berbagi
dengan orang lain. Jika itu kamu lakukan niscaya Allah akan melapangkan segala
sesuatu bagi kamu dalam hidup ini: dan apabila dikatakan “ berdirilah ke tempat
lain, atau untuk diduduki tempatmu oleh orangyang lebih wajar, atau bangkitlah
untuk melakukan sesuatu seperti untuk shalat dan ber ijtihad, maka berdiri dan
bangkitlah. Allah swt. akan meninggikan derajat orang-orang beriman diantara
kamu, wahai yang memperkenankan tuntunan ini dan oarang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan, peninggian dengan beberapa derajat kemuliaan di dunia dan di
akhirat. Allah swt. maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa
datang. [4]
D.
Aspek Tarbawi
Aspek
tarbawi dari surat di atas adalah : [5]
1.
Berbagi dengan
orang lain baik menyangkut tempat duduk, maupun selainnya, merupakan salah satu
pertanda akhlaq yang mulia dan pendorong lahirnya hubungan harmonis.
2.
Memberi/
menetapkan tempat-tempat istimewa bagi yang berjasa/ yang dihormati, seperti
orang tua dan guru, merupakan cara yang terpuji. Rasul saw. pun melakukan hal
tersebut , antara lain, terhadap yang terlibat dalam perang badar.
3.
Yang beriman
dan berilmu mempunyai derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
sekedar beriman tanpa berilmu. Ketinggian itu bukan saja karena amal dan
pengajarannya kepada pihak lain baik secara lisan, atau tulisan maupun
keteladanan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Tema utama surat ini adalah
persoalan zhihar, di samping uraian tentang etika yang hendaknya
diperhatikan dalam majelis-majelis, serta apa yang hendaknya dilakukan sebelum
menghadap Nabi Muhammad, dengan kata lain tema surat ini merupakan pendidikan
bagi masyarakat yang didalamnya mengajak kita menjadi pribadi yang ber akhlaq
mulia, karena Allah mengetahui segala perbuatan kita, jika kita berbuat baik
maka allah pun akan membalas dengan kebaikan begitu juga sebaliknya .
B.
PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun
dengan segala kemampuan dan keterbatasan kami. Maka dari itu, kritik dan saran
selalu kami tunggu demi perbaikan. Dan semoga makalah ini mudah difahami dan
bermanfaat di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Khanafie imam, filsafat islam pendekatan tematik, stain
press, pekalongan: 2006
Shihab Quraishi, Tafsir Al- Misbah, Lentera Hati,Jakarta: 2002
Shihab Quraishi , Al Lubab, Lentera Hati, Tanggerang:
2012
Musthofa
Ahmad, terjemah tafsir al maraghi, semarang 1986
TENTANG PENULIS
NAILA
ZULFA lahir di Desa Sidorejo- Comal- Pemalang, pada tanggal 30 September 1996.
Masa kanak-kanaknya pagi sekolah di TK Salafiyah Sidorejo dan sore hari sekolah
di TPQ Salafiyah Sidorejo. Setelah tamat dari SD N 01 Sidoerjo saya melanjutkan
untuk menimba Ilmu di Pondok Pesantren Ribatul Muta’allimin Pekalongan , tidak
hanya itu saya juga melanjutkan pendidikan formal di MTs dan MA Ribatul
Muta’allimin dari tahun 2009-2015 . dan Pendidikan non formal di Madrasah
Diniyah ibtida’iyah sampai Madrasah Diniyah Aliyah di Pondok itu juga dari
tahun 2009-2016.
Tahun 2015
mengambil jurusan Tarbiyah PAI di STAIN Pekalongan.Dalam kesehariannya, saya
sebagai Mahasiswa STAIN Pekalongan, dan Guru di TPQ Salafiyah Sidorejo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar