Laman

Selasa, 14 Maret 2017

tt2 a5e USAHA NYATA MERUBAH NASIB (QS. Ar-Ra’du : 13)

PRINSIP ETOS KERJA
USAHA NYATA MERUBAH NASIB (QS. Ar-Ra’du : 13)

Nova Jazilah (202 111 5128)
Kelas A

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017


KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Swt. yang telah memberikan begitu banyak limpahan nikmat sehingga di antara nikmat-Nya tersebut penulis dapat menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah dalam rangka nenuntut ilmu.
Shalawat beriringkan salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada baginda kita yang telah menuntun umatnya dari zaman jahiliah menuju zaman ilmiah yakni Nabi besar Muhammad saw. juga kepada keluarganya, para sahabatnya, tabi’in dan tabi’atnya, serta sampai kepada kita selaku umatnya hingga hari kiamat Amiin.
Selanjutnya makalah yang berada di hadapan pembaca merupakan uraian materi yang ditulis mengacu kepada silabus mata kuliah Tafsir Tarbawi II  yaitu tentang  “PRINSIP ETOS KERJA (Usaha Nyata Merubah Nasib)”. Yang Alhamdulillah telah selesai ditulis. Tidak akan ada kata selesai disusun makalah ini melainkan dukungan dari semua pihak baik dari orang tua dan dari Muhammad Hufron, M.S.I selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi II, baik dukungan dari segi moril maupun materil. Untuk itu penulis sampaikan banyak terima kasih.
Sudah barang tentu dalam makalah ini tidak luput dari kekeliruan ataupun kekurangan baik dalam materi maupun dalam hal ikhwal penyusunan. Untuk itu penulis bermohon maaf dan tak lupa untuk sedia menerima berbagai masukan yang bersifat membangun untuk penyempurnaannya.
                                                                                   

                                                                                    Pekalongan, 03 Maret 2017


                                                                                                   Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Takdir merupakan hal penting yang harus dipercayai oleh setiap muslim. Karena sesesungguhnya takdir kita telah ditentukan oleh Allah jauh sebelum kita diciptakan oleh Allah. Jadi mempercayai takdir dengan sepenuh hati merupakan cerminan keimanan seseorang. Semakin tinggi iman seseorang semakin yakinlah bahwa segala yang diberikan Allah kepadanya merupakan ketentuan yang telah ditentukan. Dan jikalau imannya rendah maka dia akan menyesali setiap musibah yang ditimpakan kepadanya. Perlu diingat bahwa, setiap hal yang telah ditentukan pasti terjadi. Dan takdir itu ada yang bisa dirubah dengan berusaha, yaitu dengan do'a dan usaha. Jikalau kita berhasil maka sesungguhnya Allahlah yang memindahkan kita dari takdir yang jelek ke takdir yang baik.
Usaha atau perjuangan adalah kerja keras untuk mewujudkan cita–cita. Setiap manusia harus kerja keras untuk melanjutkan hidupnya. Sebagian hidup manusia adalah usaha atau perjuangan, perjuangan untuk hidup dan ini sudah kodrat manusia. Tanpa usaha atau perjuangan manusia tak dapat hidup sempurna. Apabila manusia ingin menjadi kaya, ia harus kerja keras. Bila seseorang ingin menjadi ilmuwan, ia harus rajin belajar dan mengikuti semua ketentuan akademik.
Dalam agamapun diperintahkan untuk kerja keras, sebagaimana hadist yang diucapkan Nabi Besar Muhammad S.A.W yang ditunjuk kepada para pengikutnya “Bekerjalah kamu seakan-akan kamu hidup selama-lamanya, dan beribadahlah kamu seakan-akan kamu akan mati besok”.

B.     Tema dan Judul
Dalam kesempatan kali ini penulis akan membahas tema ”PRINSIP ETOS KERJA” dengan judul “USAHA NYATA MERUBAH NASIB”. Menyesuaikan dengan tugas yang telah diterima penulis.
C.    Nash dan Arti
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللهِ إِنَّ اللهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ﴿۱۱﴾
Artinya:                      
Baginya (manusia)   ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum,maka tidak ada yang dapat  menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Qs. Ar-Ra’d/ 13 : 11)[1]
D.    Arti Penting Pengkajian Materi
Dalam Qur’an surah Ar-Ra’du : 13 ini penting untuk dikaji, sebab di dalamnya dijelaskan bahwa Manusia memiliki para malaikat yang mengawasinya. Jika manusia mengetahui, bahwa ada para malaikat yang mencatat segala amalanya, maka dia akan berhati-hati agar tidak terjerumus ke perbuatan maksiat. Dalam ayat ini juga terdapat ikhtiar manusia, dan ikhtiar itu terasa sendiri oleh masing-masing kita. Kalimat “Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum hingga kaum itu mengubah keadaan yang ada pada dirinya” yang jelas-jelas tertulis dalam ayat ini tentu saja akan selalu menjadi kalimat motivasi bagi kita.  Kalimat tersebut juga memberikan kita pemahaman bahwa kitalah yang bertanggung jawab atas nasib yang kita dapatkan di zaman dahulu, sekarang, dan yang akan datang. 
















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Teori
Takdir adalah hukum Allah. Hukum yang ditetapkan berdasarkan pada ketentuan, daya, potensi, ukuran, dan batasan yang ada pada sesuatu yang ditetapkan hukumnya. Takdir juga dapat dibagi menjadi dua hal yang saling berlawanan, yaitu tetap (mubram, hatami, musayyar) dan berubah (ghairu mubram atau mu’allaq, ghairu hatami, dan mukhayyar).[2] Takdir mubram yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan. Contoh: Jenis kelamin, Ciri-ciri fisik, dll. Sedangkan takdir mu’allaq yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Disebut juga dengan takdir yang tertulis di Lauh Mahfudh yang masih mungkin berubah jika Allah menghendaki.[3]
Ikhtiar berasal dari bahasa Arab (إخْتِيَارٌ) yang berarti mencari hasil yang lebih baik. Adapun secara istilah, pengertian ikhtiar yaitu usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi. Maka, segala sesuatu baru bisa dipandang sebagai ikhtiar yang benar jika di dalamnya mengandung unsur kebaikan. Tentu saja, yang dimaksud kebaikan adalah menurut syari’at Islam, bukan semata akal, adat, atau pendapat umum. Dengan sendirinya, ikhtiar lebih tepat diartikan sebagai “memilih yang baik-baik”, yakni segala sesuatu yang selaras tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Di dunia ini, manusia diwajibkan berikhtiar dan berusaha mencapai segala yang dicita-citakan demi kebahagiaan dunia akhirat. Oleh karena itu, kaum mukmin pula wajib berikhtiar dan berusaha sekuat tenaga meskipun kita telah beriman dan mempercayai benar-benar bahwa semua ketentuan datangnya dari Allah SWT agar lepas dari ketentuan jelek dan buruk, serta berjuang hanya mendapatkan ketentuan yang baik saja.
Dengan demikian, setiap mukmin wajib bekerja keras agar tidak jatuh miskin, giat belajar agar berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat, senantiasa memelihara kesehatan, dan sebagainya. Sebab kita tidak mengetahui takdir Allah yang mana yang diperlukan bagi kita. Sehingga, setiap mukmin tidak dibenarkan berdiam diri dan pasrah kepada takdir Allah, tetapi harus berjuang mecari kemaslahatan-kemaslahatan dunia dan akhirat, serta berusaha menghindari perbuatan mungkar dan maksiat.[4]

B.     Penafsiran Ayat
1.      Tafsir Al-Lubab
Ayat ini menegaskan bahwa Allah Swt. tidak mengubah keadaan suatu kaum dari positif ke negatif atau sebaliknya dari negatif ke positif sampai mereka mengubah terlebih dahulu apa yang ada pada diri mereka, yakni sikap mental dan pikiran mereka sendiri. Ayat ini melanjutkan bahwa apabila Allah Swt. menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka ketika itu berlakulah ketentuanNya di atas, yakni yang berdasar sunnatullah atau hukum-hukum kemasyarakatan yang ditetapkanNya. Dan bila itu terjadi maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada satupun pelindung baginya selain Allah Swt.[5]

2.      Tafsir Al-Azhar
“Baginya ada penjaga-penjaga yang bergiliran, di hadapannya dan di belakangnya, mereka memeliharanya dengan perintah Allah Swt.”. Artinya, bahwasannya malaikat-malaikat sengaja disediakan oleh Allah Swt. untuk menjaga kita seluruh makhluk ini dengan bergiliran. Maka tersebutlah di dalam beberapa hadits bahwasannya makhluk itu dijaga terus oleh malaikat, ada yang bernama malaikat Raqib dan ‘Atid, menjaga caranya manusia beramal. Raqib menuliskan amalan yang baik, ‘Atid menuliskan amalan yang jahat. Dan tersebut juga di dalam hadits bahwasannya ada malaikat yang menjaga semata-mata malam hari, datangnya bergiliran pada waktu shubuh dan sehabis waktu ashar.
Kemudian datanglah sambungan ayat : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum, sehingga mereka ubah apa yang ada pada diri mereka (sendiri)”. Inilah ayat yang terkenal tentang kekuatan dan akal budi yang dianugrahkan Allah Swt. kepada manusia sehingga manusia itu mampu bertindak sendiri dan mengendalikan dirinya sendiri di bawah naungan Allah Swt. Dia berkuasa atas dirinya dalam batas-batas yang ditentukan oleh Allah Swt. Sebab itu maka manusia itupun wajiblah berusaha sendiri pula menentukan garis hidupnya, jangan hanya menyerah saja dengan tidak berikhtiar.
“Dan apabila Allah kepada suatu kaum hendak mendatangkan celaka, maka tidaklah ada penolaknya. Dan selain daripadaNya tidaklah ada bagi mereka pelindung.” (ujung ayat 11)
Perhatikanlah ayat ini dengan seksama, terdapat bunyi wahyu bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum kalau tidak suatu kaum itu sendiri yang merubah nasib dirinya. Di situ terdapat ikhtiar manusia. Dan ikhtiar itu terasa sendiri oleh masing-masing kita. Kekayaan jiwa yang terpendam dalam batin kita, tidaklah akan menyatakan dirinya keluar, kalau kita sendiri tidak berikhtiar dan berusaha. Kekhilafan kita mengambil jalan yang salah dapat saja menyebabkan kita terperosok ke dalam jurang malapetaka.
Membaca ayat ini hendaklah lengkap, jangan di tengahnya saja, “Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu sendiri yang merubah nasibnya”. Sebab kalau itu saja yang dibaca, kita akan tertipu oleh kekuatan diri kita sendiri dan mungkin akan banyak terbentur. Tetapi teruskan “Dan apabila Allah hendak menimpakan celaka, maka tiadalah ada penolaknya”. Sebab kecelakaan itu sering kali datang dari tempat yang tidak kita sangka-sangka. “Dan selain daripadaNya, tidaklah ada bagi mereka pelindung”.[6]
3.      Tafsir Al-Maraghi
Manusia dikelilingi empat malaikat .
لَهُ مُعَقَّبَا تٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ  manusia mempunyai para malaikat yang bergiliran mengawasinya di waktu malam  dan siang hari, menjaganya dari bahaya ,dan mengawasi kedaannya,sebagaimana para malaikat yang lain bergantian mengawasi perbuatannya. Ada para malaikat di waktu malam dan ada para malaikat diwaktu siang. Dua masing-masing berada disamping kanan dan kiri untuk mencatat perbuatannya. Dan dua lain menjaga dan memeliharanya satu dari belakang dan  satu lagi dari depan. Jadi, dia diapit oleh 4 malaikat diwaktu siang dan 4 malaikat diwatu malam secara bergantian , 2 malaikat penjaga dan 2 malaikat pencatat amal.
Perkara pencatatan tidak mustahil bagi akal.
يَحْفَظُوْ نَهُ مِنْ أَمْرِاللهِ  “Para malaikat itu menjaga manusia dengan perintah, izin, dan pemeliharaan Allah Ta’ala”. Ibnu Abbas mengatakan, mereka adalah para malaikat yang mengawasi di waktu malam, mencatat perbuatan manusia, dan menjaganya dari depan dan belakangnya. Penjagaan ini atas perintah dan izin Allah , karena tidak ada seorangpun diantara para malaikat dan makhluk lain yang dapat melindungi seseorang dari ketetapan Allah atasnya kecuali dengan perintah dan izin-Nya.  Maka jika datang takdir Allah, para malaikat itu meninggalkannya. Ali mengatakan tidak ada seorang hambapun kecuali Dia disertai oleh para malaikat yang menjaganya dari tertimpa dinding, jatuh kesumur, dimakan binatang buas, tenggelam atau terbakar. Tetapi, jika takdir datang,mereka akan meninggalkannya.
Kezaliman : Pertanda Rusaknya Kemakmuran
  أِنَّ اللهَ لَا يُغَيّرُ  مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوْا مَا بِأَ نْفُسِهِمْSesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum”, berupa nikmat serta kesehatan, lalu mencabutnya dari mereka, ”sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri”, seperti kezaliman sebagian mereka terhadap sebagian yang lain, dan kejahatan yang menggerogoti tatanan masyarakat serta menghancurkan umat, seperti bibit penyakit menghancurkan individu
وَاِذَا أَرَادَ اللهُ بِقَوْمٍ سُوْءًا فَلَا مَرَدّ لَهُ Apabila Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum” seperti penyakit kemiskinan dan musibah lain yang di sebabkan oleh olah mereka sendiri, maka tidak ada seorangpun yang dapat melindungi mereka dari padanya, tidak pola menolak apa yang telah ditakdirkan Allah  kepada mereka.
وَمَا لَهُمْ مِنْ دُوْ نِهِ مِنْ وَالٍ  mereka tidak mempunyai selain Allah Ta’ala, seorang yang dapat menolong mereka, sehingga mendatangkan manfaat dan menolak kemudaratan dari mereka Tuhan–Tuhan yang mereka jadikan tidak dapat melakukan sedikitpun dari semua itu, tidak pula dapat menolak bahaya dari dirinya  sendiri, lebih-lebih menolaknya dari yang lain.[7]
4.      Tafsir Ibnu Katsir
Bagi manusia ada malaikat –malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya”. Yakni seorang hamba memiliki sejumlah malaikat yang datang bergantian. Malaikat itu menjaganya malam dan siang serta memeliharanya dari aneka keburukan dan kejadian. Malaikat lainpun datang bergantian untuk menjaga amal hamba baik yang baik maupun yang buruk.
Mereka menjaganya atas perintah Allah.” Mereka menjaganya atas perintah Allah dengan seizin Allah .
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah yang ada pada diri mereka sendiri.“ Ibnu Abbas Hatim meriwayatkan dari Ibrahim, dia berkata: Allah mewahyukan kepada salah satu seorang nabi Bani Israil : katakanlah kepada kaummu,”Tidaklah penduduk suatu negeri dan tidaklah penghuni suatu rumah yang berada dalam ketaatan kepada Allah, kemudian mereka beralih kepada kemaksiatan terhadap Allah melainkan Allah mengalihkan dari mereka apa yang mereka cintai kepada apa yang mereka benci.” Kemudian Ibrahim berkata: pembenaran atas pernyataan itu terdapat pada kitab Allah,”Sesungguhnya Allah tidah mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.”[8] 
C.    Aplikasi dalam Kehidupan Sehari-hari
Setelah mempelajari surah Ar-Ra’du : 13 ini, maka dalam kehidupan kita sehari-hari, kita dapat mempraktikkan beberapa hal berikut, yaitu : kita tidak boleh hanya berpangku tangan dan berserah diri saja kepada Allah Swt., namun kita harus berikhtiar atau berusaha sendiri merubah nasib kita kepada yang lebih baik, kita harus berusaha mencapai kehidupan yang lebih bahagia dan lebih maju. Namun, kitapun mesti sadar bahwa tenaga kita sebagai insan amat terbatas. Oleh karena itu, disamping kita berusaha, kita juga harus senantiasa berdo’a meminta pertolongan dan petunjuk dari Allah Swt.
Sebagai muslim kita tidak boleh menyerah saja kepada takdir, tetapi kita juga harus percaya akan adanya takdir. Kita mesti tahu bahwam Allah tidak akan merubah nasib kita, kalau kita sendiri tidak berusaha merubahnya. Tetapi kita pun percaya bahwa di dalam perjalanan hidup kita akan bertemu dengan kecelakaan yang kita tidak disangka-sangka. Sebab itu maka di dalam segala kegiatan hidup, kita tidak boleh melepaskan ingatan kita kepada Allah karena tidak ada pelindung bagi diri kita selain Allah.
D.    Aspek Tarbawi
1.      Allah Swt. memerintahkan malaikat-malaikat untuk mencatat segala macam aktifitas manusia agar kelak di hari kemudian menjadi bukti atas apa yang dilakukan, maka kita harus berhati-hati dalam melakukan berbagai hal.
2.      Jangan takut kepada sesama makhluk cipataan Allah, karena Allah telah mengirimkan malaikat malam dan siang untuk menjaga kita.
3.      Takutlah hanya  kepada Allah SWT semata.
4.      Sebagai seorang hamba kita harus meminta perlindungan dan pertolongan hanya pada Allah Swt.
5.      Hendaknya kita selalu berusaha dibarengi dengan niat serta do’a agar apa yang kita inginkan bisa tercapai.
6.       Kita harus Ingat  kepada Allah Swt. kapanpun dan dimanapun kita berada
7.      Kita harus mensyukuri nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepada kita.












BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Allah Swt. menugaskan kepada beberapa malaikat untuk selalu mengikuti manusia secara bergiliran, di muka dan di belakangnya. Dua malaikat di sebelah kanan dan di sebelah kiri yang mencatat amal perbuatan manusia. Malaikat-malaikat itu menjaga manusia atas perintah Allah, dengan izin Allah dan pemeliharaan-Nya yang sempurna. Demikian pula Allah Swt. telah menugaskan malaikat-malaikat untuk mencatat amal perbuatan manusia. Mungkin di dalamnya terkandung hikmah yaitu supaya manusia lebih tunduk dan akan menerima pahala atau azab yang akan diterimanya nnti di akhirat, karena telah pula disaksikn dan dicatat oleh para malaikat itu, menjaga manusia atas perintah dan izin Allah.
Walaupun segala sesuatunya telah diatur dan ditetapkan oleh Allah SWT, namun manusia mukmin diwajibkan berikhtiar dan berusaha mencapai segala yang di cita-citakan demi kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh sebab itu kita tidak boleh berdiam diri dan pasrah kepada takdir Allah, tetapi harus berjuang mencari kemaslahatan dunia dan akhirat, serta berusaha menghindari perbuatan mungkar dan maksiat.





Daftar Pustaka
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. 1994. Terjemah Tafsir Al-Maragi. Semarang: CV Toha
Putra.

 Ar-Rifa’I, Muhammad Nasib. 1999. Kemudahan dari Allah : Terjemah Tafsir Ibnu
Katsir. Jakarta: Gema Insani Press.
Chirzin, Muhammad. 1997. Konsep dan Hikmah Akidah Islam. Yogyakarta: Mitra
Pustaka.
 Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar Juzu Ke 13-14. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Shihab, M. Quraish. 2012. Al-Lubab. Tangerang: Lentera Hati.

Surin, Bachtiar. 1978. Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Huruf Arab dan Latin.
Bandung: FA Sumatra.
Zainuddin. 1996. Ilmu Tauhid Lengkap. Jakarta: PT Rineka Cipta.








PROFIL PENULIS
Nova Jazilah, lahir di Coprayan Kepuh, sebuah desa kecil di Kabupaten Pekalongan, pada tanggal 28 Juli 1997. Putri bungsu dari tiga bersaudara. Pendidikan Dasar di laluinya pada pagi hari di MII Paweden dan sore hari menuntut ilmu di TPQ Nurul Hikmah Banyurip. Setelah melewati pendidikan dasar, kemudian melanjutkan ke MTsS Hidayatul Athfal Banyurip. Masih merasa kurang dengan ilmu yang dimilikinya, lalu melanjutkan kembali ke MAS Simbang Kulon dan sekarang masih dalam proses menuju S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Pekalongan




[1] Bachtiar Surin, Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Huruf Arab dan Latin, (Bandung: FA Sumatra, 1978), hlm. 362

[2] Muhammad Chirzin, Konsep dan Hikmah Akidah Islam, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), hlm. 120
[3] Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), hlm. 135
[4] Ibid., hlm. 140
[5] M. Quraish Shihab, Al-Lubab, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 63
[6] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu Ke 13-14, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 72-75
[7] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, (Semarang: CV Toha Putra, 1994), hlm. 139-145
[8] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah : Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hlm. 903-906

Tidak ada komentar:

Posting Komentar