Laman

Jumat, 07 April 2017

tt2 a8a “PENA DAN KARYA ANGKAT BUDI MULIA” (QS. AL-QALAM 68:1-2)

PENDIDIKAN PENGETAHUAN DASAR
“PENA DAN KARYA ANGKAT BUDI MULIA”
(QS. AL-QALAM 68:1-2)


Tri Aprilina      2021115217
 Kelas A

JURUSAN TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN
2017





KATA PENGANTAR


Assalamualaikum Wr. Wb
            Alhamdulillahirabilalamin, puji syukur saya panjatkan pada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat taufik dan hidayahnya sehingga saya masih bisa menyelesaikan tugas makalah ini, saya ucapkan terimakasih pula kepada:
1. Bapak dosen Muhammad Hufron M.S.I, yang telah membimbing saya dalam mata kuliah tafsir tarbawi dengan penuh kesabaran, keikhlasan dan pengorbanan.
2. Kedua orang tuaku, yang selalu mendoakan saya demi kelancaran kuliah dan selalu memberi dukungan berupa motivasi, saran dan dukungan dana.
3. Teman-teman semua yang selalu menemani dan membantu dalam penyelesaian makalah ini.
            Dalam makalah ini tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan ataupun isinya, maka dari itu saya mengharapkan kritikan dan masukan dari para pembaca demi kebaikan bersama. Saya juga meminta maaf kepada para pembaca jika terdapat kesalahan-kesalahan di dalam makalah saya ini. Terimakasih
Wassalamualaikum Wr.Wb

Pekalongan, 6 April 2017
Penulis,

Tri Aprilina





BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Surat 68 ini kadang-kadang disebut juga Surat “Nun”, menurut huruf yang tertera di mukanya sekali. Kadang-kadang dinamai juga dengan Surat al-Qalam, surat pena, sesuai dengan kalimat pertama ayat pertama.
            Telah kita ketahui dalam surat ini kita bertemu ayat-ayat yang pendek tetapi padat. Sebagai kebiasaan surat-surat yang turun di Makkah. Yang terutama sekali ialah pembelaan Allah pada RasulNya Muhammad s.a.w dan peneguh hati beliau daripaad tuduhan-tuduhan dan hinaan. Dan di dalam surat ini juga kita bertemu suatu kisah perbandingan tentang orang berkebun atau bersawah yang loba dan tamak, takut harta benda mereka diminta oleh orang miskin, lalu hendak mengetam hasil sawahnya pagi-pagi buta sebelum orang miskin mengetahui. Agar orang miskin itu jangan mengganggu dengan meminta-minta supaya mereka diberi bagian. Rupanya kehendak Allahlah yang berlaku, sawah mereka habis dimusnahkan api.
            Disamping menerangkan dengan kata-kata yang ringkas tentang akhlak Rasulullah yang tinggi dan mulia dalam surat ini juga terdapat perbandingan akhlak yang buruk dengan orang yang kafir menoolak kebenaran dengan akhlak orang yang bertakwa berhubungan baik dengan Tuhan.
            Sungguh banyak pulalah hikmat yang terkandung dalam surat ini, yang akan saya uraikan. Semoga Allah memberi petunjuk tentang rahasia kitabNya, Amin.
B. Judul
Judul pokok makalah ini yaitu “Pendidikan Pengetahuan Dasar” dan judul inti dari makalah ini yaitu “Pena dan Karya Angkat Budi Mulia”

C. Nash dan Arti
Ø ن وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ﴿١﴾
Ø مَا أَنتَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ بِمَجْنُونٍ ﴿٢﴾

Artinya : “Nun, Demi qalamdan apa yang mereka tulis”. “Berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila”.
D. Arti Penting
Karena dalam ayat ini menerangkan akhlak Rasulullah yang tinggi dan mulia. dalam ayat ini juga terdapat perbandingan akhlak yang buruk dengan orang yang kafir menoolak kebenaran dengan akhlak orang yang bertakwa berhubungan baik dengan Tuhan, yang bisa kita pelajari dan kita kaji sebagai umat muslim agar dapat meniru atau menerapkan sikap mulia Rasulullah dalam bidang kehidupan bermasyarakat melalui pembelajaran ini.












BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori
1)      Pena
Pena dalam bahasa inggris “Pen”adalah alat tulis yang digunakan untuk menyapukan tinta ke permukaan, seperti kertas, untuk menulis atau menggambar. Menurut KBBI (kamus besar bahasa indonesia) pena adalah alat untuk menulis dengan tinta, dibuat dari baja dan sebagainya yang runcing dan belah.
Pena, artikata al-qalam dalam kamus “munjid al-ţalab” tempat menguturkan kitab atau qalam berarti pena dalam kamus “al-munir”. Qalam artinya pena, dari istilah Yunani kalamus dengan pengertian yang sama. Beberapa kali Al-Qur’an menyatakan antara lain dalam konteks pengajaran Allah swt menegaskan bahwa Dia lah “Yang mengajar (manusia) dengan Pena.” (Al-`Alaq [96] : 4) sementara pakar berpendapat yakni mengajarkan manusia melalui tulisan wahyu. Secara simbolis, qalam juga merupakan instrumen penciptaan, penuturan eksistensi di atas lauh (lempengan kosmik). Qalam bersesuaian dengan istilah Aristoteles tentang eidos (bentuk), adapun luah bersesuaian dengan istilah Hyle (subtansi). Qalam juga melambangkan penulisan nasib seseorang di atas lempengan takdir. Ulama terkenal penulis “Asbabul al-nuzūl” Jalaluddin As-suyuthi memberikan keterangan didalam sebab turunnya surah al-Qalam yakni Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Jarir yang berkata, “Mereka (orang-orang kafir Quraisy) mengatakan bahwa Nabi saw. Adalah seorang gila. Selanjutnya, mereka juga mengatakan bahwa beliau adalah setan. Sebagai respon, turunlah ayat “Dengan karunia Tuhan engkau (Muhammad) bukanlah orang gila.” (al-Qalam: 2) Surat ini terdiri dari 52 ayat, termasuk surat-surat makkiyyah, diturunkan sesudah surat Al-‘Alaq. Nama “Al Qalam” diambil dari kata Al Qalam yang terdapat pada ayat pertama surat ini yang artinya “pena”. Allah swt. bersumpah dengan qalam tatkala orang-orang kafir keliru dalam menuliskan tentang Nabi saw. Demikian Allah swt. mengabadikan dalam Al-Qur’an. “Nūn. Demi Pena dan apa yang mereka tuliskan,” (Al-Qalam [68] : 1). Allah swt. mengajarkan ilmu yang begitu luas kepada manusia, memberikan informasi ghaib tentang keluarga Imran dan keluarag Zakaria kepada Nabi saw. (Baca; QS. Ali ‘Imran : 33-44) “Itulah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), padahal engkau tidak bersama mereka ketika mereka melemparkan Pena mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan engkau pun tidak bersama mereka ketika mereka bertengkar”. (QS. Ali ‘Imran : 44). Akhir kalam, Qalam dalam pengertian pena, Allah swt. menyinggu kepada siapa saja yang tidak memperhatikan pelajaran-pelajaran dari-Nya dan kepada siapa saja yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. (Baca: QS. Luqman: 20-27). Segalanya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bum. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Jika ada yang menghendaki akan menghitung nikmat Allah swt. silahkan saja. “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi Pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (Luqman [31] : 27). Maha Benar Allah atas segala perkataan-Nya.
2)      Karya
Karya menurut KBBI (kamus besar bahasa Indonesia): karya/kar·ya/n 1 pekerjaan; 2 hasil perbuatan; buatan; ciptaan (terutama hasil karangan)
Karya, kata ini selalu dikatakan oleh orang-orang diluar sana, tapi apakah kalian semua tau arti kata karya? menurut artikata.com , definisi kata karya adalah hasil ciptaan yang bukan saduran, salinan, atau terjemahan, selain itu juga memiliki pengertian  hasil ciptaan yang bukan tiruan. Apabila kita melihat dari konteks yang lain, karya juga memiliki pengartian yang berbeda, dalam hal  percetakan, karya adalah segala sesuatu yangg dicetak,
 dalam hal rekam, karya adalah hasil pekerjaan merekam suara (contohnya musik), dalam hal sastra, karya adalah hasil sastra, baik berupa puisi, prosa, dan lain sebagainya, dalam hal  seni, karya adalah ciptaan yg dapat menimbulkan rasa indah bagi orang yg melihat, mendengar, atau merasakannya. Karya adalah sesuatu yang kita ciptakan sendiri, sesuatu yang bisa dibuat oleh setiap orang,setiap hal yang dihasilkan buah pikiran, dari hasil pendengaran, citra tampilan, bahkan pemikiran dan sebagainya. Karya bukan dinilai dari baik atau buruknya, tapi dinilai dari usaha dan kegigihannya, dan tidak ada batasan untuk berkarya, dalam bentuk apa saja. Karya adalah buah pikiran orang, seperti ide , atau apa saja yang bisa dituangkan kedalam media, atau menjadi sebuah media, sebuah karya harus bisa dirasakan juga oleh orang lain. Karya adalah hal istimewa, perasaan apa yang sudah kita tuangkan didalamnya dapat di mengerti orang tanpa harus menjelaskannya lagi dengan panjang lebar maksud atau tentang karya itu.
3)      Budi Mulia
Mulia menurut KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) 1 tinggi (tt kedudukan, pangkat, martabat), tertinggi, terhormat: yg - para duta besar negara sahabat; 2 luhur (budi dsb); baik budi (hati dsb): sangat -- hatinya; 3 bermutu tinggi; berharga (tt logam, msl emas, perak, dsb): logam --;
hendak -- bertabur urai, pb
jika orang ingin mendapatkan kemuliaan atau ingin mulia di mata orang lain, hendaklah berani mengeluarkan uang, jangan kikir.

Manusia berbudi luhur adalah manusia yang mempunyai ciri-ciri budi luhur dalam kehidupannya, sehingga dapat diteladani oleh orang lain. Ciri yang dimaksud adalah perilaku yang terpuji, sesuai dengan pengertian budi luhur. Budi adalah sikap dan perilaku, sedangkan luhur artinya tinggi atau mulia.
Manusia brbudi luhur mempunyai kecerdasan akal, mampu mengendalikan emosi atau perasaanya, berbahasa dengan baik, memiliki kecerdasan spiritual, dan bekerja secara cerdas. Moral budi luhur diwujudkan dalam sikap, perilaku dan tindakan yang baik dan mulia, tidak melanggar norma-norma yang ada di masyarakat, serta bertanggung jawab secara penuh kesadaran atas semua keputusan yang telah dibuatnya.

B. Tafsir
1.      Tafsir Al-Misbah
Allah berfirman: Nun, demi qalam  yakni demi penaa yang biasa digunakan untuk menulis oleh malaikat atau oleh siapapun dan juga demi apa yang mereka tulis. Bukanlah engkau wahai nabi Muhammad-disebabkan nikmat Tuhan pemelihara dan pembimbingmu semata-seorang gila sebagaimana dituduhkan oleh para pendurhaka.
            Nun adalah salah satu huruf fonemis yang digunakan oleh ayat-ayat Al-Quran dan disimi digunakan sebagai pembuka surah, sebagaimana pembuka surah-surah Al-Quran lainya.
            Kata al-qalam/penaada yang memahaminya dalam arti sempit yakni pena tertentu, ada juga yang memahaminya secara umum yakni alat tulis apapun, termasuk komputer tercanggih sekalipun. Ada yang memhaminya pena yang digunakan malaikat untuk menulis takdir baik dan buruk serta segala kejadian dan makhluk yang tercatat dalam lauh mahfuzh. Ada yang memahaminya pena yang digunakan malikat untuk menulis amal baik dan buruk manusia, atau pena sahabat nabi menulis ayat-ayat Al-Quran.[1]
            Firman-Nya: wa ma yasthurun/dan apa yang mereka tulis, yang ditunjuk oleh kata “mereka” bisa dipahami dalam arti malaikat, atau para penulis wahyu atau manusia seluruhnya. Siapapun yang anda maksud yang jelas ma yasthurun adalah tulisan yang dapat dibaca itu. Dengan ayat diatas Allah bagaikan bersumpah dengan manfaat dan kebaikan yang dapat diperoleh dari tulisan. Ini secara tidak langsung anjuran untuk membaca karena dengan membaca seseorang dapat memperoleh manfaat yang banyak selama itu dilakukan atas nama Allah dan guna mencapai ridha-Nya.
            Kalimat bi ni’ mati rabbika dapat dipahami dalam arti berkat nikmat Tuhanmu engkau bukanlah seorang yang gila. Nikmat itu adalah aneka anugerah Allah yang menjadikanmu terbebaskan dari segala kekurangan manusiawi. Kaum musyrikin menuduh Nabi Muhammad saw. gila karena menyampaikan ayat-ayat Al-Quran yang anatara lain mengandung kecaman terhadap kepercayaan mereka. Ada juga yang memahaminya dalam arti Engkau bukan seorang yang gila disebabkan karena menerima wahyu Al-Quran itu. Ini karena kaum musyrikin ada yang menduga Nabi terganggu oleh setan atau jin sehingga menjadi gila karena jin itulah menurut dugaan mereka yang menyampaikan kepada Nabi ayat-ayat Al-Quran.[2]
2.      Tafsir Al-Qurthubi
Al Walid bin Muslim meriwayatkan, dia berkata: Malik bin Anas menceritakan kepada kami dari Sumay budak Abu Bakar, dari Abu Shalih As-Saman, dari Abu Hurairah, dia berkata: Aku pernah mendengar Rsulullah saw bersabda: “Hal pertama yang Allah ciptakan adalah qalam (pena), lalu Dia menciptakan Nun yaitu wadah tinta. Itulah firman Allah Ta’ala: ‘Nun, demi Qalam.’ (Al Qalam [68]: 1). Setelah itu Allah berfirman kepada Qalam (pena): ‘Tulislah!’ Qalam (pena) berkata, ‘Apa yang akan saya tulis?’ Allah berfirman, ‘Apa yang telah dan akan terjadi sampai hari kiamat, baik itu amal perbuatan, ajal, rezeki, atau pun jejak. ‘maka Qalam (pena) pun menulis apa yang akan terjadi sampai hari kiamat. Setelah itu mulut Qalam (pena) ditutup, sehingga ia tidak dapat berbicara sampai hari kiamat. Setelah itu Allah mencipptakan akal, lalu (Allah) yang maha perkasa berfirman (kepadanya), ‘Aku tidak pernah menciptakan makhluk yang paling Aku banggakan daripada engkau. Demi keperkasaan dan kemuliaan-Ku, sesungguhnya Aku akan benar-benar menyempurnakanmu bagi orang-orang yang aku cintai, dan sesungguhnya Aku akan benar-benar mengurangimu bagi orang-orang yang aku benci’.”[3]Abu Hurairah berkata, “Rasulullah saw kemudian bersabda: “Manusia yang paling sempurna akalnya adalah yang paling taat dari mereka kepada Allah dan paling rajin diantara mereka menaatiNya’.
Ibnu Abbas berkata, “(Firman Allah) ini merupakan sumpah dengan qalam (pena) yang diciptaka-Nya. Allah kemudian memberikan perintah pada Qalam, lalu ia menuliskan semua yang akan terjadi sampai hari kiamat.ia adalah qalam yang terbuat dari cahaya, dan panjangnya seperti jarak langit dan bumi.
Al Walid bin Ubadah bin Ash-Shamit berkata, “ayahku memberikan wasiat kepadaku saat akan meninggal dunia. Dia berkata, ‘Wahai putraku, bertakwalah engkau kepada Allah dam ketahuilah bahwa engkau tidak akan pernah menjadi bertakwadan tidak akan pernah mencapai pengetahuan (yang sesungguhnya) sampai engkau berman kepada Alah semata, (juga beriman) kepada takdir yang baik dan yang buruk.
Firman Allah Ta’ala wa ma yasthurun “Dan apa yang mereka tulis”. Yang dimaksud mereka adalah para malaikat yang mencatat amal perbuatan anak cucu Adam. Demikianlah pendapat yng dikemukakan oleh Ibnu Abbas.Menurut satu pendapat, dan apa yang mereka tulis, maksudnya manusia, serta apa yang mereka saling pahami.[4]
3.      Tafsir Al-Azahar
Sesungguhnya di dalam kitab tafsir yang lama banyaklah penafsiran ayat ini, yaitu “Nun; Demi pena dan apa yang mereka tulis.” (ayat 1)
Al-Qadhi memberikan tafsir bahwa isi hadis ini adalah semata-mata Majaz, artinya kata perlambang. Sebab tidaklah mungkin sebuah alat yang telah digunakan khusus untuk menulis, bahwa dia akan hidup dan berakal. Mustahil dapat dikumpulkan jadi satu sebuah alat guna menulis lalu makhluk bernyawa yang dapat diperintah. Maka bukanlah qalam itu diperintah, malainkan berlakulah qudrat iradat Allah atas makhlukNya dan terjadilah apa yang Allah kehendaki dan Allah tentukan, dan tertulislah demikian itu sebagai takdir dari Allah.
Kata ar-Razi ada pula tafsir yang mengatakan bahwa yang dikatakan “mereka” disini ialah malaikat-malaikat yang menuliskan segala amal perbuatan manusia. Malaikat-malaikat itu mengetahui apa saja yang dikerjakan oleh manusia di dunia ini. Maka kata tafsir ayat 1 ini adalah malaikat-malaikat itu.
Tetapi karena semuanya itu adalah semata-mata penafsiran menurut kadar jangkauan akal orang yang menafsirkan, mengapa kita tidak akan berani memikirkanya lebih jauh dan mencocokanya dengan kenyataan yang ada dihadapan mata kita sehari-hari?
Apakah salah kalau kita tumpangi orang yang menafsirkan huruf Nun itu dengan tinta dan qalam kita tafsirkan pula dengan pena yang kita pakai buat menulis? [5]
Dan sumpah dengan apa yang mereka tuliskan, ialah hasil buah pena ahli-ahli pengetahuan yang menyebarkan ilmu dengan tulisan? Alangkah pentingnya ketiga macam barang itu bagi kemanusiaan selama dunia terkembang! Yaitu : pena dan hasil apa yang dituliskan oleh para penulis?
Banyaklah kita bertemu dengan catatan-catatan nenek moyang kita, baik qalam itu berupa sagar dari pohon kayu (aren) atau dari ujung rotan, atau gagang paku ransam, ataupun belahan buluh, atau pahat halus kecil sebagai kepingan tembaga kadukan bukit di Palembang. Ataupun dari tulisan-tulisan di tonggak-tonggak batu tua di Luxor, di Abusimbel, di pyramida dan lain-lain di Kairo Mesir dan dimana saja di bagian dunia ini. Semuanya telah memperkuat tafsir dari ayat 1 surat al-Qalam: “Nun; Demi Qalam dan apa-apa yang mereka tuliskan.”
Sehingga bekas-bekas itu pun telah mempertemukan kita yang datang dibelakang ini dengan nenek moyang manusia yang hidup ribuan tahun masa lampau.
Semuanya ini memberi kesan kepada kita bagaimana kebesaran dan mu’jizat yang diberikan Allah kepada Nabi kita Muhammad saw.
Pada ayat yang mula turun di Gua Hira’. Kata yang mulia sekali ialah IQRA’, artinya menyuruh baca. Kalu hanya dipandang sepintas lalu niscaya akan kita katakan bahwa wahyu ini dan perintah ini datang kepada Nabi Muhammad s.a.w. sendiri, padahal beliau ummi, tidak tahu membaca. Dan itupun diakuinya sendiri:”Maa ana biqari”, “saya tidak pandai membaca”. Tetapi setelah kita renungkan lebih mendalam nampaklah bahwa maksudnya lebih mendalam dari itu, yaitu menerangkan bagaimana pentingnya membaca untuk ummat yang beragama.Dan di ayat keempat datang wahyu menerangkan bahwa Tuhan mengajar dengan Qalam.[6]Dan kemudian itu, di surat 68 ini, surat al-Qalam ini sudah diambil menjadi sumpah betapa penting artinya Qalam.
Betapa pentingnya tinta yang dituliskan oleh qalam dan diiringkan lagi dengan sumpah betapa pentingnya apa yang mereka gariskan dengan qalam itu, yaitu “ILMU”.
Padahal Nabi kita Muhammad s.a.w. bukan seorang yang pandai menulis dan membaca dan beliau bukan pengarang buku.
“Tidakah engkau, dengan hikmat Tuhan engkau, seorang yang gila” (ayat2)ayat ini adalah satu bujukan atau hiburan yang amat halus penuh kasih sayang dari Tuhan kepada RasulNya, Nabi kita Muhammad s.a.w. setelah Rasulullah menyampaikan da’wahnya mengajarkan Tauhid dan Ma’rifat kepada Tuhan yang maha esa dan maha kuasa dan mencela segala perbuatan jahiliyah, terutama mempersekutukn yang lain dengan Alllah, sangatlah besar reaksi daripada kaumnya. Macam-macam tuduhan yang dilontarkan kepada diri beliau. Satu diantara tuduhan itu adalah bahwa dia gila.
Keberanian beliau menegakan kebenaran ditengah-tengah seluruh masyarakat yang berbuat mungkar. Sikap yang pantang mundur dan terus terang menyatakan yang salah itu tetap salah dan yang benar tetap benar, meskipun apa tuduhan yang akan ditimpakan kepada dirinya, menyebabkan sebahagian besar dari orang yang tidak dapat menangkis da’wahnya itu jadi gelap mata, lalu menuduhnya sebgai orang gila.
Tentu saja sebagai seorang manusia sekali-kali akan teringgung juga perasaan beliau. Disaat seperti itulah turun ayat ini. Bahwasanya nikmat yang diberikan Allah kepada engkau adalah banyak sekali. Diantara nikmat yang demikian banyaknya adalah  satu hal yang jadi puncaknya, yaitu kesehatah diri engkau lahir batin, jasmani dan rohani. Kesehatan jasmani rohani itulah yang menyebabkan berani karena yang benar, seorang diri ditengah-tengah kaum yang masih hidup dalam kegelapan tidak ada tujuan.[7]


C. Aplikasi dalam Kehidupan
1.      Memperhatikan ilmu
2.      Menuliskanya (ilmu) dalam rangka menyebarluaskan ilmu, sehingga bermanfaat untuk masa sekarang dan generasi mendatang.
3.      Memperhatikan perkembangan dunia tulisan, yang dulu menggunakan pahatan, tinta, sekarang sudah menggunakan alat-alat canggih pengetikan.
4.      Memahami teknologi, karena era sekarang tulisan tidak lagi berupa dalam selembar daun, kertas, atau batu tapi sudah melalui eBook, internet, dan lain sebgainya.
5.      Menerapkan akhlaq mulia
6.      Tegar menghadapi masalah khususnya pada orang yang menghina kita.
D. Aspek Tarbawi
1.      Pentingnya mengembangkan ilmu pengetahuan yang kita miliki dengan belajar tanpa henti (long live education)
2.      Adanya aplikasi dari ilmu pengetahuan yang kita peroleh dengan karya nyata hingga bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
3.      Menanamkan nilai-nilai positif dalam ilmu pengetahuan yang kita dapatkan.
4.      Mentransfer ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang menyertainya kepada orang lain.
5.      Tumbuh inofasi-infosai baru pada tiap ilmu pengetahuan yang ada pada diri kita, hingga ilmu pengetahuan berkembang sesuai dengan perkembangan jaman.
6.      Nabi Muhammad s.a.w. bukanlah orang yang gila melainkan manusia yang berbudi pekerti yang agung.




BAB III
SIMPULAN

Adanya jarak dari periode dan situasi turunya wahyu tidak otomatis mengurangi otoritas penafsir masa kini, sebaliknya dengan jarak ini seseorang bisa menyikapi teks secara lebih reflektif. Sehingga tumpukan karya para musafir klasik seyogyanya tidak memenjarakan kita, justru dituntut untuk mensintesiskanb berbagai interprestasi tersebut dan bahkan melampauinya guna menawarkan terobosan baru (alternatif) dengan menyerap semangat zaman. Dinamika tafsir tidak seharusnya diukur oleh kemampuan generasi baru untuk mengawetkan tafsir lama, melainkan keberanian untuk merevisi dan melengkapinya secara kreatif. Belajar dari sejarah orang-orang terdahulu, maka mayoritas dari mereka mempunyai karya tulis dari berbagai disiplin keilmuan yang sampai sekarang, bahkan sampai kapanpun akan tetap dirasakan kemanfaatanya bagi orang-orang yang mempelajari karya-karya tersebut. Dan sesuatu yang membanggakan tentunya, manakala kita seorang guru dapat berkarya sebagai upaya pengembangan ilmu pengetahuan sesuai keahliannya, melalui komunikasi dengan komunitas profesi sendiri atau profesi lain, baik secara lisan dan tulisan atau bentuk lain. Karena hal ini merupakan salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh guru. Dan tentunya segala bentuk kebaikan (lisan, tulisan dan perbuatan) yang telah dilakukan seorang guru tersebut akan menjadi warisan yang sangat berharga dan pahalanya tiada pernah putus, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi kepada para sahabat dan begitu seterusnya.




DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, Abdulmalik Abdulkarim. 1999. Tafsir Al-azhar. Jakarta:    
Pustaka Panjimas.
Imam Syakih. 2009.  Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam.
Shibab M.Quraish. 2004. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati


















BIODATA PENULIS


Nama: Tri Aprilina
TTL: Pekalongan,11 April 1997
Alamat            : Dk.Pedawang Timur, Kc.Karanganyar,
Kb.Pekalongan




[1]Shibab M.Quraish. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati. 2004. Hlm379.

[2] Ibid hlm 379-380
[3] Imam Syakih. Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam. 2009.  Hlm 56-57
[4] Ibid hlm 57-63
[5]Amrullah, Abdulmalik Abdulkarim. Tafsir Al-azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1999. Hlm 38-40
[6] Ibid  hlm 40-44
[7]Ibid hlm 44-45

Tidak ada komentar:

Posting Komentar