“PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS”
(Awali Aktivitas dengan Nama Tuhan)
Qs. Al-alaq ayat 1
M. KHAFIFUDIN
(2021115147)
Kelas B
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT , karena dengan Rahmat, karunia,
serta Taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang “AWALI
AKTIVITAS DENGAN NAMA TUHAN” . Kami sangat berterima kasih kepada bapak
Muhammad Ghufron, M.S.I selaku Dosen mata kuliah tafsir tarbawi II di IAIN
pekalongan yang telah membimbing saya untuk menyelesaikan tugas ini.
Saya sangat berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai
ibadah kepada Allah, saya menyadari sepenuhnya bahwa di makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya
kritik saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya saran
yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami
bagi siapapun yang membacanya, sebelumnya saya memohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang
membangun dari Bapak dosen dan para pembaca yang budiman demi perbaikan makalah
ini di waktu yang akan datang.
Pekalongan,
1 April 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
keseharian kita tentunya selalu melakukan kegiatan dan aktivitas, tanpa
kegiatan dan aktivitas kehidupan kita akan hampa, hambar dan tidak produktif.
Kegiatan tersebut bisa dilakukan dimana saja, di rumah, di kantor, di jalan, di
warung, di pasar, di sekolah dan ditempat-tempat lainnya. Dan bagi orang
beriman kegiatan atau aktivitas adalah sarana menebar kebajikan, baik kata
maupun perbuatan selalu meberikan kebaikan pada dirinya dan orang lain.
Bukankah Rasulullah SAW mengumpamakan jati diri seorang muslim seperti ekor
lebah. Makanan yang dimakan adalah baik dan yang dikeluarkan pun baik, lebah
hinggap atau tinggal tidak pernah merusak yang lainnya. Namun kadangkala
kebanyakan dari kita tidak sadar memulai segala aktivitas atau kegiatan tanpa
menucapkan membaca kalimat bismillah, padahal diterima atau tidak amal
perbuatan seseorang bergantung pada kalimat tersebut.
B. Nash dan Arti Q.S Al-Alaq
ayat 1
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
“Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan”
C. Judul Makalah
Judul
yang akan saya bahas disini adalah tentang “AWALI AKTIVITAS DENGAN NAMA
TUHAN”
D. Arti Penting Mengkaji
Pentingnya
mengkaji ayat ini adalah agar setiap aktivitas yang kita lakukan di awali atas
nama Allah karena jika seseorang memulai suatu pekerjaan dengan nama Allah,
maka pekerjaan tersebut akan menjadi baik atau paling tidak akan terhindar dari
godaan nafsu, dorongan ambisi atau kepentingan pribadi. Dengan menyebut nama
Allah diharapkan suatu amal akan bernilai abadi dan pelakunya akan mampu
mencontoh Tuhan dalam sifat-sifatNya sesuai dengan kemampuan dirinya sebagai
makhluk.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori aktivitas dan
bismillah
1.
Pengertian Aktivitas
Aktivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
keaktifan, kegiatan-kegiatan, kesibukan atau salah satu kegiatan kerja yang
dilaksanakan tiap bagian dalam tiap suatu organisasi atau lembaga
(Dep.Pendidikan dan Kebudayaan, 2005: 23). Dalam kehidupan sehari-hari banyak
sekali aktivitas, kegiatan, atau kesibukan yang dilakukan manusia. Berarti atau
tidaknya kegiatan tersebut tergantung pada individu tersebut. Menurut Samuel
Soeitoe dalam bukunya Psikologi Pendidikan II mengatakan bahwa aktivitas tidak
hanya sekedar kegiatan, tetapi aktivitas dipandang sebagai usaha mencapai atau
memenuhi kebutuhan (Samuel, 1982: 52).[1]
2.
Pengertian Bismillah
Kata
Bismillah yang umumnya diartikan “Dengan nama Allah” selalu kita ucapkan di
kala kita melakukan sholat atau sebelum kita melakukan suatu pekerjaan. Banyak
sekali hadis yang menganjurkan kita kita untuk selalu mengucapkan kata
Bismillah sebelum kita melakukan suatu pekerjaan. Seperti diriwayatkan oleh
Muslim dalam sahihnya bahwa Rasullullah SAW pernah berkata kepada Umar bin Abu
Salamah ketika ia masih diasuh Rasullullah SAW di masa kecilnya, “Ucapkanlah
Bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah apa yang berada di
dekatmu”. Bahkan ulama mewajibkan kita untuk membaca Bismillah sebelum makan.
Dalam
kitab tafsir Mariful Qur’an, Mufti Shafi Usmani RA memberikan analisa secara
bahasa tentang makna kata bismillah. Menurut beliau kata bismillah terdiri dari
3 suku kata ba, ism dan Allah. Kata ba memiliki 3 konotasi dalam bahasa Arab:
1.
Mengekspresikan
kedekatan antara dua benda yang satu dengan lainnya hampir tidak memiliki
jarak.
2.
Mencari
pertolongan dari seseorang atau sesuatu
3.
Mencari
berkah dari seseorang atau sesuatu
Kata ism secara sederhana diartikan
sebagai nama. Sedangkan kata
Allah merupakan gabungan dari kata Al dan Ilah. Kata Al mempunya fungsi definitif dalam bahasa Arab yaitu untuk
menunjukkan sesuatu yang khusus sedangkan kata Ilah mengandung arti sesuatu yang disembah. Kata Allah juga
mengacu kepada suatu zat atau esensi yang tidak bisa dinisbahkan kepada yang
lain melainkan hanya kepada Allah sendiri. Kata Allah juga merupakan bentuk
tunggal yang tidak mempunyai bentuk dual atau jamak hal ini untuk menguatkan
makna keesaan pada Allah. Singkatnya kata Allah mengandung atribute atribute
kesempurnaan.[2]
B.
Tafsir Surat Al-Alaq ayat 1
1.
Tafsir Al-Qurthubi
Mengenai
ayat ini hanya dibahas satu masalah saja
yaitu :
Firman Allah
SWT اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu.” Yakni,
bacalah ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepadamu dan awali bacaan itu
dengan menyebut nama Tuhanmu, yakni dengan menyebut bismillah pada setiap
permulaan surat.
Oleh
karena itu huruf ba’ pada kata بِاسْمِ dianggap menempati
tempat nashab karena berposisi sebagai keterangan.
Namun
ada juga yang berpendapat bahwa huruf ba’
tersebut bermakna ‘ala (atas), yakni
atas nama Tuhanmu. Kedua kata bantu tersebut (huruf ba’ dan kata ‘ala)
bermakna hampir sama, terkadang dapat dibaca dengan bi ismillah, atau terkadang dapat juga dibaca dengan ‘ala ismillah.
Dengan
prediksi seperti ini maka maf’ul kalimat
tersebut tidak disebutkan, seharusnya adalah : iqra’ Al Qur’an bismi rabbika (bacalah Al Qur’an, dan awalilah
bacaan itu dengan menyebut nama Tuhanmu).
Lalu
ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud dari kalimat ismu rabbika pada
ayat di atas adalah Al-Qur’an. Yakni :
iqra’ isma rabbika atau iqra’ Al Qur’an (bacalah Al-Qur’an).
Dengan
demikian maka huruf ba’ pada
kata بِاسْمِ
sebagai kata tambahan saja, seperti huruf ba’ yang terdapat pada firman Allah SWT, “yang menghasilkan minyak”.
Ada
juga yang berpendapat bahwa makna dari firman Allah SWT, “bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu.” Adalah : sebutlah nama
Allah. Yakni, Nabi SAW siperintahkan unutk mulai membaca dengan menyebut nama
Allah.[3]
2. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim
Didalam
Al Qur’an, kata qara’a disebutkan
sebanyak tiga kali, masing-masing pada surat ke-17 ayat 14 dan surat ke-96 ayat
1 dan 3. Sedang dari kata tersebut lahir berbagai bentuk yang keseluruhannya
tertular sebanyak 17 kali, di luar kata Al Qur’an yang terulang sebanyak 70
kali. Jika diamati, objek kata kerja “membaca” pada ayat-ayat yang menggunakan
akar kata qara’a terkadang berupa bacaan yang bersumber dari Tuhan, seperti Al
Qur’an dan kitab suci sebelumnya.
Di
lain segi dapat dikemukakan suatu kaidah bahwa : “apabila suatu kata kerja yang
membutuhkan objek tetapi tidak disebutkan objeknya, maka objek yang dimaksud
bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh kata tersebut.
“ dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa karena kata iqra’ digunakan dalam arti membaca, menelaah, menhyampaikan dan
sebagainya, dan karena objeknya dalam ayat ini tidak di sebut sehingga ia
bersifat umum, maka objek kata tersebut mencakup segala yang dapat terjangkau,
baik ia merupakan bacaan suci yang bersumber dari Tuhan maupun yang bukan, baik
ia menyangkut ayat-ayat yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Alhasil,
perintah iqra’ mencakup telaah terhadap
alam raya, masyarakat dan diri sendiri, serta bacaan tertulis, baik suci maupun
tidak.
Perintah membaca, menelaah, meneliti, menghimpun dan
sebagainya dikaitkan dengan bi ismi
rabbika yang berarti “dengan nama Tuhanmu”. Untuk memahami maksud pengaitan
tersebut perlu terlebih dahulu dipahami arti
bi yang biasanya diterjemahkan “dengan”. Dalam hal ini ditemukan sekian
banyak pendapat antara lain :
1.
Huruf ba’ yang dibaca bi tersebut
adalah sisipan yang tidak menambah suatu makna tertentu melainkan hanya sekadar
memberi tekanan kepada perintah tersebut. Pendapat ini menjadikan kata ismi sebagai objek dari perintah iqra’ seperti yang dikemukakan di atas.
2.
Huruf ba’ tersebut mengandung arti “penyertaan” atau mulasabah sehingga
ayat tersebut berarti “bacalah disertai dengan Nama Tuhanmu!”
Bismi Rabbika adalah satu ungkapan.
Sudah menjadi kebiasaan orang Arab sejak zaman dahulu (bahkan hingga kini)
mengaitkan suatu pekerjaan yang mereka lakukan dengan nama sesuatu yang mereka
muliakan. Ini dimaksudkan untuk memberikan kesan yang baik atau katakanlah
“berkat” terhadap pekerjaan tersebut, juga untuk menunjkan bahwa pekerjaan tadi
dilakukan semata-mata demi “dia” yang namanya disebutkan itu. Dahulu, misalnya
sebelum turunnya Al Qur’an, kaum musyrikin sering berkata “bismi al-lata” dengan maksud bahwa apa yang mereka lakukan tidak
lain kecuali demi berhala a;-lata itu, dan bahwa mereka mengharapkan “anugerah
dan berkat” dari berhala tersebut.
Jadi
kembali kepada ayat tersebut : mengaitkan pekerjaan membaca dengan nama Allah
mengantarkan pelakunya untuk tidak melakukannya kecuali karena Allah dan hal
ini akan menghasilkan keabadian karena hanya Allah yang kekal abadi dan hanya
aktivitas yang dilakukan secara ikhlas yang akan di terima-Nya. Tanpa
keikhlasan, semua aktivitas akan berakhir dengan kegagalan dan kepunahan.[4]
3.
Tafsir Al-Azhar
“Bacalah
dengan menyubut nama Tuhanmu yang
telah menciptakan”. (ayat 1). Dalam suku pertama saja, yaitu
“bacalah”, telah terbuka kepentingan pertama di dalam perkembangan agama ini
selanjutnya. Nabi SAW disuruh membaca wahyu akan diturunkan kepada beliau itu
diatas nama Allah, Tuhan yang telah mencipta. Yaitu “ Menciptakan
manusia dari segumpal darah”
Nabi
bukanalah seorang yang pandai membaca.
Beliau adalah ummi, uang boleh diartikan buta huruf, tidak pandai menulis dan
tidak pula pandai membaca yang tertulis. Tetapi Jibril mendesaknya juga sampai
tiga kali supaya dia membaca. Meskipun dia tidak pandai menulis, namun
ayat-ayat itu akan dibawa langsung oleh jibril kepadanya, diajarka, sehingga
dia dapat menghafalnya di luar kepala, sebab itu akan dapatlah dia membacanya.
Allah yang menciptakan semuanya. Rasul yang tak pandai menulis dan membaca itu
akan pandai kelak membaca ayat-ayat yang diturunkan kepadanya. Sehingga
bilamana wahyu-wahyu itu telah turun kelak, dia akan diberi nama Al-Qur’an. Dan
Al-Qur’an itu pun artinya ialah bacaan. Seakan-akan Tuhan berfirman: “Bacalah,
atas qudratKu dan iradatKu”.[5]
C. Implikasi/ Aplikasi dalam
kehidupan
Dari Q.S Al Alaq ayat 1
“bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan” sudah sangat jelas bahwasannya dalam aplikasi kehidupan,
seseorang harus melakukan segala aktivitas di awali dengan nama Allah
(bismillah) seperti kegiatan membaca, karena sebagai seorang muslim di anjurkan
untuk menuntut ilmu serta kewajiban membaca dalam segala bidang ilmu seperti
ilmu agama atau ilmu umum, sesungguhnya ilmu itu pada hakikatnya milik Allah
dan harus senantiasa untuk ikhlas mengharap ridha-Nya. Bacalah alam atau Al-Qur’an dengan nama
Allah SWT niscaya akan menemukan rahasia-rahasia baru.
D. Aspek Tarbawi
1.
Membaca yang merupakan perintah
Allah yang pertama adalah kunci keberhasilan hidup duniawi dan ukhrawi. Selama
itu dilakukan demi karena Allah SWT yakni demi kebaikan dan kesejahteraan
makhluk.
2.
Dengan memulai aktivitas
menyebutkan atas nama Allah akan terjalin hubungan yang erat antara si
pembaca/pengucap dengan Allah SWT.
3.
Segala aktivitas yang dilakukan
menjadi ibadah apabila di mulai dengan nama Allah.
4.
Keberkahan akan mengaliri jika
melakukan aktivitas menyebut nama Allah
5.
Bertambahnya keimanan seseorang
karena selalu mengingat Allah dalam segala aktivitasnya
6.
Senantiasa selalu
bersyukur kepada Allah SWT
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Allah
memulai kitabNya dengan basmallah dan memerintahkan Nabi-Nya sejak dini, yakni
dalam wahyu pertama, untuk melakukan pembacaan dan melakukan segala aktivitas
dengan nama Allah SWT, iqra’ bismi
rabbika, maka tidak keliru jika dikatakan bahwa basmallah merupakan pesan
pertama Allah SWT kepada manusia agar memulai segala aktivitas dengan menyebut
nama Allah AWT.
Membaca adalah sarana untuk belajar dan
kunci ilmu pengetahuan. Belajar merupakan
suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dimana aktivitas itu membuatnya
memperoleh ilmu. Sumber belajar, secara umum Al-Qur’an menggambarkan dua sumber belajar
bagi manusia, yaitu wahyu dan alam.
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.walisongo.ac.id/3514/3/101211079_Bab2.pdf (diakses pada tanggal 1 April 2017 20:00)
http://www.dakwatuna.com/2013/07/22/37080/memahami-makna-bismillah/ (diakses pada tanggal 1 April 2017 20:15)
Imam
Syaikh. 2009. tafsir Al Qurthuby.
Jakarta: Pustaka Azzam
Shihab,
M. Quraisy. 1997. Tafsir Al Qur’an
Al-Karim. Bandung: Pustaka Hidayah
Dr. Hamka. 1982. Tafsir Al Azhar juz xxx, Jakarta: Pustaka
Panjimas.
Biodata
Penulis
Nama : Muhammad Khafifudin
Tempat
tanggal lahir : Batang, 11 Juni 1996
Alamat : Desa
Binangun, Rt 06/01 Kec. Bandar Kab. Batang
Riwayat
Pendidikan :
·
SD Negeri 02 Binangun (lulus
tahun 2006)
·
SMP Negeri 04 Bandar (lulus
tahun 2010)
·
MA Sunan Kalijaga Bawang (lulus tahun
2014)
·
S1 Fakultas Tarbiyah IAIN
PEKALONGAN (sedang ditempuh)
Riwayat
Organisai :
·
KARANG TARUNA
·
PC. IPNU BATANG
·
PMII PEKALONGAN
·
UKM LPTQ IAIN
PEKALONGAN
Moto
Hidup : “khoirunnas anfa’uhum
linnas”
[1] http://eprints.walisongo.ac.id/3514/3/101211079_Bab2.pdf (diakses pada tanggal 25 maret 2017 8:03)
[2] http://www.dakwatuna.com/2013/07/22/37080/memahami-makna-bismillah/ (diakses pada tanggal 25 maret 2017 8:20)
[3] Syaikh
Imam, tafsir Al Qurthuby (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009) hlm. 546-547
[4] M.
Quraisy Shihab, Tafsir Al Qur’an Al-Karim
( Bandung : Pustaka Hidayah, 1997) hlm.
78-81
[5] Dr. Hamka, Tafsir Al Azhar juz
xxx, (Pustaka Panjimas: Jakarta, 1982), hlm 215
Tidak ada komentar:
Posting Komentar