Laman

Minggu, 02 April 2017

tt2 c7e “Bertuturlah Lembut Jangan Teriak Kasar” (QS. Luqman ayat 19)

  PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS
“Bertuturlah Lembut Jangan Teriak Kasar”
(QS. Luqman ayat 19)


Puput Anggraeni   (2021115168)
Kelas C

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2017






KATA PENGANTAR


Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufiq, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Bertuturlah Lembut Jangan Teriak Kasar”. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sahabatnya, keluarganya, serta segala umatnya hingga yaumil akhir.
Makalah ini disusun guna menambah wawasan pengetahuan mengenai berbagai hal tentang “Iman, amal shaleh serta penacapaian dunia akhirat”. Makalah ini sebagai bahan materi dalam diskusi mata Tafsir Tarbawi II IAIN Pekalongan.
Penulis menyadari bahwa kemampuan dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna. Penulis sudah berusaha dan mencoba mengembangkan dari beberapa reverensi mengenaitafsir Alquran serta buku mengenai Bertuturlah Lembut Jangan Teriak Kasar. Apabila dalam penulisan makalah ini ada kekurangan dan kesalahan baik dalam penulisan dan pembahasannya maka penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran dari pembaca.
Akhir kata, semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca yang budiman. Amin yaa robbal ‘alamin. Dan tidak lupa saya ucapkan terima kasih.


Pemalang, 11 Maret 2017



Penulis           



        Puput Anggraeni
        2021115168


DAFTAR ISI


COVER           ....................................................................................................................    
KATA PENGANTAR      .................................................................................................   
DAFTAR ISI     ................................................................................................................  
BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang  ...................................................................................................................   
B.     Judul Makalah  ...................................................................................................................  
C.     Nash al-Qur’an ...................................................................................................................
D.    Arti Penting Pengkajian Materi  .........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.    Teori   ..................................................................................................................................
B.     Tafsir QS. Luqman ayat 19
1.      Tafsir Al-Maragi  .................................................................................................................
2.      Tafsir Al-Qurthubi  ...............................................................................................................
3.      Tafsir Al-Mishbah..................................................................................................................
C.     Aplikasi Dalam Kehidupan ..................................................................................................
D.    Aspek Tarbawi  .....................................................................................................................
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan  ..........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................
PROFIL PENULIS    ...........................................................................................................











BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Secara Etimologi atau asal-usul, kata pendidikan dalam bahasa inggris disebut dengan education, dalam bahasa latin pendidikan disebut dengan educatum yang tersusun dari dua kata yaitu E dan Duco dimana kata E berarti sebuah perkembangan dari dalam ke luar atau dari sedikit banyak, sedangkan Duco berarti perkembangan atau sedang berkembang. Jadi, Secara Etimologi pengertian pendidikan adalah proses mengembangkan kemampuan diri sendiri dan kekuatan individu.  Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.Kelemahlembutan adalah akhlak mulia.
Kata dasar dari religius adalah religi yang berasal dari bahasa asing religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia. Sedangkan religius berasal dari kata religious yang berarti sifat religi yang melekat pada diri seseorang. Religius sebagai salah satu nilai karakter dideskripsikan oleh Suparlan sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral, dalam hal ini siswa diharapkan mampu memiliki dan berprilaku dengan ukuran baik dan buruk yang di dasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama.
            Jadi Pendidikan Karakter Religius adalah sebuah Pendidikan yang mendidik seseorang / anak didik agar mempunyai sebuah karakter atau sifat yang mulia menurut ajaran agama islam.

B.     Judul Makalah
Makalah ini bertemakan ”Pendidikan Karakter Religius” dan dengan judul “Bertuturlah Lemah Lembut”.

C.    Nash al-Qur’an
وَٱقۡصِدۡ فِي مَشۡيِكَ وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٰتِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِيرِ
Artinya:
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”

D. Penjelasan ayat
وَاقْصِدْفِيْ مَثْيِكَ (Dan sederhanalah kamu di dalam berjalan) ambilah sikap pertengahan di dalam berjalan, yaitu antara pelan-pelan dan berjalan cepat, kamu harus tenang dan anggun_  وَاغْضُضْ (Dan lunakanlah)  Rendahkanlah مِنْ صَوْتِكَ اِنَّ اَنْكَرَالْاَصْوَاتِ  (Suaramu, Sesungguhnya  seburuk  buruknya suara adalah suara ) suara yang paling jelek itu  _لَصَوْتُ الْحَمِيْرِ  (Ialah suara  keledai) Yakni, pada permulaannya adalah ringkikan kemudian di susul oleh lengkingan-lengkingan yang sangat tidak enak di dengar.
Nasehat lukman kali ini berkaitan dengan akhlak dan sopan santun interaksi dengan sesama manusia. materi pelajaran diselinggi denga akhlak dan bukan saja agar peserta didik tidak jenuh dengan suatu materi tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa ajaran akidah dan akhlak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan.[1]

E.  Arti Penting Pengkajian Materi
Ayat ini berisi tentang Bertuturlah Lembut Jangan Teriak Kasar bahwa sudah di jelaskan seperti diatas bahwa bertutur lah yang baik jangan engkau berteriak karena berteriaklah engkau umpama seperti keledai yang bersuara jelek. Lembut sendiri berarti akhlak yang kharimah dan maka dari itu kita tidak boleh berteriak di saat berbincang, karena jika berteriak kasar akan menyinggung dan mengecewakan orang lain itu adalah tidak baik










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Teori
Satu akhlak mulia lagi diajarkan oleh Lukman kepada anaknya ketika ia memberi wasiat padanya yaitu sikap tawadhu’ dan bagaimana beradab di hadapan manusia. Di antara yang dinasehatkan Lukman Al Hakim adalah mengenai adab berbicara, yaitu janganlah berbicara keras seperti keledai.
Allah Ta’ala berfirman,
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Lukman: 19).
Berjalanlah dengan Tawadhu’
Mengenai ayat,
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan”, yang dimaksud adalah berjalan dengan sikap pertengahan.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Berjalanlah dengan sikap pertengahan. Jangan terlalu lambat seperti orang malas. Jangan terlalu cepat seperti orang yang tergesa-gesa. Namun bersikaplah adil dan pertengahan dalam berjalan, antara cepat dan lambat.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 58)
Ulama lain menerangkan yang dimaksud dengan perkataan Lukman adalah agar tidak bersikap sombong dan perintah untuk bersikap tawadhu’.
Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud adalah berjalanlah dengan sikap tawadhu’ dan tenang. Janganlah bersikap sombong dan takabbur. Jangan pula berjalan seperti orang yang malas-malasan.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 648).
Keutamaan sifat tawadhu’ disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah diri) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya” (HR. Muslim no. 2588). Yang dimaksudkan di sini, Allah akan meninggikan derajatnya di dunia maupun di akhirat. Di dunia, orang akan menganggapnya mulia, Allah pun akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan kedudukannya akhirnya semakin mulia. Sedangkan di akhirat, Allah akan memberinya pahala dan meninggikan derajatnya karena sifat tawadhu’nya di dunia (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim,  16: 142)
Ibnul Jauzi berkata, “Berjalanlah bersikap pertengahan. Janganlah berjalan dengan sikap sombong dan jangan terlalu cepat (tergesa-gesa). ‘Atho’ berkata, “Jalanlah dengan tenang dan jangan tergesa-gesa.” (Zaadul Masiir, 6: 323)

Beradab Ketika Berbicara
Selanjutnya Lukman mengajarkan pada anaknya mengenai adab dalam berbicara. Dalam ayat disebutkan,
وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
Dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Katsir, maksud ayat ini, jangalah berbicara keras dalam hal yang tidak bermanfaat. Karena sejelek-jelek suara adalah suara keledai. Mujahid berkata, “Sejelek-jelek suara adalah suara keledai.” Jadi siapa yang berbicara dengan suara keras, ia mirip dengan keledai dalam hal mengeraskan suara. Dan suara seperti ini dibenci oleh Allah Ta’ala. Dinyatakan ada keserupaan menunjukkan akan keharaman bersuara keras dan tercelanya perbuatan semacam itu sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ ، الَّذِى يَعُودُ فِى هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَرْجِعُ فِى قَيْئِهِ
Tidak ada bagi kami permisalan yang jelek. Orang yang menarik kembali pemberiannya adalah seperti anjing yang menjilat kembali muntahannya[1] (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 58)
Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata, “Seandainya mengeraskan suara dianggap ada faedah dan manfaat, tentu tidak dinyatakan secara khusus dengan suara keledai yang sudah diketahui jelek dan menunjukkan kelakuan orang bodoh.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 648).
Sungguh tanda tidak beradabnya seorang muslim jika ia berbicara dengan nada keras di hadapan orang tuanya sendiri, apalagi jika sampai membentak.
Mengenai suara keledai, kita diminta meminta perlindungan pada Allah ketika mendengarnya. Hal ini berbeda dengan suara ayam berkokok. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,
إِذَا سَمِعْتُمْ صِيَاحَ الدِّيَكَةِ فَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ ، فَإِنَّهَا رَأَتْ مَلَكًا ، وَإِذَا سَمِعْتُمْ نَهِيقَ الْحِمَارِ فَتَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ ، فَإِنَّهُ رَأَى شَيْطَانًا
“Apabila kalian mendengar ayam jantan berkokok di waktu malam, maka mintalah anugrah kepada Allah, karena sesungguhnya ia melihat malaikat. Namun apabila engkau mendengar keledai meringkik di waktu malam, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari gangguan syaithan, karena sesungguhnya ia telah melihat syaithan” (HR. Muslim no. 3303 dan Muslim no. 2729).

B.     Tafsir QS. Luqman ayat 19

1.  Tafsir surat Lukman ayat 19

Kata ( تصعرtushair terambil dari kata ( الصعر ) ash-sha’ar yaitu penyakit yang  menimpa unta dan menjadikan leherny keseleo, sehingga ia memaksakan dia berusaha keras agar berpaling sehingga tekanan tidak tertuju kepada syaraf lehernya yanag membangkitkan  rasa sakit. Dari kata inilah ayat diatas menggambarkan upaya keras dari seseorang untuk  angkuh dan menghina orang lain. Memang sering kali penghinaan tercermin pada kekenggangan melihat sikap yang dihina.
Kata ( فى الارضfil ardi di sebutoleh ayat diatas, untuk mengisyaratkan bahwa asal kejadin manusia dari tanah, sehingga ia hendaknya tidak menyombongkan diri dan melangkah angkih ditempat itu. Demikian kesan al-Biqa’i. Sedangkan Ibn Asyur memperoleh kesan bahwa  bumi adalah tempat berjalan semua orang semua orang yang kuat dan yang lemah , yang kaya dan yang miskin, penguasa dan rakyat jelata. Mereka semu sama sehingga tidak wajar bagi  pejalan yang sama, menyombongkan diri dan merasa melebihi oranglain.
Kata ( مختا لاmuhtalan terambil dari akar kata yang sama dengan ( ختالkhayal . karena  kata ini pada mulanya artinya orang yang tingkahlakunya diarahkan oleh khayalanya, bukan oleh kenyataan yang ada pada dirinya. Biasanya orang semacam ini berjalan angkuh dan  merasa dirinya memiliki kelebihan dibandingkan dengan orang lain. Dengan demikian  keangkuhanya tampak sangay nyata dalam keseharianya. Kuda dinamai khair  karena cara  jalanya mengesankan keangkuhan. Seseorang yang mukhtal membanggakan apa yang dimilikinya, bahkan tidaak jarng membanggakan apa yang pada hakikatnya tidak ia miliki. Dan inilah yang di tunjukan oleh kata ( فخؤراfakhuron, yakni seringkali membanggakan  diri. Memang kedua kata ini yakni mukhtal dan fakhur mengandung kata kesombongan,  kata yang pertama bermakna yang terlihat dalam tingkah laku , sedangkan yang kedua yang  terdengar dari ucapan-ucapan. Disisi lain, perlu dicatat bahwa penggabunga kedua kedua  hal itu bukan berarti bahwa ketidak senangan Allah baru lahir bila keduanya tergambung  bersama-sama dalam diri seseorang. Tidak ! jika salah satu dari sifat itu disandang manusia  maka hal itu telah mengundang murkanya. Penggabungan keduanya pada ayat ini atau ayat-ayat yang lain hanya bermaksud menggambarkan bahwa salah satu dari keduanya seringkali berbarengan dengan yang lain.
Kata (اغضضughdudh terambil dari kata (غضّghadhdh dalam kata lain “pengunaan  sesuatu tidak dalam potensinya yang sempurna” Mata dapat memandang ke kiri dan ke kanan secara bebas. Perintah ghadhah jika di tujukan kepada mata kemampuan itu hendaknya di  batasai dan tidak digunakan secara maksimal . Demikian juga suara. Dengan perintah di atas, seorang diminta untuk tidak berteriak sekuat kemampuanya, tetapi dengan suara perlahan  namun tidak harus berbisik.
Demikian Lukman Al Hakim mengakiri nasihat tentang pokok-pokok tuntunan agama.  Di sana ada akidah, syariat dan akhlak, tiga unsur ajaran Al-Quran. Disana ada akhlak  terhadap Allah. Terhadap pihak lain dan terhadap diri sendiri. Ada juga perintah moderasi yang merupakan ciri dari segala macam kebajikan, serta perintah bersabar, yang merupakan  syarat meraih sukses, duniawi dan ukhriwi. Demikian Lukman al-Hakim mendidik  anaknya bahkan memberi tuntunan kepada siapapun yang ingin menelusuri jalan kebajikan.
“Dan sederhanalah dalam berjalan “ jangan cepat mendorong-dorong. Takut kalu-kalu lekas  payah. Jangan lambat tertegun-tegun, sebab itu membawa malas dan membuang waktu  di jalan; bersikaplah sederhana. “Dan lunakanlah suara” jangan bersuara keras tidak sepadan dengan yang hadir. Apalagi jika bergaul dengan orang yang ramai di tempatumum. Orang  yang tidak tau sopan santun lupa bahwa di tempat itu bukanlah dia berdua dengan temanya  itu saja yang duduk . lalu dia dersuara keras sesungguhnya seburuk-buruknya suara ialah  suara keledai.Mujahid berkata; “memang suara keledai itu jelek sekali. Maka orang yang  bersuara keras menghardik-hadik, sampai seperti akan pecah kerongkongannya, suara jadi  terbalik, menyerupai suara keledai , tidak enak di dengar. Dan dia pun tidak disukai oleh  Allah. “Sebab itu tidak ada salahnya jika orang bercakap yang lemah lembut, dikeraskan jika akan di pakai hendakmengerahkan orang banyak kepada suatu pekerjaan besar.  Atau seumpama seorang komandan peperangan ketika mengerahkan prajuritnya untuk tampil di medan perang.[2]

2. Tafsir Al-Maragi

وَٱقۡصِدۡ فِي مَشۡيِكَ
Penjelasan : “Dan berjalanlah dengan langkah yang sederhana, yakni tidak terlalu lambat juga tidak terlalu cepat, akan tetapi berjalanlah dengan wajar  tanpa dibuat-buat dan juga tanpa pamer menonjolkan sikap rendah diri atau sikap tawadh”
وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَۚ
Penjelasan : “Kurangilah tingkat kekerasan suaramu, dan perpendeklah cara bicaramu,
janganlah kamu mengangkat suaramu bilamana tidak diperlukan sekali. Karena sesungguhnya sikap yang demikian itu lebih berwibawa bagi yang melakukannya, dan lebih mudah diterima oleh jiwa pendengarnya  serta lebih gampang untuk dimengerti.
إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٰتِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِيرِ
Penjelasan : “Sesungguhnya suara yang paling buruk dan paling jelek, karena ia  dikeraskan lebih dari pada apa yang diperlukan tanpa penyebab adalah suara keledai. Dengan kata lain, bahwa orang yang mengeraskan suaranya itu berarti suaranya mirip suara keledai. Dalam hal ini ketinggian nada dan kekerasan suara, dan suara yang seperti itu sangat dibenci oleh Allah SWT.[3]


3.      Tafsir Al-Mishbah
Dan bila engkau melangkah, janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh, tetapi berjalanlah dengan lemah lembut penuh wibawa. Sesungguhnya Allah tidak menyukai yakni tidak melimpahkan anugerah kasih sayang-Nya kepada orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan bersikap sederhanalah dalam berjalanmu, yakni jangan membusungkan dada dan jangan juga merunduk bagaikan orang sakit. Jangan lari tergesa-gesa dan jangan juga sangat perlahan menghabiskan waktu. Dan lunakkanlah suaramu sehingga tidak terdengar bagaikan teriakan keledai. Sesungguhnya seburuk-buruknya suara ialah suara keledai karena awalnya siulan yang tidak menarik dan akhirnya tarikan nafas yang buruk.[4]

C.  Ayat Pendukung

Q.S Al Hujurat ayat 2
Surat Al-Hujurat ayat 2
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara  Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus pahala amalan,  sedangkan kamu tidak menyadari.”





D. Aplikasi Dalam Kehidupan
1. Kita Berbicara kepada anak didik harus lemah lembut dan jangan kasar / keras.
2. Ketika Bertutur kata kepada orang lain janganlah sampai menyinggung dan
mengecewakannya.
3. Sebagai manusia kita harus harus mempunyai akhlak mulia
4. Apabila ada yang bertutur Kasar hendaklah kita menguingatkan
5. Orang tua Mengajarkan kepada orang tuanya tentang perbuatan yang baik

E.  Aspek Tarbawi
1. Jangan Engkau Bertutur keras karena itu bagaikan seekor keledai yang bersuara jelek
2.   Bertuturlah Lembut kepada anak didik dan mengerjakan akhlah mulia
3. Antar sesama manusia hendaknya berbicara dengan sopan dan santun




















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Satu akhlak mulia lagi diajarkan oleh Lukman kepada anaknya ketika ia memberi wasiat padanya yaitu sikap tawadhu’ dan bagaimana beradab di hadapan manusia. Di antara yang dinasehatkan Lukman Al Hakim adalah mengenai adab berbicara, yaitu janganlah berbicara keras seperti keledai.
Allah Ta’ala berfirman,
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Lukman: 19).
Berjalanlah dengan Tawadhu’
Mengenai ayat,
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan”, yang dimaksud adalah berjalan dengan sikap pertengahan.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Berjalanlah dengan sikap pertengahan. Jangan terlalu lambat seperti orang malas. Jangan terlalu cepat seperti orang yang tergesa-gesa. Namun bersikaplah adil dan pertengahan dalam berjalan, antara cepat dan lambat.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 58)
Ulama lain menerangkan yang dimaksud dengan perkataan Lukman adalah agar tidak bersikap sombong dan perintah untuk bersikap tawadhu’.
Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud adalah berjalanlah dengan sikap tawadhu’ dan tenang. Janganlah bersikap sombong dan takabbur. Jangan pula berjalan seperti orang yang malas-malasan.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 648).
Keutamaan sifat tawadhu’ disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah diri) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya” (HR. Muslim no. 2588). Yang dimaksudkan di sini, Allah akan meninggikan derajatnya di dunia maupun di akhirat. Di dunia, orang akan menganggapnya mulia, Allah pun akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan kedudukannya akhirnya semakin mulia. Sedangkan di akhirat, Allah akan memberinya pahala dan meninggikan derajatnya karena sifat tawadhu’nya di dunia (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim,  16: 142)

























DAFTAR PUSTAKA

Jalaludin, Imam, 1749.Terjemah tafsir jalalain berikut asbabunnuzul.(Bandung; SINAR BARU)
Shihab, Quraish. 2004, Tafsir Al Misbah. (Jakarta; Lentera Hati)
Hamka. 1982, Tafsir Al Azhar juzXXI. (Jakarta; Pustaka Panjimas)
Jalaludin al mahalli, Imam.1987, Tafsir jalalain. (jakarta, Sinar baru Algensindo)
Al Maragi, Ahmad Mustafa. 1992.Tafsir Al-Maragi. Semarang: PT. Karya Toha     Putra Semarang.
























PROFIL PENULIS

Nama                          : Puput Anggraeni
Tempat, tanggal lahir             : Pemalang, 10 Juli 1996
Alamat                        : Ds Kaligawe Dk Kaligelang Rt 05/03 Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang
Riwayat Pendidikan :
1.      TK ADIYAKSA Pemalang
2.      SD N 14 Mulyoharjo Pemalang
3.      SMP Satya Praja 02 Pemalang
4.   Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Pemalang 
5.      IAIN Pekalongan (Sedang dalam penantian)

























[1]. Jalaludin, Imam, 1749.Terjemah tafsir jalalain berikut asbabunnuzul.(Bandung; SINAR BARU)

[2] . Hamka. 1982, Tafsir Al Azhar juzXXI. (Jakarta; Pustaka Panjimas)
[3] . Al Maragi, Ahmad Mustafa. 1992.Tafsir Al-Maragi. Semarang: PT. Karya Toha     Putra Semarang.

[4] . Shihab, Quraish. 2004, Tafsir Al Misbah. (Jakarta; Lentera Hati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar