Laman

Selasa, 02 Mei 2017

TT2 C11a JANGAN SEKALI-KALI MENGEJEK ORANG Q.S. AL-HUJURAAT [49], AYAT 11

PENDIDIKAN ETIKA GLOBAL

JANGAN SEKALI-KALI MENGEJEK ORANG
Q.S. AL-HUJURAAT [49], AYAT 11

Budi Santoso  (2021115284)
Kelas C

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT  AGAMA  ISLAM  NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017




KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah,, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan taufiq, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Pendidikan Etika Global (jangan sekali-kali mengejek orang)”. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, sahabatnya, keluarganya, serta segala umatnya hingga yaumil akhir. Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang selalu mendukung dalam segala usaha dan perbuatan baik, kepada bapak dosen Muhammad Hufron, M. S. I. selaku dosen pengampu matakuliah Tafsir Tarbawi II, serta semua teman-teman dan semua  pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini disusun guna menambah wawasan pengetahuan mengenaiPENDIDIKAN ETIKA GLOBAL (Jangan Sekali-Kali Mengejek Orang)”. Makalah ini disajikan sebagai bahan materi dalam diskusi mata kuliah Tafsir Tarbawi II.
Penulis menyadari bahwa kemampuan dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna. Penulis sudah berusaha dan mencoba mengembangkan dari beberapa referensi mengenai sumber ajaran islam yang saling berkaitan. Apabila dalam penulisan makalah ini ada kekurangan dan kesalahan baik dalam penulisan dan pembahasannya maka penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran dari pembaca.
Akhir kata, semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca yang budiman. Aamiin yaa robbal ‘aalamiin.

Pekalongan,29 April 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Diera global dan serba modern ini memang tidak dapat dipungkiri betapa begitu pesatnya perkembangan dan kemajuan disegala bidang tidak terkecuali dalam bidang pendidikan. Pendidikan begitu berperan dalam bidang pendidikan dan pembangunan, begitupun hukum kausalitasnya. Westernisasi pun tidak dapat ditampik kehadirannya.
Sebagai seorang muslim yang bijak, hendaknya kita bisa menyaring, memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang harus diambil dan mana yang harus ditinggalkan. Seperti halnya etika, masalah etika agak-agaknya masih saja menjadi problematika bagi seluruh ummat disegala penjuru bangsa. Rupa-rupanya pendidikan yang sudah begitu mengglobal tidak begitu dapat mengatasinya kecuali dari jatidiri seseorang pribadi sebagai insan kamil lah yang bisa mengndalikannya.
Nabi muhammad ialah seorang Rasul Allah yang diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Syukur alhamdulillah Rosul Allah mendapat mu’jizat kitab Al-Qur’an yang mana di dalam Al-Qur’an tersebut memuat tentang pendidikan pada umumnya dan tak terkecuali juga pendidikan etika.
B.     Judul Makalah
Judul Makalah yang akan diulas kali ini ialah PENDIDIKAN ETIKA GLOBAL (JANGAN SEKALI-KALI MENGEJEK ORANG) yang termuat dalam Q.S. AL-HUJURAT (49), AYAT 11.
C.     Nash Al-Qur’an dan Artinya
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw öyó¡o ×Pöqs% `ÏiB BQöqs% #Ó|¤tã br& (#qçRqä3tƒ #ZŽöyz öNåk÷]ÏiB Ÿwur Öä!$|¡ÎS `ÏiB >ä!$|¡ÎpS #Ó|¤tã br& £`ä3tƒ #ZŽöyz £`åk÷]ÏiB ( Ÿwur (#ÿrâÏJù=s? ö/ä3|¡àÿRr& Ÿwur (#rât/$uZs? É=»s)ø9F{$$Î/ ( }§ø©Î/ ãLôœew$# ä-qÝ¡àÿø9$# y÷èt/ Ç`»yJƒM}$# 4 `tBur öN©9 ó=çGtƒ y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqçHÍ>»©à9$# ÇÊÊÈ  
11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
D.    Arti Penting / Urgensi Kajian
Al-Qur’an surat Al-Hujuraat ayat 11 ini menerangkan tentang larangan untuk melakukan perbuatan buruk pada seseorang pada umumnya, dan khususnya adalah larangan untuk tidak mengejek (menghina), mengolok-olok seseorang. Sebab perbuatan itu termasuk perbuatan yang dzalim, dengan artian bisa menyakiti hati seseorang dan tidak merupakan perbuatan yang dilarang  oleh Allah SWT.








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori
 Menurut Ki Hajar Dewantara bahwa pengertian pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.[1]
Etika/eti·ka/ /étika/ n ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).[2]
Defnisi mengejek, ialah mengolok-olok (menertawakan, menyindir) untuk menghinakan; (mempermainkan dng tingkah laku: ia tidak disukai temannya krn suka ~ anak-anak lain).[3]

B.     Tafsir Q.S. Al-Hujurat, ayat 11

1.      Tafsir Al-Mishbah
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw öyó¡o ×Pöqs% `ÏiB BQöqs% #Ó|¤tã br& (#qçRqä3tƒ #ZŽöyz öNåk÷]ÏiB Ÿwur Öä!$|¡ÎS `ÏiB >ä!$|¡ÎpS #Ó|¤tã br& £`ä3tƒ #ZŽöyz £`åk÷]ÏiB ( Ÿwur (#ÿrâÏJù=s? ö/ä3|¡àÿRr& Ÿwur (#rât/$uZs? É=»s)ø9F{$$Î/ ( }§ø©Î/ ãLôœew$# ä-qÝ¡àÿø9$# y÷èt/ Ç`»yJƒM}$# 4 `tBur öN©9 ó=çGtƒ y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqçHÍ>»©à9$# ÇÊÊÈ  
11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, boleh jadi meraka lebih baik dari mereka. Dan jangan pula wanita-wanita terhadap wanita-wanita lain, boleh jadi meraka lebih baik dari mereka, dan janganlah  kamu mengejek diri kamu sendiri dan janganlah kamu panggil  memanggil dengan gelar-gelar buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah kefasikan sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Allah berfirman memanggil kaum beriman dengan penggilan mesra: Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum, yakni kelompok pria, mengolok-olok kaum kelompok pria yang lain karena hal tersebut dapat menimbulkan pertikaian – walau yang diolok-olok kaum yang lemah – apalagi boleh jadi mereka yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka yang mengolok-olok sehingga dengan demikian yang berolok-olok melakukan kesalahan berganda. Pertama mengolok-olok dan kedua yang diolok-olokkan lebih baik dari mereka; Dan jangan pula wanita-wanita, yakni mengolok-olok, terhadap wanita-wanita lain karena ini menimbulkan keretakan hubungan antar-mereka, apalagi boleh jadi mereka, yakni wanita yang diperolok-olokkan itu, lebih baik dari mereka, yakni wanita yang mengolok-olok itu, dan janganlah kamu mengejek siapa pun—secara sembunyi-sembunyi—dengan ucapan, perbuatan, atau isyarat karena ejekan itu akan menimpa diri kamu sendiri dan janganlah kamu panggil  memanggil dengan gelar-gelar yang dinilai buruk oleh yang kamu panggil—walau kamu menilainya benar dan indah—baik kamu yang menciptakan gelarnya maupu orang lain. Seburuk-buruk panggilan ialah  panggilan kefasikan, yakni panggilan buruk sesudah iman. Siapa yang bertaubat sesudah melakukan hal-hal buruk itu, maka mereka ialah orang-orang yeng menelusuri jalan lurus dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim dan mantap kezalimannya dengan menzalimi orang lain dan dirinya sendiri.
Kata (يسخر) yaskhar/memperolok-olokkan yaitu menyebut kekurangan pihak lain dengan tujuan mentertawakan yang bersangkutan, baik dengan ucapan, perbuatan, atau tingkah laku.
Kata (قوم) qaum bisa digunakan untuk menunjuk sekelompok manusia. Bahasa menggunakannya pertama kali untuk kelompok laki-laki saja kerena ayat di atas menyebut pula secara khusus wanita. Memang, wanita dapat saja masuk dalam pengertian qaum –bila ditinjau dari penggunaan sekian banyak kata yang menunjuk kepada laki-laki, misalnya kata al-mu’minuun dapat juga tercakup di dalamnya al-mu’minat/wanita-wanita mukminah. Namun, ayat di atas mempertegas penyebutan kata (نساء) nisa’/perempuan karena ejekan da “merumpi” lebuh banyak terjadi di kalangan permpuan dibandingkan kalangan laki-laki.
Kata (تلمزوا) talmizu terambil dari kata (اللمز) al-lamz. Para ulama’ berbeda pendapat dalam memaknai kata ini. Ibn Asyur, misalnya, memahaminya dalam arti ejekan yang langsung dihadapkan kepada yang diejek, baik dengan isyarat, bibir, tangan, atau kata-kata yang dipaham sebagai ejekan atau ancaman. Ini adalah salah satu bentuk kekurangajaran dan penganiayaan.
Firman-Nya: (عسى أن يكونوا خيرا منهم) ‘asa an yakunu khairan minhum/boleh jadi mereka yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka yang mengolok-olok mengisyaratkan tentang adanya tolok ukur kemuliaan yang menjadi dasar penilaian Allah yang boleh jadi berbeda dengan tolok ukur manusia secara umum. Memang, banyak nilai yang dianggap baik oleh sementara orang terhadap diri mereka sendiri atau orang lain justru sangat keliru. Kekeliruan itu mengantar mereka menghina dan melecehkan pihak lain. Padahal, jika mereka menggunakan dasar penilaian yang ditetapkan Allah, tentulah mereka tidak akan menghina atau mengejek.
Kata (تنابزوا) tanabazu terambil dari kata (النّبذ) an-nabz, yakni gelar buruk. At-tanabuz adalah saling memberi gelar buruk. Larangan ini menggunakan bentuk kata yang mengandung makna timbal-balik, berbeda dengan larangan al-lamz pada penggalan sebelumnya. Ini bukan saja karena at-tanabuz lebih banyak terjadi dari al-lamz, tetapi juga karena gelar buruk biasanya disampaikan secara terang-terangan dengan memanggil yang bersangkutan. Hal ini mengundang siapa yang tersinggung dengan panggilan buruk itu membalas dengan memanggil yang memanggilnya pula dengan gelar buruk sehingga terjadi tanabuz
Kata (الإسم) al-ism yang dimaksud ayat ini bukan dalam arti nama, tetapi sebutan. Dengan demikian, ayat di atas bagaikan menyatakan: “seburuk-buruk sebutan ialah menyebut seseorang dengan sebutan yang mengandung makna kefasikan setelah ia disifati dengan sifat keimanan.” Ini karena keimanan bertentangan dengan kefasikan. Ada juga yang memahami kata al-ism dalam arti tanda dan jika demikian ayat ini berarti: “seburuk-buruk tanda pengenalan yang disandangkan kepada seseorang setelah ia beriman adalah memperkenalkannya dengan perbuatan dosa yang pernah dilakukannya.” Misalnya, dengan memperkenalkan seseorang dengan sebutan si Pembobol Bank atau Pencuri dan lain-lain.[4]

2.      Tafsir Al-Qurthubi
Firman Allah Ta’ala,
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw öyó¡o ×Pöqs% `ÏiB BQöqs% #Ó|¤tã br& (#qçRqä3tƒ #ZŽöyz öNåk÷]ÏiB
Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok).” Menurut satu pendapat, (maksudnya lebih baik) di sisi/menurut Allah.
             Menurut satu pendapat, (yang dimaksud dari firman Allah): مّنْهُمْخَيْرًا “lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok),” adalah karena dia telah memiliki akidah dan telah memeluk agama islam di dalam hatinya.
            As-Sukhriyyah adalah Al-Istihza’ (olok-olokan). (Dikatakan): Sakhartu minhu (aku mengolok-oloknya), Askhuru Syakharan Musyakhiran dan Syukhran. Abu Zaid meriwayatkan: “Sakhartu bihi (aku mengolok-oloknya), dan itu (ungkapan sakhartu bihi) merupakan yang terburuk dari dua dialek (sakhartu minhu dan sakhartu bihi).”
Namun Al Akhfasy berkata, “(dikatakan): Sakhartu minhu (Aku mengolok-oloknya) dan Sakhartu bihi (aku mengolok-oloknya), Dhahaktu minhu (aku menertawakannya) dan Dhahaktu bihi (aku menertawakannya), Hazi’tu minhu (aku mengejeknya) dan Hazi’tu bihi (aku mengejeknya). Semua ungkapan itu boleh untuk diungkapkan. Bentuk isim dari kata kerja tersebut adalah As-Sukhriyyah dan As-Sukhri. Firman Allah (berikut ini) boleh dibaca dengan kedua kata tersebut: لّيتخذ بعضهم بعضا سخريا  ‘agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.’ (Q.S. Az-Zukhruf [43]: 32).” Hal itu sudah dibahas pada pembahasan terdahulu.

Mengenai sebab turunnya ayat ini:
Ibnu Abbas berkata, “ayat ini diturunkaan pada Tsabit bin Qais bin Syamas yang mempunyai gangguan pendengaran di telinganya. Apabila mereka mendahuluinya datang ke majlis Nabi SAW, maka para sahabat pun selalu memberikan tempat untuknya ketika dia datang, agar dia dapat duduk di samping beliau, sehingga dia dapat mendengar apa yang beliau katakan.
Suatu hari Tsabit datang saat Shalat Subuh bersama Nabi SAW sudah berlangsung satu rakaat. Ketika Nabi SAW selesai shalat, maka para sahabat pun mengambil tempat duduknya dimajlis itu. Masing-masing orang menempati tempat duduknya dan tidak mau beralih dari sana, sehingga tak aada seorangpun yang mau memberikan tempat duduk untuk orang lain. Akibatnya, orang yang tidak menemukan tempat duduk terpaksa berdiri.
Ketika Tsabit telah menyelesaikan shalatnya, dia melangkahi leher orang-orang dan berkata, ‘lapangkanlah-lapangkanlah’. Mereka kemudian memberikan kelapangan padanya, hingga dia sampai di dekat Nabi SAW. Namun antara dia dan Nabi SAW masih terhalang oleh seseorang. Tsabit kemudian berkata kepada orang itu, ‘lapangkanlah’. Orang itu menjawab, ‘engkau telah menemukan tempat duduk, maka duduklah engkau’. Tsabit duduk di belekang orang itu dalam keadaan yang kesal. Dia bertanya, ‘siapa orang ini?’ para sahabat menjawab ‘fulan’. Tsabit berkata, ‘oh, anak si fulanah?’ Tsabit mengejek orang itu dengan ungkapan tersebut. Maksudnya, apa statusnya pada masa jahiliyah. Orang itu pun menjadi malu, lalu turunlah ayat ini.[5]

3.      Tafsir Al-Maraghi
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw öyó¡o ×Pöqs% `ÏiB BQöqs%
     Janganlah beberapa orang dari orang-orang mukmin mengolok-lok orang-orang mukmin lainnya.
     Sesudah itu, Allah SWT. menyebutkan alasan, kenapa hal itu tak boleh dilakukan denganfirman-Nya:
#Ó|¤tã br& (#qçRqä3tƒ #ZŽöyz öNåk÷]ÏiB
     Karena kadang orang yang diolok-olokkan itu lebih baik di sisi Alah daripada orang-orang yang mengolok-oloknya, sebagaimana diriwayatkan pada sebuah atsar.
Barangkali orang yang berambut kusut penuh debu tidak punya apa-apa dan tidak dipedulikan, sekiranya ia bersumpah dengan menyebut AllAH Ta’ala, maka Allah mengabulkannya. Karena, barangkali ia lebih ikhlas nuraninya dan lebih bersih hatinya.
Ÿwur Öä!$|¡ÎS `ÏiB >ä!$|¡ÎpS #Ó|¤tã br& £`ä3tƒ #ZŽöyz £`åk÷]ÏiB
Dan janganlah kaum wanita mengolok-olok kaum wanita lainnya, karena barangkali wanita-wanita yang diolok-olokkan itu lebih baik daripada wanita-wanita yang mengolok-olokkan.
Allah menyebutkan kata jamak pada dud tempat dalam ayat tersebut, larena kebanyakan mengolok-olok itu dilakukan di tengah orang banyak, sehingga sekian banyak orang enak saja mengeolok-olokkan, sementara di pihak lain banyak pula yang sakit hati.
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Aisyah ia berkata, di hadapan Nabi SAW saya menirukan seorang laki-laki. Maka beliau bersabda: saya tidak suka sekiranya aku meniru seorang laki-laki padahal aku sendiri begini-dan begini. ‘Aisyah berkata: maka saya berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya Shafiyah itu seorang wanita__’Aisayah memperagakan dengan tangannya sedemikian rupa yang maksudnya bahwa Shafiyah itu wanita yang pendek. Maka Rasul SAW bersabda: Sesungguhnya kamu telah mencampur suatu kata-kata yang sekiranya dicampur dengan air laut, tentu akan bercampur seluruhnya.
Muslim telah meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda: sesunguhnya Allah tidak memendang kepada rupamu dan hartamu, akan tetapi memandang kepada hati dan amal perbuatanmu.
Ÿwur (#ÿrâÏJù=s? ö/ä3|¡àÿRr&
Dan janganlah sebagian kamu mencela sebagian yang lain dengan ucapan atau pun isyarat secara tersembunyi.
Firman Allah Ta’ala anfusakum merupakan peringatan bahwa orang yang berakal tentu takkan mencela dirinya sendiri. Oleh karena itu, tidak sepatutnya ia mencela orang lain. Karena orang lain itu pun seperti dirinya juga. Karenanya, sabda Nabi SAW. : orang-orang mu’min itu seprti halnya stu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh itu menderita sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan tak bisa tidur dan demam.
Ÿwur (#rât/$uZs? É=»s)ø9F{$$Î/
Dan janganlah sebagian kamu memanggil sebagian yang lain dengan gelar yang menyakiti dan tidak disukai. Seperti halnya berkata kepada sesama muslim: hai fasik, hai munafik, atau brkata kepada orang yang masuk islam: Hai Yahudi, Hai Nasrani.
}§ø©Î/ ãLôœew$# ä-qÝ¡àÿø9$# y÷èt/ Ç`»yJƒM}$#
Alangkah buruknya sebutan yang disampaikan kepada orang-orang mu’minbila mereka disebut sebagai orang-orang yang fasik setelah meraka masuk ke dalam iman dan termasyhur dengan keimanan tersebut.
Hal ini merupakan isyarat betapa buruknya penghimpunan antara dua perkara, yakni sebagaimana kamu mengatakan: alangkah buruknya tingkah laku seperti anak muda setelah tua. Maksudnya, tingkah laku anak muda yang dilakukan semasa sudah tua.
`tBur öN©9 ó=çGtƒ y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqçHÍ>»©à9$#
Dan barangsiapa tidak bertaubat dari mencela saudara-saudaranya dengan gelar-gelar yang Allah melarang mengucapkannya, atau menggunakannya sebagai ejekan atau olok-olok terhadapnya, maka mereka itulah orang-orang yang menganiaya diri sendiri yang berarti mereka menmpakan hukuman Allah terhadap diri sendiri karena kemaksiatan mereka terhadap-Nya.[6]
C.     Aplikasi dalam kehidupan
Setelah mengkaji Q.S. Al-Hujuraat ayat 11 diatas, hendaknya semua pembelejaran tersebut dapatlah kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari, yakni dengan selalu meningkatkan iman serta ketakwaan kepada Allah juga meneladani sifat Rasul Allah, dengan tidak bersewang-wenang berbuat dimuka bumi ini. Khususnya dalam bertingkah laku yang mempunyai kode etik.

D.    Aspek tarbawi
Banyak pelajaran yang dapat diambil dari kajian Q.S. Al-Hujuraat ayat 11 yang telah diulas pembahasannya di atas, antara lain ialah sebagai berikut:
a)      Allah maha mengetahui apa yang tersembunyi didalam diri semua hamba-Nya
b)      Mengetahui mana yang haq dan mana yang bathil
c)      Tumbuhnya kesadaran akan prikemanusiaan atau peduli sesama
d)     Jangan melupakan tenggangrasa
e)      Semua yang baik di sisi Allah hanya karena amal ibadahnya, bukan karena bagus rupa atau pun banyanya kepemilikan harta.









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendidikan ialah suatu proses dalam perubahan seseorang dari masa ketidaktahuan hingga menuju sampai pada pengetahuan. Bagitu banyak pendidikan yang diajarkan dalam kehidupan ini, tak terkecuali ialah pendidikan Etika yang penjelelasannya termuat dalam Q.S. Al-Hujuraat ayat 11.
Etika juga bisa digaris luruskan dengan moral dan akhlak, yang mana hubungan ketiganya ialah membahas tentang tingkah laku, perbuatan yang mengandung nilai baik dan atau buruk.
Allah SWT mengajarkan Nabi Muhammad SAW tentang etika, akhlak melalui peristiwa-peristiwa yang ada disekitar Nabi SAW   yang kemudian peristiwa-peristiwa tersebut menjadikan sebab turunnya suatu ayat sebagai pembelajaran bagi kaumnya.

B.     Saran
Makalah ini jauh dari kata sempurna karena berbagai keterbatasan pengetahuan penulis dan juga pembuatannya. Dari hal tersebut penulis menyarankan agar pembaca tidak hanya membaca dari apa yang ada di dalam makalah ini ataupun dari sumber-sumber yang terdapat didalam makalah. Juga perlu adanya koreksi serta diharapkan tindak lanjut penyempurnaan dari pembaca demi terciptanya kesempurnaan serta kemajuan dalam pengetahuan.






DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghiy, Ahmad Musthafa. 1989. Tafsir Al-Maraghiy juz xxiv. Diterjemahkan oleh: K. Anshori Umar Sitanggal, dkk. Semarang: Tohaputra
Al Qurthubi, Syaikh Imam. 2009. Afsir Al Qurthubi 17. Diterjemahkan oleh: Akhmad Khatib. Jakarta: Pustaka Azzam
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati




PROFIL PENULIS
Nama               : Budi Santoso
TTL                 : Pekalongan, 22 Juni 1992
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat            : Dukuh Wetan Rt.11/Rw.05, Desa pagumenganmas
                          Kec. Karangdadap, Kab. Pekalongan
Status              : Mahasiswa
Hubungan       : Lajang
Hobby                         : Memancing
Motto              : Hadapi yang ada didepanmu
Pendidikan      :
-          SD Negeri Karangdadap                                            1998-2004
-          Mts Al-Hikmah Proto Kedungwuni                           2004-2007
-          SMA Sederajat (Paket C) Ngudi Ilmu Kedungwuni 2012-2015
-          S1 Pendidikan Agama Islam IAIN Pekalongan      2015-saat ini






[2] http://kbbi.web.id/etika, diakses pada 29-04-2017 pukul 08.33
[3] https://www.artikata.com/arti-363062-mengejek.html, diakses pada 29-04-2017 pukul 08.38
[4] M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an , (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 603-607
[5] Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, penerjemah. Akhmad Khatib, (Jakarta:  Pustaka Azzam, 2009), hlm. 57-59
[6] Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy juz xxiv, penerjemah. K. Anshori Umar Sitanggal, dkk, (Semarang: Tohaputra, 1989), hlm. 224-228

Tidak ada komentar:

Posting Komentar