Laman

Selasa, 02 Mei 2017

TT2 D11a “JANGAN SEKALI-KALI MENGEJEK ORANG” (Q.S. Al-Hujurat Ayat 11)

PENDIDIKAN ETIKA GLOBAL
“JANGAN SEKALI-KALI MENGEJEK ORANG”
(Q.S. Al-Hujurat Ayat 11)

Tri Dewi Larasati (2021115342 )
Kelas: D

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI  (IAIN) PEKALONGAN
2017




KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji Syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan karunia rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan  makalah hadis tarbawi II ini,  Ketercapaian dan terselesaikannya makalah  ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak yang senantiasa memberikan masukan dan bimbingan pada penyusunan makalah  ini, sebagai wujud penghormatan saya ucapkan terima kasih kepada:
1.      Ayahanda serta ibunda yang terkasih
2.      Dr. H. Ade Dedi Rohayana, M. Ag selaku rektor Institut Agama Islam Negeri Pekalongan serta jajarannya
3.      Muhammad  Hufron,  M.Si  selaku  dosen  mata  kuliah  Tafsir  Tarbawi  II IAIN Pekalongan
4.      Staf  perpustakaan  Institut  Agama  Islam  Negeri  Pekalongan  yang  telah menyediaan buku-buku bacaan terkait makalah ini.
5.      Teman-teman khususnya teman satu perjuangan dan semua pihak yang bersangkutan dalam pembuaatan makalah ini.
Dengan tersusunnya makalah ini semoga adapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Penulis juga memohon maaf kepada para pembaca, apabila ada kesalahan atau cara penyajian yang kurang sesuai dengan hati pembaca karena makalah  ini masih banyak kekurangan. Maka penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun terhadap makalah ini.
Wassalamu’alaikumWr. Wb





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada hakikatnya manusia itu sama dihadapan Tuhannya yang  membedakanhanya amal perbuatan manusianya saja. Sehingga tidaklah baik jika sesama manusia saling menjelek-jelekan, mencela hingga menggolok-olok dalam pergaulannya sesama manusia terutama sangatlah buruk jika mengolok-ngolok yang dilakukan oleh umat muslim yang notabennya adalah saudara sesama umat atau  yang lainnya. Sehingga budi yang baik dan kesopanan yang beretika dalam pergaulan global sangatlah perlu agar terhindar dari sikap keras dan sombong yang menjadikan umat menjelek-jelekan lainnya dan merasa dirinya paling hebat diantara lainnya. Seperti yang tercantum dalam Qs. Al-Hujurat 49:11.
B.     Tema  dan Judul Makalah
Tema makalah ini adalah “Pendidikan Etika Global”.
Dan judul makalah ini adalah “Jangan Sekali-Kali Mengejek Orang”

C.    Nash dan Artinya
يَا اَيُّهَا اَّلذِ يْنَ اَمَنُوْا لاَ يَسْخَرْ  قَوْمٌ  مِّنْ  قَوْمٍ عَسى  اَنْ يَّكُوْ نُوْا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلاَ نِسَاءٌ مِنْ نِّسَاءٍ عَسَى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنُهُنَ وَلاَ تَلْمِزُوااَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْابِاْلَالْقَابِ بِئْسَ الْاِسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَاِن وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُوللَئِكَ هُمُ الظَّلِمُوْنَ
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok suatu kaum mengolok-olokan kaum lain; boleh jadi mereka ( yang diolok-olokan )  lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan), dan jangan pula wanita-wanita menolok-olokan kepada wanita yang lain, karena boleh jadi  (yang diperolok-olokan  itu) lebih baik dari yang mengolok-olokkan; dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruknya panggilan adalah panggilan nama yang fasiq sesudah iman, dan barangsiapa  yang tiada taubat, maka itulah orang-orang yang aniaya.
D.    Urgensi Mengkaji Q.S Al-Hujurah ayat 11
Mengapa surat ini penting untuk dikaji, karena dari 114 surat yang tercantum dalam Al-Qur’an, surah Al-Hujurat memiliki keutamaan dan keistimewaan tersendiri. Salah satunya dalam ayat 11  ini menjelaskan serangkaian hak islam bagi saudara seiman yang saling memiliki anatara satu sama lain. Muslim adalah saudara bagi muslim yang lain yang terkait dengan beberapa prinsip etika yang dijelaskan yang nyatanya berwujud persaudaraan dalam islam.
            Persaudaraan umat islam tidak hanya persaudaraan lahiriah saja, karena persaudaraan itu merupakan hak antara muslim satu dengan yang lain yang memiliki persyaratan dan kebutuhan yang harus dipenuhi, dan karenanya umat islam harus tahu hak-hak ini dalam kaitannya satu sama lain.
E.     Rumusan Masalah
a.    Apa pengertian Q.S Al-Mujadalah ayat 11?
b.    Bagaimana maksud dari Q.S Al-Mujadalah ayat 11
c.    Bagaimana penafsiran Al-Qur’an dari berbagai sumber buku?
d.   Bagaimana implementasi Q.S Al-Mujadalah ayat 11 dalam kehidupan?
e.    Bagaiman bentuk  aspek tarbawi yang terkandumg dalam Q.S Al-Mujadalah ayat 11?





BAB II
PEMBAHASAN

1.      Teori
Surat Al-Hujarat, artinya dalam bahasa Melayu yang asalnya ialah bilik-bilik atau kamar-kamar. Perkataan Al-Hujarah, yang artinya bilik-bilik ini terdapat pada ayat ke-4 daripada surat ini. 
Surat ini memberikan peraturan, adab dan sopan santun yang seharusnya dipakai seorang Muslim di dalam hidupnya. Dan bukan saja berkasih-kasihan diantara sesama mereka dan bersikap keras terhadap pihak lain yang tidak sepaham dengan mereka, bahkan dalam surat bilik-bilik ini diaturlah bagaimana sopan santun, hidup yang teratur yang berkesopanan terhadap Rasul. Bagaimana  sikap jika berhadapan dengan beliau, supaya jangan diserupakan kepada sesamanya, baik ketika bercakap-cakap  sehari-hari atau dalam bergaul, sebab beliau adalah pemimpin. Meskipun islam sudah memberikan garis bawah bahwasannya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertaqwa kepada Allah, bukanlah berarti bahwa budi pekerti dan sopan santun tidak termasuk dalam perlengkapan taqwa. Samalah keadaanya dengan dengan kita di zaman moderen ini, yang disebutkan zaman demokrasi. Bukanlah berarti bahwa dengan sebab kita telah hidup berdemokrasi, bahwa orang boleh saja tidak berlaku hormat diantara sesamanya. Bukanlah berarti bahwa yang muda tidak lagi menghormati yang tua dan yang tua tidak lagi berkasih sayang kepada yang muda. Barulah tegak demokrasi itu dengan halusnya apabila kita pandai meletakkan sesuatu pada tempatnya. [1]
Tujuan diturunkannya ayat ini sendiri adalah untuk menjelaskan serangakaian  hak islam bagi saudara seiman yang memiliki satu sama lain.
Ada tuga syarat yang berhubungan dengan prinsip etika dan orang-orang beriman diperintahkan untuk mengamati hal-hal berikut:
1)      Menunjukan rasa hormat pada karakter atau reputasi seseorang muslim
2)      Larangan mencari kesalahan orang lain
3)       Larangan menggunakan atau memanggil dengan nama yang buruk kepada orang beriman[2]
Ayat ini membuktikan kepada kita bahwa al-Quran melarang kita untuk mengolok-olok orang beriman. Melihat bagaimana orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang pemikiran, hati dan spiritual orang lain, manusia sejati  (yang beriman dan beretika dengan benar) memperlihatkan satu hal yang nampak mirip dari sudut pandang tampilan fisik mereka.
Selain larangan memperolok-olok sesama muslim, dalam ayat ini Allah juga melarang mencela diri sendiri. Ada sebuah pendapat dari ahli tafsir bahwa mencela diri sendiri, berarti mencela sesama mukmin karena orang-orang mukmin itu bagaikan satu tubuh. Berarti apabila seorang mukmin mencela  orang mukmin lain berarti dia mencela dirinya sendiri.[3]
Namun ada sekelompok orang yang terus-menerus mencoba mencari kesalahan orang lain, hal ini disebabkan kurangnya wawasan mengenai sifat-sifat negafit pada dirinya.
Dalam surat ini juga menjelaskan bahwa memanggil orang dengan nama atau gelar yang buruk atau jorok merupakan bentuk pelanngaran hak-hak manusia  dan menyebut orang yang melakukan tindakan ini sebagai seorang penindas atau tiran.[4]



2.      Tafsir
a.    Tafsir Al-Azhar
“Wahai orang-orang yang beriman ”, (pangkal ayat 11). Ayat ini pun akan menjadi peringatan dan nasehat sopan santun dalam pergaulan hidup kepada kaum yang beriman.  Itu pula sebabnya maka di pangkal ayat  orang-orang yang beriman juga yang diseru “Janganlah suatu kaum mengolok-olok kan kaum yang lain”. Mengolok-olok, mengejek, menghina, merendahkan dan seumpamanya, janganlah semuanya itu terjadi dalam kalangan orang yang beriman.; “ Boleh jadi yang mengolok-olokan itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan) ,” inilah peringatan yang halus dan tepat sekali dari Tuhan. Mengolok-olokan , mengejek, dan menghina tidaklah layak dilakukan kalau orang merasa dirinya beriman . sebab orang yang beriman akan selalu menilik kekurangan yang ada pada dirinya. Maka dia akan tahu kekurangan yang ada pada dirinya  itu. Hanya orang yang tidak beriman jualah yang lebih banyak melihat kekurangan orang lain dan tidak ingat akan kekurangan yang ada ada dirinya. “dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olokan kepada wanita yang lain.; karena boleh jadi yang diperolok-olokan itu lebih baik dari mereka (yang memperolok-olokan)”.  Daripada larangan ini menampakan dengan jelas bahwasannya orang-orang yang kerjannya hanya mencari kesalahan dan kehilafan orangl lain, niscaya lupakan kesalahan dan kealpaan dirinya sendiri, Nabi Muhammad SAW., sendiri bersabda: “Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan memandang rendah manusia.” (Diriwayatkan  oleh Bukhari).[5]

b.    Tafsir Al-Maraghi
“Janganlah beberapa orang dari orang-orang mukmin mengolok-olok orang-orang mukmin lainnya”
Sesudah itu Allah  SWT., menyebutkan alasan mengapa hal itu tak boleh dilakukan dengan firman Allah SWT.,
“Karena kadang-kadang orang yang diperolok-olok lebih baik di sisi Allah  dari pada orang-orang yang yang mengolok-olokakannya.”
Maka seyogyanya agar tidak seorang pun berani mengolok-olok  orang yang ia pandang lebih hina. Karena barangkali ia lebih ikhlas nuraninya dan lebih bersih hatinya daripada orang yang sifatnya tidak seperti itu. Berarti dia telah menghina  orang lain yang dihormati oleh Allah.
“Dan janganlah kaum wanita mengolok-olok kaum wanita lainnya, karena boleh jadi  (yang diperolok-olokan  itu)  lebih baik  dari yang mengolok-olokkan.”
Hal ini merupakan isyarat bahwa seorang tak bisa dipastikan berdasarkan pujian atau celaan orang lain atas rupa, amal, ketaatan, atau pelanggaran yang tampak padanya. Karena barangakali seseorang yang memelihara amal-amal lahiriyah, ternyata Allah mengetahui sifat yang tercela dalam hatinya.
“Dan janganlah sebagian kamu mencela sebagian yang lain dengan ucapan atau isyarat secara tersembunyi”.
Firman Allah Ta’ala Anfusakum merupakan peringatan bahwa orang yang berakal tentu takkan tidak akan mencela dirinya sendiri. Oleh karena itu, tidak sepatutnya ia mencela orang lain. Karena orang lain itu seperti dirinya sendiri. Karena sabda Rasulullah SAW., “Orang-orang mukmin itu seperti halnya satu tubuh. Apabila  salah satu anggota ada yang menderia sakit, maka seluruh anggota akan merasakan sakit.”
“Dan janganlah sebagian kamu memangil sebagian yang lain dengan gelar yang menyakitdan tidak disukai”.
Seperit halnya berkata kepada sesama muslim,”Hai fasik, hai munafik, atau berkata kepada oarang yang masuk islam, hai Yahudi, hai Nasrani.
“Alangkah buruknya sebutan yang disampaikan kepada orang-orang mukmin bila mereka disebut sebagai orang fasik setelah mereka masuk ke dalam iman dan termasyhur dengan iman tersebut”.
Hal ini merupakan isyarat betapa buruknya  penghimpunan antara kedua perkataan, yakni sebagaimana kamu mengatakan, alangkah buruknya tingkah laku setelah anak muda stelah tua. Maksudnya tingkah laku anak muda dilakukan semasa tua. Dan barang siapa tidak bertaubat dari mencela saudara-saudaranya dengan gelar-gelar yang Allah melarang mengucapkannya atau menggunakannya sebagai ejekan atau olok-olokan tehadapnya, maka itulah mereka orang-orang yang menganiaya diri sendiri yang berarti mereka menimpakan hukum Allah terhadap diri sendiri karena kemaksiatan mereka terhadap-Nya. [6]

c.       Tafsir Al-Misbah
Ayat di atas memberi petunjuk tentang beberapa hal yang harus dihindari untuk mencegah timbulnya pertikaian.  Allah berfirman memanggil kaum beriman dengan panggilan mesra: Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum yakni kaum pria mengolok-olok kaum  kelompok pria yang lain,  karena hal tersebut dapat menimbulkan pertikaian walau yang diolok-olok kaum yang lemah apalagi boleh jadi mereka  yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka yang mengolok-olokan sehingga demikian yang berolok-olok melakukaan kesalahan berganda.  Dan janganlah pula wanita-wanita yakni mengolok-olok terhadap wanita-wanita lain karena ini menimbulkan keretakan hubungan antara mereka, apalagi  boleh jadi mereka yakni  wanita-wanita yang diperolok-olok itu  lebih baik dari mereka yakni wanita yang mengolok-olok  itu dan  janganlah mengejek siapa pun secara sembunyi-bunyi , dengan ucapan, perbuatan atau isyarat  karena ejekan itu akan menimpa  diri kamu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang dinilai  buruk  oleh yang kamu panggil  walau kamu menilanya benar dan indah, baik kamu yang menciptakan gelarnya maupun oranga lain. Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan kefasikan  yakni panggilan buruk. Sesudah iman.  Siapa yang bertaubat setelah melakukan hal-hal buruk itu, maka mereka adalah orang-orang yang menelusuri jalan lurus  dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang zalim dan mantap kezalimannya dengan menzalimi orang lain serta dirinya sendiri.
Kata yaskhar atau memperolok-olokan yaitu menyebut kekeurangan pihak lain dengan tujuan mentertawakan yang bersangkutan, baik dengan, ucapan, perbuatan, atau tingkah laku.
Kata qaum bisa untuk menunjuk sekelompok manusia  perempuan atau laki-laki.
Kata talmizu , para ulama berbeda pendapat dalam memaknai kata ini. Ibn ‘Asyur misalnya memahaminya dalam arti, ejekan yang langsung dihadapkan kepada yang diejek, baik dengan isyarat, bibir, tangan atau kata-kata yang dipahami.
Kata ‘asa an yakunu khairan minhum, boleh jadi mereka  yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka  yang mengolok-olok, mengisyaratkan tentang adanya tolak ukur kemuliaan yang menjadi dasar penilaian Allah yang boleh jadi berbeda dengan tolak ukur manusia secara umum.
Kata tanabazu adalah saling menberi gelar buruk . larangan ini menggunakan bentuk kata yang mengandung makna timbal balik , hal ini mengundang siapa yang tersinggung dengan panggilan buruk itu, membalas dengan memenggilnya pula dengan gelar  buruk, sehingga menjadi tanabuz.
Kata al-ism yang dimaksud dalam ayat  ini bukan dalam arti nama, tetapi sebutan untuk panggila n. “Seburuk-buruk  sebutan adalah menyebut seseorang dengan sebutan yang mengandung makna kefasikan setelah ia disifati dengan sifat keimanan.” Ada juga memahami kata al-ism dalam arti tanda, dan jika demikian ayat ini berarti: Seburuk-buruk tanda pengenalan yang disandangkan kepada seseorang  setelah ia beriman adalah memperkenalkannya dengan perbuatan dosa yang oernah dilauikannya dengan perbuatan dosa yang pernah ia lakukannya.[7]
3.      Implementasi dalam Kehidupan
a.       Membiasakan hidup saling toleransi antara sesama manusia
b.      Dalam kehidupan jangan pernah  merendahkan atau menghina orang lain, karena bisa jadi orang yang dihina atau direndahkan itu lebih baik.
c.       Membiasakan hidup dengan saling menghormati
d.      Membiasakan diri untuk sopan kepada siapapun
4.      Aspek Tarbawi
a.    Dilarangnya mengejek, menghina, merendahkanorang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung
b.    Larangan memberi atau memanggil seseorang dengan gelar yang buruk
c.    Larangan berperasangka buruk terhadap sesama  manusia
d.   Larangan mengusik ketenangan orang lain












BAB III
KESIMPULAN

Maka kesimpulan dari makalah ini adalah surat yang kita artikan bilik-bilik ini ialah Al-Mujadalah ayat 11 ini  menunjukan budi dan kesopanan atau ETIKET dalam pergaulan sesama Muslim dengan Rasul, sesama manusia, sehingga tidak  bersikap keras terhadap orang kafir dan rahmat merahmati sesama mereka. Karena hakikatnya  kehidupan Muslim ialah hubungan yang baik antara Hablun minal-lahi, Hablun minan-naasi, dan hablun-minal alam.

















DAFTAR PUSTAKA

Syihab, M. Quraish.2002.Tasfir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati
Subhani, J. 2013. Tadarus Akhlak Etika Qur’ani dalam Surah  al-Hujurat. Toronto: Citra
Hamka. 1980. Tafsir Al-Azhar. Surabaya: Yayasan Latimojong
Fauziyah, Lilis & Andi Setyawan. 2009. Kebenaran Al-Quran dan Hadis. Malang: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
Musthafa, Ahmad.1987. Tafsir Al-Maraghi. Semarang: CV. Toha Putra     
                                                                    
                                                                                                  


















PROFIL

Nama                                       : Tri Dewi Larasati
NIM                                        : 2021115342
Tempat/Tanggal Lahir : Pekalongan, 26 Oktober 1995
Jenis Kelamin                          : Perempuan
Kebangsaan                             : Indonesia
Agama                                     : Islam
Alamat                                                :Ds. Karanggondang RT/RW 04/02, Kec. Kandangserang, Kab. Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah
Hobi                                        : Membaca dan nonton film
Cita-cita                                  : Menjadi  Seorang Guru
Riwayat Pendidikan               :
1.      SD 02 Sukoharjo
2.      SMP 02 Kandangserang
3.      MAN 1 Pekalongan
4.      IAIN Pekalongan
                                                            .






[1] Hamka, Tafsir Al-Azhar,  (Surabaya: Yayasan Latimojong,1980) ., hlm. 211-212
[2] J.Subhani, Tadarus Akhlak Etika Qur’ani dalam Surah  al-Hujurat, (Toronto: Citra, 2013),hlm. 137-138
[3] Lilis Fauziyah & Andi Setyawan, Kebenaran Al-Quran dan Hadis, (Malang: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), hlm. 70
[4] J.Subhani, Op.Cit.,  hlm. 140-141
[5]  Hamka, Op.Cit., hlm.  235-236
[6] Ahmad  Musthafa, Tafsir Al-Maraghi ,(Semarang: CV. Toha Putra, 1987), hlm. 224-228
[7] M. Quraish  Shi hab,  Tafsir Al-Misbah,  (Jakarta : Lentera Hati, 2002 ),hlm. 250-253

Tidak ada komentar:

Posting Komentar