Laman

Selasa, 02 Mei 2017

TT2 D12a “Persamaan Derajat Manusia” (QS. Al Hujuraat : 13)

PENDIDIKAN SOSIAL UNIVERSAL
Persamaan Derajat Manusia” (QS. Al Hujuraat : 13)


Naily Murtafiana (2021115377)
Kelas  D

JURUSAN PAI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017



PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan makalah terntang PENDIDIKAN SOSIAL UNIVERSAL “Persamaan Derajat Manusia” dengan baik, meskipun banyak kekurangan didalamnya dan juga saya berterima kasih kepada Bapak M.Hufron, M.S.I Selaku dosen mata kuliah Tafsir Tarbawi II yang telah memberikan tugas ini kepada saya. Saya berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan mengenai kesempurnaan akal. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun, semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan-kesalahan yang kurang berkenan.



Pekalongan, 29 April 2017


Naily Murtafiana
 (2021115377)
BAB I
 PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Dalam Islam, semua yang namanya manusia itu adalah sama,yang pernah lahir pasti nantinya akan merasakan mati, tidak ada satupun ysng memiliki posisi lebih tinggi dari yang lainnya. Maka persamaan derajat dalam islam adalah yang paling adil, semua dipandang sama tak ada yang berbeda. Persamaan derajat adalah persamaan nilai, harga, taraf yang membedakan makhluk yang satu dengan makhluk yang lain. Harkat manusia adalah nilai manusia sebagai makhluk Tuhan yang dibekali cipta, rasa, karsa dan hak-hak serta kewajiban azasi manusia. Martabat adalah tingkatan harkat kemanusiaan dan kedudukan yang terhormat, sedangkan derajat manusia adalah tingkatan, martabat dan kedudukan manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki kemampuan kodrat hak dan kewajiban azasi. Dengan adanya persamaan harkat, derajat dan martabat manusia, setiap orang harus mengakui serta menghormati akan adanya hak-hak, derajat dan martabat manusia. Sikap ini harus harus ditumbuhkan dan dipelihara dalam hubungan kemanusiaan baik dalam lingkungan keluarga, lembaga pendidikan,  maupun dilingkungan pergaulan masyarakat.

B.     TEMA : PENDIDIKAN SOSIAL UNIVERSAL
JUDUL : Persamaan Derajat Manusia
QS. Al Hujuraat Ayat 13

C.    NASH
يا ء يها ا لنا س انا خلقنكم من ذكر وانثى وجعلنكم شعو با وقبا ءل لتعا ر فو ا ان اكرمكم عند الله اتقكم ان الله عليم خبير (13)

Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah orang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetehui lagi maha mengenal.” (QS. Al Hujuraat Ayat 13)

D.    ARTI PENTING
manusia dilahirkan dengan potensi yang sama, sebab manusia merupakan satu keluarga dari rahim seorang hawa dengan bapak tunggal adam namun seiring dengan banyaknya kepentingan maksud dan tujuan yang berbeda, lazimlah bila di kemudian hari timbullah rasisme yang muncul karena perbedaan-perbedaan. Islam datang sebagai pencerah yang memberikan wacana yang sempurna terkait persamaan derajat.
Surat Al Hujuraat ayat 13 ini sangat perlu dikaji karena Allah menjelaskan bahwa manusia diciptakan Nya bermacam-macam bangsa dan suku supaya saling mengenal dan saling menolong didalam kehidupan bermasyarakat, namun dalam kehidupan bermasyarakat pasti ada saja tingkatan sosialnya (misalnya antara yang kaya dan yang miskin) begitu terlihat kesenjangan, tapi seperti yang kita ketahui kita diciptakan didunia ini oleh Allah mempunyai derajat yang sama,bahwa kemuliaan seseorang disisi Allah dinilai dari derajat ketaqwaannya.










BAB II
PEMBAHASAN
A.    TEORI
Persamaan derajat adalah suatu sifat yang menghubungkan antara manusia dan lingkungan masyarakat umumnya timbal balik, maksudnya orang sebagai anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah dan negara. Hak dan kewajiban sangat penting ditetapkan dalam perundang-undangan atau konstitusi, undang-undang itu berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali dalam arti semua orang memiliki kesamaan derajat, kesamaan derajat ini terwujud dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai faktor kehidupan.[1]
 Dengan memiliki status sebagai warga negara, orang memiliki hubungan dengan negara. Hubungan itu  yang nantinya tercermin dalam hak dan kewajiban. Seperti halnya sebagai anggota sebuah organisasi, maka hubungan itu berwujud peranan, hak dan kewajiban secara timbal balik, anggota memiliki hak dan kewajiban kepada organisasi, demikian pula organisasi memiliki hak dan kewajiban terhadap anggotanya.[2]

B.      TAFSIR QS. Al Hujuraat Ayat 13

1.      Tafsir Al-Lubab
Ayat 13 menyeru semua manusia dan mengingatkan mereka bahwa :Allah swt menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, yakni Nabi Adam As dan Hawa, atau dari sperma (benih lelaki) dan ovum (indung telur perempuan) dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal, yakni perkenalan yang mengantar kamu bantu membantu serta saling melengkapi. Ayat ini ditutup dengan menegaskan bahwa yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah swt ialah yang paling bertakwa. Sungguh Allah swt maha mengetahui, maha teliti sehingga tidak ada sesuatupun yang tersembunyi baginya. Walau detak detik jantung dan niat seseorang.[3]

2.      Tafsir Al-Maraghi
Allah swt melarang pada ayat-ayat yang lalu mengolok-olok sesame manusia dan mengejek serta menghina dan panggilan memanggil dengan gelar-gelar yang buruk, maka disini Allah menyebutkan ayat yang lebih menegaskan lagi larangan tersebut dan memperkuat cegahan tersebut. Allah menerangkan bahwa manusia seluruhnya berasal dari seorang ayah dan seorang ibu. Maka kenapakah salingmengolok-olok sesama saudara. Hanya saja Allah Ta’alamenjadikanya mereka bersuku-suku dan berkabilah-kabilah yang berbeda-beda, agar diantara mereka terjadi saling kenal dan tolong-menolong dalam kemaslahatan-kemaslahatan mereka yang bermaca-macam.
Namun tetap tidak ada kelebihan bagi seorang atas yang lain kecuali dengan takwa dan kesalehan, disamping kesempurnaan jiwa, bukan dengan hal-hal yang bersifat keduniaan yang tiada abadi.
Pada peristiwa Fakkul Makah, bilal naik keatas ka’bah lalu adzan.maka berkatalah ‘Attab bin Usaid bin Abi ‘I-‘Ish: segala puji bagi Allah yang telah mencabut nyawa ayahku sehingga tidak menyaksikan hari ini. Sedang Al Harits bin Hisyam berkata: Muhammad tidak menemukan selain burung gagak yang hitam ini ubtuk dijadikan muadzim. Dan Suhail bin Amr barkata: jika Allah menghendaki sesuatu maka bisa saja Dia merubahnya. Maka, jibril datang kebada Nabi saw dan memberitahukan kepada beliau apa yang mereka katakan. Lalu, merekapun di panggil datang, ditanyai tentang apa yang telah mereka katakan, dan merekapun mengaku.
Maka Allahpun menurunkan ayat ini sebagai cegahan bagi mereka dari membanggakan nasab, mengunggul-unggulkan harta dan menghina kepadaorang-orang kafir. Dan Allah menerangkan bahwa keutamaan itu terletak pada takwa.
Ath thabari mengatakan, katanya: Rasulullah saw berkhutbah di mina di tengah hari-hari tasyriq, sedang beliau berada di atas untanya. Katanya:
Hai manusia, ketahuilah sesungguhnya Tuhanmu adalah Esa dan ayahmu satu, ketahuilah tidak ada kelebihan bagi orang Arab ats seorang ‘ajam (bukan arab) maupun bagi seorang ‘ajam atas seorang arab, atau bagi orang hitam atas orang merah, atau bagi orang merah atas orang hitam, kecuali dengan takwa. Ketahuilah, apakah telah aku sampaikan. Mereka menjawab: Ya. Rasul berkata: maka hendaklah yang menyaksikan hari ini menyampaikan kepada yang tidak hadir.[4]

3.      Tafsir Al-Azhar
Wahai manusia sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan”(pangkal ayat 13) kita boleh menafsirkan hal ini dengan dua tafsir yang keduanya nyata dan tegas. Pertma ialah bahwa seluruh manusia itu dijadikan pada mulanya dari seorang laki-laki, yaitu Nabi Adam dan seoran perempuan yaitu Siti Hawa. Beliau berdualah manusia yang mula diciptakan dalam dunia ini. Dan boleh kita tafsirkan secara sederhana saja. Yaitu bahwasanya segala manusia ini sejak dahulu sampai sekarang ialah terjadi daripada seorang laki-laki dan seorang perempuan, yaitu ibu. Maka tidaklah ada manusia di dalam ala mini yang tercipta kecuali dari percampuran seorang laki-laki dengan seorang perempuan, persetubuhan yang menimbulkan berkumpulnya dua kumpul mani (khama) jadi satu 40 hari lamanya, yang dinamai nutfah. Kemudian 40 hari pula lamanya jadi darah, dan 40 hari pula lamanya jadi daging(‘alaqah). Setelah tiga kali 40 hari, nutfah, ‘alaqah dan mudhghah, jadilah dia manusia yang ditiupkan nyawa kepadanya dan lahirlah dia kedunia. Kadang-kadang karena percampuran kulit hitam dan kulit putih atau bangsa afrika dengan bangsa eropa. Jika diberi permulaan dengan bersatunya mani itu, belumlah terjadi perbedaan warna, sifatnya masih sama saja. “dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa, bersuku-suku, supaya kenal mengenalah kamu”. Yaitu bahwasanya anak yang mulanya setumpuk mani yang berkumpul berpadu satu dalam satu keadaan belum Nampak jelas warnanya tadi, menjadilah kemudian dia berwarna menurut keadaan iklim dunia, hawa udaranya, letak tanahnya, peredaran musimnya, sehingga berbagailah timbul warna wajah dan diri manusia dan berbagai pula bahasa yang mereka pakai, terpisah diatas bumi dalam keluasannya, hidup mencari kesukaannya, sehinggan diapun berpecah-pecah, dibawah untung  masing-masing. Berkelompok karena dibawa oleh dorongan dan panggilan hidup, mencari tanah yang cocok dan sesuai, sehingga lama kelamaan hasillah apa yang dinamai bangsa-bangsa dan kelompok yang lebih besar dan rata dan bangsa-bangsa tadi terpecah pula menjadi berbagai suku dalam ukuran lebih kecil terperinci. Dan suku tadi terbagi pula kepada berbagai keluarga dalam ukuran kecil dan keluargapun terperinci pula kepada berbagai rumah tangga, ibu bapak dan sebagainya.[5]

4.      Tafsir Al-Qurthubi
 Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia menciptakan makhluknya dari seorang laki-laki dan  seorang perempuan. Seandainya  Allah menghendaki, maka Allah dapat menciptakan makhlukNya dari selain lak-laki dan perempuan, seperti Allah menciptakan adam atau selain dari laki-laki seperti Allah menciptakan Isa, atau dari selain perempuan seperti Allah  menciptakan hawa yang hanya dari salah satunya saja. Hal yang jaiz (boleh/mungkin terjadi) dalam kekuasaan Allah ini tidak bertentangan dengan eksistensi yang ada.Allah menciptakan makhluknya dari persilangan laki-laki dan perempuan, bernasab-nasab, bermarga-marga, bersuku-suku an berbangsa-bangsa. Dari itulah Allah menciptakan perkenalan diantara mereka, dan mengadakan generasi bagi mereka, demi sebuah hikmah yang telah Allah tentukan. Dalam ayat ini terdapat dalil yang menunjukan bahwa sesungguhnya ketakwaanlah yang dipandang oleh Allah dan RasulNya, bukanlah kedudukan dan garis keturunan.[6]





C.     Aplikasi Dalam Kehidupan
a.       Senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan.
b.      Senantiasa menghormati dan menghargai orang lain.
c.       Perbedaan bangsa harus digunakan untuk upaya saling mengenal.
d.      Semua kalangan masyarakat ada dalam kelas yang sama, tidak ada perbedaan kekuasaan dan memiliki hak yang sama sebagai warga negara, sehingga tidak ada dinding pembatas antara kalangan atas dan kalangan bawah.
e.       Untuk mencapai kemuliaan disisi Allah, hendaknya manusia senantiasa menaati perintahNya dan menjauhi laranganNya.

D.    Aspek Tarbawi
a.       Persamaan derajat yang diajarkan Islam adalah persamaan dalam bentuk yang paling hakiki dan paling sempurna, Islam mengajarkan bahwa semua manusia dari segi harkat dan martabatnya sama dihadapan Allah, yang membedakan adalah tingkat ketaqwaanya.
b.      Persamaan derajat adalah suatu sifat yang menghubungkan antara manusia dengan lingkungan masyarakat.
c.       Dari segi hakikat penciptaan antara manusia satu  dengan manusia lainnya tidak ada perbedaan.
d.      Kitab ilahi jauh lebih bermanfaat dari pada kekayaan dan harta benda duniawi.
e.       Persamaan derajat di Indonesia terwujud dalam jaminan hak di berbagai bidang kehidupan.









BAB III
KESIMPULAN

 Dalam surat Al Hujuraat ayat 13 ini, Allah menjelaskan bahwa manusia diciptakan Nya bermacam-macam bangsa dan suku supaya saling mengenal dan saling menolong didalam kehidupan bermasyarakat, namun dalam kehidupan bermasyarakat pasti ada saja tingkatan sosialnya (misalnya antara yang kaya dan yang miskin) begitu terlihat kesenjangan, tapi seperti yang kita ketahui kita diciptakan didunia ini oleh Allah mempunyai derajat yang sama,bahwa kemuliaan seseorang disisi Allah dinilai dari derajat ketaqwaannya.
















                                                      


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Musthafa Al-Maraghi,1993 Tafsir Al-Maraghi Juz IV ,Semarang:PT Karya Toha Putra Semarang
Al Qurthubi Syaih Imam,2009, Tafsir Al Qurthubi/Syaih Imam Al Qurthubi, Jakarta : Pustaka Azzam.
Hamka,2004, Tafsir Al Azhar Juz IV,Jakarta: Pustaka Panjimas.
M.Quraish Shihab,2012, Al-Lubab makna, tujuan, dan pelajaran dari surah-surah Al-Qur’an, Tangerang:Lentera Hati.
Winarno, 2008, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Jakarta : PT Bumi Aksara.








                                                           






Profil Penulis

Nama               : Naily Murtafiana
TTL                 : Pekalongan, 18 Maret 1992
Pendidikan      : TK Muslimat NU Ngalian Tirto Pekalongan
MIS Ngalian Tirto Pekalongan
 Mts N Kedungwuni Pekalongan
MA Matholi’ul Falah Pati
Masih menempuh S1 di IAIN Pekalongan
Alamat            :Ngalian,Gang 7, Tirto Pekalongan.


[1] http://wewantthisend.blogspot.co.id. diakses 29 April, pukul 20.00)

[2] Winarno,Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Bumi Aksara 2008) hlm 48

[3] M.Quraish Shihab, Al-Lubab makna, tujuan, dan pelajaran dari surah-surah Al-Qur’an, (Tangerang:Lentera Hati, 2012), hlm 48-49

[4] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz IV , (Semarang:PT Karya Toha Putra Semarang,1993), hlm 238-241

[5] Hamka, Tafsir Al Azhar Juz IV, (Jakarta: Pustaka Panjimas,2004), hlm
[6] Al Qurthubi Syaih Imam, Tafsir Al Qurthubi/Syaih Imam Al Qurthubi, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2009), hlm 106-111

Tidak ada komentar:

Posting Komentar