Laman

Kamis, 06 September 2018

TT C B2 Perilaku Orang Berilmu


Perilaku Orang Berilmu
Shofi Alimatul Hanafiyah
Nim: 2117027
Kelas C 

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018



KATA PENGANTAR

            Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “PERILAKU ORANG BERILMU” tanpa ada halangan suatu apapun. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di yaumul qiyamah.Penyusunan makalah ini merupakan tugas mata kuliah tafsir tarbawi di semester 3 tahun akademik 2018/2019.
            Penulis  menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah selanjutnya. Harapan kami semoga makalah ini membawa manfaat bagi para pembaca.


Pekalongan,     September 2018


Penulis











BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Menuntut ilmu merupkan syarat utama bagi manusia agar dapat hidup bahagia didunia dan di akhirat. Jika kau menginginkan kesuksesan didunia maka gapailah dengan ilmu, jika kau menginginkan kesuksesan di Akhirat maka gapailah dengan ilmu, dan jika kau menginginkan kesuksesan didunia dan di akhirat maka gapailah dengan ilmu. Semacam itulah prinsip dalam Islam.
Islam memiliki pandangan berbeda terhadap orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu, dan perintah menuntut ilmu sudah terlihat jelas dalam Al-Quran. Bahkan perintah pertama yang di perintahkan kepada Nabi Muhammad adalah perintah untuk menuntut ilmu “ bacalah”.
Belajar akan meningkatkan pengetahuan manusia terhadap realitas yang ada di muka bumi bahkan kehidupan nanti. Dengan pengetahuan menjadikan manusia berpikir jernih dan bijak dalam bertindak, serta dapat meningkatkan keimanan kepada Allah Swt.
Sebagai mahasiswa disalah satu perguruan tinggi islam kita perlu tahu dalil tentang orang yang berilmu, pengetahuan manusia, serta orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu, sehingga dapat menambah pengetahuan keislaman tentang ilmu dari sisi       Islam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana dalil berkenaan tentang  perilaku orang berilmu?
2.      Bagaimana orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu?
3.      Bagaimana pengetahuan manusia
C.     Tujuan perumusan Masalah
1.      Agar mengetahui dalil tentang perilaku orang yang beriman
2.      Agar mengetahui orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu
3.      Agar mengetahui pengetahuan manusia.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Dalil Tentang perilaku orang berilmu
Belajar merupakan suatu kewajiban yang telah di tentukan oleh Allah swt, seperti yang tertera dalam ayat Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad “ iqraa” yang berarti “bacalah”. Sudah jelas bahwa Allah memerintahkan kepada umatnya untuk mencari Ilmu. Bahkan ada pepatah yang mengatakan “carilah ilmu sampai ke Negeri Cina” pepatah itu sangat menegaskan bahwa menuntut ilmu itu sangat penting.
Berdasarkan KBBI  definisi belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku, atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Menuntut ilmu merupkan syarat utama bagi manusia agar dapat hidup bahagia didunia dan di akhirat. Jika kau menginginkan kesuksesan didunia maka gapailah dengan ilmu, jika kau menginginkan kesuksesan di Akhirat maka gapailah dengan ilmu, dan jika kau menginginkan kesuksesan didunia dan di akhirat maka gapailah dengan ilmu. Semacam itulah prinsip dalam Islam. Allah Swt berfirman dalam surat Az-Zumar ayat 9:

أمن هو قنت ءاناء آليل ساجدا وقائما يحذر آلأخرة وبرجوا رحمة ربه* قل هل بستوى الذين يعلمون والذين لا يعلمون أنما يتذكر أولوالألبب

Artinya: ataukah orang-orang yang bertekun di tengah malam dalam keadaan sujud dan berdiri karena takut akan hari akhirat dan mengharapkan rahmat tuhannya? Katakanlah :” apakah akan sama orang-orang yang berpengetahuan dengan orang orang yang tidak berpengetahuan?” Yang akan ingat hanyalah orang-orang yang mempunyai akal budi.
Nabi disuruh oleh Tuhan menanyakan pertanyaan untuk menguatkan hujjah kebenaran; “ katakanlah! “ apakah akan sama orang-orang yang berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan?”  pokok semua pengetahuan ialah mengenal Allah tidak kenal kepada Allah sama artinya dengan bodoh. Karena kalaupun ada pengetahuan. Padahal Allah yang bersifat maha tahu, bahkan Alah itu pun bernama ilmuan (pengetahuan), samalah dengan bodoh sebab dia tidak tahu akan kemana diarahkannya ilmu yang telah didapatkannya Itu. [1]
Ø  Penjelasan
أمن هو قنت ءاناء آليل ساجدا وقائما يحذر آلأخرة وبرجوا رحمة ربه
Apakah kamu, hai orang-orang musyrik, lebih baik keadaan dan nasibmu daripada orang yang senantiasa menunaikan ketaatan dan selalu melaksanakan tugas-tugas ibadah yang saat-saat malam, ketika ibadah lebih berat bagi jiwa dan lebih jauh dari riya, sehingga ibadah diwaktu itu lebih dekat untuk diterima, sedang orang itu dalam keadaan takut dan berharap ketika beribadah. Tidak diragukan bahwa jawabannya tidak perlu diterangkan.
Kesimpulannya, apakah orang yang taat itu seperti halnya orang yang bermaksiat. Kedua-duanya tentu tidak sama.
Kemudian Allah Swt. Menegaskan tentang tidak ada kesamaan diantara keduanya dan memperingatkan tentang keutamaan ilmu dan betapa mulianya beramal berdasarkan ilmu. Firman-Nya:
  قل هل بستوى الذين يعلمون والذين لا يعلمون
Katakanlah hai Rosul kepada kaummu: apakah sama orang yang mengetahui pahala yang akan mereka peroleh bila melakukan ketaatan kepada tuhan mereka dan mengetahui hukuman yang akan mereka terima bila mereka bermaksiat kepada-Nya, dengan orang-orang yang tidak mengetahui hal itu. Yaitu. Orang-orang yang merusak amal perbuatan mereka secara membabi buta, sedangkan terhadap amal-amal mereka yang baik tidak mengharapkan kebaikan, dan terhadap amal-amal yang buruk mereka tidak takut kepada keburukan.
Perkataan tersebut dinyatakan dengan susunan pertanyaan (istifham) untuk menunjukan bahwa orang-orang yang pertama mencapai derajat kebaikan tertinggi; sedangkan yang lain jatuh kedalam jurang keburukan, dan hal itu tidaklah sulit untuk dimengerti oleh orang-orang yang sabar dan tidak suka membantah. Kemudian, Allah Swt, menerangkan bahwa hal tersebut hanyalah dapat dipahami oleh setiap orang yang mempunyai akal. Karena, orang-orang yang tidak tahu, dalam hati mereka terdapat tutup sehingga tidak dapat memahami satu nasihat, dan tidak berguna bagi mereka suatu peringatan firman-Nya.
 أنما يتذكر أولوالألبب
Sesungguhnya yang dapat mengambil pelajaran dari hujjah-hujjah Allah dan dapat menuruti nasihat-Nya dan dapat memikirkannya, hanyalah orang-orang yang mempunyai akal dan pikiran yang sehat, bukan orang-orang yang bodoh dan lalai.
Kesimpulannya, sesungguhnya yang mengetahui perbedaan antara orang yang tahu orang yang tidak tahu hanyalah orang yang mempunyai akal pikiran sehat, yang dia gunakan untuk berpikir. [2]

B.      Orang Yang Berilmu dan Orang yang Tidak Berilmu.
Berdasarkan KBBI orang berilmu adalah orang-orang yang berilmu, berpengetahuan, dan pandai. Orang berilmu akan banyak pengetahuan, dapat memimpin, dimuliakan, bijaksana, tabah, sabar,wasasan luas, tenang, berpikir maju, stabil, berpendirian, menerima nasehat, berabi, percaya diri, dan rasional. Sedangkan orang tidak berilmu sedikir pengetahuan, selalu dipimpin, dihinakan, tidak bijak, putus asa, pemarah, wawasan sempit, resah, berpikirn terbelakan, labil, ikut-ikutan, menolah nasehat, penakut, tidak percaya diri, dan emosional.
Salah satu ciri yang membedakan islam dengan lainnya adalah penekanannya terhadap ilmu, Al-Quran dan Sunnah mengajak manusia untuk mencari dan mendapatkaan ilmu kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi. Ali Asrap dalam bukunnya “ New Horizon in Muslim Education” sebagaimana yang dikutip oleh noeng muhajir, mengatakan bahwa orientasi Iptek harus diberangkatkan dari moral Al-quran. Ia juga menganjurkan agar konsep Iptek didasarkan pada ketentuan yang wajib, wajib kifayah, mubah, dan tercela.
Berikut adalah pandangan islam terhadap orang-orang yang berilmu
1.        Manusia diangkat sebagai khalifah dan dibedakan dengan makhluk lain karena ilmunya, Al-Quran menceritakan bagaimana Adam a.s diberi pengetahuan tentang konsep seluruhnya, dan malaikat diperintahkan untuk sujud kepadanya,
2.        Hakikat manusia tidak terpisah dari kemampuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, maka ilmu yang disertai iman adalah ukuran derajat manusia. ,manusia yang ideal adalah manusia yang mencapai ketinggian iman dan ilmu.
3.        Al-Quran diturunkan dengan ilmu Allah dan hanya dapat direnungkan maknanya oleh orang-orang yang berilmu.
4.        Al-Quran memberi isyarat bahwa yang berhak memimpin umat ialah mereka yang memiliki ilmu pengetahuan. Beberapa nabi dipilih menjadi penguasa dan juga beberapa orang dikisahkan menjadi penguasa karena ilmunya.[3]

C.     Pengetahuan Manusia
Pengetahuan manusia dibangun atas kerja sama antara subyek yang mengetahui dan obyek yang diketahui (kesatuan atau kemanunggalan antara subyek dan obyek). Oleh karena itu pengetahuan manusia sifatnya subyektif-obyektif dan obyektif-subyektif.
Pengetahuan itu adalah kegiatan yang sifatnya mengembangkan, menambahkan kesempurnaan. Dengan pengetahuan, subyek yang tadinya tidak atau kurang tahu menjadi tahu atau lebih tahu. Objek yang tadinya tidak diketahuo menjadi dapat diketahui.
Ilmu pada dasarnya merupakan kumplan pengetahuan yang bersifat menjelaskan berbagau gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang ada. [4]
Dalam filsafat berbicara tentang pengetahuan manusia, maka istilah “pengetahuan” ini cukup luas artinnya. Istilah itu menunjukan bahwa manusia sadar akan barang-barang di sekitarnya: adanya manusia didunia ini lain dari pada adanya sbuah barang mati. Dan kata pengetahuan tidak hanya meliputi pengetahuan ilmiah, melainkan pula pengalaman pribadi, melihat dan mendengar, perasaan dan intuisi, dengan suasana jiwa. [5]
Perkembangan pengetahuan  dalam sejarah filasafat sangat cepat menjadi pusat perhatian, yaitu dua macam pengetahuan, pengetahuan melalui panca indra dan pengetahuan melalui akal bud. Sering kedua macam pengetahun itu salingdipertentangkan. Oleh para ahli yunani pengalaman yang berdasarkan pancaindra digambarkan sebagai pengetahuan yang tidak menentu, bahkan yang menyasarkan. Sedangkan pengetahuan berdasarkan akal budi dihormati sebagai pengetahuan yang sejati. [6]
            Jika seseorang mempermasalahkan apakah pengetahuan iu bernilai benat, menurut para ahli epistimologi dan para ahli filsafat, pada umumnya untuk dapat membuktikan bahwa pengetahuan bernilai benar seseorang harus mengenalisa terlebih dahulu, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun suatu pengetahuan. Seseorag yang memperoleh pengetahuan melalui pengalaman indra akan berbeda cara pembuktiannya degan seorang yang bertitik tumpu pada akal atau rasio, intuisi, otoritas, keyakinan dan atau wahyu atau bahka semua alat tidak dipercayainya sehingga semua harus diragukan seperti yang dilakukan oleh faham skeptisme yang ekstrim di bawah pengaruh plato. [7]









BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Jadi dalil yang menjelaskan tentang orang yang berilmu terdapat pada QS. Az-zumar ayat 9:
أمن هو قنت ءاناء آليل ساجدا وقائما يحذر آلأخرة وبرجوا رحمة ربه* قل هل بستوى الذين يعلمون والذين لا يعلمون أنما يتذكر أولوالألبب
Artinya:
 Ataukah orang-orang yang bertekun di tengah malam dalam keadaan sujud dan berdiri karena takut akan hari akhirat dan mengharapkan rahmat tuhannya? Katakanlah :” apakah akan sama orang-orang yang berpengetahuan dengan orang orang yang tidak berpengetahuan?” Yang akan ingat hanyalah orang-orang yang mempunyai akal budi.
Orang berilmu adalah orang-orang yang berilmu, berpengetahuan, dan pandai. Orang berilmu akan banyak pengetahuan, dapat memimpin, dimuliakan, bijaksana, tabah, sabar,wasasan luas, tenang, berpikir maju, stabil, berpendirian, menerima nasehat, berabi, percaya diri, dan rasional. Sedangkan orang tidak berilmu sedikir pengetahuan, selalu dipimpin, dihinakan, tidak bijak, putus asa, pemarah, wawasan sempit, resah, berpikirn terbelakan, labil, ikut-ikutan, menolah nasehat, penakut, tidak percaya diri, dan emosional.
Pengetahuan itu adalah kegiatan yang sifatnya mengembangkan, menambahkan kesempurnaan. Dengan pengetahuan, subyek yang tadinya tidak atau kurang tahu menjadi tahu atau lebih tahu. Objek yang tadinya tidak diketahuo menjadi dapat diketahui.











DAFTAR PUSTAKA
Hamka. 1982.Tafsir Alazhar. Jakarta: Penerbit Pustaka Panjimas
Al-Maraghiy,Ahmad Musthafa.  Tafsir Al-maragiy Semarang: CV. Toha putra
Siregar, Ferry Muhammad “ Ilmu Dan Orang Berilmu Dalam Al-Quran” Vol. 24 No, 1 Januari 2015

Peurson,C.A Van. 1980.  Orientasi Di Alam Filsafat. Jakarta: Pt Gramedia

























BIODATA PENULIS

Nama                           : Shofi Alimatul Hanafiyah
Tempat, tanggal lahir : Pemalang, 27 September 1999
Alamat                        : DS. Majalangu, kec watukumpul, kab. Pemalang, Jawa tengah
Riwayat Pendidikan   : SDN 1 MAJALANGU, MTS Nurul Hidayah Majalangu, SMA N 1 Belik.
Motto                          : Berkarya bersma hati



[1] Hamka Tafsir Alazhar( Jakarta: Penerbit Pustaka Panjimas: 1982) hlm. 14-18
[2] Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, tafsir Al-maragiy (Semarang: CV. Toha putra ) hlm. 259-261
[3] Ferry Muhammad Siregar, “ Ilmu Dan Orang Berilmu Dalam Al-Quran” Vol. 24 No, 1 Januari 2015
[4] Achmad Dardiri, “ power point Filsafat ilmu” fip uny
[5] C.A Van Peurson., Orientasi Di Alam Filsafat (Jakarta: Pt Gramedia, 1980 )Hlm 19
[6] Ibid


Tidak ada komentar:

Posting Komentar