Laman

Rabu, 10 Oktober 2018

TT B F3 TUJUAN PENDIDIKAN DIVERSIVIKASI "AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR"


TUJUAN PENDIDIKAN DIVERSIVIKASI
"AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR"
Citra Kharisma Dewi
NIM. (2117143)
Kelas B

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2018

               
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Tujuan Pendidikan Diversivikasi ‘Amar Ma’ruf Nahi Munkar’ ”. Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi.
Kami berusaha untuk menyusun makalah ini sebaik mungkin, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari rekan sekalian agar kami dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam makalah ini dan menyempurnakannya sehingga menjadi sumber ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih kepada pihak yang sudah berperan dalam menyusun makalah ini mulai dari awal penyusunan hingga penyelesaian makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi acuan untuk menghasilkan makalah yang lebih baik.

Pekalongan, 10 Oktober 2018

Penulis










DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................................................. i
Daftar isi........................................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................ 1      
BAB II
PEMBAHASAN........................................................................................... 2      
A. Hakikat MA’ruf dan Munkar................................................................... 2      
B. Dalil Amar Ma’ruf Nahi Munkar.............................................................. 4      
C. Maslaha vs Mafsadat................................................................................ 6      
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................... 7
B. Saran ....................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 8
BIODATA..................................................................................................... 9





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Setiap agama memiliki landasan, agama islam memiliki landasan yairy Al –Qur’an dan hadits.  landasan – ladasan itulah yang digunakan sebagai pedoman dalam menentukan hukum suatu tindakan  untuk mencapai tujuannya.
Kemudian diketahui dalam islam, dipisahkan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, yang berguna atau yang mempunyai mudhorot, hal ini terkandung dalam islam agar umat mansia tidak tersesat dalam hidupnya baik di dunia maupun di akhirat.
Sehubungan dengan hal itu dijelaskanlah mengenai Amar Ma’ruf Nahi Munkar,  yaitu penjelasan tentang perkara – perkara  yang dianjurkan dan tidak dianjurkan untuk dilaksanakan karena pperbuatan yang dianjurkan untuk dilaksanakan dalam islam pasti mengandung kemaslahatan . Sebaliknya, perbuatan yang diperintahkan untuk dijauhi dalam islam pasti karena mengandung mafsadat atau kemudhorotan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud Ma’ruf dan Munkar?
2.      Apa dalil mengenai Amar Ma’ruf Nahi Munkar?
3.      Bagaimana peranan maslahat dan mafsadat?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui hakikat Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
2.      Untuk mengetahui dalil Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
3.      Untuk memahami maslahat dan mafsadat.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hakikat Ma’ruf dan Munkar
amar ma’ruf nahi munkar adalah dua istilah kembar yang hampir tidak ditemui pemakaiannya secara terpisah bahkan hampir tidak terasa lagi bahwa kalimat itu merupakan istilah yang diserap dalam lafad Al - Quran. Kalau dilihat lagi arti kata-kata secara harfiah, kata amar berakar kata  “menyuruh” “suruan, perintah, titah” pekerjaan, perkara urusan.[1] Sedangkan kata ma‟ruf dari akar kata   mengetahui, mengenal berarti yang dikenal yang mashur Juga berarti, kebajikan.[2] jadi sesuai dengan arti diatas, kalau kedua kata tersebut digandengkan secara harfiah bisa berarti perintah yang dikenal atau perintah kebajikan atau urusan yang dikenal atau urusan kebajikan, namum tidak selamannya suatu kata diartikan secara harfiah. Begitu juga kata nahi dari akar kata Berarti melarang sesuatu atau mencegah sesuatu, sedangkan kata munkar dari akar kata  berarti perkara-perkara keji yang tidak diridhoi oleh Allah (lawan ma‟ruf).[3] Jadi jika kedua kata itu digabungkan secara harfiah dapat berarti larangan yang tidak diridhoi oleh Allah, larangan perkara-perkara keji.[4]
Secara terminologis, Salman Al-Audah mengemukakan bahwa Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah segala sesuatu yang diketahui oleh hati dan jiwa tentran kepadannya, segala sesuatu yang di cintai oleh Allah SWT. Sedangkan nahi munkar adalah yang dibenci oleh jiwa, tidak disukai dan dikenalnya serta sesuatu yang dikenal keburukannya secara syar’i dan akal.[5]
Sedangkan imam besar Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa amar ma’ruf nahi munkar merupakan tuntunan yang diturunkan Allah dalam kitab-kitabnya, disampaikan Rasul-rasulnya, dan merupakan bagian dari syariat islam.[6] Adapun pengertian nahi munkar menurut Ibnu Taimiyyah adalah mengharamkan segala bentuk kekejian, sedangkan amar ma’ruf berarti menghalalkan semua yang baik, karena itu yang mengharamkan yang baik termasuk larangan Allah.[7]
Allah telah menyempurnakan agama ini untuk kita, telah melengkapi nikmat kepada kita, juga ridho islam sebagai satu-satunya agama bagi umat manusia, oleh karena itu umat Muhammad SAW. Sebagai umat yang baik. Dalam surat Ali Imran ayat 110 juga dijelaskan bahwa:
 “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekirannya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”
Ayat ini mengedepankan mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran atas iman, padahal iman merupakan dasar bagi setiap amal shalih, sebagai isyarat tentang pentingnya mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran, dimana umat Islam dikenal dengannya, bahkan ia merupakan ciri utama yang membedakannya dari umat-umat lain, dan dilahirkan bagi umat manusia untuk melaksanakan kewajiban mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Sesungguhnya Allah yang maha tinggi dan maha kuasa mengingatkan umat Islam agar tidak lupa pada tugas utamanya dalam kehidupan ini, atau bermalas-malasan dalam melaksanakannya, yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Diriwayatkan oleh Abu juhaifah, ia menceritakan: Ali Ra pernah berkata:
"Sesungguhnya jihad pertama yang harus diatasi adalah jihad dengan tangan kalian, kemudian jihad dengan lisan, lalu dengan hati. Barang siapa hatinya tidak mengetahui kebaikan (al-ma'ruf) dan menentang kemunkaran (al-munkar), maka ia jungkir balik, yang di atas menjadi di bawah. "[8]

B.     Dalil Amar Ma’ruf Nahi Munkar
QS. Al-Hajj, 22: 41
tûïÏ%©!$# bÎ) öNßg»¨Y©3¨B Îû ÇÚöF{$# (#qãB$s%r& no4qn=¢Á9$# (#âqs?#uäur no4qŸ2¨9$# (#rãtBr&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ (#öqygtRur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# 3 ¬!ur èpt6É)»tã ÍqãBW{$# ÇÍÊÈ  
Artinya
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.
1.      Tafsir Jalalain
tûïÏ%©!$# bÎ) öNßg»¨Y©3¨B Îû ÇÚöF{$# ( yaitu orang – orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi)dengan memberikan pertolongan kepada mereka sehingga mereka dapat mengalahkan musuhnya - (#qãB$s%r& no4qn=¢Á9$# (#âqs?#uäur no4qŸ2¨9$# (#rãtBr&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ (#öqygtRur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# (niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyyuruh berbuatyang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar) kalimat ini menjadi jawab syarath : dan syyarath beserta jawabnya menjadi shilah dan maushul, kemudian diperkirakan adanya lafaz Hum sebelumnya sebagai Mubtada - è ÍqãBW{$#  ¬!ur ( dan kepada Allah – lah kembali segala urusan) di akhirat, semua urusan itu kembali kepada – Nya.[9]
2.      Tafsir Ibnu Katsier
Menurut penafsiran Ibnu Katsier, ayat ini masih bersambung denan ayat sebelumnya, bahwa Allah menjanjikan akan menolong orang – orang yang menolong agama – Nya, yaitu orang – orang yang apabila dimenangkan atas musuh – musuhnya dan diteguhkan kedudukannya sebagai penguasa atau pemimpin, berambah tekun dan rajinmelaksanakan perintah – perintah Allah, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh orang berbuat ma’ruf dan melarang orang berbuat munkar. Dan kepada Allah – lah kembali segala sesuatu dan dari pada – Nya – lah akan diterima pembalasan atas segala amal dan perbuatan. [10]

C.     Maslahat vs Mafsadat
Maslahah (maslahat/unrestricted interest) secara etimologi berasal dari bahasa arab yang setimbang maf’alah dan searti dengan manfa’ah, bentuk jamak Maslahah yaitu masalih. Segala sesuatu yang dapat mendatangkan keuntungan dan dapat menjauhkan dari bencana, dikategorikan sebagai maslahat. [11]
Adapun spesifikasi Maslahah dalam syari’ah Islam dapat dilihat sebagai berikut: Pertama, maslahat dan mafsadat tidak hanya terbatas pada kehidupan dunia saja, tapi mencakup juga kehidupan akhirat. Adanya spesifik seperti ini menunjukkan bahwa aktifitas manusia hasilnya bukan hanya diperoleh di dunia tapi juga di akhirat. Kedua, maslahat bukan hanya dirasakan dalam bentuk material saja, tapi dapat meliputi pada dua dimensi yaitu jasmani dan rohani, hal ini terjadi karena maslahat yang ditetapkan syari’ah sebagai pemenuhan kebutuhan dan tuntutan fitrah manusia.
Terlepas dari pro dan kontra ulama kalam tentang apakah Allah bertindak didasari atas tujuan atau maksud tertentu, yang jelas bahwa dalam pandangan syari’ah, aplikasi nilai-nilai ajaran Islam adalah hal yang mutlak bersentuhan dengan manusia sebagai mukallaf. Perintah dan larangan itu tentu didasari pada sebuah maslahat yakni kebahagiaan yang kembalinya kepada manusia sendiri.
Dengan konsepsi Maslahah, perintah dan larangan dapat diklasifikasi dalam tingkatan hukumnya, secara detail Syatibi menyatakan:[12]
الاوامر والنواهى فى التأكيد ليست على رتبة واحدة فى الطلب الفعلي أو التركي وانما ذلك بحسب تفاوت المصالح الناشئة عن امتثال الاوامر واجتناب النواهى.
Secara pasti, perintah dan larangan tidak sama dalam satu tingkatan baik tuntutan untuk mengerjakan atau perintah untuk meninggalkan, yang membedakan adalah dampak maslahat mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan.
Dengan demikian, perintah maupun larangan yang terdapat dalam syari’ah adalah untuk kepentingan dan kemaslahatan manusia baik kapasitasnya sebagai mashalih Syari’ah (essentials), mashalih Hajiyah (complementary) ataupun mashalih taHsiniyah (embellishments).       
Untuk ukuran maslahat syari’ah, Syatibi membuat neraca perbandingan antara maslahat dan mafsadat dengan sebuah konsep jihah galibah (sesuatu yang dominan) dan jihah maglubah (sisi yang terkalahkan), berikut pernyataan Syatibi[13]
المصلحة اذا كانت هي الغالبة عند مناظرتها مع المفسدة فهي المقصود شرعا, والمفسدة اذاكانت هي الغالبة بالنظر الى المصلحة فرفعها هو المقصود شرعا
Maslahat apabila dominan jika dipersandingkan dengan mafsadat, maka ia menjadi patokan, namun jika mafsadat lebih menonjol, maka ia tidak dapat dijadikan landasan.
Jika manfaat (nilai positif)-nya lebih dominan daripada mudarat (kerusakan) yang ditimbulkan, dikategorikan sebagai maslahat. Jika sebaliknya yang terjadi, mudarat (kerusakan) yang ditimbulkan lebih dominan dari faedahnya, digolongkan sebagai mafasadat. Jika satu perbuatan seimbang antara masalahat dan mafsadatnya, kedudukannya manjadi mubah.
Apresiasi positif manusia terhadap perintah adalah ketaatan dan melakukan pelanggaran adalah maksiat. Adalah wajar, ketaatan dan maksiat bervariasi tingkatannya sesuai dengan tingkatan maslahat dan mafsdatnya. Syatibi menyatakan:
ان الطاعة او المعصية تعظم بحسب عظم المصلحة او المفسدة الناشئة عنها
Taat dan maksiat berfluktuasi sesuai dengan ukuran maslahat dan mafsadat yang ditimbulkan.[14]
Adapun kategorisasi maslahat-mafsadat dalam bentuk aplikasi dan konsekuensi hukum dapat dilihat dari hukum taklif kepada enam bagian dimulai dari wajib, mandub, haram, makruh tahrim, makruh tanzih, dan mubah. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa mashalih terdapat pada tiga bagian; mashalih mubahat, mashalih mandubat, mashalih wajibat. Begitu pula mafasid, berupa mafasid makruhat dan mafasid muharramat.
Semakin tinggi kadar sebuah perintah yang dalam hal ini wajib, semakin tinggi pula nilai maslahat yang dikandung, hingga pada urutan mandub dan bahkan mubah. Demikian pula semakin tinggi kadar larangan yang dalam hal ini haram dengan berbagai tingkatannya hingga pada makruh, akan bervariasi pada tingkat mudarat yang ditimbulkannya. Sebagai konsekuensi hukum yang ditimbulkan, diberi balasan berupa pahala yang merealisasikan perintah sesuai dengan kadarnya, dan bagi yang tidak merealisasikannya dikenakan sanksi atau dosa akibat mafsadat yang ditimbulkannya karena meninggalkan maslahat.  















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Amar Ma ’ruf Nahi Munkar adalah perintah untuk berbuat kebajikan dan larangan berbuat kekejian. Ma’ruf sendiri artinya mengajak kepada kebaikan  dan munkar artinya mencegah kekejian. Sebagai umat islam,  iman merupakan dasar bagi setiap amal shalih, sebagai isyarat tentang pentingnya mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran,  bahkan ia merupakan ciri utama yang membedakannya dari umat-umat lain, dan dilahirkan bagi umat manusia untuk melaksanakan kewajibannya yaitu  mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran seperti dalil yang ada pada QS Al – hajj : 41 tentang balasan bagi umat yang seenaniasa ber – ma’ruf melakukan bebaikan dan menjauhi kemunkaran.
Setelah mengetahui apa itu amar ma’ruf nahi munkar, kita dapat memahami maslahat dan mafsadat, dimana maslahat adalah segala sesuatu yang mendatangan kebaikan atas perbuatan baik, sebaliknya mafsadat adalah keudhorotan, segala sesuatu yang mendatangkan keburukan atas perbbuatan kita. Jadi sebelum berbuat, kita harus menimbang apakah perbuatan yang akan kita lakukan ini termasuk perbuatan ma’ruf atau  munkar, selannjutnya apakah perbuatan kita ini mengundang maslahat atau mafsadat.













DAFTAR PUSTAKA

Bahreisy Salim, Bahreisy Said. 1990. Tafsir Ibnu Katsier. Surabaya : PT Bina Ilmu.

Jalalud – din Al – Mahalliy, Imam. 1990. Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul, Bandung : C.V Sinar Baru.

S Praja, Juhaya. 2010. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung : CV Pustaka Setia

Taimiyah, Ibnu. 1995. Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar, Penj. Abu fahmi. Jakarta: gema Insani Press.

Umam Khairul, Ahyar Aminudin, A. 1998. Ushul Fiqih II, Bandung: Pustaka Setia.

Yunus Mahmud. 1973. Kamus Arab Indonesia (Jakarta :Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah / Penafsir Al-Qur‟an.










BIODATA DIRI
Description: Description: C:\Users\HP\AppData\Local\Microsoft\Windows\Temporary Internet Files\Content.Word\20181001_095655.jpg
 







Nama                           : Citra Kharisma Dewi
Nim                             : 2117143
TTL                             : Pemalang, 7 Desember 1998
Alamat                        : Jl. Kenanga Rt. 03/ Rw.06 Bantarbolang, Pemalang.
Alamat Sekarang        : Panjang Wetang Gg. 1 No. 34, Pekalongan Utara, KotaPekalongan.
Riwayat Pendidikan :
1.    SD N 04 Bantarbolang
2.    MTs N Model Pemalang
3.    SMK N 1 Pemalang
4.    IAIN Pekalongan
Riwayat Organisasi     : PMR
Cita – Cita                   : Guru
Motto hidup                : Istikomah dalam setiap kebaikan




[1] Mahmud YUnus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta :Yayasan Penyelenggaraan
Penerjemah / Penafsir Al-Qur‟an, 1973), 48.
[2]  Ibid, hal. 263
[3] Ibid, hal 468.
[4] Khairul Umam, A. Ahyar Aminudin, Ushul Fiqih II, (Bandung: Pustaka Setia, 1998),107.
[5] Op.Cit, Salman bin fahd Al – Audah, hlm. 13
[6]  Ibnu Taimiyah, Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar, Penj. Abu fahmi, (Jakarta: gema Insani
Press, 1995), 15
[7] Ibid, hlm. 17
[8]  Op. Cit, Ibnu Taimiyah, hlm. 7
[9] Imam Jalalud – din Al – Mahalliy, Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul, (Bandung : C.V Sinar Baru, 1990), hlm. 1387
[10] Salim Bahreisy, Said Bahreisy, Tafsir Ibnu Katsier( Surabaya : PT Bina Ilmu, 1990), hlm.375 - 376
[11] Ibn Manzur, 1993:31
[12] al-Syatibi, t.th.: 138.

[13] Syatibi, al-Muwafaqat, Juz ke 2: 17.
[14] Syatibi, al-Muwafaqat, Juz ke 2: 209.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar