Laman

Rabu, 29 Februari 2012

Kelas A Makalah 3 : ILMU TENTANG MAKHLUK METAFISIK


MAKALAH
ILMU TENTANG MAKHLUK METAFISIK

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Hadis Tarbawi 2
Dosen Pengampu: Muhammad Hufron, M.S.I







Oleh:
KHAYYUN NAFI
2021110028
KELAS A

TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2011/2012

PENDAHULUAN

As-Sunnah adalah merupakan sumber kedua setelah kitab suci Al Qur’an. Oleh karena itu, kewajiban mengikuti, kembali dan berpegang teguh pada sunnah merupakan perintah Allah SWT dan juga perintah Nabi Muhammad SAW terutama mengetahui perkara-perkara ghaib yang tidak termasuk dalam wilayah ilmu yang diperoleh dengan metodologi observasi dan eksperimen, postulat dan perenungan, riset dan analisa.
Sumber perkara-perkara ghaib ialah wahyu Ilahi yang hanya secara eksklusif diberikan Allah SWT kepada para Rasul-Nya. Allah menganugerahkan ilmu mengenai perkara ghaib itu kepada mereka sesuai dengan kehendak-Nya. Terkadang ada diantara perkara-perkara ghaib ini yang sama sekali tidak diberitahukan kepada siapapun diantara makhluk-Nya. Maka sekalipun Malaikat yang paling dekat dengan Allah SWT atau seorang Nabi yang diutus pun tidak dapat mengetahui perkara ghaib tersebut.
Pada dasarnya seorang Nabi tidak dapat mengetahui perkara ghaib dengan sendirinya. Nabi dapat mengetahui perkara ghaib itu karena memang diberitahu oleh Allah SWT.
Termasuk dunia metafisik ialah hal-hal ghaib yang berhubungan dengan dunia metafisik yang ada di sekeliling dan diatas manusia. Tak diragukan lagi bahwa manusia tidak sendirian berada di dunia ini. Ada makhluk lain yang juga bersama-sama dengan kita menghuni alam semesta.
Dan dalam makalah ini akan membahas tentang hadis yang berkaitan dengan makhluk metafisik tersebut.










MAKHLUK METAFISIK

A.   Hadits
 النَّبِيِّ عَنِ هُرَيْرَةَ،  أَبِي عَنِ صلى الله عليه وسلم مَلاَئِكَةً وَتَعَالَى تَبَارَكَ لِلَّهِ إِنَّ" : قَالَ
 وَجَدُوا فَإِذَا الذِّكْرِ مَجَالِسَ يَتَبَّعُونَ فُضْلاً سَيَّارَةً
الدُّنْيَا السَّمَاءِ وَبَيْنَ بَيْنَهُمْ مَا يَمْلَئُوا حَتَّى بِأَجْنِحَتِهِمْ بَعْضًا بَعْضُهُمْ وَحَفَّ مَعَهُمْ قَعَدُوا ذِكْرٌ فِيهِ مَجْلِسًا
إِلَى وَصَعِدُوا اعَرَجُوتَفَرَّقُو فَإِذَا
وَهُوَ وَجَلَّ عَزَّ اللَّهُ فَيَسْأَلُهُمُ قَالَ السَّمَاءِ
الأَرْضِ فِي لَكَ عِبَادٍ عِنْدِ مِنْ جِئْنَا فَيَقُولُونَ جِئْتُمْ أَيْنَ مِنْ بِهِمْ أَعْلَمُ
وَيَسْأَلُونَكَ وَيَحْمَدُونَكَ وَيُهَلِّلُونَكَ وَيُكَبِّرُونَكَ يُسَبِّحُونَكَ
رَبِّ أَىْ لاَ قَالُوا جَنَّتِي رَأَوْا وَهَلْ قَالَ جَنَّتَكَ يَسْأَلُونَكَ قَالُوا يَسْأَلُونِي وَمَاذَا قَالَ
‏‏ رَبِّ يَا نَارِكَ مِنْ قَالُوا يَسْتَجِيرُونَنِي مِمَّ وَقَالَ وَيَسْتَجِيرُونَكَ  قَالُوا جَنَّتِي أَوْا رَ لَوْ فَكَيْفَ قَالَ
وَيَسْتَغْفِرُونَكَ قَالُوا نَارِي رَأَوْا لَوْ فَكَيْفَ قَالَ لاَ قَالُوا نَارِي رَأَوْا وَهَلْ قَالَ
ا سَأَلُو مَا فَأَعْطَيْتُهُمْ لَهُمْ غَفَرْتُ قَدْ فَيَقُولُ - قَالَ -
غَفَرْتُ وَلَهُ فَيَقُولُ قَالَ مَعَهُمْ فَجَلَسَ مَرَّ إِنَّمَا خَطَّاءٌ عَبْدٌ فُلاَنٌ فِيهِمْ رَبِّ فَيَقُولُونَ - قَالَ -  اسْتَجَارُوا مِمَّا وَأَجَرْتُهُمْ جَلِيسُهُمْ بِهِمْ يَشْقَى لاَ الْقَوْمُ هُمُ
(رواه مسلم فى الصحيح، ، كتا ب الذكروالدعاء والتوبة والإستغفار، با ب فضل مجا لس الذكر)                                             

B.   Terjemah
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW: Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Tabaaraka wa Ta’ala mempunyai malaikat-malaikat yang bertugas berkeliling mencari majelis-majelis dzikir. Apabila mereka telah mendapatkan suatu majelis dzikir, malaikat-malaikat itu duduk bersama mereka dan menaungi satu sama lainnya dengan sayap-sayap mereka sampai mereka memenuhi ruang antara mereka dengan langit dunia ini. Setelah majelis itu bubar, malaikat-malaikat itu kembali lagi naik ke atas langit.” Sabda beliau,” Lalu Allah bertanya kepada malaikat-malaikat itu, sedangkan Dia lebih mengetahui daripada mereka, ‘Dari manakah kalian datang?’ Mereka menjawab, ‘Kami datang dari majelis hamba-hamba Engkau di bumi, yang bertasbih, bertakbir, bertahlil, bertahmid, dan memohon kepada Engkau.’ Tanya Allah, ‘Mereka memohon apa kepada-Ku?’ Jawab malaikat, ‘Mereka memohon surga kepada Engkau.’ Tanya Allah, ‘Apakah mereka telah melihat surga-Ku?’ Jawab malaikat, ‘Belum, wahai Tuhanku.’ Allah berfirman, ‘Bagaimanakah kiranya kalau mereka telah surga-Ku?’ Malaikat itu berkata lagi, ‘Mereka memohon perlindungan kepada Engkau.’Tanya Allah, ’Dari apakah mereka memohon perlindungan kepada-Ku?’ Jawab mereka, ‘Mereka memohon perlindungan-Mu dari api neraka-Mu wahai Tuhanku, ‘Tanya Allah, ’Apakah mereka telah melihat api neraka-Ku?’ Jawab malaikat, ’Belum. ’Tanya Allah, ’Bagaimanakah kiranya kalau mereka telah melihat api neraka-Ku?’ Malaikat itu berkata lagi, ’Mereka juga memohon ampunan kepada Engkau.’ Firman Allah, ’Aku telah mengampuni mereka, Aku telah memberi mereka apa yang mereka minta, dan Aku telah melindungi mereka dari api neraka,” Sabda beliau,” Kemudian malaikat-malaikat berkata, ‘Wahai Tuhanku, didalam majelis itu ada si fulan, yaitu seorang hamba yang penuh dosa. Dia hanya lewat, lalu bertemu dengan majelis dzikir itu, kemudian dia duduk bersama mereka.” Sabda beliau, “Lalu Allah berfirman,’Aku telah mengampuni dosanya, mereka adalah orang-orang yang teman duduk mereka itu tidak akan ada yang celaka.”[1]
C.   Mufrodat (kata-kata penting)
يَتَبَّعُونَ : mencari                                                      وَيَسْتَجِيرُونَكَ : memohon perlindungan-Mu
  قَعَدُوا : duduk                                                              وَصَعِدُوا : naik
  وَحَفَّ : menaungi                                                        فَأَعْطَيْتُهُمْ : memberikan kepada mereka
بِأَجْنِحَتِهِمْ : dengan sayap-sayap mereka                       تُهُمْ وَأَجَرْ  : melindungi
    يَمْلَئُوا : memenuhi                                                         خَطَّاءٌ : penuh dosa
   تَفَرَّقُوا : bubar                                                              يَشْقَى لاَ : tidak akan ada yang celaka       
 اعَرَجُو: kembali                                                         
                                                           
D.   Biografi Rowi
Abu Hurairah ketika masih dalam masa Jahiliyah bernama Abdu Al-Syam bin Shahr. Setelah memeluk Islam, namanya diganti oleh Rasulullah SAW dengan Abdu Al-Rahman dia berasal dari qabilah Daus, salah satu qabilah yang populer di negeri Yaman.
Semula dia bekerja sebagai penggembala domba. Dan dalam setiap menggembalakan domba-dombanya, dia selalu ditemani seekor kucing kecilnya. Dia sangat menyayangi kucingnya itu, sehinggga siang dan malam selalu dijadikan temannya. Ketika dia menggembalakan domba-dombanya, kucing kecil itu diletakkan di atas pohon. Dan oleh karena sangat sayangnya terhadap kucing itu, kemudian orang-orang menyebutnya Abu Hurairah (Bapa Kucing kecil).[2]
Abu Hurairah memeluk Islam pada tahun ketujuh hijriyah, saat terjadi perang Khaibar dan ikut bersama Rasulullah pada saat itu. Kemudian dia selalu menyertai Rasulullah sepenuhnya. Ketika itu dia berusia kurang lebih tiga puluh tahun. Dia adalah sahabat yang sangat dicintai dan sahabat yang paling menjaga berkah doa Nabi SAW ketika dia mendoakannya. Nabi memberi kesaksiannya atas semangatnya dalam mencari ilmu dan hadis. Hadis-hadis yang diriwayatkan darinya terdapat dalam kitab-kitab adalah sebanyak 5374 hadis.[3] Dia adalah seorang alim, ahli ibadah, ahli tasawwuf dan yang selalu mengikuti perang  di medan pertempuran, demi mengagungkan kalimat Allah. Dia mengikuti perang Tabuk pada masa Nabi SAW, dan setelah wafat Nabi, dia pun ikut berperang melawan orang-orang murtad bersama Abu Bakar Al-Shiddiq.
Abu Hurairah meninggal dunia dalam usia 78 tahun di Madinah pada tahun 57H. Dia telah menghabiskan masa hidupnya untuk mengabdi pada hadis Rasulullah SAW.[4]
E.   Keterangan Hadis
          Yang dimaksud majlis-majlis dzikir-dzikir adalah yang mencangkup dzikir kepada Allah dengan berbagai macam dzikir, yaitu berupa tasbih, takbir dan sebagainya, dan juga membaca kitab Allah, serta berdoa memohon kebaikan dunia dan akhirat. Adapun tentang cakupannya terhadap membaca hadits, mengkaji ilmu syar’i dan menghafalkannya, serta berkumpul untuk melaksanakan shalat nafilah, ini perlu diteliti, karena yang lebih tepat adalah mengkhususkan majlis-majlis itu dengan tasbih, takbir, dan serupanya serta membaca Al Quran, walaupun membaca hadits, mengkaji dan mendalami ilmu syar’i juga termasuk kategori yang disebut dzikir kepada Allah.[5]
            Yang dimaksud dengan dzikir disini adalah mengucapkan kalimat-kalimat yang dianjurkan dan memperbanyaknya. Dzikir kepada Allah juga berarti menjaga pelaksanaan amalan yang diwajibkan atau dianjurkan, seperti membaca Al Quran, membaca hadits, mengkaji ilmu, shalat sunnah.
            Dzikir kadang dilakukan dengan lisan, dan yang mengucapkannya mendapat pahala. Dalam hal ini tidak disyaratkan menghadirkan maknanya, tapi disyaratkan agar tidak memaksudkan selain maknanya. Bila dzikir disertai dengan hati, maka akan lebih sempurna dan bila ditambah lagi dengan menghadirkan maknanya beserta semua yang terkandung didalamnya berupa pengagungan Allah dan penafian segala kekurangan dari-Nya, maka akan lebih sempurna lagi. Jika dzikir itu dilakukan ketika sedang melakukan amal shalih, sekalipun amal shalih itu diwajibkan, yaitu berupa shalat, jihad dan sebagainya, maka akan lebih sempurna lagi. Jika hal itu dilakukan dengan benar-benar dan ikhlas karena Allah, maka itulah kesempurnaannya yang tertinggi.
            Seorang ahli ma’rifah mengatakan,”Dzikir ada tujuh macam: Dzikir kedua mata adalah dengan menangis, dzikir kedua telinga adalah dengan mendengarkan secara seksama, dzikir lisan adalah dengan pujian, dzikir kedua tangan adalah dengan memberi, dzikir badan adalah dengan memenuhi janji, dzikir hati adalah dengan takut dan cemas dan dzikir ruh adalah dengan kepasrahan dan kerelaan.[6]
F.    Aspek Tarbawi
1.      Hadits ini menunjukkan keutamaan majlis-majlis dzikir dan orang-orang yang berdzikir, keutamaan berkumpul untuk berdzikir dan bahwa teman duduk mereka tidak terpisahkan dari mereka dalam mendapatkan segala yang dianugerahkan Allah kepada mereka, sebagai bentuk pemuliaan Allah terhadap mereka, walaupun ada teman duduk mereka yang tidak ikut berdzikir.
2.      Hadits ini juga menunjukkan kecintaan para malaikat kepada manusia dan kepedulian mereka terhadap manusia.
3.      Hadits ini juga menujukkan bahwa yang bertanya itu lebih mengetahui daripada yang ditanya, hal ini menunjukkan penghormatan kepada yang ditanya, mengingatkan akan kekuasaan-Nya dan kemuliaan kedudukan-Nya.
4.      Dzikir yang dihasilkan oleh manusia adalah lebih tinggi dan mulia dari dzikir yang dihasilkan oleh para malaikat, karena dzikirnya manusia disertai dengan berbagai kesibukan dan beragam penghambat, namun bisa menembus alam ghaib.
5.      Hadits ini juga menunjukkan kedustaan orang-orang kafir yang mengatakan bahwa dia dapat melihat Allah secara nyata sewaktu di dunia. Telah diriwayatkan di dalam Shahih Muslim dari hadits Abu Umamah yang artinya “Ketahuilah, sesungguhnya kalian tidak akan dapat melihat Tuhan kalian hingga kalian mati.” Hadits ini juga menunjukkan bolehnya bersumpah untuk suatu perkara yang sudah pasti sebagai penegasan. Dan juga menunjukkan bahwa berbagai macam kebaikan yang dicakup oleh surga an berbagai dan berbagai hal yang tidak disukai yang dicakup oleh neraka adalah melebihi apa yang disebutkan,dan bahwa berharap dan emohon kepada Allah termasuk sebab-sebab untuk mencapainya.[7]





PENUTUP


Dari pembahasan di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa dzikir kepada Allah dalam hadis tersebut adalah dzikir yang sempurna, yaitu dzikir lisan dan hati, serta memikirkan maknanya dan menghadirkan keagungan Allah. Orang yang berdzikir seperti itu lebih utama daripada orang yang memerang orang kafir –misalnya- tanpa berdzikir. Sesungguhnya keutamaan jihad tersebut adalah dengan dzikir lisan. Maka yang dapat memadukan semuanya, yaitu berdzikir kepada Allah dengan lisan, hati dan menghadirkannya dan itu dilakukan dalam shalatnya atau puasanya atau sedekahnya atau saat memerangi orang-orang kafir –misalnya-, maka dialah yang mencapai puncak paling tinggi.
Tidak ada satu amal shalih pun kecuali disyaratkan dzikir untuk keabsahannya. Maka orang yang tidak berdzikir kepada Allah (tidak mengingat Allah) dengan hatinya saat bersedekah atau puasanya –misalnya- maka amalnya tidak sempurna. Dilihat dari segi ini, maka dzikir merupakan amal yang paling utama.
















Daftar  Pustaka

Amiruddin dan Amir Hamzah. 2009. Fathul Baari: Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari, Buku 30. Jakarta: Pustaka Azzam.
Djamaludin, Shinqithy dan Mochtar Zoerni. 2002. Ringkasan Shahih Muslim. Bandung: Penerbit Mizan.
Qohar, Adnan. 2009.  Ilmu Ushul Hadis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sulaiman, Imam.  Al-Wafi: Syarah Hadits Arba’in Nawawi. Jakarta: Pustaka Al Kautsar.



[1] Shinqithy Djamaludin dan Mochtar Zoerni, Ringkasan Shahih Muslim (Bandung: Penerbit Mizan, 2002)
  Hal 1089-1090
[2] Adnan Qohar, Ilmu Ushul Hadis (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal 187
[3] Imam Sulaiman, Al-Wafi: Syarah Hadits Arba’in Nawawi (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2002) hal 472
[4] Adnan Qohar, Op.Cit, hal 193
[5] Amiruddin dan Amir Hamzah, Fathul Baari: Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari, Buku 30 (Jakarta: Pustaka
   Azzam, 2009), hal 724
[6] Ibid. hal 714-715
[7] Ibid. hal 728-729

4 komentar:

  1. Toto Suwiryo (202109390)
    Kenapa kita perlu mempelajari ilmu metafisik (yang membahas tentang ruh) sedangkan dari hadits yang pernah saya baca, yang artinya kurang lebih demikian: "bahwa urusan ruh itu urusanKu (Allah)"?
    terima kasih.

    BalasHapus
  2. Nama : Istighotsah
    NIM : 2021110372
    kelas A

    Adab berdzikir yang baik dalam majlis itu yang seperti apa? sebutkan dan jelaskan

    BalasHapus
  3. apa manfaat yang dapat kita ketika kita membahas hal yang blum/ tak kasat mata?

    BalasHapus
  4. wahid rohmansyah 232107241Kamis, 01 Maret 2012 pukul 01.30.00 WIB

    ketika slesei sholat fardhu terdapat 2 pendapat tentang dzikir/wirid, ada yg harus di suarakan dan ada yang tidak atau hanya dalam hati saja,,,
    menurut anda, mana sih yang paling afdhol menurt ajaran islam?

    BalasHapus