Laman

Kamis, 08 Maret 2012

F54. Musfiroh, 27. PENAFSIRAN DAN PEMAHAMAN KELIRU


MAKALAH HADITS TARBAWI II
PENAFSIRAN DAN PEMAHAMAN KELIRU
Disusun guna memenuhi tugas :
Dosen Pengampu : Muhammad Hufron, M.Si

Disusun Oleh :
Nama         : Musfiroh
NIM           : 2021110255
Kelas          : F
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Para ulama adalah pewaris Rasulullah saw, beliau tidak mewariskan emas maupun dirham pada umatnya, namun Rasulullah mewariskan ilmu yang ditinggalkannya. Maka barang siapa yang mempelajari ilmu berarti telah mengambil bagian yang sempurna. Tugas para ulama adalah mengemban ilmu.  Para  ulamalah yang akan menunjuki kepada jalan yang benar yaitu jalan kepada Allah SWT bagi orang-orang yang tersesat, juga yang membenarkan tentang anggapan yang keliru terhadap Dari generasi ke generasi akan ada ulama yang akan mengemban tugas menjaga agama Allah.
Adanya pemahaman yang  keliru terhadap agama membuat banyak orang yang tersesat, terjadinya kesyirikan dan kemaksiatan oleh umat manusia. Peran penting ulamalah yang akan menyelamatkan umat dari semua pemahaman dan penafsiran yang keliru menuju ke jalan kebenaran, jalan kepada Allah SWT.








BAB II
PEMBAHASAN
A.Hadits
عن  عبد الر حمن العذري قا ل قا ل رسول الله صلي الله عليه وسلم : يرث هذا العلم من كل خلف عدوله ينفون عنه تاويل الجاهلين وانتحا ل البطلين وتحريف الغا لين
رواه البيهقي في اللسنن الكبر[1]
               
B. Terjemah
Dari Abdurrahman Al Adzari berkata, Rasulullah saw bersabda : “akan mewarisi ini dari setiap generasi adalah orang-orang yang adil, mereka akan membersihkannya dari orang-orang bodoh, kedustaan orang-orang yang berada di atas kebathilan dan penyelewengan dari orang-orang yang berlebihan.”[2]
C. Mufrodat
Mewarisi                                 :  يرث  
Generasi                                  :  خلف  
Membersihkan                         : عدوله          
Mendustakan                          : انتحا ل                                         
Penyelewengan                       : تحريف                                                                 
Orang-orang  yang berlebihan: غا لين



D. Biografi Perawi
Nama lengkapnya Ahmad bin Husain bin Ali bin Abdullah Al-Baihaqi yang sering dipanggil dengan nama Abu Bakar dan dinisbatkan ke negaranya Baihaqi. Lahir di Khasrujard Baihaq negeri Naisabur pada tahun 384 H dan mempelajari hadits di kota Baihaq. Karya-karyanya antara lain  As-Sunan al Kubra, Fadhail Ash-Shahabah, Dalail  an-Nubuwah dan Syu’abu al Iman. Mengakhiri hayatnya di Naisabur pada tahun 458 H dan disemayamkan di Khasrujard.[3]
E. Keterangan Hadits
Hadits tersebut menerangkan bahwa ilmu akan dibawa oleh orang adil dari setiap generasi ke generasi sehingga ilmu tersebut tidak akan terlantar maupun hilang.  Ilmu yang dimaksud di sini adalah agama, sedangkan orang adil yang dimaksud adalah para ulama yang merupakan pewaris ilmu yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw .
Thahir Ibn ‘Asyur menulis bahwa yang dimaksud dengan ulama adalah orang-orang yang mengetahui tentang Allah dan syari’at. Seorang yang alim yakni dalam pengetahuannya tentang syari’at tidak akan samar baginya hakikat-hakikat keagamaan. Dia mengetahuinya dengan mantap dan memperhatikannya serta mengetahui dampak baik dan buruknya, dan dengan demikian dia akan mengerjakan atau meninggalkan satu pekerjaan berdasar apa yang dikehendaki Allah serta tujuan syari’at.
Kendati dia pada satu saat melanggar akibat dorongan syahwat atau nafsu atau kepentingan duniawi, namun ketika itu dia tetap yakin bahwa dia melakukan sesuatu yang berakibat buruk, dan ini pada akhirnya menjadikannya meninggalkan pekerjaan itu atau mengahalanginya berlanjut dalam kesalahan tersebut sedikit atau secara keseluruhan.[4]
Orang-orang adil memiliki tugas terhadap tiga hal, yaitu menolak sikap melampaui batas dalam permasalahan agama, menghancurkan kebathilan dan menghilangkan kebodohan. Ulama harus menolak segala bentuk perubahan yang dilakukan oleh orang-orang yang melampaui batas dalam permasalahan agama. Selain itu juga ulama harus sanggup membongkar segala bentuk kedustaan yang telah dibuat-buat oleh para ahli bathil. Juga menolak takwil dari orang-orang yang melakukannya tanpa dasar ilmu juga Alqur’an serta hadits.[5]
F.Aspek Tarbawi
Ilmu yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw diwariskan kepada ulama dari setiap generasi ke generasi sehingga ilmu atau agama Allah ini tidak akan terlantar juga tidak akan hilang. Ulamalah yang akan memperbaiki setiap kesesatan yang diperbuat oleh umat manusia. Tugas yang harus dilaksanakan oleh orang-orang adil di antaranya membantah segala bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh para perusak agama Allah, membangkitkan kembali semangat untuk mempelajari dan mengamalkan Alqur’an dan As Sunnah setelah banyaknya umat manusia yang lalai terhadap keduanya, juga selalu istiqamah dalam melakukan perjuangan menyeru manusia kepada kebenaran dan mencegah manusia dari kemunkaran.[6]







BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Para ulama yang sejatinya adalah pewaris Nabi merupakan orang-orang yang akan menyelamatkan agama Allah dari segala kemunkaran yang telah dilakukan oleh umat manusia.
Para ulama harus dapat memberantas segala bentuk penyimpangan agama Allah, menghilangkan segala bentuk perubahan yang dibuat oleh orang-orang yang melampaui batas dalam agama Allah, menghilangkan segala kedustaan yang dilakukan oleh orang-orang ahli bathil, menolak takwil orang yang
melakukannya tanpa dasar ilmu dan pemahaman terhadap ayat dan hadits.









DAFTAR PUSTAKA
Al Qurthubi, Syaikh Imam,  Tafsir Al Qurthubi Jilid 14, Jakarta : Pustaka Azzam, 2009.

Baihaqi, Sunan Al Kubra Jilid X.

Mursi, Syaikh Muhammad Sa’id,  Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2008.

Shihab, M. Quraish,  Tafsir Al Mishbah,  Jakarta : Lentera Hati, 2006.





[1] Baihaqi, Sunan Al Kubra Jilid X, hlm. 209
[3] Syaikh Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2008),355
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2006), hlm. 466

37 komentar:

  1. nama: ahmad mursalin
    kelas: F
    nim: 202 1110 277

    bagaimna cara kita menasehati orang-orang yang telah melakukan kesalahan atau penyimpangan terhadap ajaran agama? apakah boleh dengan kekerasan karena mereka sangat sulit untuk dinasehati?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya cara menasehati orang-orang yang telah melakukan kesalahan atau penyimpangan terhadap ajaran agama adalah dengan cara menunjukkan ke jalan yang benar, yaitu jalan dengan petunjuk alqur’an dan sunnah Nabi. Dengan demikian diharapkan orang-orang yang menyimpang terhadap ajaran agama dapat kembali lagi ke ajaran agama yang benar. Selain itu juga hendaknya diimbangi dengan keadaan realita zaman sekarang. Jadi misalnya ketika kita akan mengembalikan lagi orang-orang yang menyimpang dari agama hendaknya jangan mengggunakan kekerasan. Karena negara sendiri juga telah mengatur segala perbuatan para masyarakatnya,di mana setiap perbuatan warga negaranya akan mendapat sanksi maupun apresiasi. Dengan kekerasan menurut saya malah tidak bisa menyelesaikan masalah. Selain itu juga akan menimbulkan pandangan negatif terhadap agama Islam, kalau dengan sesama umat Islam sendiri saja yang masih satu akidah saling melakukan kekerasan apalagi dengan non muslim yang sudah tentu berlainan akidah.

      Hapus
  2. KHOIROTUNNISA' ALYNA
    202 111 0253

    sudah menjadi santapan kita sehari-hari mengenai jamaah2 yang masih dalam satu bendera islam namun saling menyalahkan satu sama lain, (menganggap dirinya paling benar).
    Realita diatas perlu mendapat perhatian yang serius, terutama kita sebagai mahasiswa yang notabene berpendidikan dasar Agama Islam.

    pertanyaanya mba...
    #**Hal apa yang lebih efektif dan efisien yang harusnya kita lakukan ketimbang teriak-teriak dan menghina yang sebenarnya malah akan menunjukkan kebodohan dan kedegilan ilmunya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama:Dadang Irwanto
      Kls:F
      Nim:2021110256

      Kandungan ayat al-qur'an dan as-sunnah akan memiliki penafsiran yang sangat banyak pada masing-masing orang.Sehingga kadang ada orang yang menafsirkan dengan seenaknya sendiri.
      Hal apa saja yang harus diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami kandungan al-qur'an dan as-sunnah?

      Hapus
    2. Nur khasanah
      2021110244
      bagaimana cara kita agar tidak terjerumus dalam pemahaman yang keliru??

      Hapus
    3. @ khoirotunnisa alina :
      Menurut saya hal yang lebih pantas yang harus kita lakukan adalah dari dalam diri kita sendiri, hendaknya kita mengoreksi diri kita apakah sikap kita sudah benar terhadap norma agama maupun norma yang berlaku dalam masyarakat. Jika yang demikian telah kita lakukan ada baiknya jika kita juga kita terjun ke dalam masyarakat untuk saling memberitahu, saling belajar bersama, jangan pernah menganggap diri kita adalah selalu benar, karena mungkin saja hal-hal yang belum kita ketahui malah diketahui oleh orang lain. Maka dari itu kita sangat perlu adanya orang lain karena kita tidak bisa mengerti kesalahan ataupun kelemahan kita tanpa adanya bantuan orang lain. Sikap saling toleransi di dalam masyarakatlah yang seharusnya kita miliki, karena kita adalah makhluk sosial.

      Hapus
    4. @ nur khasanah :
      Banyak cara agar kita tidak terjerumus dalam pemahaman dan penafsiran yang keliru, seperti yang sudah saya jelaskan dalam menjawab pertanyaan pada dadang irwanto yaitu seseorang harus memenuhi dua syarat yaitu aspek pengetahuan dan aspek kepribadian. Adapun bagi seorang mufassir kontemporer, menurut Ahmad Bazawy Adh-Dhawy adalah:
      1. Mengetahui secara sempurna ilmu-ilmu kontemporer hingga mampu memberikan penafsiran terhadap Al-Quran yang turut membangun peradaban yang benar agar terwujud universalitas Islam.
      2. Mengetahui pemikiran filsafat, sosial, ekonomi, dan politik yang sedang mendominasi dunia agar mufassir mampu mengcounter setiap syubhat yang ditujukan kepada Islam serta memunculkan hakikat dan sikap Al-Quran Al-Karim terhadap setiap problematika kontemporer. Dengan demikian, ia telah berpartisipasi dalam menyadarkan umat terhadap hakikat Islam beserta keistimewaan pemikiran dan peradabannya.
      3. Memiliki kesadaran terhadap problematika kontemporer. Pengetahuan ini sangat urgen untuk memperlihatkan bagaimana sikap dan solusi Islam terhadap problem tersebut.
      Selain lima belas aspek pengetahuan yang dijelaskan dalam menjawab pertanyaan dadang irwanto, ketiga aspek tersebut digunakan untuk menjawab problematika yang terjadi pada zaman sekarang, karena masalah yang dihadapi pada zaman dahulu dan zaman sekarang berbeda, maka dari itu ketiga aspek tersebut dibutuhkan agar ditemukan solusi yang benar yang berasal dari satu sumber yaitu Alqur’an.

      Hapus
  3. Nama:Dadang Irwanto
    Kls:F
    Nim:2021110256

    Kandungan ayat al-qur'an dan as-sunnah akan memiliki penafsiran yang sangat banyak pada masing-masing orang.Sehingga kadang ada orang yang menafsirkan dengan seenaknya sendiri.
    Hal apa saja yang harus diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami kandungan al-qur'an dan as-sunnah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut Ahmad Bazawy Adh-Dhawy, syarat mufassir secara umum terbagi menjadi dua aaspek yaitu aspek pengetahuan dan aspek kepribadian.


      A. Aspek Pengetahuan
      Aspek pengetahuan adalah syarat yang berkaitan dengan seperangkat ilmu yang membantu dan memiliki urgensitas untuk menyingkap suatu hakikat. Syarat yang berkaitan dengan aspek pengetahuan yang harus dikuasai oleh seorang mufassir ini dibagi menjadi dua, yaitu: syarat pengetahuan murni dan syarat manhajiyah (berkaitan dengan metode). Imam Jalaluddin As-Suyuthy dalam Al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qurân menyebutkan lima belas ilmu yang harus dikuasai oleh seorang mufassir. Lima belas ilmu tersebut adalah sebagai berikut:
      1. Menguasai bahasa Arab.
      2. Nahwu
      3. Tashrîf (sharaf)
      4. Isytiqâq (derivasi)
      5. Al-Ma‘âni.
      6. Al-Bayân.
      7. Al-Badî‘
      8. Ilmu qirâ’ah.
      9. Ushûluddîn (prinsip-prinsip dien) yang terdapat di dalam Al-Quran
      10. Ushul fikih
      11. Asbâbun Nuzûl
      12. An-Nâsikh wa al-Mansûkh.
      13. Fikih.
      14. Hadits-hadits penjelas untuk menafsirkan yang mujmal dan mubham.
      15. Ilmu muhibah.
      B. Aspek Kepribadian
      Yang dimaksud dengan aspek kepribadian adalah akhlak dan nilai-nilai ruhiyah yang harus dimiliki oleh seorang mufassir agar layak untuk mengemban amanah dalam menyingkap dan menjelaskan suatu hakikat kepada orang yang tidak mengetahuinya. Imam Abu Thalib Ath-Thabary mengatakan di bagian awal tafsirnya mengenai adab-adab seorang mufassir, “Ketahuilah bahwa di antara syarat mufassir yang pertama kali adalah benar akidahnya dan komitmen terhadap sunnah agama. Sementara itu, Imam As-Suyuthy mengatakan, “Ketahuilah bahwa seseorang tidak dapat memahami makna wahyu dan tidak akan terlihat olehnya rahasia-rahasianya sementara di dalam hatinya terdapat bid‘ah, kesombongan, hawa nafsu, atau cinta dunia, atau gemar melakukan dosa, atau lemah iman, atau bersandar pada pendapat seorang mufassir yang tidak memiliki ilmu, atau merujuk kepada akalnya. Semua ini merupakan penutup dan penghalang yang sebagiannya lebih kuat daripada sebagian lainnya. Berdasarkan perkataan Imam As-Suyuthy di atas, Ahmad Bazawy Adh-Dhawy meringkaskan sejumlah adab yang harus dimiliki oleh seorang mufassir, yaitu:
      1. Akidah yang lurus
      2. Terbebas dari hawa nafsu
      3. Niat yang baik
      4. Akhlak yang baik
      5. Tawadhu‘ dan lemah lembut
      6. Bersikap zuhud terhadap dunia hingga perbuatannya ikhlas semata-mata karena Allah.
      7.Memperlihatkan taubat dan ketaatan terhadap perkara-perkara syar‘i serta sikap menghindar dari perkara-perkara yang dilarang
      8. Tidak bersandar pada ahli bid‘ah dan kesesatan dalam menafsirkan
      9. Bisa dipastikan bahwa ia tidak tunduk kepada akalnya dan menjadikan Kitâbullâh sebagai pemimpin yang diikuti.

      Hapus
  4. nama : Durrotul mustafida
    nim : 2021110243
    pipit mau bertanya ? jawab ya fil . . .
    anda menjelaskan bahwa Orang-orang adil memiliki tugas terhadap tiga hal, yaitu menolak sikap melampaui batas dalam permasalahan agama, menghancurkan kebathilan dan menghilangkan kebodohan,, bisa dijelaskan dengan cara bagaimana agar tugas-tugas tersebut dapat terlaksana dengan baik ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya dalam menjalankan ketiga tugas tersebut hendaknya yang pertama adalah menguasai ilmu dahulu, karena tidak mugkin seseorang akan memberikan ilmu kepada orang lain namun dia tidak menguasai ilmu tersebut, juga mempunyai kepribadian yang baik.Seseorang yang mempunyai ilmu hendaknya memnerikan ilmunya kepada orang lain walaupun sedikit. Selain itu seseorang hendaknya mau terjun ke masyarakat untuk menyebarkan ilmu dan kebaikan, karena bagaimana mungkin seorang yang memiliki ilmu akan bisa menjalani tiga tugas tersebut kalau tidak terjun ke masyarakat, tetapi sebelum itu semua dilaksanakan hendaknya sesorang harus memperbaiki akhlaknya sendiri sebelum mengajak orang lain, karena cara mengajak pada kebaikan yang paling baik adalah dengan memberikan contoh perbuatan yang baik pula.

      Hapus
  5. nur khasanah
    2021110244

    bagaimana cara kita agar terhindar atau tidak mendapatkan pemahaman yang keliru? dan bagaimana cara menasehati orang-orang yang mendapatkan pemahaman yang keliru agar tidak terus-menerus dalam kesalahpemahaman???

    BalasHapus
  6. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. beni siswanto
      2021110249
      kelas F


      “akan mewarisi ini dari setiap generasi adalah orang-orang yang adil, mereka akan membersihkannya dari orang-orang bodoh, kedustaan orang-orang yang berada di atas kebathilan dan penyelewengan dari orang-orang yang berlebihan.”[2]

      dari penjelasan hadits tersebut, menyebutkan bahwa
      "kedustaan orang-orang yang berada di atas kebathilan dan penyelewengan dari orang-orang yang berlebihan"
      melihat fenomena sekarang banyak yang secara historis ilmu pendidikanya tingg,tidak sedikit orang yang melakukan tindak kejahatan.seperti korusi,penyelewengan jabatan sepertu hakim yang berat ssebelah dll.

      yang menjadi pertanyaanya
      apayang harus kita lakukan,setidaknya pada diri sendiri sebelum kita menilai seseorang karena tindakanya tersebut?

      Hapus
  7. Nama:DIAH SAFITRI
    NIM:2021110260
    KELAS:F


    dalam sebuah penafsiran al-quran terkadang para ulama berbeda pendapat dlm menafsirkanya,, menurut anda apakah ada kriteria penafsiran2 al-quran yg sesuai dg syariat islam agr kita tidak keliru dlm memilih atau mengikutinya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut Ahmad Bazawy Adh-Dhawy, syarat mufassir secara umum terbagi menjadi dua aaspek yaitu aspek pengetahuan dan aspek kepribadian.


      A. Aspek Pengetahuan
      Aspek pengetahuan adalah syarat yang berkaitan dengan seperangkat ilmu yang membantu dan memiliki urgensitas untuk menyingkap suatu hakikat. Syarat yang berkaitan dengan aspek pengetahuan yang harus dikuasai oleh seorang mufassir ini dibagi menjadi dua, yaitu: syarat pengetahuan murni dan syarat manhajiyah (berkaitan dengan metode). Imam Jalaluddin As-Suyuthy dalam Al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qurân menyebutkan lima belas ilmu yang harus dikuasai oleh seorang mufassir. Lima belas ilmu tersebut adalah sebagai berikut:
      1. Menguasai bahasa Arab.
      2. Nahwu
      3. Tashrîf (sharaf)
      4. Isytiqâq (derivasi)
      5. Al-Ma‘âni.
      6. Al-Bayân.
      7. Al-Badî‘
      8. Ilmu qirâ’ah.
      9. Ushûluddîn (prinsip-prinsip dien) yang terdapat di dalam Al-Quran
      10. Ushul fikih
      11. Asbâbun Nuzûl
      12. An-Nâsikh wa al-Mansûkh.
      13. Fikih.
      14. Hadits-hadits penjelas untuk menafsirkan yang mujmal dan mubham.
      15. Ilmu muhibah.
      B. Aspek Kepribadian
      Yang dimaksud dengan aspek kepribadian adalah akhlak dan nilai-nilai ruhiyah yang harus dimiliki oleh seorang mufassir agar layak untuk mengemban amanah dalam menyingkap dan menjelaskan suatu hakikat kepada orang yang tidak mengetahuinya. Imam Abu Thalib Ath-Thabary mengatakan di bagian awal tafsirnya mengenai adab-adab seorang mufassir, “Ketahuilah bahwa di antara syarat mufassir yang pertama kali adalah benar akidahnya dan komitmen terhadap sunnah agama. Sementara itu, Imam As-Suyuthy mengatakan, “Ketahuilah bahwa seseorang tidak dapat memahami makna wahyu dan tidak akan terlihat olehnya rahasia-rahasianya sementara di dalam hatinya terdapat bid‘ah, kesombongan, hawa nafsu, atau cinta dunia, atau gemar melakukan dosa, atau lemah iman, atau bersandar pada pendapat seorang mufassir yang tidak memiliki ilmu, atau merujuk kepada akalnya. Semua ini merupakan penutup dan penghalang yang sebagiannya lebih kuat daripada sebagian lainnya. Berdasarkan perkataan Imam As-Suyuthy di atas, Ahmad Bazawy Adh-Dhawy meringkaskan sejumlah adab yang harus dimiliki oleh seorang mufassir, yaitu:
      1. Akidah yang lurus
      2. Terbebas dari hawa nafsu
      3. Niat yang baik
      4. Akhlak yang baik
      5. Tawadhu‘ dan lemah lembut
      6. Bersikap zuhud terhadap dunia hingga perbuatannya ikhlas semata-mata karena Allah.
      7.Memperlihatkan taubat dan ketaatan terhadap perkara-perkara syar‘i serta sikap menghindar dari perkara-perkara yang dilarang
      8. Tidak bersandar pada ahli bid‘ah dan kesesatan dalam menafsirkan
      9. Bisa dipastikan bahwa ia tidak tunduk kepada akalnya dan menjadikan Kitâbullâh sebagai pemimpin yang diikuti.

      Hapus
  8. Dalam makalah disebutkan bahwa ulama' adalah orang yang adil yang bertugas membantah segala bentuk penyimpanganterrhadap agama. terkait realita sekarang di Indonesia banyak terjadipenyimpangana2 agama, sperti munculnya aliran2 yang dianggap sesat. bagaimana seharusnya upaya ulama untuk membantah penyimpangan tersebut?? terkait dengan upaya yang dilakukan alama Indonesia apakah sudah dalam kriteria ulama yang adil?????

    BalasHapus
  9. muafinah 2021110264
    Dalam makalah disebutkan bahwa ulama' adalah orang yang adil yang bertugas membantah segala bentuk penyimpanganterrhadap agama. terkait realita sekarang di Indonesia banyak terjadipenyimpangana2 agama, sperti munculnya aliran2 yang dianggap sesat. bagaimana seharusnya upaya ulama untuk membantah penyimpangan tersebut?? terkait dengan upaya yang dilakukan alama Indonesia apakah sudah dalam kriteria ulama yang adil?????

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya upaya para ulama untuk menghilangkan penympangan tersebut adalah dengan maerangkul kembali orang-orang yang melakukan penyimpangan terhadap ajaran agama,yang tidak dengan cara kekerasan. Diupayakan agar dalam menyeleggarakan pengajian ataupun ceramah bisa didengar oleh kalangan luas atau setidaknya pada ruangan terbuka, agar bisa saling mengontrol apakah pengajian atau ceramah yang dilakukan tersebut berisikan menyimpang dari ajaran agama atau tidak. Karena kebanyakan pada aliran-aliran yang dianggap pemerintah sebagai aliran sesat dalam menyelenggarakan pengajian selalu tertutup atau cenderung menghindari dari kalangan luar,yang boleh hanya para anggotanya saja. Kemudian dari diri sendiri juga seharusnya dibentengi dengan ajaran agama minimal mengetahui hal-hal yang wajib dilaksanakan dan yang wajib ditinggalkan,misalnya mengetahui bahwa sholat adalah wajib dan meninggalkan sholat berarti berdosa. Jika telah ada ilmu walaupun sedikit setidaknya telah dianggap sebagai orang yang adil (yang mempunyai ilmu), kemudian terkait dengan peran para ulama dalam menghilangkan para penympang agama, seperti sudah dijelaskan dalam makalah bahwa Ulama harus menolak segala bentuk perubahan yang dilakukan oleh orang-orang yang melampaui batas dalam permasalahan agama. Ulama harus sanggup membongkar segala bentuk kedustaan yang telah dibuat-buat oleh para ahli bathil. Selain itu ulama juga menolak takwil dari orang-orang yang melakukannya tanpa dasar ilmu juga Alqur’an serta hadits. Jadi upaya para ulama untuk menghilangkan penyimpangan terhadap ajaran agama ulama harus melakukan tiga tugas tersebut.
      Orang-orang yang disebut ulama adalah orang-orang yang adil, adil di sini adalah orang yang berilmu. Seseorang dapat dikatakan sebagai orang adil adalah bagaimana orang-orang yang berilmu tersebut memperlakukan atau menggunakan ilmunya. Menurut saya para ulama di Indonesia kebanyakan telah mempergunakan ilmunya dengan adil. Karena kebanyakan masih berpegang teguh pada ajaran Alqur’an dan hadits dalam memecahkan masalah-masalah yan timbul di Indonesia. Kalaupun masih dikatakan ada ulama yang belum adil, menurut saya seseorang tersebut belum bisa dikatakan sebagai ulama, karena dia belum bisa bertanggung jawab pada ilmu yang dimilikinya. Pada hakikatnya yang dinamakan ulama adalah ruhnya bukan pada jasmaninya yang berpenampilan seperti yang dianggap kebanyakan orang adalah sebagai seorang ulama. Kalaupun jasmaninya terlihat seperti ulama tapi sesungguhnya tidak memiliki kepribadian yang baik yang tidak bisa dicontoh kepribadiannya oleh orang lain menurut saya seseorang tersebt belum pantas dikatakan sebagai seorang ulama.

      Hapus
  10. nama:eni marfuah
    nim :2021110238
    disini kan disebutkan bahwa ilmu itu diturunkan dari generasi kegenerasi lain,terus kita sebagai generasi masa sekarang?bagaimana caranya supaya kita juga bisa membentuk seseorang supaya menjadi penerus yang adil,seperti para ulama2 terdahulu...

    BalasHapus
  11. wahida zulfina
    2021110262
    Orang-orang adil memiliki tugas terhadap tiga hal, yaitu menolak sikap melampaui batas dalam permasalahan agama, menghancurkan kebathilan dan menghilangkan kebodohan- ** pada realita nya sekarang banyak timbul alirab atau pun faham-faham baru, yang mana sangat ramai dimasyarakat , dan banyak pula yang pro_kontra, dan dengan adanya itu masyarakat bahkan banyak ulama' yang saling menjatuhkan bahkan mengagap aliran'' itu sesat,,,,
    yang saya tanyakan
    1.apakah yang dilakukan ulama' itu disebut menghancurkan kebathilan, padahal banyak tawuran'' antar aliran yang masih dalam satu naungan agama islam???

    BalasHapus
  12. HENI MAYSAROH
    2021110280
    Kelas F


    "kiat-kiat untuk menghindari pemahaman & penafsiran yang keliru gmna jenk__" ^_^


    Thax before__ keep smile hehe__

    BalasHapus
    Balasan
    1. menurut anda, bagaimanakah kriteria seorang alim (orang yang berilmu ) sehinggga bisa dikatakan seorang yang adil, baik dalam mengamalkan ataupun mengaplikasikannya dalam kehidupannya...????

      Hapus
    2. di makalah anda dijelaskan bahwa ilmu itu sampai kapanpun tidak akan hilang atau selalu turun dari generasi ke generasi .artinya kita harus menjaganya. bgaimana cara menjaga ilmu itu sendiri agar tidak menyalahtafsirkan suatu ilmu? dan cara menjaga ilmu itu untuk diri kita sendiri?

      Hapus
    3. yang dimaksud ilmu dalam hadits ini adalah agama, bukan hanya sekedar ilmu pengetahuan.Ilmu sendiri di sini, sudah dijelaskan bahwa Nabi Muhammad mewariskan ilmu (agama) dari setiap generasi ke generasi melalui orang-orang adil (para ulama), sehingga ilmu tersebut tidak akan hilang maupun terlantar. Allah SWT juga telah berjanji akan menjaga kesucian Alqur'an sampai hari kiamat kelak. Untuk menjaga ilmu tersebut orang adil telah dibekali alqur'an untuk membawa ilmu (agama) Allah. Dengan demikian ilmu akan selalu turun dari generasi ke generasi dan akan selalu dijaga oleh orang-orang adil.

      Hapus
  13. BELLA Amelia
    202 111 0267
    F

    Pernah terdgr ungkapan bhw:Kiat memperoleh pemahaman yg benar & tepat akan isi dr Alquran yaitu bkn hnya dg usaha yg sungguh2 sj.Usaha yg mati2an pun belum menjamin seseorang itu bisa memahami isi Alquran dg baik, sebelum ALLah sandiri yg membantu dan mengizinkan orang tsb.Berarti Perlu adanya pendekatan yg lebih mendalam kpd ALLAH supaya kita bisa memehami dg baik & jauh dr ke2liruan.
    Pertanyaan saya bgmn kiat2 pendekatan yg seharusnya kita lakukan kpd sang pencipta kita ????
    Maturnuwun.......

    BalasHapus
  14. ARUM ARIFAH
    2021110271
    Kelas: F
    Bagaimana tanggungjawab kita dengan apa yang telah kita lakukan dalam menafsirkan atau memahami sesuatu itu keliru atau salah?

    BalasHapus
  15. DWI KARTIKA SARI
    2021110251
    Kelas : F
    Bagaimana cara yang efektif untuk memaksimalkan agar ilmu yang kita terima selama ini tidak hilang begitu saja?

    BalasHapus
  16. nur aini
    2021110263
    F

    makalah anda berjudul penafsiran dan pemahaman yang keliru, kemudian dari hadits tersebut berisi tentang keadilan..bagaimana arti keadilan jika dikaitkan dengan penafsiran dan pemahaman yang keliru tersebut?mohon disertai contoh..thanx...

    BalasHapus
    Balasan
    1. syifa adilla
      2021110281
      mohon jabarkan hubungan orang alim, adil dengan ilmu jika dilihat dalam hadits di atas dengan keterkaitannya mengenai penafsiran dan pemahaman yang keliru?

      terima kasih ^__^

      Hapus
    2. Husnul Lina Luaini
      2021110279

      dalam makalah anda yang bertemakan penafsiran dan pemahaman yang keliru, saya ingin bertanya, bagaimana kriteria sebuah penafsiran ataupun pemahaman yang tidak menyimpang dari tuntunan Agama jika dikaitkan dengan realitas sekarang?
      terima kasih.

      Hapus
  17. charis Arrosyid
    2021110275
    kelas F
    saya ingin bertanya apakah orang yang adil dapat memiliki pemahaman yang keliru?? kalau bisa mohon beri penjelasan ya.....
    terima kasih

    BalasHapus
  18. NAMA FAHMI AMRULLAH
    NIM 2021110248
    KELAS F

    BERTANYA : bagaimana menyikapi perbedaan pemhaman dan penafsiran tersebut jika sudah benar-benar terjadi???
    terimakasih. :)

    BalasHapus
  19. Syaiful Islam
    2021110250

    Bagaimana kita mengetahhui seseorang itu adil terhadap ilmumnya?
    terimakasih..

    BalasHapus
  20. Lilik Awaliyah
    2021110268
    kelas F

    Bagaimana jika kita melihat orang yang alim(ulama)menyalahgunakan ilmunya atau bisa di katakan penyimpangan agama, Apakah yang harus kita lakukan? Apakah hanya diam saja atau bagaimana? tolong di jelaskan?

    BalasHapus
  21. Hartini
    2021110237
    F

    dimakalah ditulis bahwa ilmu dibawa orang adil. yang ingin saya tanyakan bagaimana jika ilmu tersebut tidak dibawa oleh orang yang adil, apakah ilmu tersebut dapat dikatakan benar atau sebaliknya ?
    bagaimana jika yang membawa ilmu tersebut tidak digunakan leh sesuatu yang baik ?

    BalasHapus
  22. gunawan
    202109209
    kelas F
    bagaimana cara memelihara ilmu agar tidak terjadi kesalahan penafsiran?

    BalasHapus