Laman

Kamis, 01 Maret 2012

Kela B, Tri Istiani, 3 : “MASJID SEBAGAI MADRASAH”


MAKALAH HADITS 10
“MASJID SEBAGAI MADRASAH”

Disusun guna memenuhi tugas :
Mata Kuliah                   : Hadist Tarbawi II
Dosen Pengampu           : M. Hufron, M.S.I



Disusun Oleh :
Tri Istiani
202 111 0057
Kelas B
TARBIYAH PAI


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2012
PENDAHULUAN
            Pendidikan merupakan kepentingan yang memperoleh prioritas utama sejak awal kehidupan manusia. Bahkan Rasulullah sendiri telah mengisyaratkan bahwa proses belajar bagi setiap insan adalah sejak ia masih dalam kandungan ibunya sampai si insan sudah mendekati liang kuburnya.
            Dalam hal pendidikan tersebut tak lepas dengan yang namanya lembaga pendidikan yang ada. Sebelum lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan universitas timbul, sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga pendidikan islam yang bersifat non formal. Lembaga-lembaga pendidikan islam non formal ini terus berkembang dan bahkan bersamaan dengannya timbul dan berkembang bentuk-bentuk lembaga pendidikan nonformal yang semakin luas. Salah satu lembaga pendidikan islam yang bersifat non formal tersebut adalah Masjid.
            Pada zaman Rasulullah SAW. Masjid mempunyai banyak fungsi salah satunya yaitu sebagai tempat penyelenggara ilmu. Bisa dikatakan masjid dikala itu selain sebagai tempat ibadah juga sebagai madrasah. Melalui makalah ini penulis memaparkan hadis yang bekaitan dengan lembaga pendidikan islam yaitu masjid sebagai madrasah.








PEMBAHASAN
A.    Materi Hadis

عَنْ أَبي سعيد : جَاءَتْ اِمْرَأَةٌ إلَى رَسُوْ لِ الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم فَقالَتْ: يارسول الله، ذَهَبَ الرِّجَالُ بِحَدِ يْثِكَ، فَا جْعَلْ لَنَا مِنْ نَفْسِكَ يَوْمًا نَأتِيْكَ فِيْهِ تُعَلّمُنَا مِمّا عَلّمَكَ الله. فَقَال َ: اِجْتَمِعْنَ فِيْ يَوْمِ كَذاوكذافِيْ مَكَانِ كَذَاوَكَذَا. فَا جْتَمِعْنَ. فَأتَاهُنّ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم فَعَلّمَهُنّ مِمّا عَلّمَهُ الله ثُمَّ قال: مَا مِنْكُنَّ إمْرَأةٌ تَقَدّمَ بَيْنَ يَدَيْهَا  مِنْ وَلِدِهَا ثَلَاثَةٌ إلّاكَانَ لَهَا حِجَابًامِنَ النّارِ .فَقَا لَتْ اِمْرَأة ٌمِنْهُنّ: يارسول الله اِثْنَيْنِ؟ قَالَ: فَأعَادَتْهَامَرّتَيْنِ ثُمّ قال: وَاثْنَيْنِ، وَاثْنَيْنِ، وَاثْنَيْنِ.
 (رواه البخاري في الصحيح, كتاب إلاعتصام بالكتاب والسنة, باب تعليم النبي صلى الله عليه وسلم أمته من الرجال والنساءمماعلمه الله ليس برأي ولاتمثيل)

Terjemah Hadis
Dari Abu Sa’id, “ Seorang perempuan datang kepada Rasulullah SAW lalu berkata, ‘ Wahai Rasulullah, kaum laki-laki telah pergi dengan haditsmu. Tetapkanlah untuk kami atas kemauanmu suatu hari yang kami datang padamu di hari itu, agar engkau mengajarkan kepada kami apa yang diajarkan Allah kepadamu’. Beliau bersabda, ‘Berkumpullah pada hari ini dan itu, di tempat ini dan itu’. Maka mereka pun berkumpul. Lalu Rasulullah SAW datang menemui mereka dan mengajarkan kepada mereka apa yang diajarkan Allah kepadanya. Setelah itu beliau bersabda, ‘Tidak ada seorang perempuan pun diantara kalian yang ditinggal mati tiga orang anaknya, melainkan anaknya itu menjadi penghalang bagi ibunya dari neraka’. Seorang perempuan diantara mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana dengan dua orang?’ Beliau bersabda,’Dan dua orang, dan dua orang, dan dua orang’.”[1]
B.     Mufrodat
Arti
Teks
Pergi
ذَهَبَ
Mengajarkan
تُعَلّمُنَا
berkumpullah
اِجْتَمِعْنَ
Menemui mereka
فَأتَهُنّ
Ditinggal mati
تَقدّمَ
Penghalang
حِجَابًا
Dua
اِثْنَيْنِ

C.     Biografi Perawi
Abu sa’id adalah nama kuniyahnya. Nama lengkapnya ialah Sa’ad bin Malik bin Sinan bin Tsa’labah bin Ubaid Abhar, dan nama aslinya ialah Khadrah bin Auf  bin Haris bin Khazraj Al-Anshari.[2]
Dia meriwayatkan hadits dari Nabi SAW, dan dari ayahnya yaitu Qatadah bin Nu’man, Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali, Zaid bin Tsabit, Abu Qatadah Al-Anshari, Abdullah bin salam, Usaid bin Khudhair, Ibnu Abbas, Abu Musa Al-Anshari, Mu’awiyah, dan Jabir bin Abdullah.[3]
Adapun orang-orang yang meriwayatkan hadits dari nya, ialah putranya yang bernama Abdu Al-Rahman, istrinya yang bernama Zainab binti Ka’ab bin ‘Ajrab, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Jabir, Zaid bin Tsabit, Mahmud bin Labid, Sa’id bin Musayyib, Amir bin Sa’ad, Amr bin Sulaiman, Nafi’(hamba sahaya Ibnu Umar), Abu Badhrah Al-Abdi, Abu Salamah bin Abdu Al-Rahman bin Auf, dan lain-lain. [4]
Ketika berusia sembilan belas tahun, dia diajak oleh ayahnya menemui Nabi SAW guna meminta ijin mengikuti perang Uhud. Ketika itu ayahnya memegang tangan Rasulullah dan berkata, ”Abu Sa’id adalah anak yang gagah dan sempurna tubuhnya.” Kemudian Rasulullah SAW memeriksanya, dan bersabda kepadanya, “Kembalikanlah dia”. Maka dia pun dikembalikan.[5]
Abu Sa’id Al-Khudri mengikuti perang khondaq dan perang sesudahnya. Dia termasuk salah seorang yang ikut bai’at kepada Rasulullah untuk menegakkan agama Allah dengan tidak takut segala hinaan dan cemoohan, dan juga ikut dalam peristiwa Madain pada masa khudaifah, serta ikut perang bersama Ali dalam menggempu orang-orang Khawarij dan Nahrawan.[6]
Sekalipun dengan kondisi ekonomi yang sangat parah dan kehidupan yang melarat, ditambah lagi dengan tanggung jawab yang berat, dia pun masih banyak meriwayatkan hadis, bahkan lebih dari seribu hadis.[7]
Ahli-ahli hadis telah meriwayatkan darinya sebanyak 1170 hadis. Dari jumlah tersebut yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim sendiri sebanyak 46 hadis, yang diriwayatkan oleh Bukhari sendiri sebanyak 16 hadis, dan yang diriwayatkan sendiri oleh muslim sebanyak 52 hadis.[8]
Dalam mengajarkan Alquran, dia menggunakan cara mengajarkan lima ayat di pagi hari dan lima ayat di sore hari. Sedang dalam meriwayatkan hadis, pada suatu ditanyakan kepadanya,”Kamu telah menceritakan kepada kami hadis-hadis yang mengherankan, aku khawatir kalau kamu telah menambah atau mengurangi, bagaimana kalau kami menulis hadis-hadis itu?” Abu Sa’id menjawab, “Jangan kamu menulis hadis-hadis itu dan janganlah kamu menjadikannya sebagai Alquran tetapi hafallah dariku sebagaimana aku menghafalnya.” Atau, dengan perkataannya pada suatu ketika yang lain,” Ambillah hadis-hadis itu sebagaimana aku mengambilnya dari Rasulullah”.[9]
Abu Sa’id meninggal pada tahun 74 H setelah menjalani kehidupan panjang yang penuh ilmu dan amal, perang dan istirahat, kondisi ekonomi yang kadang berkecukupan dan kadang berkekurangan, yang dilaluinya dengan kesabaran dan rasa syukur, iman yang dalam dan kejujuran yang murni. Semoga Allah SWT merahmatinya, dan memberi inayah kepada kita untuk dapat mengikuti jejak Rasulullah, jejaknya, dan jejak teman-temannya dari para sahabat yang mulia. Semoga Allah SWT meridhai mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Mereka adalah orang-orang yang beruntung.[10]
D.     Syarah Hadis
جاءة امرأة(seorang perempuan datang). Imam Bukhari belum menemukan keterangan tentang namanya. Mungkin saja dia adalah Asma’ binti Yazid bin As- Sakan[11].                     ذهب الرّجال بحدثيك، فاجعل لنا من نفسك يوما نأتيك فيه تعلّمنا مما علّمك الله  (kaum lelaki telah pergi dengan hadismu,tetapkanlah atas kemauan mu suatu hari yang kami datang padamu dihari itu, agar engkau mengajar kepada kami apa yang diajarkan Allah kepadamu). Di dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri di dalam kitab tentang ilmu dijelaskan bahwa
قا لت النساء للنبي صلى الله عليه وسلم غلبناعليك الرجال فا جعل لنا يومامن نفسك(sejumlah wanita mengajukan permohonan kepada Nabi, kami tidak memperoleh waktu untuk belajar dari anda, karena semua waktu telah diisi oleh pria  oleh karena itu sediakan waktu barang sehari untuk kami agar kami dapat belajar)[12].
أن النساءقلن للنبي صلى الله عليه وسلم: اجعل لنا يوما( para wanita berkata kepada Nabi SAW “jadikanlah(sediakanlah) untuk kami satu hari)[13]. Hadis ini juga diterangkan oleh imam bukhari dalam bab jenazah yang masih di riwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri. Dari ketiga potongan hadis tersebut ada kalimatفاجعل لنا  yang berarti “maka sediakanlah untuk kami atau tentukanlah untuk kami”. Namun demikian, pilihan dan ketetapan dikembalikan kepada Rasulullah SAW. فقال اجتمعن في يوم كذاوكذافي مكان كذاوكذا( Beliau bersabda”berkumpullah pada hari ini dan itu, di tempat ini dan itu). Diterangkan melalui hadis tentang ilmu yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri فوعدهن يوما لقيهن فيه فوعظهن وأمرهن فكا ن فيماقالهن (maka Nabi menjanjikan kepada mereka suatu pengajian khusus untuk wanita, dimana Nabi dapat mengajari mereka dan menyampaikan perintah-perintah Allah)[14].فأتاهن رسول الله صلى الله عليه وسلم فعلمهن مما علمه الله(lalu Rasulullah datang menemui mereka dan mengajari mereka apa yang diajarkan Allah kepadanya). Imam Bukhari belum menemukan pada satupun jalur-jalur diantara hadis ini, keterangan tentang apa yang diajarkan kepada mereka, hanya saja mungkin diambil dari hadis Abu Sa’id yang lain pada pembahasan tentang zakat. Di dalamnya disebutkan  فقال يامعشرالنساءتصدقن، فإني رأيتكن أكثر أهل النار(Beliau kemudian melewati kaum perempuan lalu bersabda, “ Wahai sekalian perempuan hendaklah kalian bersadekah, karena sungguh aku melihat kebanyakan penghuni neraka adalah kalian”[15]). Lalu disebutkanأليس شهادةالمرأة مثل نصف شهادةالرجل، أوليس إذاخاصت لم ولم تهم (bukankah persaksian seorang perempuan setengah dari persaksian laki-laki? Bukankah pula apabila haid dia tidak shalat dan tidak puasa?) sabda beliau Nabi muhammad SAW,” sama seperti setengah persaksian seorang laki-laki” sebagai isyarat terhadap firman Allah SWT” maka boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai( Al Baqarah: 282). (Apabila ia haid tidak shalat dan tidak puasa), kalimat ini mengisyaratkan bahwa wanita haid tidak shalat dan tidak berpuasa telah ditetapkan berdasarkan hukun syariat sebelum adanya kejadian ini. ثم قال: مامنكنامراةتقدم بين يديهامن ولدهاثلاثةإلاكا ن لهاحجابامن النار(setelah itu beliau bersabda “ Tidak ada seorang perempuan pun diantara kalian yang ditinggal mati tiga orang anaknya, melainkam anaknya itu menjadi penghalang bagi ibunya dari neraka). Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri dalam Hadis adalah anak-anak yang meninggal sebelum memasuki pubertas/ baligh. فقالت امرأة منهن يارسول الله اثين؟(seorang perempuan diantara mereka berkata” wahai rasulullah bagaimana dengan dua orang?) Ada yang mengatakan bahwa perempuan yang bertanya adalah Asma’. Dan Beliau bersabda”dan dua orang, dan dua orang, dan dua orang), واثنين( Dan dua) yaitu apabila ia ditinggal mati oleh anaknya, maka demikian pula hukumnya.
E.     Aspek Tarbawi
Berdasarkan matan hadis diatas dapat diambil aspek tarbawinya, antara lain;
·         Rasulullah memberikan nasehat/ pengajaran kepada kaum wanita di tempat yang terpisah atau secara tersendiri, biasanya tempat pengajaran Rasulullah adalah masjid.
·         Bolehnya seorang murid menanyakan keterangan gurunya atau seorang pengikut mengkritisi pendapat orang yang belum yang dipahaminya.
            Jika dikaitkan dengan tema yaitu masjid sebagai madrasah maka disini aspek tarbawi nya dapat dilihat dari tempat pengajaran atau lembaga pendidikan Rasulullah dalam mengajar. Nabi saw.tidak memiliki madrasah yang permanen.
Beliau tidak memiliki pondok pesantren untuk pendidikan, tempat beliau duduk memberikan ceramah dihadapan para santrinya. Namun, majelis-majelis keilmuan beliau luas, umum, dan universal( syamil), laksana hujan turun disetiap tempat, memberikan manfaat kepada para orang-orang khusus maupun orang-orang umum.[16]
            Pada umumnya sahabat berkumpul di masjid untuk menunaikan shalat-shalat fardhu, maka beliau lebih banyak menyelenggarakan majelis-majelis keilmuan di masjid. Masjid dengan demikian menjadi tempat yang resmi sekaligus murni untuk ilmu pengetahuan, pendidikan, serta untuk mengulangi pelajaran, nasihat dan petunjuk.[17]
            Saat itu kedudukan masjid adalah sebagai madrasah sekaligus kampus yang mendapatkan kemuliaan dengan duduk dan munculnya orang yang secara terus-menerus mendapatkan anugerah lebih dibandingkan seluruh individu umat ini, yaitu junjungan kita Nabi Muhammad saw., untuk mengajar para sahabat, memberikan manfaat, dan memberi petunjuk kepada mereka disitu.[18]
            Masjid sebagai tempat utama belajar, membuahkan pendidikan lebih terarah, sehingga menjadikan masjid sebagai lembaga pendidikan yang terbentuk dengan sendiri nya.
            Sebagai lembaga pendidikan islam, Masjid dapat dikatakan sebagai madrasah berukuran besar yang pada masa permulaan sejarah islam dan masa selanjutnya adalah merupakan tempat menghimpun kekuatan umat islam baik dari segi fisik maupun mentalnya.[19] Masjid mempunyai peranan penting bagi masyarakat islam sejak awal sampai sekarang.
            Menurut sejarah islam masjid yang pertama-tama dibangun Nabi adalah masjid At-Taqwa di Quba pada jarak perjalanan kurang lebih 2 mil dari kota madinah ketika Nabi berhijrah dari mekah .[20]
            Rasulullah membangun ruangan disebelah utara masjid madinah dan masjid Al-Haram yang disebut Al-Suffah. Sementara suffah”emperan masjid” difungsikan sebagai madrasah untuk belajar membaca dan memahami agama. Di suffah menetap para sahabat yang tergolong fakir miskin yang tekun mempelajari ilmu. Mereka dikenal sebagai ahli suffah.
            Masjid disamping tempat untuk bersembahyang, dipergunakan pula untuk mendiskusikan dan mengkaji permasalahan dakwah islamiah pada permulaan perkembangan islam, yang terdiri dari kegiatan bimbingan dan penyuluhan serta pemikiran secara mendalam tentang suatu permasalahan dan hal-hal lain yang menyangkut siasat perang dalam menghadapi musuh-musuh islam serta cara-cara menghahancurkan kubu pertahanan mereka.
            Kemudian berturut-turut dibangunlah banyak masjid mengikuti penyebaran islam dan penyebaran daerah/ wilayah kekuasaan pemerintah islam.
            Oleh karena itu masjid dalam sejarah islam adalah sebenarnya merupakan madrasah pertama setelah rumah Dar al Arqam bin Al-Arrqam.



PENUTUP
Simpulan
            Masjid merupakam lembaga pendidikan islam yang sudah ada sejak masa nabi. Ia mempunyai peranan penting bagi masyarakat islam. Masjid berfungsi sebagai tempat bersosialisasi, tempat beribadah, tempat pengadilan, dsb. Tetapi yang lebih penting adalah sebagai lembaga pendidikan.
            Madrasah merupakan pendidikan umum berciri khas agama. Perjalanan terbentuknya madrasah adalah berawal dari kisah penyebaran agama Islam yang dilakukan Nabi dan Masjid lah sebagai tempat utama belajar, membuahkan pendidikan lebih terarah, sehingga menjadikan masjid sebagai lembaga pendidikan yang terbentuk dengan sendirinya.
















DAFTAR PUSTAKA
Al Jumbulati. Ali, At-Tuwaanisi. Abdul Futuh. 2002. Perbandingan Pendidikan Islam(edisi terjemahan oleh H. M. Arifin). Jakarta: Rineka Cipta.
Al-Maliki, M.Alawi. 2002. Prinsip-prinsip Pendidikan Rasulullah, (edisi terjemahan oleh Muhammad Ihya Ulumiddin). Jakarta: Gema Insani.
Al-Maliki, M.Alawi. 2009. Ilmu Ushul Hadis,(edisi terjemahan oleh Adnan, Qahar). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Imam Al Hafiz. 2008. Fathul Baari penjelasan Shahih Bukhari,(edisi terjemahan oleh Gazirah Abdi Ummah). Jakarta: Pustaka azam. Jilid ke-1.
Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Imam Al Hafiz. 2008. Fathul Baari penjelasan Shahih Bukhari,(edisi terjemahan oleh Amiruddin). Jakarta: Pustaka azam. Jilid ke-7.
Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Imam Al Hafiz. 2007. Fathul Baari penjelasan Shahih Bukhari,(edisi terjemahan oleh Amiruddin). Jakarta: Pustaka azam. Jilid ke-8.
Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Imam Al Hafiz. 2009. Fathul Baari penjelasan Shahih Bukhari,(edisi terjemahan oleh Amruddin). Jakarta: Pustaka azam. Jilid ke-36



















[1] Al Imam, Al Hafiz, Shahih Bukhari 36( Jakarta: Pustaka Azam, 2009)hal. 168-167
[2] M. Alawi Al-Malik, Ilmu Ushul Hadis,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal.223.
[3] Ibid.,h.224.
[4] Ibid.,h.224
[5] Ibid.,h.224
[6] Ibid.,h. 225
[7] Ibid.,h. 228
[8] Ibid.,h.228
[9] Ibid.,h.228-229
[10] Ibid.,h.230
[11] Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Imam Al Hafiz, Fathul Baari penjelasan Shahih Bukhari  36, alih bahasa Amruddn, (Jakarta: Pustaka azam, 2009), hlm. 169.

[12] Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Imam Al Hafiz, Fathul Baari penjelasan Shahih Bukhari 1, alih bahasa Gazirah Abdi Ummah, (Jakarta: Pustaka azam, 2008), hlm. 376.
[13] Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Imam Al Hafiz, Fathul Baari penjelasan Shahih Bukhari 7, alih bahasa Amiruddin, (Jakarta: Pustaka azam, 2008), hlm. 29.

[14] Loc. cit.,
[15] Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Imam Al Hafiz, Fathul Baari penjelasan Shahih Bukhari 8, alih bahasa Amiruddin, (Jakarta: Pustaka azam, 2007), hlm. 197.

[16] Al-Maliki, M.Alawi,  Prinsip-prinsip Pendidikan Rasulullah, alih bahasa Muhammad Ihya Ulumiddin, (Jakarta: Gema Insani, 2002), hlm.5.

[17] Ibid.,hlm 6.
[18] Ibid., hlm 7
[19] Al Jumbulati. Ali, At-Tuwaanisi. Abdul Futuh,. Perbandingan Pendidikan Islam, alih bahasa  H. M. Arifin,( Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal.22.
[20] Ibid.,h.22

4 komentar:

  1. apakah ketika nabi Muhammad Saw. wafat, para sahabat tetap menggunakan masjid sebagai tempat untuk menyebarkan ilmu pengetahuan...???

    A. Ainun Najib
    2021110093

    BalasHapus
  2. aslm ustadzah tri......'

    mau tanya, saya pernah menemui sebuah masjid sekaligus madrasah & TPQ. masjid tersebut memang ramai, bahkan terkadang terlalu ramai karena suara anak - anak yang bermain dan berteriak - teriak. bgmn tanggapan ustadzah tentang hal itu????? bagaimana pula pandangan islam tentang hal tersebut?????

    ika nurhasanah (202109171)

    BalasHapus
  3. tri istiani mengucapkan terimakasih atas pertanyaan dari saudara najib dan jawabannya adalah bahwa masjid sebagai pusat pendidikan dan pengajaran atau istilahnya madrasah terus berlangsung semenjak masa Rasulullah saw, Khulafaur Rosyidin dan kholifah-kholifah sesudahnya, lha baru pada tahun 459 H mulailah terjadi pergeseran, yaitu dengan didirikannya madrasah yang pertama di kota Baghdad. Jadi intinya pada masa sahabat tetap menggunakan masjid sebagai madrasah. . .

    BalasHapus
  4. wa’alaikumussalam wr.wb
    Tri ucapkan “syukron ukh” ika buat pertaan nya. . .  sepertinya masjid yang ditemui ukh ika ini hampir sama dengan masjid yang ada di daerah saya, menurut saya wajar ya ketika anak-anak itu bermain, tetapi menurut saya sebaiknya anak-anak yang masih terlalu kecil itu tidak di tempatkan di dalam masjidnya, tetapi hendaknya di berikan ruangan pembelajaran/ madrasah di samping masjid, karena disamping anak-anak kecil yang masih sulit dikendalikan dalam bermain yang nantinya bisa menganggu orang yang sedang beribadah juga dikhawatirkan belum bisa menjaga kebersihan masjid,kecuali anak-anak yang sudah nalar atau bisa terkendali saat bermain boleh lah jika penbelajarannya di dalam masjidnya,namun kalau pandangan islam secara tepatnya saya tidak berani memberikan jawaban pastinya ukh, namun dari beberapa referensi mengatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan pembelajaran berpindah dari masjid ke ruangan tersendiri atau madrasah itu disebabkan karena didalam khalaqah-khalaqah itu terjadi perdebatan yang ramai yang mengganggu orang beribadah, apalagi ramai yang dikarenakan anak-anak berteriak seperti yang ditanyakan ukh ika. Seandainya terpaksa anak-anak kecil itu di masjid maka dari pihak pengajar lebih dalam pengawasan nya.

    BalasHapus