Laman

Sabtu, 15 September 2012

psikologi agama kelas B: kebutuhan agama

psikologi agama kelas B: kebutuhan agama - word


psikologi agama kelas B: kebutuhan agama - ppt





BAB I
PENDAHULUAN

Manusia tampil dimuka bumi ini sebagai homo religious yang mempunyai makna bahwa ia memiliki sifat-sifat religious. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang paling dasar, manusia mempunyai dorongan dan kegunaan guna mendapatkan keamanan hidup dan pemenuhan kebutuhan di bidang keagamaan. Manusia juga merupakan makhluk yang spesifik, baik dilihat dari segi fisik maupun non fisiknya. Sedangkan fisik atau jasmani manusia dikaji dan diteliti oleh disiplin ilmu anatomi, biologi, ilmu kedokteran maupun ilmu-ilmu lainnya, kemudian jiwa manusia dipelajari secara khusus oleh psikologi. Selanjutnya dalam perkembangannya, para ahli melihat bahwa psikologi memiliki keterkaitan  dengan masalah-masalah  kehidupan batin manusia yang dalam yaitu agama. Untuk itu, kali ini pemakalah akan membahas tentang “kebutuhan beragama” yang termasuk salah satu kebutuhan manusia dalam kehidupan manusia.











BAB II
PEMBAHASAN
A.    Faktor yang mempengaruhi kebutuhan agama.
Manusia disebut sebagai makhluk yang beragama (homo religious). Tatkala Allah membekali insan dengan nikmat berpikir dan daya penilitian, diberinya pula rasa bingung dan bimbang untuk memahami dan belajar mengenali alam sekitarnya sebagai imbangan atas rasa takut terhadap kagarangan dan kebengisan alam. Hal inilah yang mendorong insan untuk mencari suatu kekuatan yang dapat melindungi dan membimbingnya di saat yang gawat. Insan primitif telah menemukan apa yang dicarinya pada gejala alam. Secara berangsur dan silih berganti gejala-gejala alam tadi diselaraskan dengan jalan kehidupannya. Dengan demikian timbullah penyembahan terhadap api, matahari, bulan, atau benda-benda lainnya dari gejala-gejala alam.[1]
Menurut Nico Syukur Bister Ofm,motivasi untuk beragama dibagi menjadi empat, yaitu :
a.       Motivasi yang didorong oleh rasa keinginan untuk mengatasi frustasi yang ada dalam kehidupan.
b.      Motivasi beragama yang didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat.
c.       Motivasi yang didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia.
d.      Motivasi yang didorong oleh keinginan menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan.[2]
B.     Kebutuhan agama berdasarkan tingkat usia pada manusia.
1.         Agama pada masa anak.
Menurut para ahli, anak dilahirkan bukan sebagai makhluk yang religius, ia tak ubahnya seperti makhluk yang lainnya. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa anak dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan, dan baru berfungsi kemudian setelah melalui bimbingan dan latihan sesuai dengan tahap perkembangan jiwanya.
Menurut thomas,  manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat keinginan, yaitu :
a.       Keinginan untuk selamat.
b.      Keinginan untuk mendapatkan pengalaman baru.
c.       Keinginan untuk mendapatkan tanggapan baru.
d.      Kenginan untuk dikenal.
Melalui pengalaman-pengalaman yang diterima dari lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa keagamaan pada diri anak. Sementara menurut Woodwort berpendapat bahwa bayi dilahirkan telah memiliki insting, diantaranya adalah insting keagamaan. Anak mengenal tuhan pertama kali melalui bahasa, dari kata-kata orang yang ada dalam lingkunganya.[3]
Pada awalnya anak masih acuh tak acuh menerima tentang Tuhan, namun setelah menyaksikan reaksi orang-orang di sekelilingnya, maka timbulah perhatian kepada Tuhan, maka mulailah ia mearasa sedikit gelisah dan ragu tentang sesuatu yang gaib yang tidak dilihatnya itu, mungkin ia akan ikut membaca dan mengulang kata –kata yang diucapkan oleh orang tuanya, maka lambat laun tanpa disadarinya, akan masuklah pemikiran tuhan dalam pemibanaan kepribadiannya dan menjadi obyek pengalaman agamis.[4]
Tahap perkembangan beragama dalam anak :
a.       The fairly tale stage (tingkat dongeng).
Pada tahap ini anak yang berumur 3-6 th, konsep mengenai tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menenggapi agama, anak masih menggunakan konsep fantastis, yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal.[5]


b.      The realictic stage(tingkat kepercayaan).
Ide-ide tentang tuhan telah tercerminkan dalam konsep-konsep yang realistik, dan biasanya muncul dari lembaga agamaatau pengajaran orang dewasa. Pada masa ini ide keagamaan anak didasarkan atas emosional, sehingga melahirkan konsep tuhan yang formalis.
c.       The individual stage(tingkat individu).
Pada tingkat ini anak mulai memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usianya. Konsep keagamaan yang individualistik ini terbagi menjadi tiga golongan :
Ø  Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan sebagian kecil fantasi. Hal ini disebabkan oleh pengaruh luar.
Ø  Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan).
Ø  Konsep ketuhanan yang bersifat humanistic, yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.[6]
2.      Agama pada masa remaja.
Pada dasarnya remaja telah membawa potensi beragama sejak dilahirkan dan itu merupakan fitrahnya, yang selanjutnya adalah bagaimana remaja mengembangkan potensi tersebut.[7] Ide-ide agama, dasar-dasar dan pokok-pokok agama paada umumnya diterima seseorang pada masa kecilnya. Apa yang diterima sejak kecil akan berkembang dan tumbuh subur, apabila anak(remaja) dalam menganut kepercayaan tersebut tidak mendapat kritikan, dan apa yang tumbuh dari kecil itulah yang menjadi keyakinan yang dipeganginya melalui pengalaman-pengalaman yang dirasakan.[8]
Keadaan emosi remaja yang belum stabil akan mempengaruhi keyakinannya pada Tuhan dan pada kelakuan keberagamaannya, yang mungkin bisa kuat atau lemah. Kebutuhan akan Allah, misalnya, kadang-kadang tidak terasa jika jiwa mereka dalam keadaan aman, tenteram, dan tenang. Sebaliknya, Allah sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena menghadapi musibah atau bahaya yang mengancam, ketika ia takut gagal atau mungkin ,merasa berdosa.[9]
Masa remaja merupakan masa yang labil, belum stabil emosinya. Bagi remaja ibadah seolah-olah hanya untuk menenteramkanhati yang gelisah. Makin rajin ibadahnya jika merasa bersalah, dan makin berkurang ibadahnya jika merasa tidak bersalah.[10] Disamping itu masa remaja merupakan masa dimana remaja mulai mengurangi hubungan dengan orang tuanya, dan berusaha untuk dapat berdiri sendiri dalam menghadapi segala kenyataan-kenyataan yang ada. Hal ini menyebabkannya remaja berusaha mencari pertolongan Allah SWT. Faktor yang mendorong remaja atas kebutuhan agama, adakalanya kebutuhannya akan Tuhan sebagai pengendali emosional, karena takut(berdosa) dan karena lingkungan.
3.      Agama pada masa dewasa dan usia lanjut.
a.       Agama pada dewasa :
Pada masa dewasa, seseorang telah memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik sistem nilai yang bersumber pada ajaran-ajaran agama maupun yang bersumber pada norma-norma lain dalam kahidupan. Dengan kata lain, orang dewasa memilih nilai-nilai dan berusaha mempertahankannya. Orang dewasa telah memiliki identitas yang jelas dan kepribadian yang mantap.[11]
Kesadaran beragama pada usia dewasa merupakan dasar dan arah dari kesiapan seseorang untuk mengadakan tanggapan, reaksi, pengolahan rangsangan yang datang dari luar. Sedangkan motivasi beragama pada orang dewasa didasarkan pada penalaran yang logis, sehingga ia akan mempertimbangkan sepenuhnya menurut logika. Sama halnya dengan motivasi beragama, ekspresi beragama pada dewasa sudah menjadi hal yang tetap, istiqomah. Artinya, sudah tidak percaya ikut-ikutan lagi. Tapi lebih berdasar pada kepuasan atau nikmat yang diperoleh dari pelaksanaan ajaran agama tersebut.[12]
b.      Agama pada lanjut usia :
Menurut William James, usia keagamaan yang luar biasa tampaknya justru terdapat pada usia lanjut, ketiak gejolak kehidupan seksaul sudah berakhir. Pendapat tersebut diatas sejalan dengan realitas yang ada dalam kehiduapan manusia usia lanjut yang makin tekun beribadah. Mereka sudah mulai mempersiapkan bekal diri untuk kehidupan di akhirat kelak.
Pada penelitian lain terungkap bahwa yang menentukan sikap  keagamaan pada usia lanjut diantaranya adalah depersonalisasi, kecenderungan hilangnya identifikasi diri dengan tubuh dan juga cepat datangnya kematian merupakan salah satu factor yang menentukan berbagai siakp keagamaan di usia lanjut. Penelitian ini, misalnya dilakukan oleh M.Argyle dan Elle A. Cohen.[13]
C.    Fungsi agama dalam kehidupan masyarakat.
1.      Berfungsi edukatif.
Ajaran agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang, mempunyai latar blakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnuya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing.
2.      Berfungsi penyelamat.
Keselamatan yang dibrikan oleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu dunia dan akhirat. Dalam mencapai keselamatan itu agama mengajarkan para penganutnya melalui pengenalan kepada masalah sakral berupa keimanan kepada tuhan dengan tujuan agar dapat berkomunikasi baik secara langsung maupun dengan perantara.
3.      Berfungsi sebagai pendamaian.
Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan salah akan segera hilang dari batinnya apabilaseseorang pelanggar telah menebus dosanya, melalui tobat, pensucian ataupun penebusan dosa.
4.      Berfungsi sebagai kontrol sosial.
Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan sosialsecara indiviu maupun kelompok, karena agama secara instansi merupakan norma bagi pengikutnya dan agama secara dogmatis mempunyai fungsi kritis yang bersifat profetis(wahyu, kenabian).
5.      Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas.
Para penganut agama yang sama secar psikologis akan merasa memliki kesamaan dalam satu-kesatuan: iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas.
6.      Berfungsi transformatif.
Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru yang lebih baik sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
7.      Berfungsi kreatif.
Ajaran agama mendorong dan mengajak pemganutnya untuk bekerja produktif  bukan saja untuk diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan orang lain, serta dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru.
8.      Berfungsi sublimatif.
Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat ukhrawi, melainkan juga bersifat duniawi. Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus karena dan untuk Allah merupakan suatu ibadah.[14]




BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan.
Manusia dalam hidupnya sangat memerlukam agama dalam upaya sebagai tuntunan dalam menjalani hidup, agar tidak salah melangkah dan tersesat dalam menjalani amanat yang diberikan oleh Tuhan-Nya. Juga sebagai bekal agar mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan didunia maupun di akhirat nanti.
Jadi agama merupakan  suatu hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh setiap manusia.

B.     Kritik dan saran.
Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih banyak kekurangan, untuk itu, kami mohon kritik dan saran para pembaca. Semoga makalah yang kami tulis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.



[1] Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama.(Bandung:PT Mizan Pustaka) hal.102
[2] Sururin, Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada) hal.70
[3] Jalaluddin dan Ramayulis dalam Sururin. Op.cit hal.48.
[4] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama,cet.15 (Jakarta:Bulan Bintang 1996) hal.36
[5] Sururin, op.cit. hal.52
[6] ibid hal.54
[7] Ibid hal.66
[8] Zakiah Daradjat, op.cit. hal.72
[9] Sururin, op.cit. hal.68
[10] Zakiah Daradjat. Op.cit.hal.84
[11] Jalaluddin, op.cit. hal.93
[12] Sururin, op.cit. hal.86
[13] Ibid hal.90
[14] Jalaluddin, op.cit. hal.327




5 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Nihayatul Azizah
    2022 111 090
    PBA B
    manusia memiliki rasa ingin tahu terlebih lagi anak-anak yang harus tahu jawabannya dan jelas jawaban dari apa yang di tanyakannya,,, 1.apakah yang harus qta jawab kepada anak-anak apabila mereka mempertanyakan dimana Allah bagaimana Allah dsb dengan jawaban yang dapat di serap oleh anak tanpa adanya pertanyaan lagi..
    Allah itu cukup hanya diyakini dalam hati itu yang dijelaskan minggu kemarin
    2. bagaimana mengubah kepribadian orang beranjak dewasa yang sedari kecil dia kurang sekali kasih sayang dari orang tuanya...
    terima kasih

    BalasHapus
  3. Muhammad Jamaluddin Al-Afghoni
    2022 111 060
    kelas B

    assalamu'alaikum wr wb
    yang saya mau tanyakan pada pemakalah mengenai tahap perkembangan yang terjadi pada anak,.
    pada point yang pertama 'The fairly tale stage(tingkat dongeng)' disitu disebutkan kriteria usianya yaitu 3-6 th,.lalu apakah pada tahap lainnya (athe realictic stage & individual stage) juga terdapat kriteria usia masing-masing???

    BalasHapus
  4. Dewi Asriyah
    PBA B
    2022 111 083

    Pendidikan agama pada masa anak terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil, dalam keluarga dan masyarakat.
    Pertanyaannya : bagaimana cara memberikan pengalaman keagamaan pada anak yang lahir dan hidup dalam keluarga dan lingkungan yang atheis ?

    BalasHapus
  5. tahap perkembangan pada masa remaja, semakin banyak beribadahnya ketika merasa susah dan berkurang ibadahnya ketika dalam keadaan senang...apakah yang seperti itu suatu kewajaran dalam psikologi agama? apakah suatu kesalahan dalam beragama? bagaimana untuk menghindarinya?

    BalasHapus