Laman

Rabu, 13 Maret 2013

a5-3 reira kurniasari: KEOTENTIKAN QUR’AN HADIST

MAKALAH
MENGGUGAT KEOTENTIKAN AL QUR’AN DAN HADIST (26)
SERTA PENAFSIRAN DAN PEMAHAMAN YANG KELIRU (27)


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hadist Tarbawi II dengan dosen pengampu Muhammad Ghufron Dimyati, M.S.I

                                                 


Disusun oleh  :

Nama
:
Reira Kurniasari
NIM
:
2021 111 049
Kelas
:
A



JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2012-2013

BAB I
PENDAHULUAN

Setiap muslim yang beriman selalu berpegang teguh pada dua sumber hukum islam, yaitu al-qur’an dan hadist. Dalam dua sumber hukum terdapat banyak mu’jizat yang diturunkan Allah untuk dijadikan pedoman hidup umat muslim agar terhindar dari hal-hal yang membuat mereka menjauh dari surga. Seiring dengan banyaknya kekaguman yang umat muslim berikan pada al-qur’an dan hadist, semakin banyak pula hujatan yang dilontarkan oleh para kaum orientalis yang tidak mempercayai keaslian kedua sumber hukum islam tersebut.
Bagi para orientalis ini, ‘isnad’ tidak penting  karena itu, riwayat yang ‘shadzdz’ boleh saja dianggap ‘shahih’, yang ‘ahad’ dan ‘gharib’ boleh saja menjadi ‘mutawatir’ dan ‘masyhur’, dan yang cacat disamakan dengan yang sempurna. mengetepikan yang fundamental dan mengetengahkan yang trivial. Itulah sebabnya mengapa mereka sibuk mengorek-orek isu nasikh-mansukh, isyu adanya surat tambahan versi golongan Syi’ah, isyu “Gharaniq” dan lain sebagainya. Ada pula orientalis yang  ingin merombak susunan ayat dan surah al-Qur’an secara kronologis, mau mengoreksi bahasa al-Qur’an ataupun mengubah redaksi sebagian ayat-ayatnya.
Kajian orientalis terhadap al-Qur’an dan hadist tidak sebatas mempertanyakan otentisitinya. Isu  yang selalu diangkat adalah soal pengaruh Yahudi, Kristian, Zoroaster, dan sebagainya terhadap Islam maupun isi kandungan al-Qur’an. Ada yang berusaha mengungkapkan segala yang boleh dijadikan bukti bagi ‘teori pinjaman dan pengaruh’ tersebut, seperti dari literatur dan tradisi Yahudi-Kristian (semisal Abraham Geiger, Clair Tisdall, ),  ada pula yang membandingkannya dengan adat-istiadat Jahiliyyah, Romawi dan lain sebagainya. Biasanya mereka mengatakan bahwa cerita-cerita dalam al-Qur’an banyak yang keliru dan tidak sesuai dengan versi Bible yang mereka anggap lebih akurat.
Sikap anti-Islam ini tersimpul dalam pernyataan negatif seorang orientalis Inggris yang banyak mengkaji karya-karya sufi,  Walau bagaimanapun, segala upaya mereka ibarat buih, muncul dan hilang begitu saja, tanpa pernah berhasil merubah keyakinan dan penghormatan mayoritas Umat Islam terhadap kitab suci al-Qur’an, apakah lagi membuat mereka murtad. Al-Qur’an merupakan target utama serangan missionaris dan orientalis Yahudi-Kristian, setelah mereka gagal menghancurkan sirah dan sunnah Rasulullah saw. Mereka mempertanyakan status kenabian beliau, meragukan kebenaran riwayat hidup beliau dan menganggap sirah beliau tidak lebih dari sekedar legenda dan cerita fiktif.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai menggugat al-qur’an dan hadist yang berhubungan langsung dengan makalah kedua yaitu penafsiran dan pemahaman yang keliru. Kedua topic tersebut berkesinambungan karena penggugatan al-qur’an dan hadist dapat mengakibatkan adanya kekeliruan dalam penafsiran dan pemahaman dua sumber hukum islam tersebut.















BAB II
PEMBAHASAN

I.          MENGGUGAT KEOTENTIKAN AL-QUR’AN DAN HADIST
A.    Hadist
حَدَثَّنَا سَعِيْدُ بْنُ أَبِيْ مَرْيَمَ : حَدَثَّنَا أَبُوْ غَسَّانَ قَالَ : حَدَثَّنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ. عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ رضى الله عنه أَنَ النبي صلى الله عليه وسلم قال : ((لَتَـتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَ ذِرَاعًا بِوَ ذِرَاعٍ حَتَى لَوْ َسَلَكُوْ جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُموْهُ)). قُلْنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ الْيَهُوْدَ و النَّصَارَى ؟ قال النبي صلى الله عليه وسلم : ((فَمَنْ؟)). روه البخاري
B.     Terjemah hadist
Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya kalian akan mengikuti sunnah ( jalan-jadi) orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkaldan sehasta demi sehasta hingga apabila reka melelui lubang adh-Dhabb ( hewan sejenis biawak ). niscaya kalian akan menjalaninya”. Kami berkata, “ Wahai Rasulullah, apakah Yahudi dan Nasrani ?”. Beliau menjawab, “ Lalu siapa?”

C.     Makna mufrodat
Sesungguhnya rasulullah SAW
:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Bersabda
:
قَالَ
Kalian akan
:
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ
Orang sebelum kalian
:
مَنْ قَبْلَكُمْ
Sejengkal demi sejengkal
:
شِبْرًا بِشِبْرٍ
sejenis kadal
:

جُحْرَ ضَبٍّ
Niscaya kalian akan menjalaninya
:
لَسَلَكْتُمُوهُ


D.    Biografi perawi
Nama lengkapanya Sa’ad bin Malik bin Sinan bin ‘Ubaid bin Tsa’labah bin al-Abjar al-Anshory al-Khazrojy. Nama panggilannya Abu Sa’id, dan dikenal dengan nama al-Khudry. Beliau dilahirkan di Madinah sepuluh tahun sebelum peristiwa hijrahnya Rasulullah.
Pada waktu perang Uhud beliau ingin ikut berperang. Tapi oleh Rasulullah ditolak karena umurnya masih kecil. Ayahnya ikut perang Uhud dan mati syahid. Selama berjuang bersama Rasulullah, beliau ikut dua belas peperangan bersama Rasulullah. Hidupnya dihabiskan untuk berkhidmah kepada Rasulullah untuk sama-sama menyebarkan ajaran Islam. Maka tidak mengherankan jika beliau termasuk sahabat yang banyak meriwayatkan hadits. Begitu juga dari Abu Bakar, Umar bin Khottob, Utsman bin ‘Affan, Ali bin Abu Tholin, Zaid bin Tsabit dan lainnya.
Diantara sahabat-sahabat yang meriwayatkan hadits darinya; Ibn ‘Abbas, Ibn ‘Ammar, Jabir, Mahmud bin Labid, Abu Umamah bin Sahal, Abu at-Thufail. Dan dari pembesar tabi’in antara lain; Ibn al-Musib, Abu Utsman an-Nahdy, Thorik bin Syihab dan lainnya.
Dari Khandzolah bin Abu Sufyan dari guru-gurunya diceritakan, “Beliau adalah termasuk orang yang banyak tahu tentang kejadian pada masa sahabat.” Al-Khotib berkata, “Beliau diantara sahabat Rasulullah yang berpengaruh dan banyak meriwayatkan hadits.”
Selama bersama Rasulullah beliau telah meriwayatkan kurang lebih 1170 hadits. Diantara riwayat haditsnya, Rasulullah bersabda, “Dunia ini adalah kesenangan yang mengiurkan. Dan Allah adalah penganti kalian di dunia. Allah akan melihat apa yang kalian lakukan. Maka takutlah kalian dari godaan dunia dan wanita. Karena sesungguhnya fitnah pertama yang menimpa bani Israel karena tergoda wanita.”
Beliau pernah melakukan ruqyah (menghilangkan gangguan syetan) dengan surah al-Fatihah. Ceritanya, dalam suatu perjalan bersama sahabat yang lain, beliau sampai ke suatu perkampungan Arab. Kemudian mereka meminta untuk menginap di kampung itu. Hanya saja penduduk kampung itu menolaknya bahwa. Seorang ketua kampung tiba-tiba tersengat gigitan ular. Penduduk kampung itu berusaha untuk berbuat pada beliau. Beliaupun kemudian berruqyah dengan surah al-Fatihah.
Sa’id berkata, bercerita kepada kami Kholaf bin Kholifah dari al-‘Ala bin al-Musib dari ayahnya dari Abu Sa’id. Kami berkata kepadanya, “Selamat ya, karena kamu dapat melihat Rasulullah dan menjadi sahabatnya.” Beliau menjawab, “Kamu tidak tahu apa yang kami perbuat setelah kematiannya.” Beliau wafat di Madinah pada tahun 74 Hijriah. al-Madainy berpendapat beliau wafat tahun 63 Hijriah.

E.     Keterangan hadist
قال النبي صلى الله عليه وسلم : ((فَمَنْ؟))
Rasulullah SAW bersabda : “siapa lagi?”. Ini merupakan pertanyaan yang berkonotasi pengingkaran. Dengan demikian maknanya adalah : “siapa lagi kalau bukan mereka?”.[1]
Hanya dengan melihat satu kata terakhir dalam hadist tersebut saja kita dapat mengetahui bahwa ada sebuah pengingkaran atau ketidakpercayaan akan keaslian sumber hukum islam, yaitu al-qur’an dan hadist.


F.      Aspek tarbawi
Pada prinsipnya al-Qur’an bukanlah ‘tulisan’ tetapi merupakan ‘bacaan’ dalam arti ucapan dan sebutan. Baik proses turun dan pewahyuannya maupun penyampaian, pengajaran dan periwayatan atau transmisinya dilakukan melalui lisan dan hafalan, bukan tulisan. Sejak zaman dahulu, yang dimaksud dengan ‘membaca’ al-Qur’an adalah “membaca dari ingatan Sementara tulisan berfungsi sebagai penunjang semata-mata. Sebabnya karena ayat-ayat al-Qur’an dicatat –yakni, dituangkan menjadi tulisan diatas tulang, kayu, kertas, daun, berdasarkan hafalan,  dengan isnad secara mutawatir dari generasi ke generasi, terbukti berhasil menjamin keutuhan dan keaslian al-Qur’an sebagaimana diwahyukan oleh Malaikat Jibril as kepada Nabi saw dan diteruskan kepada para Sahabat, demikian sehingga hari ini. Ini berbeda dengan teks Bible, yang tulisan–yakni manuscript evidence.
Al Qur’an diterima dan diajarkan melalui hafalan, al-Qur’an juga dicatat dengan menggunakan berbagai medium tulisan. Sehingga wafatnya Rasulullah saw, hampir seluruh catatan-catatan awal tersebut milik pribadi para Sahabat Nabi dan karena itu berbeda kualiti dan kuantitinya satu sama lain.
Sedangkan hadist Hadits adalah buatan ula­ma­ abad pertama dan kedua dan tidak ditulis pada zaman Rasulullah SAW dengan mudah dapat ter­ban­tah­kan. Abdullah Ibnu Umar ialah sahabat Nabi yang paling banyak menulis hadits dibandingkan Abu Hurairah. Abu Hurairah menyatakan bahwa Abdullah Ibnu Umar mencatat apa-apa yang tidak ia catat. Artinya, banyak hal yang masih belum Abu Hurairah catat dibandingkan Ibnu Umar. Rasulullah Saw pernah berkata kepada Ibnu Umar, “Catatlah dari aku, demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah keluar dari mulutku kecuali yang benar saja.”
Tuduhan selanjutnya ialah bahwa para sahabat tidak menghafal hadits. Hal ini juga termasuk dalam kelalaian dan kecerobohan para orientalis dalam melihat sejarah. Mereka tidak tahu bahwa Rasulullah Saw setiap berbicara selalu mengulanginya tiga kali, agar apa yang dikatakan benar-benar diserap oleh para sahabat yang kadar hafalannya tidak sama. Ada yang cepat menghapal dan ada pula yang lamban. Para sahabat seperti ini dikenal sebagai umat yang ummy, tidak bisa membaca dan menulis. Mereka hanya mengandalkan hafalan saja, namun hafalan mereka melebihi orang yang mencatat.

II.       PENAFSIRAN DAN PEMAHAMAN YANG KELIRU
A.    Hadist
عن  عبد الر حمن العذري قا ل قا ل رسول الله صلي الله عليه وسلم : يرث هذا العلم من كل خلف عدوله ينفون عنه تاويل الجاهلين وانتحا ل البطلين وتحريف الغا لين
رواه البيهقي في اللسنن الكبر[2]

B.     Terjemah hadist
Dari Abdurrahman Al Adzari berkata, Rasulullah SAW bersabda : “akan mewarisi ini dari setiap generasi adalah orang-orang yang adil, mereka akan membersihkannya dari orang-orang bodoh, kedustaan orang-orang yang berada di atas kebathilan dan penyelewengan dari orang-orang yang berlebihan.

C.     Makna mufrodat
Mewarisi
:
يرث
dari setiap
:
من كل
Menafikan
:
ينفون
penafsiran orang bodoh
:
تاويل الجاهلين
Takwil
:
تاويل
Dusta
:
انتحا ل
Menyimpang
:
تحريف

D.    Biografi perawi
Nama lengkapnya Ahmad bin Husain bin Ali bin Abdullah Al-Baihaqi sering dipanggil dengan nama Abu Bakar dan dinisbatkan ke negaranya Baihaqi. Lahir di Khasrujad Baihaq negri Naisabur pada tahun 384 H dan mempelajari hadist di kota Baihaq. Karya-karyanya antara lain  As-Sunan al Kubra, Fadhail Ash-Shahabah, Dalail  an-Nubuwah dan Syu’abu al Iman. Beliau mengakhiri hayatnya di Naisabur pada tahun 458 H dan disemayamkan di Khasrujad.[3]

E.     Keterangan hadist
Hadist diatas merupakan peringatan bagi kita kaum muslim agar tidak menyelewengkan makna yang sebenarnya dari ayat-ayat al-qur’an maupun hadist. Seringkali ada sekelompok oknum yang sengaja mengubah arti dari sebuah ayat qur’an maupun hadist hanya untuk kepentingan pribadi saja.
Dari hadist tersebut tertera bahwa penyebab terjadinya penafsiran dan pemahaman keliru sehingga timbul peenyelewengan makna yang sebenarnya adalah karena adanya orang berlebihan, madzhab orang bathil dan penafsiran orang bodoh.
Dalam lisan Al-Arab menjelaskan kholafin berarti yang dibebani berlebihan, selain itu juga berarti setiap orang yang datang setelah orang yang terdahulu, dapat juga di artikan suatu masa dari manusia. Adapun kata takhrifu berarti merubah huruf dan kalimat dari makna yang sebenarnya seperti yang dilakukan orang yahudi terhadap taurat.[4]

F.      Aspek tarbawi
Menjadi seorang penafsir seyogyanya bukanlah orang yang sembarangan. Penafsir haruslah memiliki ilmu ilmu alat seperti nahwu,sharrof,balaghah, mengerti betul tentang ushulul qur'an, ushulul figh dan qawaidul figh serta mushthalah hadits dll.
Seorang muslim seharusnya tidak sedikitpun meragukan kebenaran Al-qur’an sebagai wahyu Allah dan sebagai dasar pendidikan apalagi hingga mengubah arti dan penafsirannya hanya karena tidak sependapat dengan firman Allah. Dalam menafsirkan al-qur’an maupun al-hadist hendaknya menggunakan kaidah yang benar sehingga tidak terjadi penafsiran dan pemahaman yang keliru.












PENUTUP

Menjadi muslim seharusnya tidak mempertanyakan lagi tentang keotentikan al qur’an dan hadist. Karena dengan adanya keraguan tersebut maka akan menimbulkan kesalah pahaman dan berujung menjadi penafsiran yang keliru.
Jelas hal ini sangat buruk bagi islam. Apalagi pada masa sekarang ini sangat banyak kaum orientalis yang memutar balikkan fakta serta membuat cerita fiktif yang menyudutkan islam. Jika iman seorang muslim tidak kuat, maka mereka akan terseret arus yang telah dibuat oleh kaum orietalis tersebut.
Kita sebagai umat muslim harus kebih selektif dalam mengambil ilmu maupun fatwa-fatwa al qur’an dan hadits agar tidak terjebak dalam pemahaman dan penafsiran keliru yang diberikan oleh orang-orang bodoh, orang-orang bathil, dan orang-orang yang berlebihan.


















DAFTAR PUSTAKA


1.      Al Asqolani, Ibnu Hajar, Fathul Bari,Jakarta: Pustaka Azzam.
2.      Jansen J.J.G. 1997. Diskursus Tafsir al-Qur’an Modern. Yogyakarta: Tiara Wacana.
3.      Imam Baihaqi,1992. Sunan Kubra, Beirut: Darul Kitab Ilmiyah
4.      Mursi, Syaikh Muhammad Sa’id,  Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2008.












[1] Ibnu Hajar Al Asqolani, Fathul Bari,(Jakarta: Pustaka Azzam) hlm 669
[2] Imam Baihaqi, Sunan Kubra, (Beirut: Darul Ilmi, 1992), h. 209
[3] Syaikh Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2008), hlm 355
[4] J.J.G. Jansen, Diskursus Tafsir al-Qur’an Modern ( Yogyakarta: Tiara Wacana 1997), hlm 6

20 komentar:

  1. bagaiman sikap kita apabila ada seseorang yang salah dalam menfsirkan Al Quran, contoh saja imam samudra yang memaknai Al Quran dengan ekstrim?

    BalasHapus
    Balasan
    1. jika kita mampu dan tahu dasar-dasar hukumnya, maka sebaiknya kita meluruskan pemikiran orang yang salah menafsirkan al qur'an tersebut. namun, apabila kita belum begitu memahami al qur'a, alangkah baiknya kita diam dan mendoakan orang tersebut agar pemikirannya diluruskan oleh Allah. karena jika dasar ilmu kita saja belum memadai, lalu berusaha memperbaiki pemikiran orang tersebut, ditakutkan justru akan memperparah melencengnya pemikiran orang tersebut.

      Hapus
  2. Naila Chusniyyati
    2021 111 264
    assalamu'alaikum
    menurut pemakalah bagaimana cara kita menjaga keotentikan al-qur'an, dan bagaimana caranya agar kita terhindar dari penafsiran al-qur'an yang keliru?
    terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. cara menjaga keotentikan al qur'an salah satunya yaitu dengan memperbanyak orang yang hafal al qur'an. bisa dimulai dari diri kita sendiri. untuk terhindar dari salah tafsir al qur'an yaitu kita jangan sekali-sekali mencoba menafsirkan al qur'an padahal ilmu kita saja belum memadai, kemudian kita juga harus lebih bnyak belajar dan mencari referensi referensi yang terpercaya tentang penafsiran al qur'an. karena semakin dalam kita memahami isi al qur'an maka meminimalisir kita untuk terjerumus dari penafsiran keliru tentang al qur'an

      Hapus
  3. Nama: eka supriyatin
    Nim: 2021 111 357
    Bagaimana jika ada orang yang meragukan sebagian dari isi Al Qur'an, disebabkan karena ketidakpahaman dalam mengkaji Al Qur'an.
    jelaskan dan berikan solusinya?
    terima kasih....

    BalasHapus
    Balasan
    1. jawaban untuk pertanyaan mbak eka supriyatin hampir sama dengan jawaban pertanyaan mbak naila chusniyati. seseorang meragukan isi al qur'an karena beberapa faktor, contohnya seperti kurang kuatnya iman, terlalu banyak pengaruh dari orang orang orientalis yg terang2an menentang al qur'an, atau bahkan karena orang tersebut tidak mempelajari al qur'an dengan baik dan benar sehingga menimbulkan keraguan atau bahkan salah menafsirkan al qur'an.
      solusi yang paling tepat yaitu banyak belajar. bisa belajar dadri manapun. mengikuti pengajian2 yang didalamnya mengkaji al qur'an. conroh realnya seperti di kelas saya, yaitu kelas B. setiap bulannya mengadakan pengajian yang biasanya didalam pengajian tersebut kita mengkaji isi al qur'an.
      dari hal hal kecil yang kita lakukan untuk mengurangi keraguan dan penafsiran keliru al qur'an, insyaAllah akan bermanfaat dan mendapat ganjaran dari Allah SWT.

      Hapus
  4. Imam Dzikri 2021 111 227

    assalamu'alaikum,,,,
    mengenai hadits yang pertama itu kn ttg "mengikuti perilaku orang2 sebelummu" lantas apa hubungannya dg tema "menggugat keontetikan al-Qur'an dan sunnah" mohon pemjelasannya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. dalam hadist pertama disebutkan bahwa ikutilah perilaku orang sebelummu. yang dimaksud dengan orang sebelummu disini adalah rasulullah dan shabatnya.
      jika kita mengikuti perilaku rasul dan sahabatnya maka insyaAllah akan terhindar dari pemikiran yang meragukan keotentikan al-qur'an dan as sunnah.

      Hapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. Assalamu'alaikum.. .
    Nama: Anita Kumala
    Nim: 2021 111 364


    Menurut pemakalah..
    Sikap selektif yang seperti apa yang harus kita terapkan dalam meng-filter ilmu maupun fatwa-fatwa al-qur'an .. .karena kita tidak sepenuhnya tau mana yang benar-benar otentik..dan mana yang sudah terkontaminasi.. .apalagi di kalangan orang awan.. .nah bagaimana sikap selektif yang perlu dilakukan ?..
    Terimakasih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. seperyti pepatah yang kita kenal selama ini, tak kenal maka tak sayang. jika kita tak mengetahui al qur'an secara mendalam, bagaimana kita tahu bahwa al qur'an itu otentik atau tidak. maka dari itu, sikap yang mendasar agar kita mengetahui keotentikan al qur'an adalah pelajarilah al qur'an secara mendalam. seperti memperlajari tentang sejarah penulisan al qur'an, penulisan dan pengajaran al qur'an pada masa rasulullah, dan cara pengumpulan ayat qur'an pada waktu diturunkan.

      Hapus
  7. nama: nur amiroh
    nim:2021 111 345

    bagaimana cara kita menyikapi jika ada seseorang yang mengkaji al qur.an secara tekstual saja?dan di dalam al qur'an ada beberapa ayat al-qur'an yang mempunyai beberapa penafsiran yang berbeda sehingga dalam pemahamannya pun berbeda, dan aplikasi dalam kehidupannya pun berbeda pula?

    BalasHapus
    Balasan
    1. dalam mengkaji al qur'an harus secara kontekstual dan tekstual. karena jika hanya secara tekstual saja maka kita mempelajari al qur'an dengan makna yang lugas. hal ini lah yang menjadi salah satu penyebab timbulnya penafsiran yang salah terhadap makna al qur'an dan dapat membuat melencengnya maksud yang ingin Allah SWT sampaikan kepada hambaNya.
      bahkan pada zaman sekarang banyak oknum tertentu yang memang sengaja menafsirkan beberapa ayat hanya sepotong2 saja maknanya, karena mereka memiliki tujuan tertentu yang hanya untuk memcari pembenaran untuk mencari keuntungan pribadi.

      nah, berawal dari pengkajian al qur'an yang hanya secara tekstual saja itulah menjadikan seseorang menafsirkan dan mendapat pemahaman yang berbeda/melenceng sehingga berdampak pada penerapannya dalam kehidupan nyata.
      sebagai calon pendidik yang basicnya berasal dari fak. pendidikan islam maka cara kita menyikapi hal tersebut adalah dengan cara kita memberi penjelasan pada orang tersebut bahwa al qur'an harus ditafsirkan dengan kontekstual dan tekstual. beri contoh yang konkrit dan mampu dipahami dengan mudah.

      Hapus
  8. Assalamu'alaikum wr.wb
    Desi atinasikhah
    2021111343
    seperti yang sudah kita ketahui, bahwasannya dijelaskan bahwa ilmu Allah sangat luas sekali, seperti yang telah Allah firmankan dalam QS Al-Luqman:27. nah, pertanyaannya bagaimana cara kita mempelajari ilmu Allah yang luas dan tidak akan pernah habis jika kita pelajari dengan cara yang benar dan agar terhindar dari penafsiran yang keliru. terimakasih. wassalamu'alaikum wr.wb.

    BalasHapus
    Balasan
    1. seperti yang sudah saya tekankan dari awal, pelajarilah sumber2 hukum islam dengan kaidah yang benar agar terhindar dari penafsiran yang keliru.
      kaidah2 tersebut yaitu:
      kaidah di dalam memahami dan menafsirkan Alquran sebagai berikut:
      - Menafsirkan Al qur'an dengan Al qur'an.
      - Menafsirkan Al qur'an dengan as-Sunnah.
      - Menafsirkan Al qur'an dengan perkataan2 para sahabat.
      - Menafsirkan Al qur'an dengan perkataan2 para tabi’in.
      - Menafsirkan Al qur'an dengan bahasa Alquran dan as-Sunnah, atau keumumam bahasa Arab.

      Al-Hafizh Ibnu Katsir menyatakan, jalan yang paling benar dalam menafsirkan Al qur'an ialah:
      - Al qur'an ditafsirkan dengan Al qur'an. Karena apa yang disebutkan oleh Al qur'an secara global di satu tempat, terkadang telah dijelaskan pula dalam Al qur'an secara luas di tempat yang lain.
      - Jika hal itu menyusahkanmu (yakni Anda tidak mendapatkan penjelasan ayat dari ayat lainnya), maka engkau wajib me-ruju` kepada as-Sunnah, karena ia merupakan penjelas bagi Al qur'an.
      - Jika tidak mendapatkan tafsir di dalam Al qur'an dan as-Sunnah, dalam hal ini kita me-ruju` kepada perkataan para sahabat. Mereka lebih mengetahui tentang hal itu, karena mereka menyaksikan alamat-alamat dan keadaan-keadaan yang mereka mendapatkan keistimewaan tentangnya (yaitu hanya generasi sahabat yang menyaksikan turunnya wahyu dan yang menjadi penyebab turunnya. Demikian juga Rasulullah bersama mereka, sehingga para sahabat dapat menanyakan ayat-ayat yang susah difahami. Adapun generasi setelah sahabat tidak mendapatkan hal-hal seperti di atas). Juga karena para sahabat memiliki pemahaman yang sempurna, ilmu yang benar, dan amal yang shalih. Terlebih para ulama sahabat dan para pembesar mereka, seperti imam empat, yaitu khulafaur rasyidin, para imam yang mengikuti petunjuk dan mendapatkan petunjuk, Abdullah bin Mas’ud, juga al-habrul al-bahr (seorang ‘alim dan banyak ilmunya) Abdullah bin Abbas.
      - Jika engkau tidak mendapatkan tafsir di dalam Al qur'an dan as-Sunnah, dan engkau tidak mendapatinya dari para sahabat, maka dalam hal ini banyak para imam me-ruju` kepada perkataan-perkataan tabi’in, seperti Mujahid bin Jabr, karena beliau merupakan ayat (tanda kebesaran Allah) dalam bidang tafsir. Juga seperti Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah maula Ibnu Abbas, ‘Atha bin Abi Rabah, al-Hasan al-Bashri, Masruq bin al Ajda’, Sa’id bin al-Musayyib, Abul ‘Aliyah, Rabii’ bin Anas, Qatadah, adh-Dhahhak bin Muzahim, dan lainnya dari kalangan tabi’in (generasi setelah sahabat), dan tabi’ut tabi’in (generasi setelah tabi’in). (Perkataan-perkataan tabi’in bukanlah hujjah jika mereka berselisih), namun jika mereka sepakat terhadap sesuatu, maka tidak diragukan bahwa itu merupakan hujjah.
      - Jika mereka berselisih, maka perkataan sebagian mereka bukanlah hujjah terhadap perkataan sebagian yang lain, dan bukan hujjah atas orang-orang setelah mereka. Dalam masalah itu, maka tempat kembali ialah kepada bahasa Al qur'an dan as-Sunnah, atau keumumam bahasa Arab, atau perkataan para sahabat dalam masalah tersebut. Adapun menafsirkan Al qur'an semata-mata hanya dengan pikiran (akal), maka (hukumnya) haram.

      Hapus
  9. Siti Nur Fitriana 2021 111 257
    assalammualikum,
    mbak, saya mau tanya didalam aspek tarbawi dijelaskan bahwa dalam menafsirkan al-qur’an maupun al-hadist hendaknya menggunakan kaidah yang benar sehingga tidak terjadi penafsiran dan pemahaman yang keliru. Nah yang saya tanyakan, kaidah-kaidah apa saja yang diperlukan dalam menafsirkan alquran dan al-hadist???serta adakah trik-trik ataupun langkah-langkah agar kita tidak salah dalam menafsirkan alquran dan hadist????
    Wassalamualaikum.....
    terima kasih....:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. kaidah di dalam memahami dan menafsirkan Alquran sebagai berikut:
      - Menafsirkan Al qur'an dengan Al qur'an.
      - Menafsirkan Al qur'an dengan as-Sunnah.
      - Menafsirkan Al qur'an dengan perkataan2 para sahabat.
      - Menafsirkan Al qur'an dengan perkataan2 para tabi’in.
      - Menafsirkan Al qur'an dengan bahasa Alquran dan as-Sunnah, atau keumumam bahasa Arab.


      penjelasan tentang kaidah tersebut dapat dilihat pada jawaban sebelumnya.

      trik dan langkah agar kita terhindar dari penafsiran al qur'an dan as sunnah ang keliru hampir sama dengan kaidah2 yang telag disinggung di atas.

      Hapus
  10. Ila Ariska (2021 111 023)
    Saya pernah mendengar bahwa al-Qur'an itu merupakan satu-satunya kitab suci yang terjaga kemurniannya sampai nanti hari akhir. Namun kenyataannya sekarang banyak oknum yang memalsukan al-Qur'an. Bagaimana pandangan pemakalah mengenai hal tersebut?

    BalasHapus
    Balasan
    1. sebenarnya bukan "al qur'an satu satunya kitab suci yang terjaga kemurniannya sampai hari akhir", namun "al qur'an adalah satu satunya kitab suci yang mampu menuntun kita hingga akhir nanti", namun dengan catatan bahwa al qur'an tersebut masih terjaga kesuciannya. sudah menjadi tugas kita sebagai muslim untuk tetap menjaga keaslian al qur'an. karena pada zaman sekarang banyak sekali pemalsuan al qur'an yang dilakukan oleh oknum2 yang mengaku sebagai ulama. Yang mengerikan pemalsuan kitab2 tersebut didukung oleh kekuasaan dan finansial yang kuat.
      kita sebagai kaum muslimin harus cepat tanggap. sebab jika diacuhkan / dibiarkan bukan tak mungkin khazanah ilmu pengetahuan yang amat berharga yang merupakan karya para ulama dari abad ke abad perlahan-lahan raib dikarenakan semuanya telah dipalsukan dan diarahkan ke sekte tertentu.

      Hapus
  11. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus