PEMBAHASAN
A.
Hadits Bahasa
Manusia
عَنْ زَيْدِ
بْنِ ثَا بِتٍ قَالَ: { اَمَرَنِيْ رَسُوْلُ الله ص.م. اَنْ اَتَعَلَّمَ لَهُ
كَلِمَاتٍ مِنْ كِتَابٍ يَهُوْدَ قَالَ اِنِّي وَالله مَااَمَنُ يَهُوْدَ عَلَى
كِتَابِيْ قَالَ فَمَا مَرَّبِى نِصْفُ شَهْرٍ حَتَّى تَعَلَّمْتُهُ لَهُ قَالَ
فَلَمَّا تَعَلَّمْتُهُ كَانَ اِذَا كَتَبَ اِلَى يَهُوْدَ كَتَبْتُ اِلَيْهِمْ
وَاِذَا كَتَبُوْا اِلَيْهِ قَرَأْتُ لَهُ كِتَابَهُمْ } قَالَ اَبُوا عِيسَى
هَذَا حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ وَقَدْ رُوِي مِنْ غَيْرِ هَذَا الْوَجْهِ عَنْ زَيْدِ
بْنِ ثَابِتٍ رَوَاهُ الأَعْمَشُ عَنْ ثَابِتِ بْنِ عُبَيْدٍ الأَنْصَارِيِّ عَنْ
زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ { اَمَرَنِيْ رَسُوْلُ الله ص.م. اَنْ اَتَعَلَّمَ
السُرْيَانِيَّةَ } (رواه الترمذي فى
الجامع, كتاب الاِستئذان والأداب عن رَسُوْلُ الله ص.م., باب ماجاءفى تعلم
السريانية)
Dari Zaid
Bin Tsabit berkata : “Rosulullah SAW memerintahkan kepadaku untuk mempelajari
beberapa kalimat dari kitabnya orang yahudi, beliau bersabda : Sesungguhnya
demi Allah aku tidak merasa aman kepada orang yahudi terhadap suratku, Zaid
berkata maka tidak lebih dari setengah bulan aku belajar hingga aku selesai
mempelajarinya untuk beliau. Zaid berkata maka setelah aku mempelajari kitabnya
orang yahudi, apabila Rosulullah berkirim surat kepada orang yahudi, maka aku
yang menuliskannya kepada mereka, dan apabila mereka berkirim surat kepada
Rosulullah, maka aku yang membacakan untuk Rosullullah.” (HR. At-Tirmidzi)
B.
Mufrodat
Terjemah
|
Mufrodat
|
Rasulullah memerintahkan
|
أمرني رسول
الله صلعم
|
aku agar
belajar untuk
beliau
|
أن أتعلم
له
|
bahasa
kitab orang Yahudi
|
كلمات من
كتاب يهود
|
aku tidak
merasa aman kepada orang Yahudi
|
ما أمن
يهود
|
terhadap
suratku
|
على كتا بي
|
Maka tidak
lewat setengah bulan aku belajar
|
فما مر بي
نصف شهر
|
sehingga
selesai aku mempelajarinya untuk beliau
|
حتى تعلمته
|
C. Biografi Zaid bin Tsabit
Zaid
bin Tsabit an-Najjari al-Anshari (612 - 637/15 H), (Bahasa Arab: زيدبن ثابت), atau yang lebih dikenal dengan nama Zaid bin Tsabit, adalah
salah seorang sahabat Rasulullah SAW dan merupakan penulis
wahyu dan surat-surat Rasulullah SAW.
Zaid
bin Tsabit merupakan keturunan Bani Khazraj, yang mulai tinggal bersama
Muhammad ketika ia hijrah ke Madinah. Ketika berusia 11 tahun, Zaid bin Tsabit dikabarkan telah dapat menghafal
11 surah Al-Quran. Zaid bin Tsabit turut serta bersama
Muhammad dalam perperangan Khandaq dan peperangan-peperangan lainnya. Dalam
peperangan Tabuk, Muhammad menyerahkan bendera Bani Najjar yang sebelumnya
dibawa oleh Umarah kepada Zaid bin Tsabit. Ketika Umarah bertanya kepada
Rasulullah SAW, ia berkata: "Al-Quran harus diutamakan, sedang Zaid lebih
banyak menghafal Al-Quran daripada engkau."
Zaid
bin Tsabit telah meriwayatkan 92 hadist, yang 5 daripadanya disepakati bersama oleh Iman
Bukhari dan Imam
Muslim. Bukhari juga meriwayatkan 4 hadist yang lainnya
bersumberkan dari Zaid bin Tsabit, sementara Muslim meriwayatkan satu hadist
lainnya yang bersumberkan dari Zaid bin Tsabit. Zaid bin Tsabit diakui sebagai
ulama di Madinah yang keahliannya meliputi bidang fiqih, fatwa dan faraidh
(waris).
Zaid
bin Tsabit diangkat menjadi bendahara pada zaman pemerintahan Khalifah
Abu Bakar dan Khalifah
Umar. Ketika pemerintahan Khalifah Utsman, Zaid bin Tsabit diangkat menjadi pengurus Baitul Maal. Umar dan Utsman
juga mengangkat Zaid bin Tsabit sebagai pemegang jabatan khalifah sementara ketika mereka menunaikan ibadah haji.
Ia wafat di
Madinah pada tahun 45 H dalam usia 56 tahun (dalam riwayat lain ia wafat tahun
51 H atau 52 H).[1]
D. Keterangan Hadits
Dalam hadis ini Nabi SAW menganjurkan Zaid Ibn Tsabit
untuk mempelajari bahasa Suryani. Muncul sebuah pertanyaan, kenapa Nabi SAW
menganjurkan sahabat dan sekretaris beliau tersebut mempelajari bahasa Suryani?
Dari sejarah peradaban dapat diketahui bahwa, banyak ilmu-ilmu Yunani telah
diterjemahkan kedalam bahasa Suryani, misalnya filsafat, astronomi, matematika,
kedokteran, dan lain-lain. Ini berarti bahwa, Nabi SAW menganjurkan umat Islam
mempelajari filsafat, astronomi, matematika dan kedokteran yang terdapat dalam
bahasa Suryani tersebut.[2]
Pendalaman bahasa asing apabila anak
telah menguasai bahasa Arab dengan baik dan telah menghafal sebagian Ayat
Al-Qur’an dan Al-Hadis,maka tidak ada salahnya anak didorong untuk mempelajari
bahasa asing. Denagan tujuan agar mampu membuka wawasan pengetahuannya lebih
luas lagi. Diharapkan juga sejak usia dini mereka sudah mulai mengenal kunci
pengetahuan dunia selain Islam. Tidak saja terbatas pada upaya untuk menambah
wawasan pengetahuan mereka tapi juga penguasaan bahasa asing ini akan membuka
kemungkinan generasi baru Islam nanti dapat mengenalkan Islam pada mereka yang
belum mengenalnya karena keterbatasan perbedaan bahasa, sekaligus mengajak
mereka untuk kembali menempuh jalan Allah. Sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah
Saw. Ketika beliau hijrah dari dari Makkah menuju Madinah. Diriwayatkan oleh
Abu Ya’la dan Ibnu Asakir dari Zaid bin Tsabit r.a. dia berkata: “ketika Nabi
Saw. tiba di Madinah orang orang menemui beliau, saat itu aku bersama para
penyambut Nabi Saw. ketika mereka berkata, ‘Ya Rasulullah, ini adalah anak dari
Bani Naja. Dia telah membaca dan menghafalkan ayat-ayat yang telah diturunkan
padamu sebanyak 17 surah. ‘Maka akupun membacakannya, dan ini membuat
Rasulullah Saw. takjub dengan kemampuanku, lalu beliau berkata, ‘Hai Zaid,
pelajarilah kitab-kitab Yahudi karena sesungguhnya aku tidak mempercayai sikap
mereka terhadap suratku.” Akupun mempelajarinya selama lima belas hari hingga
menguasai bahasa kaum Yahudi, maka aku pun menjadi penulis surat yang beliau
bacakan untuk dikirim pada kaum Yahudi dan membacakan apa yang mereka tulis
untuk beliau.
Diriwayatkan juga oleh Abu Ya’la, Ibnu ‘Asakir dan
Ibnu Abu Daud dari Zaid yang mengatakan bahwa suatu hari Rasulullah bertanya
padaku, “Apakah engkau menguasai bahasa Suryani?” Aku jawab, “Tidak.” Beliau
lalu memintaku untuk mempelajarinya, kemudian aku pun dapat menguasai bahasa
Suryani dalam tujuh belas hari.
Dan diriwayatkan oleh A-Hakim
didalam Mustadrak-nya dari ‘Umar bin Qais, dia menceritakan bahwa Ibnu Zubair
memiliki seratus budak. Masing-masing dari mereka mempunyai bahasa tersendiri.
Dan Ibnu Zubair berbicara pada mereka dengan bahasa masing-masing pula.[3]
Perintah (khitab) Nabi kepada Zaid
ibn Tsabitbitu berlaku juga bagi semua umat Islam hingga akhir zaman. Banyak
pakar hadis yang telah memberikan penilaian atau kritik terhadap kualitas hadis
yang diriwayatkan al-Tirmizi ini. Salah seorang diantaranya adalah Syekh
al-Bani. Menurutnya, kualitas hadis ini adalah Hasan Sahih.
Oleh sebab itu, kaum muslimin dahulu
tidak segan-segan mempelajari bahasa asing. Kebutuhan kepada bahasa semakin
bertambah ketika dunia Islam semakin luas, dan banyak bangsa-bangsa mempunyai
bahasa-bahasa, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan asli memasuki agama Islam yang
bahasanya perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Begitu pula dengan
kebutuhan terhadap bahasa asing ini bertambah besar ketika kehidupan di dunia
Islam bertambah kompleks dan fungsi negara semakin banyak, keadaan ekonomi,
sosial dan kebudayaan bertambah baik. Sehingga kebutuhan menerjemahkan apa yang
di tulis pada kebudayaan-kebudayaan lain termasuk ilmu pengetahuan, surat
menyurat, dan falsafah yang berguna untuk memberi kemaslahatan kepada
masyarakat islam dan kebudayaan islam.[4]
E. Aspek tarbawi
Hadits
tersebut menjelaskan tentang keutamaan menuntut ilmu, disamping belajar ilmu
agama juga belajar ilmu umum. Ilmu adalah suatu keistimewaan pada manusia yang
menyebabkan manusia lebih unggul dari makhluk yang lain. Sejak diciptakan
manusia telah mempunyai potensi berilmu dan mengembangkan ilmunya atas izin
Allah.[5] Manusia didunia ini mempunyai tugas sebagai khalifah, manusia telah
dibekali akal oleh Allah untuk bisa sebaik-baiknya memanfaatkan alam raya ini
untuk kesejahteraan hidupnya dan juga untuk kesejahteraan kehidupan makhluk
Allah yang lain. Untuk dapat memanfaatkan
potensi akal, pendidikan perlu untuk mengembangkan
akalnya. Manusia dapat mengembangkan ilmunya tentang dunia ini dengan cara
melalui pendidikan umum dan tidak hanya pendidikan umum tetapi pendidikan Islam
juga sangat penting.
Pendidikan umum adalah pendidikan
yang menunjang manusia untuk mempelajari apa yang ada didunia ini untuk
dimanfaatkan dan digunakan sebaik-baiknya untuk kehidupan manusia dan makhluk
lainnya. Sedangkan Pendidikan Islam yang intinnya bertujuan untuk membentuk
pribadi seseorang menjadi pribadi yang mendidik akhlak agar sesuai dengan
akhlak dan kepribadian yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW, dan sebagai jalan
dalam proses penghambaan kepada Allah SWT.
F.
Penutup
Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa mempelajari bahasa yang
digunakan pada tiap-tiap manusia yang berbeda itu sangatlah panting, karena
Rasulullah sendiri memerintahkan kepada Zaid untuk mempelajari sebuah kalimat
ataupun ucapan yang bahasanya berbeda yaitu bahasa orang yahudi agar si zaid
mengetahui bahasa mereka sehingga bisa mengambil ilmu-ilmu mereka dan bisa
menjalin komunikasi dengan mereka.
Dalam kehidupan sekarangpun terbukti
bahwa bahasa manusia itu sangat beragam, dan itu menuntut kita untuk
mempelajari dan memahami bahasa yang asing (baru) bagi kita agar kita bisa
menjalin komunikasi, bertukar informasi dan pengetahuan kita bertambah. Bahasa mampu mentransfer keinginan gagasan, kehendak, dan emosi dari
seorang manusia kepada manusia lainnya sehingga banyak manfaat yang bisa kita
ambil dari adanya kita menguasai bahasa mereka.
Daftar pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Zaid_bin_Tsabit
Abd. Mukti, 2008.Pembaharuan Lembaga Pendidikan Di Mesir Studi Tentang Sekolah- Sekolah Modern
Muhammad Ali Pasya, Bandung. Cita Pustaka
Media Perintis.
Muhammad Nur Abdul hafizh, 1998` Mendidik Anak Bersama Rasulullah,Bandung.
Mizan Media Utama.
Omar
Muhammad Al Toumy al- Syaibani, 1979. Falsafa
Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang.
.Muhammad
Daud Ali, 1998. Pendidikan
agama Islam, Jakarta:PT.Raja
Gravindo Persada.
[2]. Abd. Mukti, Pembaharuan Lembaga
Pendidikan Di Mesir Studi Tentang Sekolah- Sekolah Modern Muhammad Ali Pasya, (Bandung:Cita Pustaka Media Perintis,2008) Hal. 91
[3] . Muhammad Nur Abdul hafizh, Mendidik
Anak Bersama Rasulullah,(Bandung : Mizan Media Utama, 1998), hal 240
[4]. Omar Muhammad Al Toumy al- Syaibani, Falsafa Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1979) Hal. 511
Assalamu'alaikum....
BalasHapuskhasan fauzi
2021111067
apakah ada batasan-batasan tertentu dalam mempelajari bahasa asing? tolong jelaskan!
mksih
assalamu'alaikum,,,
BalasHapusdewi agus tini
2021111075
dimakalah Rasulullah sendiri memerintahkan untuk mempelajari sebuah bahasa orang yahudi agar mengetahui bahasa mereka sehingga bisa mengambil ilmu-ilmu mereka dan bisa menjalin komunikasi dengan mereka, jika yang terjadi justru sebaliknya?misal kita menjadi terpengaruh dg org2 yahudi dan kadar keimanan kita mnjdi melemah itu bagaiamana? apa usaha kita untuk membentengi diri dari hal tersebut ?
Khoirun Ikrom
BalasHapus2021111072
B
saya hendak bertanya Rosulullah SAW telah memerintahkan untuk mempelajari bahasa asing. nah apakah Rosulullah itu sendiri telh mempelajari apa tidak? misalnya mempelajari, bhs apa saja yg Beliau pelajari,misalnya tidak mempelajari apa alasannya?
Erni Mun Holifah
BalasHapus2021111064
Assalamualaikum
bagaimana kalau menuntut ilmu agama dan ilmu umum tidak imbang, lebih menonjol ilmu umumnya daripada ilmu agama karena tuntutan zaman atau suatu profesi, bagaimana dalam menyikapi hal itu, jelaskan!