Laman

Kamis, 11 April 2013

a9-2 mayda arrohmah PENYELEWENGAN TUGAS MERUSAK TATANAN



MAKALAH
HADITS TENTANG BERPIKIR DAN BERJUANG UNTUK RAKYAT
DAN PENYELEWENGAN TUGAS MERUSAK TATANAN

Disusun guna memenuhi tugas:
                                    Mata Kuliah                : Hadits Tarbawi II
                                    Dosen Pengampu        : Ghufron Dimyati, M.S.I


Disusun oleh:
Mayda Ar Rahmah
2021 111 272

Kelas: A

TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2013




PENDAHULUAN
Berbicara pimpinan bisa siapa saja untuk memimpin, namun yang harus kita kritisi adalah apakah memang dia pantas jadi Pimpinan atau apa benar ia memiliki jiwa Pemimpin ?. Sebenarnya yang harus kita cari adalah Pemimpin yakni orang-orang yang bertanggungjawab dengan segala kesadarannya untuk menjaga amanah yang diberikan kepadanya, yang berani ambil resiko untuk kepentingan umum meski dirinya sendiri harus menderita. Dan seorang Pemimpin juga seharusnya memiliki kesadaran bahwa masih ada yang lebih tinggi dari nya dan kekuasaan yang lebih luas darinya serta suatu ketika khelak akan dimintakan pertangungjawaban oleh Penguasa yang maha tinggi ini, yaitu Allah subhannahu wata’ala. Masalahnya masih banyak Pemimpin dari kalangan Muslim sendiri yang kurang atau bahkan tidak memahami kepemimpinan Islami atau paham namun tidak menerapkannya selama masa kepemimpinannya dan cenderung terbuai dengan otoritas dan kemudahan yang dimilikinya.














PEMBAHASAN
A.     Hadits tentang Berpikir dan Berjuang untuk Rakyat
a. Materi Hadits
- أن عبيدالله بن زياد عاد معقلبن يسار في مرضه فقال له معقل انيمحد ثكبحديث لولا اني فيالموتي لم احدثك به سمعترسول الله صلى الله عليه وسلميقول :{مَا مِنْ أَمِير يَلِي أَمْر الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ لَا يَجْهَد لَهُمْ وَيَنْصَح إِلَّا لَمْ يَدْخُلمَعَهُمْ الْجَنَّة} .
(رواه مسلم فى الصحيح)
b. Terjemah Hadits
Sesungguhnya Ubaidillah bin Ziad menjenguk Ma’qil  bin Yasar dalam sakitnya kemudian Ma’qil berkata kepadanya: “aku akan membacakan hadits ku kepadamu, seandainya jika aku tidak akan meninggal maka aku akan tidak membacakan hadits ini kepadamu. Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: tidaklah seorang pemimpin yang memimpin perkara orang muslimin kemudian dia tidak bersungguh-sungguh dan tidak berbuat baik kepada mereka kecuali dia tidak akan masuk surga bersama mereka”(H.R. Imam Muslim)
c. Mufrodat:

Indonesia
Arab
Sesungguhnya Ubaidullah bin Ziyad
نَّ عُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ زِيَادٍ
Mengunjungi Ma’qil bin Yasar
عَادَ مَعْقِلَ بْنَ يَسَارٍ
Di (pada saat)
فِي
Sakitnya
مَرَضِهِ
Dia berkata
فَقَالَ
Ma’qil kepadanya
لَهُ مَعْقِلٌ
'Sesungguhnya aku menceritakan kepadamu sebuah hadits
إِنِّي مُحَدِّثُكَ بِحَدِيثٍ
kalau bukan karena saya berada di ambang kematian
لَوْلَا أَنِّي فِي الْمَوْتِ
Rosulullah SAW
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Bersabda
يَقُولُ
Tidak seorang pemimpin
ما من ا ﻣﻴر
Mengurusi
يلي
Perkara kaum muslimin
أَمْرَ الْمُسْلِمِينَ
Bersungguh-sungguh
يجهد
Dan Menasehati 
وَيَنْصَحُ
kecuali pasti tidak akan masuk
إِلَّا لَمْ يَدْخُلْ
surga bersama mereka
الْجَنَّةَ  مَعَهُمْ

d. Biografi Rowi
RIWAYAT HIDUP IMAM MUSLIM
(812-865 MASEHI)
      Imam Muslim bin Hajjaj menurut Ibnu Shalah lahir tahun 202 Hijriah. Dia adalah dari suku Qusyairi (Bani Qusyair) yang merupakan golongan suku Arab di Nishapur (Iran), pada wilayah kota Khurasan. Abdul Muslim Husein yang terkenal sebagai ahli hadist ini akhirnya wafatnya pada hari Ahad di Nishapur (Nisabur) pada tahun 261 Hijriah, dengan berusia selama 55 tahun, yang meninggalnya diduga karena terlalu banyak berpikir, dan dimakamkan di Nashar Abad (Nishapur).
       Dia adalah penulis kitab Hadits Shahih (Al-Jami’us Shahih), juga tergolong seorang hafidz (penghafal hadits) terkenal, dan sebagai muhaddits (ahli hadits) yang menonjol. Hal itu terbukti setelah mengadakan penelitian-penelitian hadits Nabi baik di Hijaz, Irak, Syam (Siria), dan Mesir. Muslim telah mendengarkan hadits-hadits tersebut dari Imam Bukhari, Yahya bin Yahya al-Naisaburi, Ahmad bin Hanbal, Quthaibah bin Said, Ishaq bin Rahawaih Abdullah bin Maslamah al-Qa’nabi dan mereka yang lain. Didatanginay ahli-ahli hadits di Baghdad dengan berulang kali, sedangkan akhir kunjungannya yaitu pada tahun 259 Hijriah.
      Bukunya al-Jami’us Shahih atau al-Musnadus Shahih itu setelah mendengarkannya ribuan hadits dari beberapa orang, hingga sejumlah 300.000 hadits.
      Kata Hafiz Abu Ali an-Naisaburi bahwa tidak ada di bawah kolong langit ini kitab hadits yang lebih shahih dari Hadits Shahih Muslim. Pandangan ini ternyata berbeda dengan pendapat ulama hadits yang menempatkan Hadits Shahih Bukhari yang lebih shahih sesudah al-Qur’an. Ini dapat kita baca dalam Kasyfu Zhunun yang menyatakan bahwa Jamiu’s Shahih Muslim adalah kitab kedua sesudah hadits Bukhari. Dengan demikian sebagian ulama telah berbeda pendapat tentang kelebihan-kelebihan Imam Bukhari dan Imam Muslim. Selain Abu Ali an-Nisaburi yang sama-sama dari Nishapur dengan Muslim itu, ternyata Imam Nawawi dari Damaskus (wafat 667 Hijriah) juga menyatakan bahwa di bawah kolong langit ini tidak ada kitab yang lebih shahih dari kitab Shahih Muslim. Dan sebenarnya pandangan Nawawi ini telah diakui dalam hal yang sama oleh ulama Hadits dari Maghrib (Maroko). Dan ternyata Imam Nawawi menyatakan bahwa Hadits Shahih Muslim mempunyai susunan yang mudah, dan setiap hadits telah ditempatkan pada tempat yang layak dan tepat, sanad-sanadnya lengkap atau bersambung, yang hal itu tidak dimiliki pada hadits Bukhari.
      Ternyata kemudian hadits shahih Muslim telah diberi komentar oleh beberapa ulama hadits diantaranya, yaitu: yang ditulis oleh Imam Nawawi asy-Syafi’i, dengan judul “Al-Minhaj fi Syarhi Muslim bin Hujjaj;” Qadhi Iyadh bin Musa Maliki dengan judul “al-Ikmal Fi Syarhi Muslim”, juga karya Abdul Ghafir bin Ismail al-Farisi dengan judul “al-Mafhum fi Syarhi Gharib Muslim, dan lainnya. [1]

e. Keterangan Hadits:
Dari hadits di atas yang diriwayatkan oleh muslim, tentang berpikir dan berjuang untuk rakyatnya merupakan salah satu tanggung jawab yang besar bagi setiap pemimpin (penguasa).             Pimpinan memiliki pemahaman bahwa seseorang yang ditunjuk untuk memiliki tanggung jawab memimpin oleh karena Pengangkatan, dalam artian bahwa suka atau tidak suka dari bawahannya, ia akan tetap memimpin bawahan-bawahannya tersebut.
Dalam hadits tersebut juga dijelaskan bahwa seorang pemimpin yang tidak bersungguh-sungguh menjaga amanatnya dan tidak memelihara rakyatnya maka ia tidak akan mencium bau surga bersama orang-orang yang beruntung.
Pemimpin itu harus menjadi pendengar setia dan penjaga keadilan untuk kesejahtraan rakyatnya sehingga rakyat menjadi merasa tentram dan akan melakukan yang terbaik karena memang mereka Ikhlas untuk dipimpin.
            f. Aspek Tarbawi:
1.      Seorang pemimipin selayaknya harus melaksanakan semua kewajibannya agar ia tidak tergolong orang yang mendholimi rakyatnya, yang kelak akan mandapatkan siksa neraka.
2.      Seorang pemimpin harus berani menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, serta bertanggung jawab yang senantiasa mau menerima keritik dan mendengarkan pengaduan rakyatnya.
3.      Kejujuran dan rendah hati adalah kunci kesuksesan seorang pemimpin untuk memperoleh kepercayaan dan dukungan dari orang-orang yang dia pimpin.

                                                                                                                                    

B.     Hadits tentang Penyelewengan Tugas Merusak Tatanan
a. Materi Hadits
- عاد عـبـيـد الله بن زياد معـقـل بن يـسار المزني في مرضه الـذي مات فـيه قال معـقـل اني محـدثـك حد يـثا سـمعـته من رسول الله صلى الله عـليه وسلم : { لوعـلمت أن لي حياة ما حدثـتـك إني سمعـت رسول الله صلى الله عـليه وسلم : يـقول مامن عـبـد يـسـتـرعـيه الله رعـية يـموت يـوم يـموت وهـو غاش لرعـيـته إلا حرم الله عـليه الجنة } . ( رواه مسلم فى الصحـيـح, كتاب الإيمان, باب استحقاق الوال العاش لرعـيـة الناس )
b. Artinya:
 Ubaidullah bin Ziyad menjenguk Ma’qil bin Yasar Al-Muzani. Di dalam sakitnya Ma’qil yang menyebabkan kematiannya. Ma’qil berkata sesungguhnya aku akan menceritakan kepadamu sebuah hadis yang aku dengar dari Rasulullah SAW. Seumpama saya tahu bahwa saya akan hidup maka saya tidak akan menceritakan kepadamu, sesungguhnya aku mendengar  Rasulullah SAW bersabda “tidak ada seorang hamba pun yang diberi oleh Allah kepercayaan mengurus rakyat yang mati di hari matinya dia menipu rakyatnya kecuali Allah mengharamkannya masuk surga”.(H.R. Imam Muslim)

c. Mufrodat:
مرضه  : sakit
يسترعيه:      diberi amanat  
رعيّة    :memimpin rakyat
يموت   :mati
غاش    :menipu
لرعيّته  :rakyatnya
حرم     :haram
جنّة      :surga

            d. Keterangan:
SAMI’TUN NABIYA YAQULU : MA MIN ‘ABDIN ISTAR’AHULLAHU RA’IYYATAN FALAM YAHUTHHA BINASHIHATIN ILLA LAM YAJID RAIHATAL JANNATI = sesungguhnya aku mendengar  Rasulullah SAW bersabda “tidak ada seorang hamba pun yang diberi oleh Allah kepercayaan mengurus rakyat yang mati di hari matinya dia menipu rakyatnya kecuali Allah mengharamkannya masuk surga.
                         Ya’ni: Nabi menerangkan bahwa orang yang dipilih menjadi kepala rakyat tetapi tidak memelihara rakyatnya dan tidak melayani kebutuhan-kebutuhan mereka dengan jujur dan ikhlas, tiada akan mencium bau syurga (tiada masuk ke dalam syurga).
          Para ulama berkata: “Sabda Nabi, tiadalah dia dapat mencium bau syurga”, ditakwilkan dengan dua takwil.
                         Pertama, dengan mengartilkan bahwa penguasa yang tidak dapat mencium bau syurga itu adalah penguasa yang memandang bahwa dia tidak berdosa karena tidak memelihara dan tidak melayani rakyatnya. Kalau dia memandang bahwa dengan perbuatannya itu, tidaklah diharamkan dari masuk syurga.
                        Kedua, dengan mengartikan bahwa penguasa itu, tidak dimasukkan kedalam syurga bersama-sama orang yanh dapat prioritas pertama. bukanlah ma’nanya bahwa penguasa yang demikian itu dikekalkan dalam neraka.
                        Al Qadli ‘Iyadl berkata : “Hadits ini jelas mempertakutkan para kepala (para penguasa) dari menipu rakyat yang mereka urusi, yaitu dengan jalan tidak memperhatikan kepentingan ra’yat, tidak menuntun ra’yat beragama dengan agama Allah yang benar (Islam) dan tidak memelihara syari’at, serta tidak membelanya, atau tidak berlaku terhadap rakyat. Sesungguhnya Nabi SAW memperingatkan dengan hadits ini bahwa berlaku tidak jujur terhadap rakyat, adalah perbuatan dosa besar yang membinasakan lagi menjauhkan dari syurga”.[2]
                        Hadits ini memberi pengertian, bahwa seseorang yang diserahkan segalanya urusan rakyat, lalu dia tidak memelihara rakyatnya dengan baik dan tidak memperhatikan urusan-urusan rakyat yang membawa mereka kepada kebaikan dan kejayaan, tidak akan masuk syurga.
          e. Aspek Tarbawi:
1.      Pemimpin adalah mereka yang diberi amanah untuk menjaga rakyatnya dengan baik.
2.      Seorang hamba yang diminta oleh Allah untuk menjaga rakyat, dan tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, maka(dia mati dalam keadaan menipu mereka) maka Allah mengaharamkan baginya syurga.
3.      Seorang pemimpin harus memberikan suri tauladan yang baik kepada pihak-pihak yang dipimpinnya.





PENUTUP
Hadits ini jelas mempertakutkan para kepala (para penguasa) dari menipu rakyat yang mereka urusi, yaitu dengan jalan tidak memperhatikan kepentingan ra’yat, tidak menuntun ra’yat beragama dengan agama Allah yang benar (Islam) dan tidak memelihara syari’at, serta tidak membelanya, atau tidak berlaku terhadap rakyat. Sesungguhnya Nabi SAW memperingatkan dengan hadits ini bahwa berlaku tidak jujur terhadap rakyat, adalah perbuatan dosa besar yang membinasakan lagi menjauhkan dari syurga.






















DAFTAR PUSTAKA
An-Nawawi, Imam Abi Zakaria Yahya bin Syarif. 1995. Shahih muslim. Bairut libanon: Darul fikri.
Ash-Shiddieqy, T.M Hasbi. 2002 Mutiara Hadits jilid I. Jakarta. Bulan Bintang





[1] An-Nawawi, Imam Abi Zakaria Yahya bin Syarif. 1995. Shahih muslim. Bairut libanon: Darul fikri.

[2] Ash-Shiddieqy, T.M Hasbi. 2002 Mutiara Hadits jilid I. Jakarta. Bulan Bintang

19 komentar:

  1. nama: ianaturrizqia
    nim: 2021111305
    yang ingin saya tanyakan cukup simpel menurut pemekalah apakah seorang pemimpin itu bisa dikatakan sebagai cerminan dalah suatu negara bila pemimpinnya baik apakah ada jamiman negaranya akan baik pula.????????? trimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaanya... ^_^
      Menurut saya setiap pemimpin merupakan cerminan bagi setiap warga negaranya, karena seorang pemimpin itu sendiri menjalani fungsinya sebagai khalifah.

      Dalam keterangan hadits di atas telah disebutkan bahwa pemimpin merupakan seseorang yang ditunjuk untuk memiliki tanggung jawab memimpin oleh karena Pengangkatan, jadi dalam hal ini pemimpin tersebut merupakan pilihan warga negaranya yang paling banyak massanya, dalam artian banyak warga yang mendukung untuk menjadikan dia sebagai pemimpin.
      Apabila pemimpin tersebut menjalankan tugas dan fungsi kekhalifahannya dengan baik, serta mampu menjaga warga negara nya serta menghilangkan kedengkian antara para pemimpin negara dengan rakyatnya..Insya Allah...
      Negara tersebut akan baik pula..

      Dalam hadits riwayat Muslim dari Malik dari Rasulullah juga menyebutkan: "Para pemimpin yang baik bagi kalian adalah mereka yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian, mereka mendoakan kalian dan kalian mendoakan mereka.
      Dan pemimpin kalian yang jahat adalah yang membenci kalian dan kalian membenci mereka dan kalian melaknati mereka serta mereka melaknati kalian.."
      ^_~

      Hapus
  2. Assalamu'alaikum wr.wb
    Nama: Anita Kumala
    Nim: 2021 111 364

    Yang ingin saya tanyakan kepada pemakalah, menurut pemakalah apabila ada seorang pemimpin yang sangat arif dan bijaksana, namun pemimpin itu lebih me-mengedepankan rakyatnya di banding mengatur keluarga dan dirinya sendiri, apakah itu bisa di katakan jihad ? Dan apakah layak atau pantas bila pemimpin lebih mengedepankan rakyat di banding keluarga dan dirinya sendiri, padahal menjaga keluarga dan dirinya itu merupakan kewajiban juga.. .
    Bagaimana menurut pendapat pemakalah ?
    Terima kasih.. .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wassalamu'alaikum.wr.wb...^_^
      Langsung saja, saya kurang setuju dengan sikap pemimpin yang anda jelaskan tersebut di atas, karena menurut saya pemimpin yang arif dan bijaksana adalah pemimpin yang mampu mengatur hak-hak dirinya dan orang lain...
      Memang baik..apabila seorang pemimpin lebih mengutamakan hak-hak rakyatnya...karena memang itulah tugas dan fungsinya untuk menjadi pemimpin/khalifah....
      Tetapi bukan berarti pemimpin tersebut melalaikan atau meninggalkan tugasnya sebagai seorang pemimpin dalam keluarganya dan dirinya sendiri...
      Dalam hadits juga dijelaskan bahwa ada hak manusia dengan dirinya...
      yang artinya, "Sesungguhnya terhadap keluargamu ada hak wajib atas kamu..." Imam Khatabi berkata: "Jika seorang menyiksa dirinya hingga menjadi seorang yang lemah, maka ia tidak mampu melaksanakan tugasnya..."
      Trim's ^_^

      Hapus
  3. assalamu'alaikum,,
    nur amiroh (2021 111 345)

    yang ingin saya tanyakan,kita kan sebagai calon pendidik kelak i.allah akan menjadi pendidik yang mana akan di tiru oleh peserta didik, nah bagaimana caranya agar kita bisa menjadi orang yang bisa ditiru dgn baik? dan pemimpin yang seperti apa yg tepat untuk negara kita yg skg ini?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wassalamu'alaikum.wr.wb
      Terima kasih..
      saya pernah mendengar.."Tidak ada teladan sebaik Rasulullah SAW
      Barangsiapa meneladani Rasulullah SAW niscaya ia akan menjadi teladan."

      Berdasarkan kata-kata tersebut di atas, saya mengambil kesimpulan bahwa untuk menjadi teladan yang baik bagi orang lain, sebaiknya kita mengikuti sifat-sifat Rasulullah yang merupakan teladan bagi seluruh umatnya, beliau bersungguh-sungguh berjihad untuk kebenaran meskipun seorang diri.
      sungguh dia telah menempuh jalan yang akan menyampaikan kepada kemuliaan yang ada di sisi Allah...

      Pemimpin negara yang baik :
      negara kita membutuhkan seorang pemimpin nasional yang beriman, bermoral, berilmu, terampil, dan demokratis.
      1. Pemimpin yang Beriman
      Beriman artinya kesadaran untuk menyakini dengan sungguh-sungguh adanya Tuhan. Keyakinan itu menuntut seorang untuk melaksanakan segala perintah Tuhan dan menjauhi larangan Tuhan. Pemimpin yang beriman memiliki sifat dan ciri - ciri antara lain :
      - seorang itu adil dan jujur
      - dapat menjadi Uswatun Hasanah (suri tauladan yang baik )
      - Lisanul hal ( bahasa tanpa suara, yang dilakukan dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan )
      - taat beribadah
      - dapat mengemban amanah ( dapat dipercaya ) dan memiliki kredibilitas
      2. Pemimpin yang Bermoral
      artinya pemimpin tersebut taat kepada aturan - aturan, kaidah-kaidah, dan norma yang berlaku dalam masyarakat, dan bertindak benar secara moral. adapun ciri-ciri pemimoin yang bermoral diantaranya :
      - santun dalam berbicara maupun berperilaku
      - setia dan taat terhadap peraturan
      - mampu mengendalikan diri agar persatuan, kesatuan, kesejahteraan, keamanan,ketentraman bangsa dan negara dapat terwujud
      - mampu mengangkat citra, harkat, dan martabat bangsa
      - memiliki naluri kebersamaan
      3. Pemimpin yang berilmu dan Cerdas
      artinya seorang pemimpin itu memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Dengan pegetahuan dan wawasannya yang luas tersebut ua diharapkan dapat membawa kemajuan bangsa disegala bidang. Ciri-cirinya :
      - Berpandangan luas dan tidak faatif terhadap golongan
      - komunikatif, informatif, aspiratif, dan akomodatif
      - melihat jau kedepan ( prospektif )
      4. Pemimpin yang Terampil
      Pemimpin yang terampil adalah pemimpin yang memiliki keahlian dalam bidang tugasnya. Artinya seorang pemimpin secar teknis harus terampil agar pekerjaanya menjadi lebih efektif dan efisien. Ciri - ciri pemimpin yang terampil diantaranya :
      - memahami bidang tugasnya
      - pekerja keras
      - mampu memahaami permasalahan yang komplek yang dihadapi bangsa
      - memiliki penglihatan (visi) sosial yang tajam
      - kemampuan merumuskan kebijakan dengan bijaksana dan tepat
      5. Pemimpin yang Demokratis
      artinya pemimpin tersebut lebih mengedepankan prinsip-prinsip demokratis yang mementingkan kepentingan rakyat. ciri dari pemimpin yang demokratis diantaranya :
      - bersikap terbuka, baik dalam menerima ide, saran, maupun kritik
      - mampu menciptakan tenga pengganti danberjiwa demokratis
      - bijaksana dalam meghadapi masalah
      - bersedia mendengar, menerima, dan menghargai pendapat orang lainserta mampu membuat keputusan terbaik
      - mampu mengelola konflik
      Dengan adanya seorang pemimpin tersebut, akan sangat berperan dalam kemajuan bangsa agar dapat menjaga nilai - nilai pancasila dan kepribadian bangsa Indonesia tentunya.

      di ambil dari http://andryfarera.blogspot.com/2013/03/ciri-ciri-pemimpin-yang-dibutuhkan.html
      di akses pada tanggal 17 April 2013 pukul 15:54

      Hapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Siti Nur Fitriana 2021 111 257
    A
    Assalmmualaikum wr wb....
    mb mayda,, dalam makalah Anda memaparkan tentang berfikir dan berjuang untuk rakyat dan penyelewengan tugas merusak tatanan. yang mau saya tanya kan apa maksud dari hadist tersebut dan apa kaitannya hadits tersebut dalam dunia pendidikan???mohon jelaskan dan berikan contohnya aplikasinya....???Terima Kasih.....
    Wassalammualaikum wr wb...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wassalamu'alaikum ukhty... ^_^
      Berdasarkan hadits yang pertama..yaitu tentang berfikir dan berjuang untuk rakyat...dalam makalah telah disebutkan bahwa berfikir dan berjuang untuk rakyatnya merupakan salahsatu tanggung jawab yang besar bagi setiap pemimpin (penguasa)...seorang pemimpin yang sudah dipercayai oleh rakyatnya untuk memimpin suatu negara, hendaknya dia mampu memimpin dan melindungi rakyatnya dengan baik...dan dalam hadits juga dijelaskan bahwa pemimpin yang tidak bersungguh-sungguh menjalankan kewajibannya ia akan mendapatkan azab di akhirat kelak..

      Mengenai hadits yang kedua...yaitu tentang penyelewengan tugas merusak tatanan..bahwa orang yang dipilih menjadi kepala rakyat tetapi tidak memelihara rakyatnya dengan baik...dan tidak melayani kebutuhan-kebutuhan mereka dengan jujur dan ikhlas, ia tidak akan masuk ke dalam syurga..

      Inti dari kedua hadits ini pada dasarnya sama..yaitu menjelaskan tentang tanggung jawab seorang pemimpin
      Pemimpin yang tidak bertanggung jawab..kelak akan mendapatkan siksa di akhirat

      Kaitannya dengan pendidikan...hadits ini berfungsi sebagai bayan (penjelas) bahwa hadits tersebut mengarah kepada kita bahwa dalam pada diri kita adalah pemimpin yang nantinya akan dimintai pertanggung jawabann terhadap apa yang telah kita perbuat...
      Kita sebagai seorang mahasiswa yang memiliki kemampuan berpikir...dam merupakan agent of change dalam suatu masyarakat...kita memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki keadaan/lingkungan yang kurang baik...apabila kita melihat suatu tempat yang jauh dari pendidikan...kita bertanggung jawab untuk mengamalkan ilmunya kepada mereka yang membutuhkan...
      Trim's

      Hapus
  6. Dzikrotul khasanah (2021 111 262)
    Assalamu,alaikum........
    yang ingin saya tanyakan bagaimana jika ada seorang pemimpin yang bijaksana, sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Namun,anak buahnya (bawahan) justru malah berbuat tidak bijaksana sehingga kepemimpinan seorang tersebut menjadi terganggu. Bagaimana tanggapan pemakalah mengenai hal itu. mohon bisa dijelaskan......

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wassalamu'alaikum.wr.wb... :) :) :)
      Mengenai permasalahan yang Anda tanyakan di atas...langsung saja saya mengambil sebuah hadits...^_^
      "Dari Abu Sa’id Al-Khudri rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Aku mendengar Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika ia masih tidak mampu, maka dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

      sudah menjadi kewajiban para pemimpin untuk menegakkan amar ma'ruf nahi munkar..
      Nah...Apabila pemimpin itu melihat bawahannya berbuat suatu kesalahan atau kemungkaran, sebisa mungkin...dan mungkin..."Harus Bisa" mengubahnya kepada kebaikan...
      jika pemimpin memiliki kemampuan untuk menghilangkan kemungkaran dengan tangan maka wajib untuk menghilangkan dengan tangannya...apabila dengan tangannya ia tidak mampu..maka dengan lisannya...begitu pula sampai seterusnya...apabila dengan lisan ia tidak mampu mengubahnya..maka dengan hatinya..karena itulah selemah-lemahnya iman..
      Jazakillah...syukran katsir... ^_^

      Hapus
  7. Dzati ismah
    2021 111 263
    Assalamu'alaikum..............
    menurut pemakalah pemimpin yang sesuai dengan hadits di atas itu pemimpin yang seperti apa???????????
    mohon jelaskan dan berikan contohnya...............
    Trimakasihhhhhhhhhh,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wassalamu'alaikum wr.wb... ^^
      Menurut saya...pemimpin yang sesuai dengan hadits di atas adalah pemimpin yang bijaksana...yang mampu mengatur dan menyeimbangkan hak-hak dirinya dengan orang lain...serta bertanggung jawab terhadap tugas yang diembannya..dalam makalah juga disebutkan bahwa Pemimpin itu harus menjadi pendengar setia dan penjaga keadilan untuk kesejahtraan rakyatnya sehingga rakyat menjadi merasa tentram dan akan melakukan yang terbaik karena memang mereka Ikhlas untuk dipimpin...

      Contohnya...seorang pemimpin negara atau gubernur atau bupati ataupun kepala desa... =D
      mereka disamping menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemimpin rakyatnya...mereka juga harus bertanggung jawab terhadap keluarganya..dan dirinya..jangan sampai dia malalaikan dan menyiksa dirinya sendiri... :)
      Mkc.. ^_^

      Hapus
  8. ASSALAMU'ALAIKUM WR.WB. . . .
    Nama: Dewi Nurlita Kurniawati
    Nim : 2021 111 036

    Apakah seorang pemimpin negara (muslim) yang amanah, adil, arif dan bijaksana bisa dikatakan sebagai seseorang yang berjihad di jalan Allah?? Dan kematiannya bisa dikatakan sebagai Mati yang Syahid??
    Lantas bagaimana dengan pemimpin non-muslim?? Bagaimana cara kita sebagai rakyat menghormatinya??
    Jazakumullah. . . .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wassalamu'alaikum.wr.wb ^_^
      Mengenai pertanyaan antunn..saya mengambil sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Kabir dan Bazzar dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda
      "Barangsiapa melakukan ijtihad karena Allah semata dalam jamaah kemudian ijtihadnya benar maka Allah akan menerima amalnya dan apabila ijtihadnya salah maka Allah akan mengampuninya. Dan barangsiapa melakukan ijtihad dengan maksud untuk memecah belah, kemudian ijtihadnya benar maka Allah tidak menerima hasil ijtihadnya dan apabila ternyata salah, bersiaplah untuk menempati posisinya di neraka: (HR.Thabrani)

      Bahwasanya seorang pemimpin yang berjuang untuk rakyatnya dan membantu mereka kepada kebenaran pada dasarnya merupakan bentuk jihad mempertahankan amanat dan rakyatnya...
      Mati Syahid adalah seorang muslim yang meninggal karena berperang atau berjuang dijalan Allah membela kebenaran atau mempertahankan hak dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk menegakaan agama Allah....
      niat akhirlah yang menentukan orang tersebut mati syahid atau tidak. Allah yang maha tahu, Allah juga lah yang Maha Menentukan..

      Pemimpin non-muslim yang memimpin suatu negara..
      Orang Islam tidak melarang orang kafir untuk menjadi pemimpin...asalkan pemimpin tersebut mampu menjalankan tugasnya sebagai pemimpin negara dan selama pemimpin tersebut tidak mengkafirkan agama kita..

      Dalam sebuah hadits juga disebutkan Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan ada para pemimpin/penguasa setelahku yang mengikuti petunjuk bukan dengan petunjukku dan menjalankan sunnah namun bukan sunnahku. Dan akan ada di antara mereka orang-orang yang memiliki hati laksana hati syaitan yang bersemayam di dalam raga manusia.” Maka Hudzaifah pun bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang harus kulakukan jika aku menjumpainya?” Beliau menjawab, “Kamu harus tetap mendengar dan taat kepada pemimpin itu, walaupun punggungmu harus dipukul dan hartamu diambil. Tetaplah mendengar dan taat.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Imarah)
      Jadi meskipun pemimpin tersebut bukan golongan dari orang Islam...kita sebagai muslim yang baik hendaknya Tetap mau mendengar dan taat kepada pemimpin tsb....kita sebagai rakyat hendaknya mengikuti dan menaati aturan yang sudah menjadi ketetapan di negara kita...selama tidak mengkafirkan agama Allah...
      Wallahu A'lam bish-Shawaab..
      Dari artikel 'Taat Kepada Penguasa — Muslim.Or.Id'

      Hapus
  9. Apasaja indikasi dari pemimpin yang menyeleweng?? Dan bagaimana cara meminimalisir dampak dari perilaku penyelewengan pemimpin terhadap tatanan pemerintahan dan rakyat?

    BalasHapus
    Balasan
    1. To the point aja ya... :)
      Menurut saya...indikasi dari pemimpin yang menyeleweng..mungkin Penyimpangan tersebut diakibatkan oleh terpusatnya kekuatan politik pada pemerintahan yang belum mampu menjalankan tugasnya...dan lembaga-lembaga pemerintahan juga belum berfungsi sebagaimana mestinya...Mereka belum memahami hakikat kepemimpinan yang baik..seolah-olah mereka memandang bahwa dia-lah yang paling berkuasa...Memang pemimpin tsb adalah yang mengatur pemerintahan rakyatnya..tetapi tidak berarti dia berbuat seenaknya saja hingga merugikan orang banyak...padahal dalam Islam tidak mengekang kebebasan tetapi mengaturnya. Islam mengarahkan kebebasan sehingga tidak saling bertabrakan, karena tidak ada kebebasan mutlak (tanpa batas), yakni ada kebebasan orang lain yang membatasinya. Sehingga kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain.
      dan solusinya..mungkin perlu Memberikan pencerahan kepada pelaku-pelaku pemerintahan...perlu adanya pembinaan yang baik dan kerja sama antara penguasa dan rakyatnya untuk mencegah permasalahan-permasalahan yang dalam penyelesaiannya membutuhkan tidak sedikit waktu, biaya dan kebijakan. Sehingga perlu dukungan dan tanggung jawab bersama dari segenap pelaku...
      Mungkin itulah sedikit solusi dari saya... :)
      Trim's
      ^_^

      Hapus
  10. Asalamualaikum Wr Wb.
    milzamah 2021 111 126
    apabila ada seorang pemimpin negara yang memimpin ratusan bahkan ribuan manusia, dia ingin sebisa mungkin menjaga amanat nya yaitu sebagai kepala negara, tetapi dia tidak bisa menjaga keluarganya, dia berfokus dalam negaranya, menurut pemakalah apakah sudah disebuat pemimpin yang baik, seperti dijelaskan dimakalah.
    terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wassalamu'laikum.wr.wb
      menurut saya...hal itu sebenarnya kurang baik bagi pemimpin yang lebih mengedepankan jabatannya/kepentingan rakyatnya daripada keluarganya sendiri...Pemimpin tsb hendaknya mampu menyeimbangkan antara hak-hak rakyatnya, keluarga, dan dirinya sendiri....
      untuk mendapatkan kelanggengan dalam memimpin negara..sebaiknya dia memimpin keluarga nya terlebih dahulu...mungkin seperti itu. :)

      Hapus