Laman

Kamis, 25 April 2013

c11-3 agus triono HIDUP DAMAI BERDAMPINGAN - TANGGUNG JAWAB SOSIAL



HIDUP DAMAI BERDAMPINGAN DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas :
                                         Mata kuliah : Hadits Tarbawi II
Dosen pengampu : M.Ghufron Dimyati, M.S.I

 Disusun Oleh :
Agus Triyono
2021 111 135
 Kelas/ Semester: C/ IV
 
JURUSAN TARBIYAH ( PAI )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2013




 
PENDAHULUAN

Setiap manusia menginginkan hdup di dunia ini dengan damai, saling bantu membantu setiap ada permasalahan, baik itu satu agama ataupun lain agama. Semua menginginkan hidup damai berdampingan. Satun sama lain Saling bertanggung jawab atas pribadinya dan semua kejadian yang ada di masyarakat. Di dalam hadits pun juga dijelaskan tentang hidup damai berdampingan dan tanggung jawab sosial. Seperti apakah pembahasan dua hadits tersebut ? akan dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya.






















PEMBAHASAN

1.      Hadits tentang hidup damai berdampingan
اَنَّ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْمً اَخْبَرَهَ عَنْ عِدَّةٍ مِنْ اَبْناَءِ اَصْحَا بِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى    
اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّم َعَنْ آبَائِهِمْ دِنْيَةً عَنْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (أَلاَ مَنْ ظَلَمَ مُعَاهِدًا أَوْ انْتَقَصَهُ اَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَا قَتَهُ أَوْ اَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيْبُ نَفْسِ فَأَنَا حَجِيْجُهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ) فيه ايضا مجهولون
{رواه ابو داود في السنن, كتاب اخراج والإمارة والفي ء, با ب في تعشير اهل الذمة اذا اختلفوا بالتجارات}
a.      Terjemah
Dari Shofwan bin Sulaim, dari sekelompok putra-putra sahabat rasulullah saw. Dari ayah mereka yang berdekatan nasab, dari Rasulullah saw, beliau bersabda : “ barang siapa menganiaya seorang kafir mu’ahid (dalam perjanjian damai) atau mengurangi haknya, atau memberinya beban diatas kemampuannya, atau mengambil sesuatu darinya dengan cara yang menyinggung, maka akulah lawan berhujahnya kelak di hari kiamat.[1]
b.      Mufrodat
ظَلَمَ             : Menganiaya
مُعَاهِدًا             : Kafir mu’ahid (dalam perjanjian damai)
 تَقَصَهُ         : mengurangi hak nya
 كَلَّفَهُ           : memberi beban
فَوْقَ طَا قَتَهُ     : diatas kemampuannya
اَخَذَ            : mengambil
بِغَيْرِ طِيْبُ     : menyinggung
c.        Biografi Perawi
            hadits diatas diriwayatkan oleh Abu Dawud. Nama lengkap Abu Dawud adalah Sulayman bin al-Asy’as bin Ishaq bin Bisyri bin Syaddad bin ‘Amr bin ‘Imron al-Azdi al-Sijistani. Lahir pada tahun 202 H, dan wafat pada usia 73 tahun di kota Basrah. Pada tahun 257 H, Basrah mengalami kegersangan ilmu pasca terjadi serbuan besar-besaran. Abu dawud yang pada saat itu sedang berada di Baghdad dimintai untuk tinggal di Basrah guna mengajarkan ilmu-ilmu yang di milikinya pada penduduk Basrah. Seketika itu beliau ke Basrah dan menetap hingga wafatnya.
Pada masa dewasanya banyak melakukan rihlah (menggembara)  secara lebih intensif dari Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah Arab, Khurasan, Nisabur dan Basrah. Beliau berguru pada seorang pembesar yaitu Ahmad bin Hanbal.[2]
 Beliau dipandang sebagai sosok ulama yang memiliki tingkat hafalan dan pemahaman hadits cukup tinggi, disamping kepribadiaanya yang wara’ taat beribadah dan sangat mendalam pemahaman agamanya.
Karya klasiknya yang terkenal berjudul Sunan Abi Dawud dijadikan sebagai pegangan para ulama hadits pada masa sesudahnya, terutama bagi pihak yang berminat mengadakan stadi tentang hadits hukum (ahkam).[3]
d.       Kandungan Hadits
            Berikut merupakan penjabaran kandungan dari hadits dengan tema “hidup damai berdampingan”, atara lain :
1.      Sejarah atau Riwayat Munculnya Hadits
Hadits ini muncul, berawal dari ketika Nabi pergi dari Madinah menuju Makkah sebagai orang yang ihram hendak menunaikan ibadah umrah. Ketika mendekati kota Makkah , beberapa orang musyrik Quraisy datang kepada beliau, untuk menghalangi beliau masuk Makkah secara paksa terhadap mereka. Kedua belah pihak sama-sama bertahan selama beberapa hari di Hudaibiyah. Beberapa orang mondar-mandir sebagai utusan antar mereka, sampai akhirnya terwujud perdamaian dengan beberapa syarat
  1. Kandungan Hadits
  • dikisahkan perdamaian yang terjadi didalam hadits terdapat dalil yang menunjukkan kebolehan berdamai dengan orang-orang kafir dengan menghentikan perang antara mereka dan kaum muslim. Hal ini dikatakan sebagai penangguhan jihad karena mengandung kemaslahatan bagi kaum muslimin secara umum.
  •  Diterangkan pada hadits bagaimana Rasulullah mengajak kaum muslim untuk bersikap khusnudhan kepada para mu’ahid yang mana diberlakukan secara adil sebagaimana kaum muslimin pada umumnya
  • Kesepakatan persyaratan, meskipun didalamnya terdapat nilai rendah bagi kaum muslimin secara lahir, tetapi disana ada kebaikan yang Allah SWT kehendaki. Yaitu penanaman dedikasi pada kaum muslimin berupa sikap menghargai pada seorang mu’ahid (kafir dalam perjanjian damai).
  • Ibnul Qoyyim berkata “diantara hikmah dan faedah perjanjian antara mu’ahid dan umat islam” bahwa bila orang-orang musyrik, ahli bid’ah, para pemberontak dan orang-orang zalim menuntut salah satu hal yang diantaranya mereka mengagungkan salah satu hak-hak Allah yang harus dikerjakan, maka tuntutan mereka itu dipenuhi, diberikan dan mereka dibantu melaksanakannya, sehingga dalam hal ini mereka dibantu mengagungkan tuntutan yang di dalamnnya terdapat hak-hak Allah, bukan dibantu dalam mengerjakan kekafiran dan kedzaliman.



  1. Hal-hal Penting dalam Hadits
  • Menjelaskan larangan menganiaya seorang kafir mu’ahid
  • Menjelaskan larangan mengurangi hak-hak seorang kafir mu’ahid
  • Menjelaskan larangan memberikan beban diatas kemampuan yang dimiliki seorang kafir mu’ahid
  • Menjelaskan larangan tentang meminta atau mengambil sesuatu dari tangan seorang kafir mu’ahid  dengan tanpa mengindahkan perasaannya atau dengan kata lain dengan paksaan sehingga menyakiti hatinya
  • Di dalam hadits rasullullah berjanji pada umat islam semuanya jika tidak mengindahkan larangan-larangan yang diserukan beliau maka beliau siap akan menjadi lawan berhujah di hari akhir kelak.[4]
e.        Aspek Tarbawi
v  Mengajarkan rasa kebersamaan pada sesama manusia pada umumnya sesama umat islam pada khususnya. Pada hadits banyak diterangkan larangan untuk menyakiti hati, larangan berbuat aniaya, anjuran berlaku adil, menghargai sesama. Sehingga dapat tercipta sebuah kehidupan yang mana saling berdampingan dengan indah, penuh kebersamaan, penuh barakah Allah, dan tentunya sesuai dengan anjuran yang diperintahkan Nabi Muhammad SAW dalam hadits diatas.
v  Hadits diatas memberi pengajaran pada kita tentang sikap-sikap yang seharusnya dimiliki seorang manusia dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi yang tergolong makhluk sosial, dan sebagai bekal sikap untuk berinteraksi dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat.





2.      Hadits tentang tanggung jawab sosial
عن النعمان بن بشير رضي الله عنهما عن النبى صلى الله عليه وسلم قال مثل القائم على حدود الله والواقع فيها كمثل قوم استهموا على سفينة فأصاب بعضهم أعلاها وبعضهم أسفلها فكان الذين في أسفلها إذا التقوا من الماء مروا على من فوقهم فقالوا لو أنّا خرقنا في نصيبنا خرقا ولم نؤذ من فوقنا فإن يتركوهم وما أرادوا هلكوا جميعا وإن أخذوا على أيديهو أنجوا ونجوا جميعا
(رواه البخاري في الصحيح, كتاب الشركة, باب هل يقرع في القسمة والإستهام فيه)
a.      Terjemahan
Diriwayatkan oelh Al Nu’man bin Basyir R.A, Nabi SAW pernah bersabda : “perumpamaan orang yang tegak diatas  batasan – batasan (hukum) Allah dan orang yang melanggarnya adalah seperti hukum yang mengadakan undian di atas kapal. Sebagian meraka mendapatkan tempat atas dan sebagian meraka mendapatkan tempat di bawah. Adapun orang – orang yang berada melewati orang – orang yang diatas mereka. Mereka berpikir seandainya kita buat lobang air di tempat kita sehingga tidak mengganggu orang yang yang ada di atas kita. Apabila mereka yang ada di bagian atas membiarkan mereka yang ada di bagian bawah untuk melakukan apa yang mereka kehendaki, niscaya mereka akan binasa semua. Jika orang yang ada di atas itu melarang, maka mereka akan selamat semua.[5]

b.      Arti   Mufrodat
القائم     = Orang yang Menegakkan             
  أعلا     = yang di atas
حدود     = Batasan – Batasan                      
    أسفل  = yang di bawah
الواقع    = Orang yang Melanggar               
  مروا    = Melewati
استهموا             = Mengadakan Undian                   
  هلكوا   = Binasa
سفينة     = Kapal        
  أنجوا   = Selamat
أصاب     = Mendapatkan
c.       Biografi mukharij
Nama lengkapnya Al Bukhari ialah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Barbizbah Al Ju’fi Al Bukhari. Ju’fi adalah nama suatu daerah di negeri Yaman, dimana kakek imam Al Bukhari, Mughirah, adalah seorang tokoh Islam yang disegani didaerah itu. Dan oleh karena itu, seluruh keturunannya berbangga dengan daerah itu dan di pakai sabagai pelengkap nama-namanya termasuk imam Al Bukhari.
Imam Al Bukhari dilahirkan pada hari jum’at malam tanggal 13 sawal 194 hijriah dalam sebuah keluarga diberkahi, yang berhias ilmu dan takwa. Ayahnya bernama Ismail. Imam Al Dzahabi berkata, “bahwa Ismail, ayah Imam Al Bukhari, adalah seorang ulama yang alim dan cendekiawan yang wara’i.
Imam Al Bukhari telah menuntut ilmu kepada ahli-ahli hadits yang populer pada masa itu di berbagai negara, yaitu Hijaz, Syam, Mesir dan Irak. Dia meninggal dunia pada malam selasa tahun kurang 13 hari, dengan tidak meninggalkan seorang anakpun.
d.       Keterangan :
والواقع فيها (Dan orang – orang yang melanggar batasan – batasan Allah) demikian yang tercantum di tempat ini. Sementara pada pembahasan tentang perserikatan disebutkan melalui jalur lain dari Amir (yakni Asy Sya’bi), مثل القائم على حدود الله والواقع فيها  (Perumpamaan  orang – orang yang tegak di atas batasan – batasan Allah dan orang yang melanggar batasan itu) Redaksi ini lebih tepat, karena orang yang mencari  muka dan orang yang terjerumus kedudukannya sama dari segi hukum. Sedangkan orang yang tegak (komitmen) merupakan lawan dari keduanya.
Al Ismaili menyebutkan pada pembahasan tentang perserikatan, مثل القائم على حدود الله والواقع فيها  (Perumpamaan orang – orang yang tegak di atas batasan Allah dan orang yang terjerumus padanya). Hal ini mencakup ketiga kelompok yang ada, yaitu orang yang menjauhi maksiat, orang yang terjerumus ke dalam maksiat dan orang yang hanya mencari muka (riya’). Kemudian disebutkan pula oleh Al Ismaili di tempat ini, مثل القائم على حدود الله تعالى والناهى عنها (Perumpamaan orang yang melanggar batasan – batasan Allah ta’ala dan orang yang  melarang perbuatan itu). Riwayat ini sesuai dengan pemisalan yang disebutkan, karena tidak disebutkan padanya kecuali 2 kelompok. Akan tetapi bila mereka yang mencari muka dinilai sama dalam hal celaan dengan orang – orang yang melanggar hukum Allah, maka keduanya duimasukkan dalam satu golongan.
Adapun penjelasan 3 kelompok dalam pemisalan di atas, yaitu bahwa orang - orang yang hendak melubangi kapal sama seperti orang yang melanggar batasan – batasan Allah. Sedangkan selain mereka ada yang mengingkari, dan inilah gambaran kelompok yang berdiri tegak di atas batasan - batasan Allah. Ada pula yang hanya berdiam diri, dan ini merupakan gambaran kelompok yang mencari muka.
Kelimat والواقع فيها (terjerumus padanya) di tempat ini dipahami oleh ibnu At Tin dengan arti orang yang berdiri tegak di atas batasan – batasan Allah. Dia mendukung pendapat ini dengan firman Allah SWT. إذا وقعت الواقعة  (apabiola hari kiamat telah ditegakkan). Kata وقع pada ayat ini bermakna tegak. Akan tetapi kelemahan pendapatnya ini sangatlah jelas. Seakan – akan ia melalaikan lafadh yang tercantum pada pembahasan tentang perserikatan, dimana kata الواقع disebutkan sebagai lawan bagi kata القائم (orang yang berdiri tegak).[6]
At Tirmidzi meriwayatkan dari jalur Abu Muawiyah, dari Al Amasy dengan redaksi, مثل القائم على حدود الله والمدهن فيها (Perumpamaan orang – orang yang tegak di atas batasan – batasan Allah dan orang yang mencari muka padanya). Kalimat ini memiliki makna yang serasi.
Al Karmani berkata, “Ði dalam pembahasan tentang perserikata disebutkan dengan redaksi ‘ Perumpamaan orang yang tegak (القائم)’, dan ditempat ini dikatakan ‘ Perumpamaan orang yang mencari muka (المدهن)’. Padahal kedua kata itu berlawanan (antonym), sebab القائم adalah orang yang menyeru kepada perbuatan ma’ruf sedangkan المدهن adalah orang yang meninggalkan perbuatan tersebut”. Kemudian ia menjawab, “Jika dikatakan القائم maka itu ditinjau dari keselamatan, sedangkan bila dikatakan المدهن maka itu ditinjau dari kebinasaan. Tidak diragukan lagi bahwa perumpamaan yang disebutkan memiliki keserasian terhadap kedua kondisi itu.
Saya (ibnu Hajar)  katakan, bagaimana terjadi keserasian di tempat ini sementara hadits hanya menyabutkan المدهن dan الحد الواقع في (pelanggar batasan), padahal diketahui bahwa المدهن adalah orang uang meningalkan menyeru kepada perbuatan me’ruf, sedangkan الحد الواقع في adalah orang yang berbuat maksiat dan kedua – duanya sama – sama celaka? Dengan demikian, yang tampak bagi saya bahwa yang benar adalah seperti yang dijelaskan terdahulu.
Kesimpulannya, sebagian periwayat menyebutkan kata المدهن (orang yang mencari muka) dengan القائم (orang yang tegak di atas batasan  Allah), sebagian lagi menyebutkan  الواقع (orang yang melanggar batasan) dengan القائم lalu sebagian lagi menyebutkan ketiga – tiganya. Adapun mereka yang hanya menyebutkan المدهن dan الواقع tanpa menyertakan kata القائم maka riwayatnya tidak memiliki keserasian.
إستهموا سفينة (yang mengundi {tempat} di satu kapal). Masing – masing mereka mengambil bagian dari kapal tersebut berdasarkan undian, dimana mereka berserikat pada kapaln itu, baik dalam penyewaan atau kepemilikan. Hanya saja pengundian dilakukan setelah semua bagian diberikan kepada masing – masing secara rata (adil), kemudian terjadi perseturuan untuk mendapatkan bagian tertentu, maka dilakukan undian untuk menyelesaikan sengketa rtersebut seperti yang telah dijelaskan.
Ibnu At Tin berkata : “Hanya saja yang demikian itu terjadi pada kapal atau yang sepertinya, apabila mereka menempatinya secara bersamaan. Adapun  bila mereka saling berebut, maka orang yang lebih dahulu dan paling cepat, dialah yang lebih berhak atas tempatnya”.
Saya (Ibnu Hajar) katakan, apa yang ia katakana hanya berlaku apabila, tempat itu milik umum. Adapun bila mereka yang memilikinya, maka undian disyariatkan ketika terjadi perselisihan padanya.[7]
فإن أخذوا على يديه  (Jika mereka memegang tangannya) yakni mereka mencegahnya melubangi kapal.
أنجوه ونجوا أنفسهم  (Niscaya mereka dapat menyelamatkannya dan menyelamatkan diri mereka sendiri). Ini adalah penafsiran untuk riwayat terdahulu pada pembahasan tentang perserikatan, yang mana di tempat itu dikatakan, أنجوه ونجوا (Mereka selamat dan mereka selamat) yakni selamatlah semuanya, baik yang melarang maupun yang dilarang. Demikian pula halnya dengan penegakan hukum – hukum Allah, keselamatan akan didapat oleh semua orang yang menjalankannya, baik pelaksana hukum maupun yang terhukum. Karena jika (hukum Allah) tidak ditegakkan, maka orang yang hanya berdiam diri juga akan binsa karena sikap ridha terhadapnya.
Al Muhallab dan ulama lainnya berkata, “Dalam hadits ini terdapat keterangan bahwa masyarakat umum bias saja tertimpa adzab akibat perbuatan (maksiat) sekelompok orang tertentu, “akan tetapi perkataan ini perlu ditinjau lebih lanjut, karena adzab yang dimaksud adalah adzab di dunia yang menimpa orang – orang yang tidak berhak mendapatkannya, maka adzab tersebut akan menghapus dosa orang tersebut (yang tidak berhak mendapatkannya) atau mengangkat derajatnya.[8]

d. Aspek Tarbawi
1.      Seseorang patut mendapatkan siksaan karena tidak menyeru pada kebajikan atau makruf.
2.        Seorang ahli ilmu menjelaskan hukum dengan membuat perumpamaan
3.        Kewajiban bersabar atas gangguan tetangga jika dikhawatirkan terjadi sesuatu yang menimbulkan mudhorot yang lebih besar
4.        Larangan bagi golongan bawah untuk melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan mudhorot bagi golongan lain
5.        Jika golongan itu menimbulkan mudhorot bagi golongan lain maka wajib baginya untuk memperbaikinya
6.        Golongan atas harus melarang golongan bawah melakukan tindakan yang membahayakan
7.        Boleh membagi harta tidak bergerak yang berbeda keadaannya dengan cara undian, meskipun terdapat perbedaan bagian atas dan bagian bawah























PENUTUP

          Dari uraian hadits diatas kita sebagai umat manusia di harapkan agar bisa hidup saling bantu membantu agar tercipta hidup damai berdampingan dan tanggung jawab sosial.


























DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M, Studi Kitab Hadits, (Yogyakarta: Teras Press, 2009).
Al Bassam, Abdullah bin Abdurrahman, Taudhih Al Ahkam min Bulughul Al Maram, (Jakarta: Putaka Azzam, 2007).
Arifin, Bey dan A Syinqithy Djamaluddin, Sunnan Abi Dawud jilid 3, (Semarang:CV. assyifa, 1992).
Assa'idi, Sa’dullah, Hadits-hadits Sekte, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996).
Imam Az Zabidi, Mukhtashor Shohih Bukhori Ringkasan Shohih Bukhori, 2001, Mizan, Jakarta.
Amiruddin, Terjemah Fathul Baari Li Imam Ibnu Hajar Al Asqolani, Jilid 15, 2007, Pustaka Azam Jakarta.


[1]  Bey Arifin dan A Syinqithy Djamaluddin, Sunnan Abi Dawud jilid 3, (Semarang:CV. assyifa, 1992), hlm, 675-676.

[2] Muhammad Abdurrahman, Studi Kitab Hadits, (Yogyakarta: Teras Press, 2009)
[3] Sa'dullah Assa'idi, Hadits-hadits Sekte, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996) hlm.51

[4] Al Bassam Abdullah bin Abdurrahman, Taudhih Al Ahkam min Bulughul Al Maram, (Jakarta: Putaka Azzam, 2007), hlm. 512.
[5] Imam Az Zabidi, Mukhtashor Shohih Bukhori Ringkasan Shohih Bukhori, 2001, Mizan, Jakarta, hlm 452.

[6] Amiruddin, Terjemah Fathul Baari Li Imam Ibnu Hajar Al Asqolani, Jilid 15, 2007, Pustaka Azam Jakarta. Hlm 168 .
[7] Ibid.,  h.170.
[8] Op cit., h 171.

20 komentar:

  1. Silfina Hayati
    2021111268
    C

    Assalamu’alaikum,,
    sayaa mau Tanya, apakah boleh jika kita membenci dan mengacuhkan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang kita sayangi, seperti orang tua kita misalnya. Mohon jelaskan,,
    Terima kasiih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Walaikum salam.
      Tidak boleh, jarangkan orang lain yang disakiti, seadainya saja kita yang disakiti itupun kita tidak boleh membencinya. Karena rasa membenci dan mengahcukan atau berbuat kerusakan tidak di sukai oleh tuhan dan ketika kita di benci dan di maki, kita doakan saja kepada orang yang membenci kita agar dosanya terampuni dan diberikan pencerahan.

      Semoga tidak puas dan mencari kepuasan di tempat lain, karena saya bukan tergolong lelaki pemuas... :) :0

      Hapus
  2. Hasan basri 2021 111 241 C

    assalamu'alaikum mas agus

    bagaimana TANGGUNG JAWAB SOSIAL itu dapat terlestarikan dan tertanam pada jiwa generasi muda saat ini?

    dan apakah HIDUP DAMAI BERDAMPINGAN dalam konteks lingkungan sudah diterapkan pada rosulullah?

    terima kasih
    wassalamu'alaikum

    BalasHapus
    Balasan
    1. Walaikum salam. Sahabat Hasan

      1. Dzikir, fikir, amal sohlih.
      2. Sudah...
      3. hehe

      Hapus
  3. ULFATUL MAULA ( 2021 111 089 )

    Assalamu'alaikum..
    gus mas agus.. :)
    pertanyaan saya simple saja, bagaimana cara meciptakan hidup damai dalam lingkungan sosial agar terasa seragam, walaupun kita beragam.

    Jzkmlh
    Wassalamu'alaikum

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saling menghormati, membantu, kerja sama dengan baik, dll. hehe

      Hapus
  4. restu noviani 2021111091
    assalamualaikum,,,mas agus saya cuma mau tanya jika kita membenci orang lebih dari 3 hari itu bagaimana,dan sampai bertahun-tahun,,bagaimana cara kita buat menghilangkan rasa benci itu dan bisa digantikan dengan rasa damai,,trims..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Owhh, bahaya tuh mbk, apa lagi bertahun-tahun.. masya allah, berteman dengan syetan berarti selama itu, :)
      Menghilangkan rasa benci
      Bersyukur, bahwa semua yang terjadi itu kehendak allah, jadi ngapain kita benci, semua itu juga bagian dari cobaan yang allah berikan. :)

      Hapus
  5. irva silvia 2021 111 101

    assalamualaikum, mas agus!

    mas agus, kadang damai itu butuh pihak ketiga. kadang juga walaupun sudah berdamai tapi tetap saja masih ada rasa benci karena perdamaian itu dipaksa atau terpaksa. bagaaimana tanggapan mas agus mengenai damai dan benci? terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. walaikum salam...

      Dikasus ini agak lebih baik dari pada benar-benar tidak bisa didamaikan.
      Walaupun tetap ada rasa tidak suka karena kalau dilihat dari konteks sosial seakan-akan tidak ada prablem, hal ini tidak berdampak pada masyarakat seluruhnya. Apa lagi kalau sudah didamaikan dan lokasinya jauh (tidak berintraksi) semakin lama permasalahan yang ada akan hilang dengan sendirinya....
      Dan yang perlu diingat ketika ada orang hatinya keras maka sadarkanlah dengan agama. Disinilah peran tetangga agar bisa menyelssaikan prablem tersebut, baca masalanya terlebih dahulu, apa yang bisa atau mampu kita lakukan untuk merubahnya, hal-hal lain yang sekiranya mempengaruhi ini apa...., Ingsya allah kalau tetangga di sekitar dan diri masing-masing induvidu peka dan sadar tidak terjadi hal yang di inginkan....

      Hapus
  6. hengki NF
    2021 111 088

    woooyoooo
    salam 1 jiwa,.. hahahaha

    ane badhe tken,..

    makalah anda kan membahas mengenai hidup damai berdampingan,.. nahh skarang kan banyak ormas-ormas masyakat yang hidup berdampingan tetapi mereka kurang kerukunannya,.. berikan penjelasan anda apakah yang melatar belakngi hal tersebut dan tlong berikan solusinya !

    matur nuwun,..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Latbel adalah kepentingan ( ideologi, panatik, dirinya yang paling benar dll )

      Saling mengenal dengan baik, berorganisasi dengannya, perjanjian.

      Hapus
  7. Ana Lailya 2021 111 121
    Assalamu alaikum...
    kang agus mw nany nich....
    Bagaimana pendapat anda mengenai bercanda dengan sesama teman yang kita tidak bermaksud menyakiti hatinya, tetapi tanpa kita ketahui hatinya telah sakit karena kita... sedangkan diterangkan adanya larangan untuk menyakiti hati demi terciptanya kebersamaan pada sesama manusia , ...mohon jelaskan....
    terima kasih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lihat dulu, siapakah orang yang ajak kita bercanda, sehinga tidak salah arah.
      Ketika niat kita cuma bercanda tapi beneran dia marah, ya kalau kita tau dia marah maka minta maaf saja....kalau kita tidak tau dia marah maka ya jalan seperti biasa. :)

      Hapus
  8. Dewi Suryani 2021 111 093

    Assalamu'alaikum wr.wb
    Apa cie perbedaan hidup damai berdampingan dengan hidup yang individual, jelaskan kaitannya dengan hadis diatas, thx

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perbedaan
      Induvidual : menyendiri, tak mau tau dll
      Damai berdampingan : rasa sadar akan hidup sebagai manusia sosial, maka harus tolong menolong dll

      Hapus
  9. Azimatul Awaliyah (2021 111 112)
    Assalamu'alaikum
    bagaimana pendapat anda, jika anda hidup berdampingan dengan tetangga yang keduanya masih bersaudara namun tidak ada kedamaian diantara keduanya?
    anda sebagai tetangga merasa terganggu dengan perseteruan tersebut? bagaimana sikap anda mengenai peristiwa tersebut? agar terciptanya kehidupan damai berdampingan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terus berfikir sampai solusi itu datang, karena setiap masalah ada jalan keluarnya.
      Dan tetanganya juga jangan bikin menambahi masalah,justru ikut membantunya.

      Hapus
  10. Mirza Fajrian
    2021 111 110

    Assalamu'alaikum...

    Bagaimana caranya menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial dizaman sekarang yang orang-orang acuh-tak acuh...???Jelaskan...

    Hidup damai berdampingan,,,seprti apa...???jelaskan......

    trmksh

    Wassalamu'alaikum..

    BalasHapus
  11. 1. Beriman.

    Hidup damai berdampingan adalah rak duwe perkoro karo tonggo.:)

    BalasHapus