Laman

Kamis, 04 April 2013

f8-1 labibah : MANUSIA ASPEK FISIK-BIOLOGIS



MAKALAH
MANUSIA ASPEK FISIK-BIOLOGIS
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Dosen Pengampu        : Ghufron Dimyati, M.S.I
Mata kuliah                 : Hadits Tarbawi II
Kelas                           : F

Disusun Oleh :
LABIBAH
(2021 111 254)

JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
TAHUN AJARAN 2013




PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah swt  yang paling mulia, baik dilihat dari segi bentuk, kepribadian, akal, pikiran, perasaan dan sebagainya. Berbeda dengan makhluk lain, meskipun memiliki kehidupan tetapi tidak memiliki sifat seperti manusia.
Manusia makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Sebagaimana dinyatakan Allah dalam firman-Nya, “ Sesungguhnya kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Q.S At Tin (95) ayat 4). Karena itu pula keunikannya (kelainannya dari makhluk ciptaan Tuhan yang lain) dapat dilihat pada bentuk dan struktur tubuhnya, gejala-gejala yang ditimbulkan jiwanya, mekanisme yang terjadi pada setiap organ tubuhnya, proses pertumbuhannya melalui tahap-tahap tertentu.
Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut tentang penciptaan manusia melalui proses yang begitu rumit yang telah dirancang oleh Allah melalui tahapan-tahapan untuk memperoleh bentuk yang sempurna.










PEMBAHASAN
A.    Materi Hadits
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: حَدﱠثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهِ ﻋَﻠَﻴْﻪِ وَسَلّمَ وَهُوَالصَّادِقُ المَصْدُوْقُ قَالَ: ﺇِنَّ اَحَدَكُمْ ﻴُﺟْﻣَﻊُ خَلْقُهُ فِى بَطْنِ اُمِّهِ اَرْﺑَﻌِﻳْﻥَ ﻳَﻭْمًا ثُّمَ ﻳَﻜُﻭْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمﱠ ﻳَﻜُﻭْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمﱠ ﻳَﺑْﻌَثُ اللهُ مَلَكًا ﻓَﻳُؤْمَرُ بِأَ رْبَعِ كَلِمَاتٍ, وَﻳُقَالُ لَهُ: اُكْتُبْ عَلَمَهُ, وَرِزْقَهُ, وَأَجَلَهُ, وَﺷَﻘِﻲٌّ اَوْﺳَﻌِﻴْدُ, ثُمﱠ ﻴُﻨْفَخُ ﻓِﻴْﻪِ الرُّوْحُ, ﻓَﺈِنَّ الرَّجُلَ مِنْكُمْ ﻟَﻴَﻌْﻣَﻞُ حَتَّى مَا ﻳَﻜُﻭْنُ ﺑَﻴْﻨَﻪُ وَﺑَﻴْﻥَ الجَنَّةِ ﺇِلَّا ذِرَاعٌ, ﻓَﻴَسْبِقُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ كِتَابُهُ, ﻓَﻴَﻌْمَلُ بِعَمَلِ اَهْلِ النَّارِ. وَﻴَﻌْمَلُ حَتَّى مَا ﻳَﻜُﻭْنُ وَﺑَﻴْﻥَ النَّارِ اِلَّا ذِرَاعٌ, ﻓَﻴَسْبِقُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ الكِتَابُ, ﻓَﻴَﻌْمَلُ بِعَمَلِ اَهْلِ الجَنَّةِ. (رواه البخارى فى الصحح, كتاب بدء الخلق, باب ذكر الملائكة)            
B.     Terjemah Hadits
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra.: Rasulullah saw- orang yang benar dan dipercaya- pernah bersabda, “(Subtansi ciptaan) manusia disimpan dalam rahim ibunya selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi gumpalan darah untuk periode yang sama lalu menjadi segumpal daging juga untuk periode yang sama. Kemudian Allah mengutus malaikat dan menyuruhnya menuliskan empat hal. Dia berfirman kepadanya: “Tulislah perbutan-perbuatannya, rizkinya, (tanggal) kematiannya, dan apakah kelak (pada hari kiamat) ia (termasuk orang yang) diberkahi atau disiksa. Kemudian ditiupkan ruh kepadanya. Sesungguhnya salah seorang dari kalian melakukan perbuatan-perbuatan baik sehingga jarak dirinya dengan surga tinggal sejengkal saja dan kemudian apa yang telah dituliskan untuknya mengubah perilakunya sehingga mulai melakukan perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan oleh para penghuni neraka. Dan seseungguhnya seseorang dari kalian melakukan perbuatan-perbuatan buruk sehingga jarak dirinya dengan neraka tinggal sejengkal saja namun apa yang telah dituliskan untuknya mengubah perilakunya sehingga mulai melakukan perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan para penghuni surga.”  (HR. Bukhori) [1]

C.       Mufrodat
الصادق المصدوق
Orang yang benar dan dipercaya, orang yang benar lagi dibenarkan
يجمع خلقه
Subtansi penciptaan
بطن
Rahim
علقة
Gumpalan darah
مضغة   
Segumpal daging
يبعث
Mengirim, mengutus
ملكا
Malaikat
شقي
Sengsara, disiksa
سعيد
Beruntung, diberkahi
ينفخ
Ditiupkan
الروح
Ruh
ذراع
Jengkal, hasta, depa
يسبق
Ketentuan
الكتاب
Buku catatan amal, takdir
D.    Biografi Rowi dan Mukhorij
1.      ‘Abdullah ibn Mas’ud
‘Abdullah ibn Mas’ud adalah ‘Abdullah ibn Mas’ud ibn Ghafil ibn Habib Al Hudzaly, seorang sahabat Nabi yang dahulu pernah bersumpah setia kepada Bani Zuhra.
Ibu beliau bernama Ummu ‘Abdillah bint Abu Daud ibn Sau-ah yang juga memeluk agama Islam di permulaan Islam, berhijrah dua hijrah, turut dalam perang Badar dan peperangan-peperangan selanjutnya dan beliau selalu menyertai Nabi dan menjadi penjaga sepatu Nabi.
Beliau meriwayatkan sejumlah 848 hadits. Bukhary dan Muslim menyepakati sejumlah 64 hadits, 21 diantaranya diriwayatkan oleh Bukhary sendiri dan 35 diantaranya oleh Muslim.
Beliau menerima hadits dari Nabi sendiri, dari ‘Umar dan dari Sa’ad ibn Mu’adz. Hadits-hadits beliau diriwayatkan oleh 2 orang puteranya yaitu ‘Abdur Rahman dan Abu ‘Ubaidah, putera saudaranya ‘Abdullah ibn Utabah dan isterinya Zaenab ats Tsaqatsiyah.
Beliau wafat di Madinah pada tahun 32 H dan dikebumikan di Al Baqi. Jenazah beliau disembahyangkan oleh ‘Utsman.[2]
2.      Al Bukhary
Al Bukhary ialah Abu ‘Abdullah Muhammad ibn Isma’il ibn Ibrahim ibn Al Mughirah Al Ju’fy. Beliau dilahirkan di Bukhara pada malam hari raya jum’at 13 Syawal 194 H/810 M sebagai seorang anak yatim dan wafat  pada malam hari raya Idul Fitri tahun 256 H/870M.
Beliau mendapat julukan Al Ju’fi karena kakek buyutnya  yang bernama Al Mughirah awalnya adalah orang Majusi. Anamun akhirnya memeluk agama Islam di hadapan seorang Yaman yang berasal dari kabilah Ju’fi.[3]
Ayah beliau adalah seorang ahli hadits, yang meninggal di waktu beliau masih kecil dan meninggalkan untuknya banyak harta. Karena itu beliau dididik oleh ibunya dan beliau mendapat pelajaran pertama dari seorang ulama fiqih.
Dan usia sepuluh tahun, mulailah beliau menghafal hadits, dan umur 16 tahun, beliau menghafal kitab-kitab susunan Ibnul Mubarak dan Wakie’ serta melawat untuk menemui ulama-ulama hadits dari berbagai kota.
Beliau melawat ke Maru, Naisabury, Ray, Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Madinah, Mesir, Damaskus dan Asqalan.
Beliau telah mendapat suatu cara baru yang kuat untuk membedakan antara hadits yang shahih dan yang tidak, sedang kitab-kitab yang sebelumnya, tidak berbuat demikian, hanya mengumpulkan hadits, yang sampai kepada pengarang kitab, sedang pembahasan perawi-perawinya diserahkan kepada orang-orang yang akan mempelajarinya saja.
Al Bukahry sendiri berkata, “Kitab Ash Shahih aku tarjihkan dari 600.000 hadits dan setiap aku menulis hadits didalamnya terlebih dahulu aku mandi dan bersembahyang dua raka’at.”
Al Bukahry mempunyai daya hafalan yang sangat kuat khususnya dalam bidang hadits. Dalma masa kanak-kanak beliau telah menghafal 70.000 hadits, lengkap dengan sanadnya.
Beliau mengetahui hari lahir, hari wafat dan tempat-tempat para perawi hadits dan dicatatnya pula apa yang beliau hafal itu. Beliau mempunayi keahlian dalam berbagai bidang ilmu hadits.
Al Bukhary adalah orang pertama yang menyusun kitab shahih yang kemudian jejaknya diikuti oleh ulama-ulama lain sesudahnya beliau menyusun kitabnya dalam waktu 16 tahun.
Kitabnya berisi 7397 hadits. Kalau dihitung hadits-hadits mu’allaq, mauquf dan maqthu, maka jumlahnya menjadi 9082 hadits. Dan jika diambil hadits-hadits yang mausul tanpa mengulang-ulanginya, maka jumlah isinya 2762 hadits.[4]
E.     Keterangan Hadits  
Keterangan dari hadits diatas dari ‘Abdullah ibn Mas’ud yang diriwayatkan oleh Al Bukhary tentang penciptaan manusia yaitu,
وهو الصادق المصدوق
Maksud kalimat ini adalah: Rasulullah sebagai pribadi yang jujur dan dapat dipercaya dalam hal berita yang dijanjikan oleh Tuhannya.
   خلقه يجمع 
Maksud kalimat ini adalah: Allah menciptakan sel telur yang kemudian diletakkan dan disimpan dalam perut ibu selama empat puluh hari empat puluh malam. Tujuannya supaya bisa bertumbuh kembang samapi akhirnya benar-benar siap untuk diciptakan sebagai makhluk hidup.
ثم يكون علقة مثل ذلك
Maksud kalimat ini adalah: sel telur yang telah dibuahi itu akan menjadi segumpal darah yang kenyal selama empat puluh hari empat puluh malam.
ثم يكون مضغة مثل ذلك
Maksud kalimat ini adalah: segumpal darah kenyal tersebut pada tahap berikutnya akan menjadi segumpal daging seukuran benda yang bisa dikunyah, selama empat puluh hari empat puluh malam.
ثم يبعث الله اليه ملكا
Kalimat ini di dalam hadits Abu Dzar yang diriwayatkan dari Al Hamawi dan Al Mustamalli dengan menggunakan redaksi: tsumma yab’atsallaahu ilaihil malakal muwakkala bir-rahim (artinya: kemudian Allah mengutus malaikat yang diwakilkan [untuk berada] di rahim). Diutusnya malaikat ke rahim ibu ini terjadi pada tahap keempat, yakni ketika susunan organ tubuh sudah mulai lengkap.
Ada beberapa riwayat dari jalur lain mengenai kalimat ثم يبعث الله ملكا ini. Menurut para ulama, cara mengkompromikan beberapa versi riwayat yang terlihat mengalami beberapa perbedaan adalah sebagai berikut: Sesungguhnya para malaikat senantiasa menyertai keberadaan sel telur di dalam rahim sang ibu. Perhatian malaikat itu diungkapkan dengan perkataannya yang berbunyi, “Wahai Tuhanku, sekarang di menjadi sel telur, berubah menjadi segumpal darah, dan menjadi segumpal daging sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.” Tentu saja perkembangan tahapan bakal makhluk baru itu tetap dibawah izin Allah Ta’ala. Allah jelas lebih tahu mengenai pekembangan bakal makhluk baru itu dibandingkan dengan malaikat.
Sesuai laporan malaikat, ada beberapa tahapan perkembangan embrio manusia yang bisa dipaparkan sebagai berikut. Awalnya adalah Ketika Allah menjadikannya sebagai sel telur yang dibuahi untuk kemudian dijadikan sebagai segumpal darah. Tahapan tersebut berjalan selama empat puluh hari pertama. Pada waktu inilah rezeki, ajal, amal perbuatan, dan nasib celaka atau keberuntunganya ditetapkan. Tahapan ketika Allah menciptakan rupa, pendengaran, pengelihatan, tulang belulang, dan jenis kelaminnya (laki-laki atau perempuan). Tahapan ini terjadi pada empat puluh hari yang ketiga, yakni ketika perkambangannya menjadi segumpal daging. Sebelum lengkap masa empat puluh hari ketiga inilah akan ditiupkan ruh kehidupan pada embrio manusia tersebut. Hal ini sebagaimana terdapat dalam firman Allah Ta’ala:
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (QS. Al Mu’minun: 12-14).
اكتب عمله, ورزقه, واجله, وشقي او سعيد
Maksud kalimat ini adalah: akan ditulisnya ketentuan takdir untuk makhluk baru tersebut, yang sebenarnya sudah ditulis sejak zaman azali. Akan ditulis untuknya faktor-faktor apa saja yang akan menyebabkan dia mendapatkan rezeki. Juga ditetapkan apakah rezeki yang dia peroleh berstatus halal atau haram, dan melimpah atau pas-pasan. Ajal untuknya juga ditetapkan apakah panjang atau pendek. Amalan untuknya juga ditetapkan apakah shalih atau sebaliknya. Begitu pula dengan nasibnya sebagi seorang yang celaka atau orang yang beruntung. Semua itu sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah SWT.
ثم ينفخ فيه الروح
Ruh akan ditiupkan oleh Allah kepada calon makhluk hidup baru tersebut setelah susunan organ tubuhnya lengkap. Para ulama bersepakat bahwa ditiupkannya ruh kehidupan hanya terjadi setelah usia empat bulan.
فإن الرجل منكم ليعمل حتى ما يكون بينه وبين الجنة الا ذراع
Hal yang dimaksud dengan mengerjakan amalan penduduk surga adalah menerapkan keimanan dan melakukan berbagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT.     يكون بينه وبين الجنة الا ذراعsusunan kalimat ini merupakan perumpamaan yang bermakna muqaarabah. Dengan demikian cara mengartikannya, “Hampir saja orang tersebut masuk ke dalam surga.”
Kata ذراع dalam kalimat hadis ini maksudnya adalah perumpamaan untuk  menyatakan betapa dekat nasib orang itu dengan surga ketika hendak meninggal dunia. Maksud subtansi hadits ini tentu jarang terjadi pada kebanyakan orang, sebab mayoritas orang yang dikasihi oleh Allah Ta’ala akan dilapangkan untuk mendapatkan rahmat-Nya, yakni diberi hidayah untuk mengerjakan kebaikan setelah sebelumnya mempraktekkan keburukan. Sedangkan seseorang yang semula baik, di akhir hayatnya berbuat buruk, bisa dinilai sangat jarang terjadi. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya rahmat-Ku lebih mendahului dan mengalahkan murka-Ku.
فيسبق عليه الكتاب
Maksud kalimat ini adalah: ketentuan Allah yang ditulis oleh malaikat ketika dia masih berada di dalam perut ibunya sebenarnya sudah ada jauh lebih awal, [yakni ada pada zaman azali]. Bahwa Allah Ta’ala menetapkan takdir untuk segala  sesuatu.
فيعمل بعمل اهل النار
Hal yang dimaksud dengan mengerjakan pekerjaan penduduk neraka adalah mengerjakan berbagai bentuk kemaksiatan dan kekufuran. Sebenarnya amal perbuatan manusia (baik yang berbentuk ketaatan maupun kemaksiatan), hanya sebatas pertanda saja dan tidak bisa dibuat untuk memastikan nasib pelakunya, karena nasib seseorang kembali kepada ketentuan Allah yang telah ditetapkan sejak zaman azali.[5]
F.     Aspek Tarbawi
Dari hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukahry dan dari ‘Abdullah ibn Mas’ud didapati beberapa aspek tarbawi antara lain:
1.      Proses penciptaan manusia melalui beberapa tahapan. Tahapan dari pembuahan sel telur oleh sperma dalam masa empat puluh hari pertama, kemudian menjadi gumpalan darah lalu menjadi segumpal daging berkembang menjadi tulang belulang yang dibungkus daging. Dan kemudian Allah meniupkan ruh kepada janin tersebut pada masa 120 hari.
2.      Beriman kepada Qadar karena Allah telah menentukan takdir setiap makhluk baru sejak dalam kandungan bahkan lebih lama yakni pada zaman azali untuk segala sesuatunya, baik amal perbuatan-perbuatannya, rezeki yang diperolehnya, maupun kematian makhluk tersebut.
3.      Perintah untuk selalu beramal shalih karena tidak ada seorangpun yang mengetahui hakikat dari empat hal tersebut, jika kita beramal shalih maka Allah akan memudahkan jalan menuju kebahagiaan.
4.      Semua amal perbuatan manusia telah ditakdirkan oleh Allah, namun taubat seseorang bisa menghancurkan segala macam bentuk dosa walaupun selama hidupnya ia selalu melakukan maksiat.
5.      Nasib seseorang kelak di hari akhir nanti sangat ditentukan oleh bagaimana keadaannya ketika meninggal dunia, yaitu dalam keadaan kufur atau kafir.












PENUTUP
Setelah kita memahami penjelasan hadits di atas tentang bagaimana proses penciptaan manusia yang begitu rumit, setidaknya kita bisa meningkatkan rasa bersyukur kita kepada Allah swt, dengan selalu menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Walaupun rezeki, ajal, amal perbuatan serta nasib manusia sudah ditetapkan kita tetap harus selalu berusaha mencapai yang terbaik dihadapan Allah,  jangan hanya pasrah saja pada takdir sebelum kita berikhtiar dan berdoa.



















DAFTAR PUSTAKA
Al Asqalani,Ibnu Hajar. 2008. Fathul Baari 17. Jakarta: Pustaka Azzam.
Djunaedi Soffandi, Wawan (penerjemah). 2007. Syarah Hadits Qudsi. Jakarta: Pustaka Azzam.
 Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku. 1997. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang: PT Pusaka Rizki Putra.


[1] Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari 17 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008) hlm 558-559
[2] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits (Semarang: PT  Pustaka Rizki Putra, 1997) hlm 263-264
[3] Wawan Djunaedi Soffandi (penerjemah), Syarah Hadits Qudsi (edisi terjemah) (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007) hlm 18
[4] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, op. cit., hlm 292-294.
[5] Wawan Djunaedi Soffandi, op. cit., hlm 206-217.

17 komentar:

  1. irma susanti 2021111218
    Semua amal perbuatan manusia telah ditakdirkan oleh Allah, namun taubat seseorang bisa menghancurkan segala macam bentuk dosa walaupun selama hidupnya ia selalu melakukan maksiat.
    menurut pemakalah apakah hal tersebut selalu berlaku, bahkan untuk seseorang yang meyakinin semuanya sudah menjadi takdir Allah, sehingga ia tidak mau berusaha memperbaiki dirinya?
    terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jumhur yang berpendapat bahwa taubat dari dosa apa pun bisa diterima, berhujjah dengan firman Allah,
      “Dan, sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih kemudian tetap di jalan yang benar.” (Thaha: 82).

      Kita ambil contoh seorang pembunuh, jika pembunuh itu bertaubat, beriman dan beramal shalih, maka Allah akan mengampuni dosanya. Juga telah disebutkan dalam hadits shahih dari Nabi SAW, tentang orang yang pernah membunuh seratus orang kemudian bertaubat, dan ternyata taubatnya itu diterima.
      Dalam masalah ini menurut saya, bahwa Allah lebih mengetahui mana yang benar, taubat yang sebenar-benarnya sudah cukup untuk menghapus dosa di masa lampau dan hal ini menjadi pengganti dari kezhalimannya, sehingga dia tidak dijatuhi hukuman karena kesempurnaan taubatnya. Hal ini seperti orang kafir yang pernah memerangi Allah dan Rasul-Nya serta membunuh orang Muslim. Namun jika kemudian dia masuk Islam dan Islamnya bagus, maka Allah akan memberikan pengganti kepada korban yang dibunuhnya dan mengampuni orang kafir yang masuk Islam itu, karena keislamannya. Dia tidak dihukum karena pernah membunuh orang Muslim secara zhalim. Taubat yang menghapus dosa sebelumnya, sama seperti Islam yang menghapus dosa seseorang sebelum masuk Islam.
      wallahu a'lam

      Hapus
  2. Nama : Miftakhul Janah
    NIM : 2021 111 244
    Kelas : F

    Mikum Mbak....
    Saya Mau Bertanya, Di dalam aspek tarbawi khan tertulis "Beriman kepada Qadar karena Allah telah menentukan takdir setiap makhluk baru sejak dalam kandungan bahkan lebih lama yakni pada zaman azali untuk segala sesuatunya. Menurut anda bagaimanakah pandangan anda tentang orang yang "kurang pintar" atau memiliki suatu kekurangan, apakah itu sudah merupakan takdir ataukah bagaimana...???
    Tolong jelaskan pendapat anda....!
    terimakasih sebelumnya...
    WassaLaamualaikum............

    BalasHapus
    Balasan
    1. Manusia itu mempunyai iradah juz’iyah (kehendak terhadap hal-hal kecil) dalam bentuk ikhtiar manusia dan kehendaknya yang mampu untuk melakukan kebaikan dan keburukan, dan manusia juga mempunyai akal yang bisa membedakan antara baik dan buruk. Perbuatan manusia dalam masalah qadar itu ada 2 yaitu:
      1. Perbuatan yang berasal dari ikhtiar (perbuatan) dan kehendak manusia sendiri, seperti makan, minum, tidur.
      2. Perbuatan yang terjadi tanpa adanya ikhtiar atau kehendak dari manusia itu sendiri, seperti terjatuh.
      Manusia diciptakan oleh Allah dengan disertai akal yang sama, kemudian jika seiring berjalannya waktu manusia itu menjadi “kurang pintar” dibanding dengan manusia lain, menurut saya itu karena dia tidak berikhtiar menggunakan akalnya dengan maksimal untuk belajar sehingga dia tertinggal dari yang lain. Atau juga mungkin karena manusia tersebut tidak mempunyai keinginan untuk belajar seperti yang lain sehingga dia menjadi tertinggal.
      Kemudian jika manusia memiliki suatu kekurangan seumpama dalam fisiknya, menurut saya itu sudah menjadi iradah dan takdir Allah sebagai pencipta makhluk dengan menciptakan manusia dalam berbagai bentuk dan rupa.

      Hapus
  3. mustaqimah
    2021 111 252
    kelas F

    asaalamuaaikum,

    di dalam makalah tepatnya pada aspek tarbawi tercantum "Beriman kepada Qadar karena Allah telah menentukan takdir setiap makhluk baru sejak dalam kandungan bahkan lebih lama yakni pada zaman azali untuk segala sesuatunya, baik amal perbuatan-perbuatannya, rezeki yang diperolehnya, maupun kematian makhluk tersebut"

    tetapi bagaimanakah dengan mereka, orang- orang yang mengakui dirinya percaya terhadap qadar, lantas ia tidak memiliki semangat dalam hidupnya, dalam pikirannya "saya tidak perlu melakukan sesuatu, toh semua sudah tertuliskan", sepertiatidk mau bekarja dll.
    bagaimana pandangan pemakalah?

    terimakasih,
    wassalamualaikum

    BalasHapus
    Balasan
    1. mereka yang beriman, sehingga diberi petunjuk oleh Allah Ta’ala dalam masalah qadar ini mereka menempuh jalan tengah dengan berpijak di atas dalil syar’i dan dalil aqli. Mereka berpendapat bahwa perbuatan yang dijadikan Allah Ta’ala di alam semesta ini terbagi atas dua macam :
      1. Perbuatan yang dilakukan oleh Allah Ta’ala terhadap makhlukNya. Dalam hal ini tak ada kekuasaan dan pilihan bagi siapapun. Seperti turunnya hujan, tumbuhnya tanaman, kehidupan, kematian, sakit, sehat dan banyak contoh lainnya yang dapat disaksikan pada makhluk Allah Ta’ala. Hal seperi ini, tentu saja tak ada kekuasaan dan kehendak bagi siapapun kecuali bagi Allah Ta’ala yang maha Esa dan Kuasa.
      2. Perbuatan yang dilakukan oleh semua makhluk yang mempunyai kehendak. Perbuatan ini terjadi atas dasar keinginan dan kemauan pelakunya; karena Allah Ta’ala menjadikannya untuk mereka. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
      “Bagi siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus”. (At Takwir: 28)
      “Di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat”.( Ali Imran : 152)
      “ Maka barang siapa yang ingin ( beriman ) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir “ ( Al-Kahfi: 29)
      Jadi perbuatan yang Allah jadikan di alam semesta ini ada yang merupakan kehendak (iradah) Allah dan perbuatan manusia yang terjadi atas dasar kemauan dan kehendak. Maka kita manusia yang diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-nya hendaknya mempergunakan kehidupan di dunia ini untuk berlomba-lomba mencari ridha Allah dan memperbanyak pahala kita sebagai bekal di kehidupan abadi di akhirat kelak dan mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya.

      Hapus
  4. nama:maghfiroh
    nim:2021111246

    asalamualikum,...
    melihat dari aspek tarbawi diatas bahwa Nasib seseorang kelak di hari akhir nanti sangat ditentukan oleh bagaimana keadaannya ketika meninggal dunia, yaitu dalam keadaan kufur atau kafir.
    lalu, apakah seseorang yang dalam hidupnya sudah berbuat baik (sholeh) ketika meninggal bisa saja dalam keadaan su'ul khotimah....?? kalau iya, apakah hal tersebut memang sudah di takdirkan oleh Allah...??

    BalasHapus
    Balasan
    1. menurut saya, seseorang yang dalam hidupnya sudah berbuat baik (sholeh) ketika meninggal bisa saja dalam keadaan su'ul khotimah, jika hal tersebut telah Allah menjadi kehendak –Nya dan ditakdirkan demikian. Begitu juga jika seseorang yang dalam hidupnya berbuat maksiat terus dan ketika meninggal dalam keadaan sudah taubat dan husnul khotimah, hal tersebut bisa terjadi jika Allah telah menakdirkan demikian dan sudah menjadi iradah Allah.
      Wallahu a’lam

      Hapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. nama; Nafrotul Izza
    nim; 2021 111 245
    .
    asssalamu'alaikum wr.wb,,
    dalam makalah anda dijelaskan tentang mengenai ajal, rezeki, amal perbuatan sudah di takdirkan oleh Allah, truz bagaimana dengan perbuatan seseorang yang semasa hidupnya berbuat buruk/ jahat semisal suka mencuri dll, apakah itu juga termasuk takdir Allah kan itu juga termasuk perbuatan dari seseorang ,,,,??? lantas bagaimana menurut pemakalah tentang hal tersebut??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Manusia mempunyai iradah juz’iyah (kehendak terhadap hal-hal kecil) dalam bentuk ikhtiar manusia dan kehendaknya yang mampu untuk melakukan kebaikan dan keburukan, dan manusia juga mempunyai akal yang bisa membedakan antara baik dan buruk. Perbuatan manusia dalam masalah qadar itu ada 2 yaitu:
      1. Perbuatan yang berasal dari ikhtiar (perbuatan) dan kehendak manusia sendiri, seperti makan, minum, tidur.
      2. Perbuatan yang terjadi tanpa adanya ikhtiar atau kehendak dari manusia itu sendiri, seperti terjatuh.
      Dan kemudian jika manusia melakukan perbuatan maksiat itu bukan termasuk takdir Allah. Karena dalam perbuatan maksiat tersebut merupakan iradah juz’iyah manusia yaitu hasil dari kehendak manusia sendiri untuk berbuat maksiat dan juga karena manusia tersebut telah dikarunia akal yang dapat membedakan antara yang baik dan buruk, sehingga dia tahu bahwa maksiat itu perbuatan yang buruk dan merupakan perbuatan tanpa paksaan.

      Hapus
  7. Najmul karimah. 2021111078 F

    Assalamu'alkum...
    Dalam makalah ini dijelaskan tentang proses penciptaan manusia,berbicara tentang proses penciptaan manusia jadi sedikit teringat mengenai teori Darwin yang berargumen bahwa manusia merupakan evolusi dari kera. Bagaimana pendapat pemakalah mengenai teori tersebut??
    terimakasih...

    Wassalamu'alaikum...

    BalasHapus
    Balasan
    1. menurut teori ini, manusia awalnya berbentuk kera. Lalu mengalami perkembangan dan evolusi yang mengubah struktur dan bentuk tubuh mereka lebih sempurna; cara berpikir juga berkembang, dan perlahan-lahan berubah bentuk dari monyet jadi manusia sempurna. Inilah “teori evolusi” yang pernah dicetuskan oleh Darwin. Teori ini didasari oleh sangkaan dan perkiraan-perkiraan batil yang tidak dibangun di atas dalil dari wahyu. Para ulama’ telah memberikan pengingkaran atas teori Darwin ini, karena menyelisihi nash-nash Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ para salaf. Dalil yang membuktikan hal itu (yakni, kebatilan teori Darwin), Allah -Ta’ala- telah menjelaskan dalam Al-Qur’an tentang periode penciptaan Adam seraya berfirman,
      “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah.” (QS. Ali Imraan: 59)
      Inilah periode-periode yang dilalui penciptaan Adam menurut Al-Qur’an. Adapun periode-periode yang dilalui oleh penciptaan anak-cucu Adam, maka Allah -Ta’ala- berfirman,
      “Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (QS. Al-Mu’minun: 12-14)

      Hapus
  8. nur latifah
    2021 111 215

    Assalamu'alaikum Wr. wb.
    Dalam keterangan hadits di atas,menyebutkan bahwa setiap orang akan dituliskan takdirnya,salah satunya adl ttg ajalnya,apakah pnjng atau pendek,,
    lha bagaimana dg doa yg mngharapkan pnjangnya umur??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Takdir adalah rahasia Allah sehingga kita sebagai manusia tidak mempunyai pengetahuan tentang takdir kita, apakah umur kita panjang atau pendek atau kapakah ajal kita akan tiba. Oleh karena itu, setiap manusia yang mempunyai kehendak dan kemampuan berikhtiar lewat do’a.
      Tidak diragukan lagi bahwa do'a berpengaruh dalam merubah apa yang telah tertulis. Akan tetapi perubahan itupun sudah digariskan melalui do'a. Janganlah anda menyangka bila anda berdo'a, berarti meminta sesuatu yang belum tertulis, bahkan do'a anda telah tertulis dan apa yang terjadi karenanya juga tertulis. Oleh karena itu, kita menemukan seseorang yang mendo'akan orang sakit, kemudian sembuh, juga kisah kelompok sahabat yang diutus nabi singgah bertamu kepada suatu kaum. Akan tetapi kaum tersebut tidak mau menjamu mereka. Kemudian Allah mentakdirkan seekor ular menggigit tuan mereka. Lalu mereka mencari orang yang bisa membaca do'a kepadanya (supaya sembuh). Kemudian para sahabat mengajukan persyaratan upah tertentu untuk hal tersebut. Kemudian mereka (kaum) memberikan sepotong kambing. Maka berangkatlah seorang dari sahabat untuk membacakan Al-Fatihah untuknya. Maka hilanglah racun tersebut seperti onta terlepas dari teralinya. Maka bacaan do'a tersebut berpengaruh menyembuhkan orang yang sakit.
      Dengan demikian, do'a mempunyai pengaruh, namun tidak merubah Qadar. Akan tetapi kesembuhan tersebut telah tertulis dengan lantaran do'a yang juga telah tertulis. Segala sesuatu terjadi karena Qadar Allah, begitu juga segala sebab mempunyai pengaruh terhadap musabab-nya dengan izin Allah. Maka semua sebab telah tertulis dan semua musabab juga telah tertulis.

      Hapus
  9. Ning Yuliati
    2021 111 214
    Assalamu'alaikum Wr. wb
    menurut pemakalah ada pepatah mengatakan "Manusia dapat mengubah nasibnya selagi dia mau berusaha" nah nasib yang ingin diubah itu apakah sudah termasuk ke dalam takdir yang telah ditentukan oleh Allah ??? mohon jelaskan !

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya, nasib yang dimaksudkan dari pepatah tersebut adalah takdir Allah yang Takdir Mu’allaq (takdir yang tergantung). Maksudnya takdir tersebut bisa terjadi karena adanya sebab akibat, contoh ketika Rasulullah saat hijrah kemudian dikejar oleh musuh beliau bersembunyi di gua Tsaur sebagai bentuk Ikhtiyar, bukan karena takut atau lari dari Takdir, dan Allah telah mentakdirkan seekor burung dan seekor laba- laba bersarang disana, dan Alloh pun telah mentaqdirkan beliau akan selamat sampai di Madinah dan telah mentaqdirkan pula Islam sebagai agama dunia. Jadi takdir yang bisa diubah tersebut karena manusia telah ditakdirkan oleh Allah mempunyai kemampuan untuk berikhtiar, memilih dan memilah yang baik dan buruk.
      Dan yang juga termasuk takdir yang tergantung (takdir mu’allaq) adalah takdir yang berada di Lauh Mahfudh. Takdir ini mungkin dapat berubah, sebagaimana firman Allah dalam surat ar-Ra’du ayat 39; “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang dikehendaki, dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab (Lauhul Mahfudz).”
      Dan telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa beliau mengucapkan dalam do’anya yaitu “Ya Allah jika engkau telah menetapkan aku sebagai orang yang celaka maka hapuslah kecelakaanku, dan tulislah aku sebagai orang yang bahagia”

      Hapus