Laman

Selasa, 26 Februari 2013

f3-4 iswatikah: media eksternal & internal

MEDIA PUBLIK (POPULAR MEDIA)
Menyebarkan Ilmu ke kalangan Eksternal

MAKALAH

Disusun dan disampaikan untuk memenuhi tugas:
Mata Kuliah                : HADITS TARBAWI II
Dosen Pengampu        : Muhammad Hufron, M.S.I

Description: Untitled


Oleh:
Iswatikah (2021111189)

Kelas F



TARBIYAH / PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2013
PENDAHULUAN

Dewasa ini, ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan untuk menjadi salah satu bagian dari kehidupan yang tidak bisa ditinggalkan. Ilmu sangat dibutuhkan di setiap aspek kehidupan. Setiap hari, kita tidak bisa jauh dari yang namanya ilmu.
Cara memperoleh ilmu bisa dimana saja, kapanpun dan dalam bentuk apapun. Ilmu bisa diperoleh dari lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan dari kehidupan sehari-hari yang tanpa sengaja telah memberikan kita ilmu yang bermanfaat untuk hidup kita.
Media publik merupakan salah satu cara untuk menyebarkan ilmu. Media publik sangat mudah diterima oleh masyarakat karena kemudahanya. Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang  media publik sebagai sarana untuk menyebarkan ilmu ke kalangan eksternal.
















PEMBAHASAN

A.    MATERI HADITS
MEDIA PUBLIK (POPULAR MEDIA)
Hadits 15  : Menyebarkan Ilmu ke kalangan Eksternal
 عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُمَا قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {وَأَنْذِرْ عَشِيْرَتَكَ اْلاَقْرَبِيْنَ} (وَرَهْطَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِيْنَ)، خَرَجَ رَسُوْلُ الله ِصَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى صَعِدَ الصَّفَا فَهَتَفَ: ((يَاصَبَاحَاهْ))، فَقَالُوْا: مَنْ هَذَا؟ فَاجْتَمَعُوْ إِلَيْهِ فَقَالَ: ((أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَخْبَرْ تُكُمْ أَنَّ خَيِلاً تَخْرُجُ مِنْ سَفْحِ هَذَا الْجَبَلِ أَكُنْتُمْ مُصَدِّقِيَّ؟)) قَالُوا مَاجَرَّبْنَا عَلَيْكَ كَذِبًا. قَالَ: ((فَإِنِّي نَذِيْرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيْد)). قَالَ أَبُوْلَهَبٍ: تَبَّالَكَ، مَاجَمِعْتَنَا إِلاَّ لِهَذَّا؟ ثُمَّ قَامَ فَنَزَلَتْ:{تَبَّتْ يَدَا أَبِيْ لَهَبٍ وَتَبَّ}، (وَقَدْ تَبَّ). هَكَذَا قَرَأَهَا الأَعِمَشُ يَوْمَئِذٍ . (رواه البخارى فى الصحيح, كتاب تفسير القرآن الكريم, باب تباب خسران تتبيب تدمير)[1]

B.     TARJAMAH HADITS
4971.“Dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, “Ketika turun ‘Dan berilah peringatan keluargamu yang paling dekat, dan kelompokmu di antara mereka yang ikhlash’, Rasulullah SAW keluar hingga naik ke Shafa, lalu berteriak, ‘Yaa shabahaah’. Mereka bersabda, ‘Siapa ini?’ Mereka pun berkumpul kepadanya. Beliau bersabda, ’Bagaimana pendapat kalian jika aku mengabarkan bahwa pasukan berkuda keluar dari balik bukit ini, apakah kalian membenarkanku?’ Mereka berkata, ‘Kami tidak pernah mencoba dusta kepadamu’. Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan dihadapan adzab yang pedih’. Abu Lahab berkata, Binasalah kamu, kamu tidak mengumpulkan kami kecuali untuk ini?’ Kemudian dia berdiri. Maka turunlah ayat, ‘Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa’, yakni sungguh binasa. Demikian dibaca oleh Al A’masy pada hari itu.”(HR. Bukhori)[2]

C.     MUFRODAT
Berkata :  قَالَ
Ketika turun : لَمَّا نَزَلَتْ
Dan berilah : وَأَنْذِرْ
Keluargamu : عَشِيْرَتَكَ
Paling dekat : اْلاَقْرَبِيْنَ
Kelompokmu : رَهْطَكَ
Yang ikhlash : الْمُخْلَصِيْنَ
Keluar : خَرَجَ
Pasukan : خَيِلاً
Berkumpul : اجْتَمَعُوْ
Balik : سَفْحِ
Gunung : جَبَلِ
Berdusta :  كَذِبًا
Pedih : شَدِيْد




D.    BIOGRAFI ROWI (PERTAMA) & MUKHORIJ
a)      Rowi pertama: Ibnu Abbas RA
Nama lengkap dari Ibnu Abbas RA adalah Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib Al-Qurasyi Al-Hasyimi dan digelari Habr Al-Ummah (ulama umat) dan Turjuman Al-Qur’an (pakar tafsir Al-Quran).
Ia adalah putra paman Nabi, Abbas bin Abdul Muthalib dan merupakan sahabat Nabi. Pada saat Rasulullah meninggal, Abdullah bin Abbaas masih berusia 13 tahun.[3]
Tercatat 1660 hadits yang diriwayatkanya dari Nabi. Ia meninggal di Thaif tahun 68 H.[4]
b)      Mukhorij: Bukhari
Namanya Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Mughirah bin Bardizbah. Dan biasa dipanggil Abu Abdullah, terkenal dengan sebutan Bukhari karena dinisbatkan kepada negaranya Bukhara. Dilahirkan pada tahun 194 H di Bukhara Khusaran.[5]
Meskipun Imam Bukhari sibuk dengan menuntut ilmu dan menyebarkannya, tetapi dia merupakan individu yang mengamalkan ilmu yang dimilikinya, menegakkan keta’atan kepada Rabbnya, terpancar pada dirinya ciri-ciri seorang wali yang terpilih dan orang shalih serta berbakti, yang dapat menciptakan karismatik di dalam hati dan kedudukan yang mempesona di dalam jiwa.
Dia merupakan pribadi yang banyak mengerjakan shalat, khusu’ dan banyak membaca al Qur`an.

Di antara hasil karya Imam Bukhari adalah Al Jami’ as Sahih (Sahih Bukhari), Al Adab al Mufrad, At Tarikh ash Shaghir, At Tarikh al Awsath, At Tarikh al Kabir, At Tafsir al Kabir, Al Musnad al Kabir, Kitab al ‘Ilal, Raf’ul Yadain fi ash Shalah, Birru al Walidain, Kitab al Asyribah, Al Qira`ah Khalfa al Imam, Kitab ad Dlu’afa, Usami ash Shahabah, Kitab al Kuna, Al Hbbah, Al Wihdan, Al Fawa`id, Qadlaya ash Shahabah wa at Tabi’in, Masyiikhah.
Imam Bukhari keluar menuju Samarkand, Tiba di Khartand, sebuah desa kecil sebelum Samarkand, ia singgah untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun disana beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan Akhirnya beliau meninggal pada hari sabtu tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri.[6]
E.     KETERANGAN HADITS
Dalam kitab Fathul Bari dijelaskan bahwa Ibnu Abbas berkata berilah peringatan kaum kerabatmu yang dekat. Pembahasan hadits ini menerangkan kepada kita bahwa Allah memerintahkan kepada Nabi Muhmmad SAW agar menyampaikan dakwahnya kepada keluarga atau kerabat dekat.
Hadits diatas selain menjelaskan asbabun nuzul dari surat al-Lahab juga menjelaskan salah satu riwayat hadits dimana Rasulullah SAW menyampaikan dan memanfaatkan media publikasi sebagai sarana pendidikan dan penyampaian informasi. Seperti dalam hadits yang artinya “lalu naik kebukit shafa”. Hal tersebut merupakan contoh penggunaan media publikasi, dimana kita ketahui bahwa bukit shafa selain tinggi juga ramai karena banyak orang bepergian untuk mengunjungi Makkah. Sehingga secara tidak langsung banyak orang mendengarkan apa yang disampaikan oleh Rasulullah.
Salah satu contoh media publik yang dapat disajikan dengan lembaga pendidikan adalah berbicara atau berceramah didepan khalayak ramai. Pada intinya media publikasi adalah sarana pendidikan yang dapat menjangkau masyarakat banyak.[7]

F.      ASPEK TARBAWI
·         Perintah memanfaatkan media publik sebagai sarana penyampaian ilmu dan informasi ke kalangan eksternal.
·         Perintah untuk mengajarkan ilmu kepada mereka yang ikhlas.
·         Peringatan adanya adzab yang pedih di akhirat kelak bagi orang-orang yang telah berbuat dosa.
·         Anjuran untuk berbuat jujur dan tidak berdusta.




















PENUTUP

Media publik sangat penting untuk menyebarkan ilmu ke kalangan eksternal. Hal ini sudah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Dengan menggunakan media publik sangat membantu memudahkan penyebaran ilmu.
Di zaman sekarang ini media yang digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan ilmu sudah berkembang dan semakin canggih. Hal ini lebih memudahkan dalam penyebaran ilmu.
dfgdhhfffMedia publik berfungsi sebagai fasilitas penunjang agar suatu informasi dapat















DAFTAR PUSTAKA
al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail. 2012. Ensiklopedia Hadits 2; Shahih al-Bukhari 2. Jakarta: Almahira.
Al Asqalani, Abu Hajar dan Al Imam Hafizh. 2008. Fathul Baari 24 : Shahih Bukhari. Jakarta: Pustaka Azzam.
Mursi, Muhammad Sa’id. 2008. Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Al-Asqalani, Ibnu Hajar.1998. Fathl Bari Juz 8. Beirut: Dar Al-Fik.
 id.lidwa.com/app, diakses pada Selasa, 12 Februari 2013.



[1] Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadits 2; Shahih al-Bukhari 2, terjemahan Subhan Abdullah dkk, (Jakarta: Almahira, 2012), hlm. 306.
[2] Abu Hajar Al Asqalani dan Al Imam Hafizh, Fathul Baari 24 : Shahih Bukhari, terjemahan Amiruddin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm. 642-643.
[3] Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, terjemahan Khoirul Amru Harahap danAchmad Faozan (Jakarta: Pustak Al-Kautsar, 2008), hlm. 112-113.
[4] Ibid, hlm. 115.
[5] Ibid, hlm. 351.
[6] id.lidwa.com/app, diakses pada Selasa, 12 Februari 2013.
[7] Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathl Bari Juz 8, (Beirut: Dar Al-Fik, 1998), hlm. 587-588.

f3-3 slamet nur chamid: lembaga pendidikan non muslim

HADITS TENTANG LEMBAGA PENDIDIKAN NON-MUSLIM
                                              MAKALAH

Di susun untuk memenuhi tugas :
                                          Mata Kuliah          : Hadits Tarbawi II
                                          Dosen Pengampu : Ghufron Dimyati, M.si.
                                        



Description: E:\picture\logo\Stain PKL (warna).jpg
 










Oleh :

                SLAMET NURCHAMID   
                          2021 111 132
          Kelas F 




TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2013





 
BAB I
PENDAHULUAN

              Pendidikan adalah salah satu wujud upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana termaktub dalam pembukaan undang-undang dasar 1945. Pendidikan tentunya tidak dapat terlepaskan dari tempat atau maqom sebagai salah satu hal yang dapat menunjang terselengaranya proses pendidikan dengan baik.
              Tempat pendidikan yang sudah melembaga tentunya  sangat terpengaruh oleh berbagai hal diantaranya adalah faktor agama dimana peran agama ini tidak dapat di pisahkan dari proses pendidikan, sehingga seolah-olah terjadi persaingan kualitas mutu pendidikan antar agama, hal ini berimbas pada berbagai hal yang dapat mengakibatkan efek positif dan negatif yang barang tentu berdampak pada output dari lembaga pendidikan tersebut.
             Sebagai umat islam tentunya kita harus selektiv dalam menentukan referensi berbagai ilmu pendidikan yang akan kita ambil sehingga tidak menjadi korban persaingan yang lewat jalan pintas.

                                   












BAB II
PEMBAHASAN
HADITS TENTANG LEMBAGA PENDIDIKAN NON-MUSLIM


A.   Materi Hadits
 عَنْ عَبْد الله بِنْ اَبي بَكْر بِنْ محمد بن عمرو بن حزم قال:كَانَ زَيْد بِنْ ثَابِتْ يَتَعَلٌمُ فِي مَدَارِسِ مَاسِكَةٍ فَتَعَلَمَ كِتَابُهُمْ فِي خَمْسَ عَشْرَةً لَيْلَةً حَتّئَ كَانَ يَعْلَمُ مَاحَرَّفُوْا وَبَدَّلُوْا (رواه الطبراني في المعجم الأؤس([1]
B.     Terjemah hadits
Diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm berkata : bahwasanya sahabat Zaid bin Tsabit belajar dibeberapa madrasah suku Masikah ( majelis non-muslim ), maka Zaid bin Tsabit mempelajari kitab-kitab mereka dalam kurun waktu lima belas malam, sehingga beliau mengetahui apa-apa yang mereka rubah dan apa-apa yang mereka ganti”.(HR.Ath-Thabrani)

C.     Mufrodat
يتعلم                             : Belajar
مدارس ماسكة               : Madrasah-madrasah suku Masikah
كتبهم                            : Kitab-kitab mereka
خمس عشرة                  : Lima belas
ليلة                               : Malam
يعلم                              : Mengetahui  
حرفوا                           : Merubah
بد لوا                            : Mengganti

D.    Biografi Perawi Hadits
Nama lengkapnya adalah Abdillah bin Abi Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm al-Anshari al-Khazraji al-Najjari al-Madani al-Qadhi.
Abdullah bin Abu Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazn termasuk kaum Anshar madinah. Dia juga dikenal sebagai Abu Muhammad dan ada pula yang mengenalnya sebagai Abu Bakr Al-Madani

 Tahun lahirnya tidak diketahui secara pasti, begitu pula dengan  tahun wafatnya, Menurut Al-Haitsam ibn Adi, Abu Musa dan Ibn Bakir adalah tahun 117 H, dan pendapat ini dipegang oleh Ajaj al Khathib, sementara itu, al-Waqidi dan Ibn al-Madini Berpendapat bahwa meninggal pada tahun 120 H, dan pendapat ini di ikuti oleh Hasbi ash Shidiqy. Sementara ibnu hajar al asqalani mengatakan dalam kitabnya Tahdzibul Kamal Juz XIV bahwa beliau wafat pada tahun 135 H dan sama sekali tidak memiliki cucu
Ibn Hazm adalah seorang ulama besar dalam bidang hadits dan beliau juga terkenal ahli dalam bidang fiqh pada masanya. Imam Malik Ibn Anas mengatakan , “saya tidak melihat seorang ulama seperti Abu Bakar Ibn Hazm, yaitu seorang sangat mulia muru’ahnya dan sempurna sifatnya.
Beliau memerintah di Madinah dan menjadi hakim (Qadhi) tidak ada dikalangan kami di Madinah yang menguasai ilmu al-Qadha’ (mengenai peradilan) seperti yang dimiliki oleh Ibn Hazm, Ibn Ma’in dan kharrasy mengatakan bahwa Ibn Hazm adalah seorang yang tsiqat dan Ibn Hibban memasukkan Ibn Hazm kedalam kelompok Tsiqat.
Dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Madinah dan sekaligus ulama hadits beliau pernah diminta oleh khalifah Umar ibn Abd al-Aziz untuk menuliskan hadits-hadits Nabi Saw, yang ada pada ‘Umrah binti Abd al-Rahman (W. 98 H serta Al-Qasim ibn Muhammad (W. 107 H)dan Ibn Hazm lantas menuliskannya umrah yang adalah makcik dari Ibn Hazm sendiri, pernah tinggal bersama Aisyah dan dia adalah yang paling terpercaya dari kalangan tabi’in dalam hal hadits Aisyah.[2] 
Beliau menerima hadits dari : Ayahnya (Abu Bakr bin Muhammad Al-Anshari), Umarah binti Abdurrahman, Anas bin Malik, Hamid bin Nafi’, Salam bin Abdullah bin Umar, Ibad bin Tamim Al-Mazani, Abdullah bin Waqid bin Abdullah bin Umar, Abdul Malik bin Abu Bakr bin Abdurrahman, Abi Ja’far Muhammad Ali bin Husain, Urwah bin Al-Zabir, Yahya bin Abdurrahman bin As’ad bin Zurarah, Abi Zinad dan lain-lain.
Beliau meriwayatkan hadits kepada : Malik bin Anas, Hisyam bin Urwah, Ibnu Juraij, Hamad bin Salamah, Abu Awis Al-Madani, Fuliah bin Sulaiman, Ibnu Ishaq dan lain-lain[3].


E.     Syarah Hadits
حرف  secara bahasa berarti membelokkan, memalingkan, menyimpang, memiringkan, memutar balikan, menyalah tafsirkan, berpaling dari sesuatu.[4] Dalam kitab Lisanul Arab lafadz حرف mempunyai makna عدل  berarti membengkokan, جنب berarti menjauhkan,طرف  berarti menyimpang[5]. Jadi lafadz حرفوا dalam hadits ini adalah mereka merubah, menyalahtafsirkan, menyimpang, menutarbalikan  isi dari kitab mereka.
بدل  secara bahasa berarti merubah, menukar dengan memberi sesuatu yang sepadan,  bergiliran, bertukar pikiran, mengganti sesuatu yang lain.[6] Sedangkan dalam kitab Lisanul Arab lafadz  بدل didefinisikan sebagai merubah sesuatu dati keadaan asalnya menuju kepada perubahan  yang diinginkan[7]. Jadi lafadz بد لوا dalam hadits ini adalah mengganti keotentikan isi dari kitab mereka sesuai dengan apa yang mereka kehendaki.
Al-Waqidi mengatakan bahwa Bani Masikah tinggal di bukit marwan bertetangga dengan Bani Nadhir, Bani Mazid, dan Bani-bani lainnya[8].
Hal in juga mirip seperti kisah Zaid ibn Tsabit lainnya, bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kepadanya untuk mempelajari bahasa Ibrani guna menterjemahkan surat orang-orang Yahudi. Zaid berkata dengan nada semangat:”Demi Allah, sesungguhnya akan kubuktikan kepada orang-orang Yahudi bahwa aku mampu menguasai bahasa mereka.” Zaid melanjutkan: “setengah bulan berikutnya aku mempelajarinya untuk Nabi SAW dengan tekun dan setelah aku menguasainya, maka aku menjadi juru tulis Nabi SAW apabila beliau berkirim surat kepada mereka, akulah yang menuliskannya, dan apabila beliau menerima surat dari mereka, akulah yang membacakan dan yang menerjemahkannya untuk Nabi SAW.
Dan juga bahwa Rasulullah SAW telah menyuruh Zaid bin Tsabit belajar bahasa Suryani. Dalam Hadis ini Nabi SAW menganjurkan Zaid ibn Tsabit untuk mempelajari bahasa Suryani. Muncul sebuah pertanyaan, kenapa Nabi SAW menganjurkan sahabat dan sekretaris beliau tersebut mempelajari bahasa Suryani? Dari sejarah peradaban dapat diketahui bahwa, banyak ilmu-ilmu yunani telah diterjemahkan ke dalam bahasa Suryani, misalnya filsafat, astronomi, matematika, kedokteran, dan lain-lain. Ini berarti bahwa, Nabi SAW menganjurkan umat Islam mempelajari filsafat, astronomi, matematika dan kedokteran yang terdapat dalam bahasa Suryan itu tersebut. (Abd.Mukti,2008:91)
Hal yang dilakukan zaid bin tsabit seperti ini tentunya adalah sebuah gebrakan dimana dia Belajar tentang bahasa mereka, sejarah mereka, dan apapun yang berkaitan dengan ilmu mereka setelah itu beliau mengkoreksi keotentikan atau keaslian kitab - kitab dan akhirnya di temukan perubahan- perubahan.Hal ini menunjukan bahwa keotentikan dari kitab – kitab sampai sekarang hanya Al qur’an saja.Hal tersebut dapat menjadi penyemangat kita untuk belajar lebih dan tidak menutup diri dalam hal pengetahuan agar nantinya tidak dapat mudah untuk terjerumus dalam kesalahan

F.       Aspek Tarbawi
Dari hadits ini kita dapat mengambil ibrah bahwa kita harus senantiasa mencari ilmu, karena jelas bahwa ilmu adalah hal keistimewaan pada manusia yang menyebabkan manusia lebih unggul dari makhluk yang lain.
Ilmu, tidak hanya terlepas dengan ilmu agama saja tetapi ilmu umum juga harus dikuasai, sehingga sebagai insan muslim tidak hanya cakap dalam ilmu agama tetapi juga kompeten, berwawasan global dan tentu berhati ikhlas.
.Rasulullah juga membolehkan kita belajar pada umat lain sebagaimana beliau memerintahka pada zaid bin tsabit untuk mempelajari bahasa Ibrani guna menterjemahkan surat orang-orang Yahudi juga bahasa Suryani karena di sinyalir  banyak ilmu-ilmu yunani telah diterjemahkan ke dalam bahasa Suryani, misalnya filsafat, astronomi, matematika, kedokteran, dan lain-lain.
Berkaca dari hal tersebut, jelas sekali bahwa kita benar- benar di anjurkan mempelajari ilmu umum, namun dalam hadits ini kita di ingatkan atau di himbau dalam mempelajari ilmu umum, tentunya kita juga harus cermat dan tidak menelan mentah-mentah semua ilmu umum khususnya yang berasal dari non muslim karena tidak kemungkinan mengalami penyelewengan seperti pada hadits ini. 
Namun di sisi lain, kita di anjurkan untuk mempelajari ilmu secara global sehingga apabila ada penyelewengan pada suatu  hal  kita dapat mengetahuinya dan tidak terjebak di dalamnya..



BAB III
PENUTUP

            Ilmu pengetahuan merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia tidak terkecuali umat islam. Dalam mempelajari ilmu pengetahuan kita tidak terbatas di lembaga pendidikan islam saja atau pada umat islam saja tetapi juga di perbolehkan pada umat non muslim ataupun lembaga non muslim sehingga dapat berwawasan global namun dalam hal ini kita juga harus melihat batasan-batasan yang ada sehingga kita tidak terjerumus kedalam kesalahan.
             


DAFTAR PUSTAKA

Ø  Ath-Thabrani. Mu’jam Al-Awsad. Juz I
Ø  http://www.rud1.abatasa.com./post/detail/2224/ biografi-beberapa-ulama-hadits
Ø  Al-Asqalani, Ibnu Hajar. Tahdzibut Tahdzib. Juz V
Ø  Al-Asqalani, ibnu Hajar. Tahdzibul Kamal.  Juz XIV
Ø  Munawir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawir, (Yogyakarta:Pustaka Progresif,1984)
Ø  Al-Mishri, Muhammad bin Mukaram bin Mandhur Al-Afriqi, Lisanul Arab,  Juz. IX dan Juz XI . (Beirut:Darush Shodar)
Ø  As-Samhudi, Khilashatul Wafa Bi Akhbari Darul Mushthafa. Juz I













[1] Ath-Thabrani,Mu’jam Al-Awsad Juz I. hal.280

[2] http://www.rud1.abatasa.com./post/detail/2224/ biografi-beberapa-ulama-hadits

[3]  Ibnu Hajar Al-Asqalani ,Tahdzibut Tahdzib. Juz V hal.144

[4] Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir. (Yogyakarta:Pustaka Progresif,1984) Hal.274
[5]  Muhammad bin Mukaram bin Mandhur Al-Afriqi Al-Mishri, Lisanul Arab. (Beirut:Darush Shodar) Juz. IX Hal.41
[6] Ahmad Warson Munawir, Op.Cit hal.70-71
[7] Muhammad bin Mukaram bin Mandhur Al-Afriqi Al-Mishri, Op.Cit. Juz XI Hal.48
[8] As-Samhudi, Khilashatul Wafa Bi Akhbari Darul Mushthafa. Juz I Hal.73