Laman

Sabtu, 20 September 2014

SBM - C - 2 : PEMBELAJAR, GIZAQ, DAN USWAH



PEMBELAJAR, GIZAQ, DAN USWAH

MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas kelompok :
Matakuliah : Strategi Belajar Mengajar
Dosen Pengampu : Muhammad Hufron M.SI.


oleh :

                                    Ika Nova Sulistyani    ( 202 111 2044 )
                                    M. Thohir Fahmi         ( 202 111 2063 )                                 
                                    Fauziah Niswatin        ( 202 111 2066 )
                                    Evi Lisviana                ( 202 111 2079 )

Kelas C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI 
( STAIN )PEKALONGAN
2014


KATA PENGANTAR

       Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul PEMBELAJAR, GIZAQ, DAN USWAH ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu dan sebaik-baiknya. Salawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. dan keluarganya.
       Makalah yang berjudul “PEMBELAJAR, GIZAQ, DAN USWAH” ini membahas pengertian pembelajar, gizaq, dan uswah secara jelas dan ringkas. Tujuan pembuatan makalah ini adalah agar pembaca khususnya mahasiswa mampu memahami pengertian  pembelajar, gizag, dan  uswah.  Makalah ini juga disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Strategi Belajar Mengajar.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Muhammad Hufron, M.SI. selaku dosen pengampu mata kuliah Strategi Belajar Mengajar kelas C,  teman-teman  dan semua pihak yang telah mendukung penyusunan makalah ini. Harapan kami sebagai penulis, semoga makalah yang sederhana ini bisa bermanfaat bagi kalangan umum, khususnya bagi civitas akademika STAIN Pekalongan terutama bagi audien kelas C. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi substansi, diksi, atau penyusunannya. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sebagai bahan koreksi agar dalam pembuatan makalah ini ataupun makalah selanjutnya bisa menjadi lebih sempurna.
Pekalongan, September 2014

                                                                                      Penulis


DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB   I.   PENDAHULUAN 1
A.    Latar Belakang Masalah 1
B.     Rumusan Masalah 1
C.     Metode Pemecahan Masalah 2
D.    Sistematika Penulisan 2
BAB  II.   PEMBAHASAN 3
A.    Pengertian Pembelajar 3
B.     Pengertian Gizaq 4
a)      Macam-macam gizaq 6
b)      Fungsi gizaq dalam pendidikan 7
C.     Pengertian Uswah 7
a)      Landasan teori metode uswah 9
b)      Urgensi uswah dalam pelaksanaan pendidikan 10
BAB  III. PENUTUP 11
A.    Simpulan 11
B.     Saran-saran/Rekomendasi 11
Daftar Pustaka 12




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
       Guru merupakan profesi yang mulia. Dalam dunia pendidikan, guru seringkali  dikatakan sebagai ujung tombak kemajuan peradaban suatu bangsa yang dinamis. Hal itu dikarenakan, guru sebagai sosok yang terjun langsung ke lapangan dan berhadapan langsung dengan peserta didik. Guru yang baik disamping melakukan transfer of knowledge (pengajaran) juga melakukan transfer of value (pendidikan) yang kemudian mengubah pola pikir masyarakat menjadi lebih cerdas, bermoral dan berpengetahuan.  Dua hal tersebut tentunya hanya dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kepribadian yang ideal didalam membentuk karakter suatu bangsa. Adanya kasus di media massa mengenai guru yang kurang bisa memberi teladan bagi peserta didiknya menjadi sebuah pertanyaan, apakah guru sudah mengerti perannya dalam dunia pendidikan? Oleh sebab itu, perlu adanya pemahaman mengenai peran guru sebagai teladan bagi peserta didik dan perlunya guru menjaga kewibawaan serta sifat guru sebagai pembelajar terutama didalam era modern seperti sekarang yang sangat dinamis agar permasalahan-permasalahan tersebut bisa diatasi.

B.     Rumusan Masalah
       Untuk membatasi masalah yang dibahas dalam makalah ini, maka dibuatlah rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana Pengertian Pembelajar?
2.      Bagaimana Pengertian, Macam-macam, dan Fungsi Gizaq?
3.      Bagaimana Pengertian, Landasan teori, dan Urgensi Uswah?


C.    Metode Pemecahan Masalah
       Teknik yang digunakan untuk pemecahan masalah dalam makalah ini adalah studi kepustakaan atau studi pustaka. Studi kepustakaan merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis seperti buku, maupun dokumen yang bersumber dari media elektronik atau website yang berkaitan dengan judul pembahasan dalam makalah.

D.    Sistematika Penulisan
       Untuk menghindari kesimpangsiuran pembahasan, maka dibuatlah sistematika penulisan.
       Bab I Pendahuluan,  bagian ini berisi mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan makalah, metode penyelesaian masalah, serta sistematika penulisan makalah.
       Bab II Pembahasan, bagian ini membahas tentang pengertian pembelajar, pengertian gizaq, serta pengertian uswah beserta uraiannya masing-masing.
       Bab III Penutup, berisi simpulan, saran/rekomendasi dan kata penutup.
           
  








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pembelajar
       Manusia pembelajar adalah orang-orang yang menjadikan kegiatan belajar (proses mengubah tingkah laku menuju kondisi yang lebih baik) sebagai bagian dari kehidupan dan kebutuhan hidupnya. Manusia pembelajar belajar dari banyak hal, misalnya dari pengalaman keberhasilan atau kegagalan orang lain, pengalaman diri sendiri yang bersifat sukses atau yang bersifat gagal dari buku-buku, jurnal, majalah, koran, hasil-hasil penelitian, hasil observasi, hingga yang bersifat spontan.
       Lima pilar utama yang mutlak ada untuk menjadi manusia pembelajar antara lain sebagai berikut :
1.      Rasa ingin tahu. Ini merupakan awal seseorang menjadi manusia berpengetahuan. Manusia yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi adalah pembelajar sejati.
2.      Optimisme. Inilah modal dasar bagi seseorang untuk tidak mudah menyerah dengan aneka situasi. Adakalanya ketika orang pesimis tiba- tiba orang menghentikan usaha atau perjuangannya ketika sesungguhnya keberhasilan itu sudah amat dekat untuk dicapai.
3.      Keikhlasan. Orang orang yang ikhlas nyaris tidak mengenal lelah. Dia selal bergairah dalam setiap keadaan. Banyak siasat, srategi atau akal baru yang dihasilkannya ketika ia berpikir dan memutuskan untuk berbuat.
4.      Konsistensi. Begitu banyak orang yang bekerja dalam format “keras kerak, yang tersiram air sedikit saja menjadi lembek”, “tergoda dengan hal baru lalu meninggalkan keputusan yang telah dibuat dan telah dicoba dijalankan”, dan sebagainya. Disinilah pentingnya sikap konsistensi.
5.      Pandangan  visioner.  Pandangan jauh kedepan, melebihi batas-batas pemikiran orang kebanyakan. Mereka yang termasuk kelompok ini jarang sekali tergoda untuk melakukan apa saja untuk hasil yang instan, mengejar target jangka pendek dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang.
       Tugas utama tenaga pengembang atau pembentuk peserta didik  menjadi manusia pembelajar adalah mendidik dan mengajar. Tugas-tugas pedagogis ini dimuarakan pada pembentukan peserta didik sebagai manusia sejati, manusia yang memiliki keseimbangan antara kecerdasan emosional, spiritual dan intelektual. Tugas-tugas mengajar bermuarakan pada pembentukan diri peserta didik menjadi orang yang cerdas dan berpengetahuan.[1]
B.     Pengertian Gizaq (Kewibawaan)
       Kewibawaan berasal dari kata wibawa yang berarti kekuasaan. Secara istilah, wibawa berarti pembawaan untuk dapat menguasai dan memengaruhi dihormati orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang mengandung kepemimpinan dan penuh daya tarik. Menurut Abu Ahmadi, kewibawaan adalah suatu daya yang memengaruhi yang terdapat pada seseorang sehingga orang lain yang berhadapan dengan dia secara sadar dan sukarela menjadi tunduk dan patuh kepadanya, jadi sesorang yang memiliki kewibawaan akan dipatuhi secara sadar, dengan tidak terpaksa, dengan tidak merasa/ diharuskan dari luar, dengan penuh kesadaran, keinsyafan, tunduk, patuh, dan menuruti semua yang dikehendaki oleh pemilik kewibawaan itu.
       Kewibawaan juga disebut gezag, berasal berasal dari kata zeggen yang berarti berkata. Siapa yang perkataanya mempunyai kekuatan mengikat terhadap orang lain, berarti dia mempuyai kewibawaan. Kewibawaan tersebut ada pada orang dewasa, terutama pada orang tua. Kewibawaan yang ada pada orangtua adalah natural dan orisinil, hal ini disebabkan  orang tua langsung diperintahkan oleh Allah untuk mendidik anak-anaknya. Adapun kewibawaan orang tua sebagai pendidik memiliki sifat sebagai berikut.
1)      Kewibawaan Pendidikan
Ini berarti bahwa kewibawaan orang tua bertujuan memelihara keselamatan anak-anak agar mereka dapat hidup mandiri dan sehat jasmani serta ruhaninya. Perbawa pendidikan ini berakhir jika anak sudah dewasa.
2)      Kewibawaan Keluarga
Orang tua merupakan kepala suatu keluarga. Tiap-tiap anggota keluarga harus patuh terhadap peraturan-peraturan di keluarga yang sesuai denagn norma-norma di masyarakat dan norma agama. Kewibawaan keluarga ini bertujuan pemeliharaan dan keselamatan keluarga.

       Berbeda dengan orang tua, kewibawaan guru berasal dari jabatannya sebagai seorang guru. Kewibawaan guru memiliki dua sifat, yaitu :
1)      Kewibawaan Pendidikan
Guru sebagai pendidik telah diserahi sebagian dari tugas orangtua untuk mendidik anak-anaknya. Kewibawaan yang dimiliki oleh guru terbatas oleh banyaknya anak-anak yang diserahkan kepadanya.
2)      Kewibawaan Memerintah
Dengan jabatannya sebagai seorang pendidik, guru mempunyai kekeuasaan untuk memimpin anak-anak dalam proses pendidikan.[2]

       Seorang yang berstatus sebagai guru tidak selamanya dapat menjaga wibawa dan citra sebagai guru di mata anak didik dan masyarakat. Ternyata masih ada sebagian guru yang mencemarkan wibawa dan citra guru. Di media massa (cetak maupun elektronik) sering diberitakan tentang oknum-oknum guru yang melakukan suatu tindakan asusila, asosial dan amoral. Perbuatan ini tidak sepatutnya dilakukan oleh guru. Lebih fatal lagi jika perbuatan kriminal tersebut dilakukan terhadap anak didiknya sendiri.[3]

a)      Macam-macam Gizaq
       Ditinjau dari mana daya yang mempengaruhi yang ada pada seseorang ini ditimbulkan maka kewibawaan dapat dibedakan menjadi berikut.
a.       Kewibawaan lahir
Kewibawaan lahir merupakan kewibawaan yang timbul karena kesan-kesan lahir seseorang. Misalnya, benruk tubuh yang tinggi besar, pakaian yang lengkap dan rapi, tulisan yang bagus, suara lenting, dan lain-lain.
b.      Kewibawaan batin
Kewibawaan batin ini ditimbulkan oleh :
1.      Adanya rasa cinta
Kewibawaan ini dapat dimiliki seseorang apabila hidupnya penuh dengan kecintaan kepada orang lain.
2.      Adanya rasa demi kamu
Demi kanu adalah sikap yang dilukiskan sebagai suatu tindakan, perintah atau anjuran bukan untuk kepentingan orang yang memerintah, melainkan untuk kepentingan yang diperintah.
3.      Adanya kelebihan batin
Seorang guru yang menguasai bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya bia berlaku adil dan objektif dan bijaksana. Sikap-sikap tersebut dapat menimbulkan kewibawaan pada dirinya.
4.      Adanya ketaatan kepada norma
Kewibawaan ini timbul karena tingkah laku seorang guru selalu mematuhi norma-norma yang berlaku.

b)     Fungsi gizaq dalam pendidikan
       Ada dua sikap anak terhadap kewibawaan seorang guru, anatara lain sebagai berikut :
a.       Sikap menurut atau mengikuti, yaitu mengakui kekuasaan orang lain yang lebih besar karena paksaan, takut, jadi bukan tunduk atau menurut yang sebenarnya.
b.      Sikap tunduk atau patuh, yaitu dengan sadar mengikuti kewibawaan, artinya mengakui hak orang lain untuk memerintah dirinya, dan dirinya merasa terikat untuk memenuhi perintah itu.
      Pada sikap yang terakhir inilah tampak fungsi kewibawaan dalam pendidikan, yaitu membawa peserta didik ke arah pertumbuhannya yang kemudian dengan sendirinya mengakui wibawa orang lain dan mau menjalankannya juga. Dalam menggunakan kewibawaannya hendaknya guru :
a.       Menggunakan kewibawaan didasarkan atas perkembangan peserta didik.
b.      Menerapkan kewibawaannya didasari rasa kasing sayang kepada peserta didiknya.
c.       Kewibawaan digunakan untuk kepentingan peserta didik.
d.      Kewibawaan hendaknya digunakan dalam suasana pergaulan antara guru dan peserta didik yang sehat.[4]

C.    Pengertian Uswah
       Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, bahwa “keteladanan” dasar katanya “teladan” mempunyai arti “dicontoh”. Oleh karena itu “keteladanan” adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh.  Dalam bahasa Arab “keteladanan” diungkapkan dengan kata”uswah” dan”qudwah”. Kata “uswah” terbentuk huruf-huruf : hamzah, as-sin dan al-waw. Secara etimologi setiap kata bahasa Arab yang terbentuk dari ketiga huruf tersebut memiliki persamaan yaitu “pengobatan dan perbaikan”.
       Terkesan lebih luas pengertian yang diberikan oleh Al-Ashfahany bahwa menurut beliau “al-uswah” dan “al-iswah” sebagaimana kata “al-qudwah” dan “al-qidwah” berarti “suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia lain, apakah dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan atau kemurtadan. Senada dengan Al-Ashfahany, Ibn Zakaria mendefinisikan bahwa kata “uswah” berarti “qudwah” yang artinya ikutan, mengikuti, yang diikuti. Dengan demikian keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud di sini adalah keteladan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam, yaitu keteladan yang baik.[5]
       Setiap tenaga didik (guru dan karyawan) di lembaga pendidikan harus memiliki tiga hal yaitu competency, personality dan religiosity. Dengan ketiga hal tersebut guru akan mampu menjadi model dan mampu mengembangkan keteladanan di hadapan siswanya.[6]
       Keteladanan yang dikembangkan di sekolah adalah keteladanan secara total, tidak hanya dalam hal yang bersifat normatif saja seperti ketekunan dalam beribadah, kerapian, kedisiplinan, kesopanan, kepedulian, kasih sayang, tetapi juga hal-hal yang melekat pada tugas pokok atau tugas utamanya.[7]
       Membangun keteladanan tidak ubahnya seperti membangun kultur (budaya), watak dan kepribadian. Pada awalnya terasa sulit dan perlu perjuangan atau lebih tepatnya disebut jihad. Tetapi, setelah terbentuk dan dirasakan manfaatnya, justru menjadi sebuah kebutuhan.[8]
       Guru yang dapat diteladani hakikatnya adalah guru anak didiknya sepanjang hayat mereka bahkan lebih dari itu, yaitu sepanjang masa karena keteladanannya mereka teruskan kepada generasi sesudah mereka dan seterusnya.
       Keteladanan adalah kunci keberhasilan, termasuk keberhasilan seorang guru dalam mendidik anak didiknya. Syair Arab mengatakan, “Qawul ul-hal afshah min lisani ‘l-maqal (keteladanan lebih fasih daripada perkatann)”. Dengan keteladanan guru, siswa akan menghormatinya, memperhatikan pelajarannya. Inilah implementasi etika religius dalam proses pembelajaran yang sungguh mampu menggerakkan pikiran, emosi dan nurani siswa meraih keberhasilan. Implementasi etika religius itu harus dimulai dari yang paling atas, yaitu kepala sekolah.[9]

a)      Landasan teori metode uswah
       Sebagai pendidikan yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, metode keteladanan tentunya didasarkan kepada kedua sumber tersebut. Dalam Al-Qur’an “keteladanan” diistilahkan dengan kata “uswah”, kata ini diantaranya terdapat dalam Al-Qur’an (Q.S. al-ahzab [33]: 21).
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ  
Artinya:
       Dan sesungguhnya pada diri Rasulullah itu ada tauladan yang baik bagi orang yang mengharapkan (bertemu dengan) Allah dan hari kemudian dan yang mengingat Allah sebanyak-banyaknya”. (Q.S al-ahzab [33]: 21).
      
       Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah mengutus Nabi Muhammad SAW ke permukaan bumi ini adalah sebagai contoh atau tauladan yang baik bagi umatnya. Beliau selalu terlebih dahulu  mempraktekkan semua ajaran yang disampaikan Allah sebelum menyampaikannya kepada umat, sehingga tidak ada celah bagi orang-orang yang tidak senang untuk membantah dan menuduh bahwa Rasulullah hanya pandai berbicara dan tidak pandai mengamalkan. [10]
       Oleh karena itu Rasulullah merupakan tauladan terbesar buat umat manusia di dalam sejarah manusia. Beliau adalah seorang pendidik, seorang yang memberi petunjuk kepada manusia dengan tingkah lakunya sendiri terlebih dulu sebelum dengan kata-kata yang baik.[11]

b)     Urgensi Uswah dalam pelaksanaan pendidikan
       Metode keteladanan sebagai suatu metode digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan membwa contoh keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Keteladanan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pendidikan ibadah, akhlak, kesenian dll.
       Sebagai seorang guru, seharusnya tidak cukup hanya memberikan prinsip saja, karena yang lebih penting bagi siswa adalah figur yang memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut. Sehingga sebanyak apapun prinsip yang diberikan tanpa disertai contoh tauladan, ia hanya akan menjadi kumpulan resep yang tidak bermakna.
       Sungguh tercela seorang guru yang mengajarkan suatu kebaikan kepada siswanya sedangkan ia sendiri tidak menerapkannya sehari-hari.[12]




BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
       Dari uraian diatas dapat diambil simpulan sebagai berikut :
1.      Manusia Pembelajar adalah orang-orang yang menjadikan kegiatan belajar (proses mengubah tingkah laku menuju kondisi yang lebih baik) sebagai bagian dari kehidupan dan kebutuhan hidupnya.
2.      Gizaq atau Kewibawaan mempunyai kekuatan mengikat terhadap orang lain. Fungsinya membawa si anak ke arah pertumbuhannya yang kemudian dengan sendirinya mengakui wibawa orang lain dan mau menjalankannya juga.
3.      Uswah atau Keteladanan merupakan hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain. Keteladan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam, yaitu keteladan yang baik.

B.     Saran-saran/Rekomendasi
       Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun  dari pembaca, terutama dari dosen mata kuliah ini, agar dalam pembuatan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Atas kritik dan saran, penulis mengucapkan terima kasih.







DAFTAR PUSTAKA

Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers.
Barizi, Ahmad. 2013. Menjadi Guru Unggul. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Danim, Sudarman. 2007. Menjadi Komunitas Pembelajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.  Jakarta: PT Rineka Cipta.
Quthb, Muhammad. 1993. Sistem Pendidkan Islam. Bandung : PT. Al-Ma’arif.
Wiyani, Novan Ardy & Barnawi. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz media.



       [1] Sudarman Danim, Menjadi Komunitas Pembelajar, cet ke-2 (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), hlm. 6-7.
       [2] Novan Ardy Wiyani & Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz media, 2012), hlm. 115-118.
       [3] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Cet. ke-1, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 40.
        [4] Wiyani Novan Ardy & Barnawi, Loc.Cit.,
       [5] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 116-117.
       [6] Ahmad Barizi, Menjadi Guru Unggul, Cet. ke-2, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2013), hlm. 65.
       [7] Ibid., hlm. 66.
       [8] Ibid., hlm. 66.

       [9] Ibid., hlm. 68.

       [10] Armai Arief, Loc.Cit.,
       [11] Muhammad Quthb, Sistem Pendidkan Islam, (Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1993), hlm. 329.
        [12] Armai Arief, Loc.Cit.,





1 komentar: