ETIKA PENGAJAR
Mata
Kuliah: Hadis Tarbawi II
Oleh
:
Agyana
Nadian Nur Intan (2021113179)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI
(STAIN) PEKALONGAN
2015
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim,
Dengan
mengucapkan puji syukur kepada Allah swt. Penulisan makalah ini dapat selesai
dan dapat hadir di hadapan pembaca. Setelah melalui beberapa proses.
Madrasah
dalam kerangka ini ditempatkan sebagai “pendidikan keagamaan” yakni jenis
pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik untuk dapat
menjalankan peranan yang menuntut penguasaan khusus tentang ajaran agama.
Sebagai
sub sistem pendidikan nasional, madrasah tidak hanya dituntut untuk dapat
menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah yang berciri khas keagamaan
tetapi madrasah dituntut pula memainkan peran lebih sebagai basis dan benteng
tangguh yang akan menjaga dan memperkukuh etika dan moral bangsa.
Etika
profesi guru adalah kunci sukses pendidikan para siswa yang mana para guru
mampu memberikan contoh yang baik dan positif sehingga mempengaruhi proses
belajar mengajar yang pada akhirnya memberikan hasil yang memuaskan dan membawa
kesuksesan pada para peserta didik mereka. Kode Etik Guru yang mengatur norma-norma
yang wajib dijalankan oleh seorang guru.Dalam makalah ini akan di jelaskan
tentang etika seorang guru dan madrasah.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam
adalah agama yang menempatkan pendidikan dalam posisi yang sangat vital.
Pendidikan
Islam di Indonesia merupakan warisan peradaban Islam dan sekaligus aset bagi
pembangunan pendidikan nasional. Sebagai warisan, ia merupakan amanat sejarah
untuk dipelihara dan dikembangkan oleh umat Islam dari masa ke masa. Sedangkan
sebagai aset, pendidikan Islam yang tersebar di berbagai wilayah ini membuka
kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk menata dan mengelolanya, sesuai dengan
sistem pendidikan nasional.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Etika
adalah ilmu tentang tingkah laku dan nilai moral sebagai kaidah untuk mengukur
apakah perbuatan tersebut baik atau buruk serta menerangkan apa yang seharusnya
sikerjakan dan harus di pelajari manusia di dalam perbuatannya.[1]
Perkataan
etik berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang berarti watak, adab atau cara
hidup. Dapat dikatakan etik itu menunjukan “cara berbuat yang menjadi adat,
karena persetujuan dari kelompok manusia”. Dan etik biasanya dipakai untuk
pengkajian system nilai-nilai yang disebut “kode”, atau secara harfiah “kode
etik” berarti sumber etik. Etika artinya tata susila (etika) atau hal-hal yang
berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
Karena
itu, guru sebagai tenaga professional perlu memiliki “kode etik guru” dan
menjadikannya sebagai pedoman yang mengatur pekerjaan guru selama dalam
pengabdian.[2]
Mengembangkan
lembaga pendidikan berciri khas keagamaan (madrasah yang tidak boleh hanyut
pada arus perubahan zaman, khususnya terhadap timbulnya kecenderungan fenomena
komersialisasi layanan pendidikan.[3]
B.
Teori
Pendukung
Sebagai
komponen perubahan social, lembaga pendidikan madrasah sebaiknya dapat mewarnai
perjalanan zaman dengan aspirasi, pemikiran dan amal perbuatan.[4]
Agar
dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara efektif dan efisien, para
guru perlu melakukan persiapan yang berkaitan dengan materi pembelajaran yang
akan disampaikan kepada para siswa.
Guru
madrasah harus menerapkan hubungan yang harmonis dengan siswa-siswinya, hal ini
dapat dilihat melalui beberapa, misalnya dengan bentuk penyambutan para guru di
pintu gerbang saat datang kesekolah.[5]
Salah
satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan pendidikan adalah
sikap positif terhadap profesinya sebagai guru. Sikap professional tersebut
merupakan kunci pokok keberhasilan guru dalam melakukan tugas mendidik.[6]
Guru
juga dapat dikatakan sebagai pembimbing, bimbingan berarti bantuan yag
diberikan oleh pembimbing kepada individu agar individu yang dibimbing mencapai
kemandirian dengan mempergunakan berbagai bahan, melalui interaksi, dan
pemberian interaksi, dan pemberian nasihat serta gagasan dalam suasana asuhan
dan berdasarkan norma-norma yang berlaku.[7]
C.
Materi
Hadis
·
Hadis
- حدثنا على بن محمد ومحمد بن إسماعيل . قالا
حدثنا وكيع. حدثنا مغيرة بن زياد الموصلي عن عبادة بن نسى عن الأسود بن ثعلبة عن
عبادة بن الصامت قال علمت ناسا من أهل الصفة القرآن والكتابة . فأهدى إِلَىَّ رجلٌ
منهم قوسا . فقلت ليست ببال . وأرمى عنها في سبيل الله . فسألت رسول الله صلى الله
عليه و سلم عنها فقال { إن سرك أن تطوق
بها طوقا من نار فاقبلها } . (رواه ابن ماجه فى السنن, كتاب التجارات, باب الأجر
على تعليم القرآن : 2157)
·
Terjemahan
Ubadah bin Shomit meriwayatkan: Aku
mengajar manusia dari ahli masjid pada Al-Quran dan tulis menulis, maka seorang
laki-laki memberiku hadiah sebuah busur panah. Aku (Ubadah bin Shomit) katakan,
“tidak ada benda lain”. Dan aku jatuhkan (shodakohkan) busur tersebut dalam
sabilillah. Kemudian aku tanyakan hal tersebut pada Rasulullah SAW. Maka Nabi
menjawab,”Seandainya engkau suka dikalungi busur tersebut dari kalung api maka
terimalah”
·
Mufrodzat
عَلَّمْتُ=
saya mengajar
طَوْقًا=
kalung
نَارٍ=
api
D.
Refleksi dalam kehidupan
Berbicara mengenai “Kode Etik Guru
Indonesia” berarti kita membicarakan guru di Negara kita. Berikut akan
dikemukakan kode etik guru Indonesia, terdiri dari Sembilan item, yaitu:
1. Guru
berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan
yang ber-pancasila.
2. Guru
memiliki kejujuran professional dalam menerapkan kurikulum sesuai kebutuhan
anak didik masing-masing.
3. Guru
mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik,
tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
4. Guru
menciptakna suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua
anak didik sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
5. Guru
memelihara hubungan baik dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun
masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
6. Guru
sendiri atau bersama-sama memelihara, membina, dan mengingatkan mutu
profesinya.
7. Guru
menciptakan dan memelihara hubungan antara sesame guru, baik berdasarkan
lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan.
8. Guru
secara hokum bersama-sama memeihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi
guru professional sebagai sarana pengabdiannya.
9. Guru
melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang pendidikan.[8]
Melihat pentingnya peran guru dalam
proses pendidikan dan sekaligus sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan proses pendidikan di sekolah/madrasah, dituntut untuk memiliki
sikap yang positif terhadap jabatannya.[9]
E.
Aspek
Tarbawi
1. Guru
madrasah harus menerapkan hubungan yang harmonis dengan siswa-siswinya.
2. Guru
sebagai tenaga professional perlu memiliki “kode etik guru” dan menjadikannya
sebagai pedoman yang mengatur pekerjaan guru selama dalam pengabdian.
3. Etika
profesi guru adalah kunci sukses pendidikan para siswa.
PENUTUP
Kesimpulan
Guru
adalah orang tua kedua bagi anak didik. Sebagai orang tua, guru haus
menganggapnya sebagai anak didik, bukan menganggapnya sebagia “peserta didik”. Kebaikan seorang guru tercermin dari
kepribadiannya dalam bersikap dan berbuat. Guru memang harus menyadari bahwa dirinya adalah figur yang diteladani
oleh semua pihak, terutama oleh anak didiknya disekolah.
Sikap
professional tidak akan tercapai tanpa didukung oleh beberapa faktor yang
mempengaruhinya, salah satunya adalah lingkungan (baik lingkungan tempat
tinggal maupun sekitar sekolah). Faktor lain yang dapat mendukung terbentuknya
sikap professional adalah status kepegawaian, masa kerja sebagai guru, latar
pendidikan serta jenis kelamin
Tentang penulis
Agyana
Nadian Nur Intan, lahir di Bumiayu pada tahun 1996. Ia menempuh pendidikan TK
Al-Islah Laren. Kemudian, ia melanjutkan sekolah ke SD Negri Laren 04, Laren,
Bumiayu. Kemudian melanjutkan ke MTs. Darul Mujahadah di daerah
Margasari-Tegal, kemudian melanjut ke MA.Darul Mujahadah di daerah
Margasari-Tegal. Setelah lulus pada tahun 2013, kemudian melanjutkan
pendidikannya di perguruan tinggi STAIN Pekalongan.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah
Syaiful Bahri, 2000, Guru Dan Anak Didik
Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:PT RINEKA CIPTA.
Maimun
Agus, 2010, Madrasah Unggulan,
Malang: UIN-MALIKI PRESS.
Anwar
Sumarsih, 2007, Kompetensi Guru Madrasah,
Jakarta: Balai Penelitian dan Perkembangan Agama.
Tohirin,
2011, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, Jakarta: Rajawali
Press.
http://digilib.stainponorogo.ac.id/files/disk1/7/stainpress-11111-dyahferdin-349-2-babi-v.pdf
[1] http://digilib.stainponorogo.ac.id/files/disk1/7/stainpress-11111-dyahferdin-349-2-babi-v.pdf
[2] Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi
Edukatif,(Jakarta:PT RINEKA CIPTA, 2000), hlm.49.
[3] Agus Maimun, Madrasah Unggulan, (Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010), hlm.2.
[4] Ibid, hlm.3.
[5] Ibid, hlm.154.
[6] Sumarsih Anwar, Kompetensi Guru Madrasah, (Jakarta:
Balai Penelitian dan Perkembangan Agama, 2007), hlm.108.
[7] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: Rajawali
Press, 2011), hlm.20.
[8] Syaiful Bahri Djamarah,,,,
hlm.49.
[9] Sumarsih Anwar,,,,, hlm.107.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar