Laman

Jumat, 20 Februari 2015

F-2-06: HERI MASYHARUDIN SYAH



“KHUTBAH MEDIA MENYEBARKAN ILMU PENGETAHUAN”
Matakuliah Hadits Tarbawi II 


Disusun oleh:
Heri Masyharudin Syah ( 2021 113 082 )
KELAS F

JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2015



PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Masjid merupakan tempat yang Istimewa dalam Islam, ketika Rasulullah Saw. Hijrah ke Madinah hal pertama yang beliau lakukan adalah membangun Masjid dan Pasar. Pada zaman Rasulullah Saw. Masjid berfungsi sebagai tempat  membina Umat , yang meliputi penyambung Ukhuwah, wadah membicarakan masalah umat, serta pembinaan dan pengembangan masayarakat. Namun dalam masa sekarang masjid seakan mengalami penyempitan fungsi yang dianggap hanya sebagai tempat Ibadah saja.
            Salah satu cara membina masyarakat  melalui Masjid adalah dengan menggunakan metode Khutbah. Khutbah adalah salah satu sarana dakwah yang sangat penting. Bahkan, ketika disebut kata dakwah, maka yang terbetik pada benak kita adalah ceramah dan khutbah. Dengan dakwah, Islam tersebar ke seluruh penjuru dunia.
B.                Rumusan masalah
1.         Apa hadits tentang Khutbah sebagai media pengajaran?
2.         Apa makna sesungguhnya khutbah itu?
3.         Apa Urgensi Khutbah?
4.         Bagaimana refleksi Khutbah dalam kehidupan?
5.         Bagaimana Khutbah yang baik?










PEMBAHASAN

A.           Definisi Khutbah
“Khotbah”, secara bahasa, adalah ‘perkataan yang disampaikan di atas mimbar’. Adapun kata “khitbah” yang seakar dengan kata “khotbah” (dalam bahasa Arab) berarti ‘melamar wanita untuk dinikahi’. “Khotbah” berasal dari bahasa Arab yang merupakan kata bentukan dari kata “mukhathabah” yang berarti ‘pembicaraan’. Ada pula yang mengatakannya berasal dari kata “al-khatbu” yang berarti ‘perkara besar yang diperbincangkan’, karena orang-orang Arab tidak berkhotbah kecuali pada perkara besar. Secara istilah Sebagian ulama mendefinisikan “khotbah” sebagai ‘perkataan tersusun yang mengandung nasihat dan informasi’. Akan tetapi, definisi ini terlalu umum. Adapun definisi yang lebih jelas ialah definisi yang diberikan oleh Dr. Ahmad Al-Hufi yaitu, ‘Cabang ilmu atau seni berbicara di hadapan banyak orang dengan tujuan meyakinkan dan memengaruhi mereka’. Dengan demikian, khotbah harus disampaikan secara lisan di hadapan banyak orang dan harus meyakinkan dengan argumen-argumen yang kuat serta memberikan pengaruh kepada pendengar, baik itu berupa motivasi atau peringatan.
Adapun terkait khotbah Jumat, tidak terdapat definisi khusus yang diberikan oleh para ulama karena maksudnya telah jelas.
Dalam kitab Bada’iush Shana’i, pada pemaparan tentang hukum khotbah Jumat, disebutkan, “Khotbah, secara umum, adalah perkataan yang mencakup pujian kepada Allah, salawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, doa untuk kaum muslimin serta pelajaran dan peringatan bagi mereka.”[1]
B.            Teori pendukung
Khotbah merupakan sarana yang efektif dalam dakwah. Bagaimana tidak? Pada saat itu berkumpul banyak orang dan sebagian besar siap mendengarkan apa yang dibicarakan oleh khatib. Waktunya relatif tepat, tidak terlalu lama tidak terlalu singkat yaitu sekitar 20-30 menit.
Tentang masalah khatib atau kualitas da’i pada umumnya, Abdullah Nashih Ulwan dalam bukunya  Tsaqafah Da’iyah mengemukakan bahwa setiap Da’i disamping harus memiliki ahlakul karimah,seperti tawadhu, rendah hati, syaja’ah(berani), istiqamah, Sabar, memiliki semangat ukhuwah berjama’ah dan sebagainya, juga harus melengkapi dirinya dengan ilmu pengetahuan dalam rangka membimbing umat dan jama’ah kearah kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.[2]
حديث سهلِ بن سعدٍ في أَمْرِ المِنْبَرِ تَقَدَّمَ وَذِكْرُ صَلا تِهِ عَلَيْهِ وَرَجُو عَهُ القَهْقَرِى وَزَ دَفِي هَذه الروايةِ : فَلَمَّ فَرَغَ أَقْبَلَ عَلَى النَّسِ فَقا ل: ( يا أَ يُّها النَّا سُ, إِنَّمَا صَنَعْتُ ((رواه البخارى)هذا لِتأْ تَمّوا صَلا تِي
“ Hadits Sahal bin Sa’d yang berkaitan dengan mimbar, sahal menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw. Mengerjakan Shalat diatas mimbar, kemudian mundur kebelakang, dan pada hadits ini ditambahkan,” setelah menyelesaikan Shalat, Nabi Saw. Menghadapkan wajahnya kepada orang-orang(yang makmum) dan berkata, aku melakukan ini agar kalian mengikutiku dan mempelajari bagaimana aku mempelaajri Shalat.” [3]
C.            Materi Hadits Khutbah merupakan Media Menyebarkan Ilmu Pengetahuan
حَدَّثَنَاادَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسِ قال: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِعْبٍ عَنِ الزَّهْرِيِّ,  عَنْ سَالِمٍ ,عَنْ أبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّم يَخْطُبُ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ:  مَنْ جَاءَ إلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ .  (رواه البخارى فى الصحيح, كتاب الجمعة, باب الْخُطْبَةِ عَلَى الْمِنْبَرِ
Adam bin Abi Iyas menyampaikan kepada kami dari Ibnu Abi Dz’ib, dari Az Zuhri, dari Salim dari bapaknya, ia berkata, aku mendengar Rasul berkhotbah di atas mimbar beliau bersabda:“orang yang datang untuk Shalat Jum’at, maka hendaknya  mandi terlebih dahulu”(Riwayat Al Bukhari dalam As Shahihah, Kitab al Jumu’atu, Bab Khotbah di Mimbar)”[4]
Keterangan hadits
Peristiwa yang melatarbelakangi pengetengahan hadits ini adalah bahwa ketika sahabat Utsman r.a datang ke shalat jum’at padahal Khalifah Umar r.a sedang berkhotbah diatas mimbar. Lalu Khalifah Umar r.a menyindirnya melalui perkataannya,” apakah gerangan yang menyebabkan kaum laki-laki lambat datangnya sesudah seruan?” maka sahabat Utsman menjawab, “ wahai Amirul Mukminin, sewaktu aku mendengar seruan Adzan aku tidak menambahkan sesuatupun kecuali hanya berwudhu lalu aku segera datang.” Khalifah berkata,” apakah wudhu dikatan sebagai tambahan, bukankan Rasulullah bersabda,” Apabila seseorang diantara kalian akan mendatangi shalat jum’at, maka hendaklah ia mandi”.
Berdasarkan Hadits ini maka hukum mandi Shalat Jum’at adalah sunah mu’akad, demikian yang dikatan jumhur ulama, salaf dan kalaf. Namun sebagian kalangan sahabat dan madzhab Zhahiri mengatakan, bahwa, amndi untuk shalat jum’at hukumnya wajib; hal ini diriwayatkan oleh imam Ahmad.[5]
D.           Refleksi hadits dalam kehidupan
Adalah kerugian besar bagi kepentingan dakwah dan jihad apabila komunikasi antar golongan terpelajar dan masyarakat Awam mengalami disharmoni, apalagi terputus sama sekali. Apabila kekhawatiran ini terjadi, niscaya kaum pandai itu tak akan mampu memahami keadaan masyarakatnya, dan dilain pihak, masyarakat awam tidak berkesempatan memetik buah pemikiran dan hikmah ilmu yang sebenarnya bisa diharapkan dari kaum Intelektual. Karenanya, melalui upaya-upaya Dakwah termasuk lewat mimbar Khotbah, diharapkan sang Khotib mampu menebarkan motivasi, inovasi dan pesan-pesan religi supaya muncul figur-figur cendekiawan muslim yang berkarakter, dan kosisten pada ajaran agama, yang akan sanggup menghindarkan  tragedi kerenggangan hubungan antara kaum intelektual dengan umat dan rakyat jelata.
Mengingat pentingnya khutbah, maka jama’ah diharapkan dapat mendengarkan secara Khusyu’ dan di aplikasikan seoptimal mungkin dalam kehidupan. Bukan hanya sebagai media peningkatan iman dan ketakwaan saja, namun juga perlu difungsikan sebgai alat yang ampuh untuk menggalang opini publik, dan membina masyarakat yang sosialistis, religius dan Islami. Sekaligus menjadi media komunikasi yang efektif antara umat dengan Ulama serta cendekiawan bahkan umara.[6]
Khatib dalam menyampaikan Khutbahnya ada Unsur Kekhusyu’an lain dengan pidato atau ceramah-ceramah, bersuara yang lantang sebagaimana seorang komandan yang memberikan komando kepada pasukannya dengan jelas, fasih dalam mengucapkan kata-kata sehingga mudah dipahami dan tidak terjadi kesalahpahaman.[7]
Tips menjadi Khotib yang baik
1.      Pelajari dan kuasai materi khutbah terlebih dahulu. Gunakan materi/topik yang menarik
2.      Agar materi yang anda sampaikan kepada jama’ah tidak terlupakan, tambahkan humor, kisah pribadi, bahasa percakapan dalam khutbah
3.      Berlatih dengan gigih
4.      Teruslah berusaha santai ketika menyampaikan khutbah
5.      Ketika berpidato di podium, posisi tubuh tegak santai. Lakukan kontak mata dengan pendengar, selama tiga atau lima detik kemudian lihatlah wajah yang lain.
6.      Sampaikan materi dengan suara yang jelas.[8]
E.       Aspek Tarbawi
Kita dapat mengambil nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada hadits diatas, bahwa dalam shalat Jum’at, kita disarankan untuk mandi terlebih dahulu, karna Islam sangatlah memperhatikan dalam hal kebersihan.
Dalam hadits ini pula menggambarkan bahwa, khutbah merupakan media yang penting dalam menyampaikan hal yang ma’ruf. Media Khutbah merupakan cara dakwah yang efektif dan efisien, dengan demikian khutbah bisa dijadikan sebagai sarana pembimbing umat dengan cara menggalang opini publik dalam mempererat ukhuwah antara kaum intelektual dan kaum awam.




















KESIMPULAN

1.             Khutbah merupakan pesan yang disampaikan oleh khatib yang dilakukan diatas mimbar dengan menggunakan suara yang lantang serta menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami oleh jama’ah.
2.             Khutbah merupakan media Dakwah sekaligus perekat hubungan antara kalangan intelektual dan kalangan awam.
3.             Khutbah merupakan media yang mampu menebarkan motivasi, inovasi dan pesan-pesan religi supaya muncul figur-figur cendekiawan muslim yang berkarakter, dan kosisten pada ajaran agama, yang akan sanggup menghindarkan  tragedi kerenggangan hubungan antara kaum intelektual dengan umat dan rakyat jelata.
4.             Khutbah merupakan media yang ampuh dalam menggalang opini publik dan membina masyarakat sosialistis, religius dan Islami.

















DAFTAR PUSTAKA

Miftahurrabbani. 1994. Himpunan Khutbah Setahun. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Nur , Much. Zaenuri. 2014. Khutbah Jum’at & HBI sepanjang tahun. Jakarta Selattan:SABIL.
Suyuti , Ahmad. Khotbah Cendekiawan. 1996 .Jakarta: Pustaka Amani.
Imam Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif . Ringkasan Shahih Al Bukhari. (edisi terjemah oleh cecep Syamsul hari dan  Tholib Anis) Bandung: Mmizan.2000.
Az zabidi ,Abu Abdulah Muhammad bin Ismail al-Bukhari .2011. Shahih Bukhari. Jakarta Timur.Al Mahira.
Hafidhuddin , Didin. 2006 Agar layar tetap berkembang upaya menyelamatkan umat. Depok: Gema Insani.
Syekh manshur ali Nashif. 1993. Mahkota pokok-pokok hadits Rasulullah Jil. 1 (edisi terjemah oleh Bahrun abu bakar danAnwar abu bakar) Bandung: CV. Sinar baru.













TENTANG PENULIS

Heri Masyharudin Syah, Lahir di Tegal pada 06 April 1993. Saya merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Sewaktu kecil saya tak mengenal adanya TPQ/TK, namun Alhamdulillah saya dapat membaca  Al Quran karena didikan orang tua.
Pendidikan Formal Saya ditempuh di  SD N Kreman Kec. Warurejo Kab. Tegal(2005), Kemudian di MTs N Slawi(2008) dan SMK N 1 Adiwerna - Tegal(2011). Saya pernah bekerja di PT. Indomarco Prismatama Cab. Bekasi(2011) juga di PT. Kompas Gramedia Jakarta(2012). Saat ini, saya sedang berusaha menyelesaikan kuliah Strata satu(S1) Jurusan Tarbiyah, Program Study pendidikan Agama Islam di STAIN Pekalongan.
Semoga saya bisa membanggakan kedua orang tua dan menjadi Guru yang mencerdaskan Intelektual, Emosional serta Spiritual anak didik saya kelak. Aamiin.






[1] http://khotbahjumat.com/definisi-khutbah-jumat/ . diakses pada tgl: 18 Februari 2015 jam 15:00 WIB
[2] Didin Hafidhuddin. Agar layar tetap berkembang upaya menyelamatkan umat  (Depok: Gema Insani. 2006)hlm.199
[3] Imam Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif Az zabidi . Ringkasan Shahih Al Bukhari. Terjemahan cecep Syamsul hari dan  Tholib Anis Bandung: Mmizan.2000. Hlm.210
[4] Abu Abdulah Muhammad bin Ismail al-Bukhari . Shahih Bukhari (Jakarta Timur.Al Mahira. 2011) hlm. 202.
[5] Syekh manshur ali Nashif. Mahkota pokok-pokok hadits Rasulullah Jil. 1 (Bandung: CV. Sinar baru. 1993) hlm. 855-856
[6] Ahmad Suyuti. Khotbah Cendekiawan (Jakarta: Pustaka Amani. 1996) kata pengantar v
[7] Miftahurrabbani. Himpunan Khutbah Setahun (Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1994) hlm: 1
[8] Much. Zaenuri Nur. Khutbah Jum’at & HBI sepanjang tahun ( Jakarta Selattan:SABIL.2014) hlm.11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar