Laman

Selasa, 14 Maret 2017

tt2 a5a ‘’Siang Hari untuk Mencari Karunia Allah SWT‘’ (QS ar-Rum ayat 23)

PRINSIP ETOS KERJA
“MINTALAH KEBAIKAN DUNIA-AKHIRAT”
(Q.S AL-BAQARAH, 2: 201)

Reni Pretiani   (2021115120)
Kelas A

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN / JURUSAN PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017




KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “PRINSIP ETOS KERJA (MEMINTA KEBAIKAN DUNIA-AKHIRAT) dalam QS. Al-Baqarah ayat 201”. Sholawat beserta salam tak lupa pula saya haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad saw yang telah membawa kita semua dari alam kejahiliaan ke alam yang terang benderang yang di sinari oleh ilmu pengetahuan, iman dan islam. Tak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada:
1.     Allah swt yang telah memberikan kemudahan bagi saya untuk mengerjakan makalah ini.
2.     Kedua Orang Tua yang selalu mendukung saya untuk semangat dalam belajar.
3.     Dosen Pengampu mata kuliah tafsir tarbawi yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan makalah ini.
4.     Saya juga mengucapakn terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah yang berjudul “PRINSIP ETOS KERJA (MEMINTA KEBAIKAN DUNIA-AKHIRAT) dalam QS. Al-Baqarah ayat 201” ini.
Saya sadar dalam penulisan makalah ini, masih banyak kekurangan. Untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.

Pekalongan, 17 Maret 2017
Reni Pretiani
2021115120




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setiap manusia harus melalui dua macam kehidupan, kehidupan di alam dunia (Fana) dan kehidupan di Alam akhirat (Baqa). Pintu gerbangnya adalah kematian. Kebanyakan manusia mementingkan kehidupan di alam fana dengan melupakan kehidupan di alam baqa. Keadaan yang serupa itu, mungkin mereka tidak mengerti, bagaimana sebaiknya yang akan dipilih, apakah kehidupan dunia saja, atau akhirat saja.
Kehidupan di dunia ini adalah suatu kehidupan yang sangat singkat dibandingkan dengan kehidupan di akhirat kelak, sehingga segala gerak langkah dan perbuatan kita di dunia ini sesungguhnya ibarat orang yang sedang menanam pohon yang hasilnya baru akan diperoleh kelak diakhirat.
Dengan menyeimbangkan kesibukan di dunia dan akhirat merupakan salah satu kewajiban muslim. Sibuk mencari rezeki di dunia memng menjadi suatu keharusan. Akan tetapi, perasaan cinta dan ambisi dengan kebahagiaan dunia tidak boleh menguasai hati.
Sebab, dengan sibuk fokus dengan keduniaan ini bisa membuat kita melupakan masalah akhirat, padahal, orang yang menjadikan akhirat sebagai obsesi tertinggi telah dijanjikan oleh Allah kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, kita harus senantiasa menyeimbangkan kedua hal ini dengan melakukan amalan-amalan kebaikan.

B.    Judul

PRINSIP ETOS KERJA “MINTALAH KEBAIKAN DUNIA-AKHIRAT”

C.    Nash

وَ مِنْهُمْ مَّنْ يَقُوْلُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِى اادُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْأَ خِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (٢٠١)

Artinya: “Dan di antara mereka ada yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.

D.    Arti Penting untuk Dikaji
Dalam surat Al-Baqarah ayat 201 di atas dapat kita pahami bahwa kebaikan di dunia maupun kebaikan di akhirat haruslah seimbang, kebaikan dunia bukanlah memiliki harta yang berlimpah, anak yang banyak, dan lain sebagainya, melainkan kebaikan adalah jika kita memiliki amal yang banyak, pengetahuan yang luas, dan tidak sombong kepada orang lain. Kebaikan akhirat adalah tujuan akhir kita, dan kebaikan di akhirat adalah surga. Dengan mendekatkan diri kepada Allah untuk mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat kita dianjurkan untuk senantiasa berdoa agar kita dapat memperoleh keuntungan di dunia dan di akhirat dan agar kita terhindar dari siksa neraka.








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Teori
1.     Pengertian Dunia dan Akhirat
Dunia akhirat adalah dua dunia yang tidak dapat dipisahkan dari orientasi kehidupan seorang muslim. Dunia fana sebagai tempat dan ladang beramal dan berjuang, sedangkan akhirat yang baqa adalah tempat dan ladang memetik hasilnya. Disadari atau tidak, semua gerak-gerik dan perbuatan di dunia ini merupakan tanaman setiap orang yang akan dipetik hasilnya dalam kehidupan diakhirat kelak.[1]
Menurut Al-Maraghi, sifat dari kehidupan dunia, yang diantaranya adalah mudah sirna, sebagaimana halnya hujan yang turun membelah bumi yang tandus, kemudian beraneka ragam tanaman tumbuh, hijau menguning, menyenangkan petani atau orang yang menanamnya, kemudian tidak lama pohon tersebut menua, layu dan kering kemudian mati. Hal ini tidak berarti bahwa seseorang dilarang mencari dan menikmati kehidupan dunia, namun yang dianjurkan agar ia tidak terpedaya hanya mementingkan kehidupan di dunia, maka yang akan ia dapati hanya kehidupan dunia itu saja. Sedangkan jika ia mementingkan kehidupan akhirat, maka ia akan mendapatkan keduanya yaitu dunia dan akhirat, sebab untuk mencapai kebahagiaan hidup diakhirat ia harus mencapai kehidupan dunia.[2]
2.     Kehidupan Dunia dan Akhirat
Ada beberapa kehidupan di dunia dan di akhirat antara lain:
a)     Kehidupan dunia bersifat fana (sementara), sedangkan akhirat bersifat baqa (selamanya)
b)     Dunia tempat beramal dan berjuang, sedangkan akhirat tempat memetik hasil.
c)     Dunia sebagai tempat ujian dan cobaan, sedangkan akhirat tempat pahala dan ganjaran.
d)     Kehidupan dunia bersifat semu sedangkan kehidupan akhirat bersifat hakiki.
Di dalam islam, usaha dan doa merupakan dua hal yang tidak dapat dispisahkan untuk mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat diperlukan dua bentuk usaha tersebut, dan pendidikan sebagai usaha sadar dari para pelaku pendidikan merupakan salah satunya. Akan tetapi berusaha melalui kegiatan pendidikan saja tidaklah cukup, harus pula dibarengi dengan selalu memohon kepada Tuhan, dan keterampilan berdoa ini dapat dimiliki oleh seorang peserta didik berkat pendidikan pula.[3]

B.    Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 201
1.     Tafsir Al Mishbah
Dalam surah Al-Baqarah : 201, “Dan diantara mereka” yakni manusia yang telah melaksanakan haji atau semua manusia yang sudah, belum, atau tidak melaksanakan haji ada juga yang menjadikan ibadah haji atau seluruh aktivitas nya mengarah kepada Allah dan selalu meningat-Nya, sehingga ia berdoa, “Tuhan kami! Demi kasih syang dan bimbingan-Mu, anugerahilah kami hasanah di dunia dan hasanah di akhirat”.
            Anda baca, yang mereka mohonkan bukan segala kesenangandunia, tetapi yang sifatnya hasanah, yaitu yang baik, bahkan bukan hanya di dunia tetapi juga memohon hasanah di akhirat. Dan karena perolehan hasanah belum termasuk keterhindaran dari keburukan, atau karena bisa jadi hasanah itu diperoleh setelah mengalami siksa, maka mereka menambahkan permohonan mereka dengan berkata “Dan peliharalah lkami dari siksa neraka”.
Bermacam-macam penafsiran ulama tentang makna hasanah di dunia dan hasanah diakhirat. Adalah bijaksana memahaminya secara umum, bukan hanya dalam arti iman yang kukuh, kesehatan, afiat dan rezeki yang memuaskan, pasangan yang ideal, tetapi segala yang menyenangkan di hari kemudian. Serta bukan pula hanya keterbebasan dan rasa takut diakhirat, hisab (perhitungan) yang mudah, masuk ke surga dan mendapat ridha-Nya, tetapi lebih dari itu, karena anugerah Allah tidak terbatas.[4]
2.     Tafsir Al-Maraghi

وَ مِنْهُمْ مَّنْ يَقُوْلُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِى اادُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْأَ خِرَةِ حَسَنَةً
“Dan diantara mereka terdapat pula golongan lain yang mengatakan: “Ya Tuhan kami, anugerahilah kami kehidupan yang baik dan bahagia di dunia serta kehidupan yang direstui dan diridhoi di akhirat kelak”. (QS. Al-Baqarah : 201)
Menghendaki kehidupan yang baik adalah dengan cara meniti sebab musabab yang telah dibuktikan oleh pengalaman akan kemanfaatannya dalam hal berusaha dan mengatur tatanan kehidupan, pergaulan dengan masyarakat, menghias diri dengan akhlak yang luhur dan memegang teguh syariat agama serta berpegangan teguh syariat agama serta berpegangan kepada sifat-sifat keutamaan yang diakui dalam hidup bermasyarakat. Sedang menghendaki kehiduan akhirat yang baik adalah melalui iman yang ikhlas, beramal shaleh serta menghiasi diri dengan akhlak yang mulia dan budi luhur.
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
peliharalah kami dari dorongan hawa nafsu dan perbuatan dosa yang bisa memasukkan kami ke neraka. Adapun caranya adalah dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat, menjauhi perbuatan yang rendah dan kotor serta menjauhi kemauan syahwat yang diharamkan dengan melaksanakan semua kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Ayat ini mengandung pengertian bahwa berlebih-lebihan dalam masalah agama dan terlalu keras/kaku adalah suatu hal yang tercela serta keluar dari fitrah manusiawi. Allah telah melarang para ahli kitab melakukan hal ini dan secara tegas Ia mencela mereka, sebagaimana Nabi saw pun melarang perbuatan ini. Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits yang beliau terima dari sahabat Anas Ibnu Malik ra, bahwa Rasulullah saw memanggil seseorang yang keadaan nya persis seperti anak ayam yang dicabuti bulunya. Kemudian beliau bertanya kepadanya: “Apakah kamu berdoa sesuatu kepada Allah?” si lelski menjawab: “Ya, saya sedang berdoa: Ya Allah saya tidak ingin menyiksa duriku di akhirat, maka dari itu percepatlah siksaanku di dunia saja. Lalu Rasulullah saw bersabda kepadanya: “Subhanallah (Maha Suci Allah)! Jika demikian maka anda tidak akan kuat menahannya dan tidak akan bisa. Mengapa anada tidak mengatakan: Ya Allah, anugerahilah kami dari siksa neraka”. Kemudian Rasulullah berdoa untuk nya, sehingga sembuhlah ia berkat doa Nabi dan pertolongan Allah”.
Mereka adalah orang-orang yang menghendaki kebahagian di dua tempat, yakni kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah menganugerahi mereka apa yang mereka minta melalui usaha mereka. Sebab mereka meminta kebahagiaan duniawi dan meniti sebab musababnya sebagaimana mereka mengehendaki kebahaian akhirat, mereka sungguh-sungguh berusaha untuk mendapatkannya. Oleh karena itulah, mereka memperoleh dari hasil usahanya ini kebahagiaan di dunia dan akhirat.[5]
3.     Tafsir Al-Azhar
Mereka ini bersama-sama naik haji, bersama wukuf, mabit dan bersama di mina dengan golongan pertama yang tadi. Mereka sama-sama mengenakan pakaian ihram. Tetapi yang pertama hanya menuntut kebaikan didunia saja. Minta perkembangan harta benda, binatang ternak dan kekayaan. Minta hujan banyak turun supaya tanah ladang mereka subur dan memberikan hasil yang berganda. Tetapi golongan yang kedua bukan hanya saja meminta kebaikan didunia, melainkan memohon oula kebaikan ukhrowi, hari akhirat. Dan kebaikan akhirat itu hendaknya dibangunkan dari sekarang. Mereka pun memohon hujan turun, suoaya sawah ladang subur. Dan kalau hasil setahin keluat berlipat ganda, mereka pun akan dapat berkah lebih besar dari tahun yang lalu. Kalau mereka dapat berzakat, mendapat bahagialah mereka diakhirat dengan memakai kebaikan yang abadi didunia. Maka kebaikan didunia itu ialah harta kekayaan, kedudukan yang tinggi, badan yang sehat dan sebagainya. Lantaran keinsyafan mereka bergama, maka kesehatan badan, kekayaan, dan kesuburan akan dapat mereka jadikan untuk amal bekal dihari akhirat kelak. Tetapi kalau mereka hanya mencari kebahaiaan disunia saja, harta itu akan habis percuma untuk perkara yang kurang berfaidah. Kesehatan badan akan hilang didalam sendaugurau yang tidak menentu. Penyakit baghil akan menimpa jiwa. Kalau tidak dapat mempertanggung jawabkan diakhirat kelak, sudah terang segala kebaikan dunia itu akan menjadi bencana dan azab jika diakhirat. Itulah sebabnya diujung permohonan mereka kepada Allah SWT, mereka memohon agar terhindar kiranya dari pada azab api neraka di akhirat.
Doa yang kedua inilah yang baik. Niat mengerjakan haji dengan sikap jiwa yang kedua inilah yang akan diterima Allah SWT. Sebab itu, walaupun sampai kepada zaman kita sekarang ini, masihlah akan didapati kedua golongan itu didalam masyarakat kita.[6]
4.     Tafsir Al-Qurthubi
Dan diantara mereka yakni manusia yang telah melaksanakan Haji atau semua manusia yang sudah, belum, atau tidak melaksanakan haji ada juga yang menjadikan ibadah haji atau seluruh aktivitasnya mengarah kepada Allah dan selalu mengingat-Nya, sehingga ia berdoa, “ Tuhan kami! Demi kasih sayang dan bimbingan-Mu, anugrahilah kami hasanah didunia dan hasanah diakhirat.”
Anda baca, yang mereka mohonkan bukan segala kesenangan dunia, tetapi yang sifatnya hasanah, yaitu yang baik, bahkan bukan hanya didunia tetapi juga memohon hasanah di akhirat. Dan karena perolehan hasanah belum termasuk keterhindaran dari keburukan, atau karena bisa jadi khasanah itu diperoleh setelah mengalami siksa, maka mereka menambahkan permohonan mereka dengan berkata, “dan periharalah pula kami dari siksa neraka”.
Bermacam-macam penafsiran ulama tentang makna hasanah didunia dan hasanah diakhirat. Adalah bijaksana memahaminya secara umum, bukan hanya dalam arti iman yang kukuh, kesehatan, afiat, dan rezeki yang memuaskan, pasangan yang ideal, dan anak-anak yang shaleh , tetapi segala yang menyenangkan didunia dan berakibat menyenangkan dihari kemudian. Serta bukan pula hanya keterbatasan dari rasa takut diakhirat, hisab (perhitungan) yang mudah, masuk kesurga dan mendapat ridho-N ya, tetapi lebih dari itu, karena anugrah Allah tidak terbatas.[7]

C.    Aplikasi Dalam Kehidupan
Dengan adanya hidup dan mati adalah untuk memberi kesempatan kepada manusia agar melakukan perbuatan yang baik yang nantinya harus kita pertanggung jawabkan di hadirat Allah Swt, dikemudian hari. Mengertilah bahwa kita hidup di dunia ini, manusia seolah-olah tamu, yang tamu itu takkan lama tinggalnya ditempat ia bertamu. Masjid adalah tempat bersujud dan mengabdi kepada Allah SWT, itulah yang harus kita datangi setiap hari. Dimana tempat jiwa kita menerima nasihat-nasihat yang sangat berguna untuk kehidupan di dunia maupun diakhirat nanti, di situ selalu berkumandang ayat-ayat Allah selaku obat penyakit jiwa, petunjuk dan pelajaran yang akan kita perdapat.

D.    Aspek Tarbawi
1.     Pada semua yang diperintahkan Allah, didalamnya pasti terdapat kebaikan, baik untuk kehidupan di dunia maupun diakhirat.
2.     Segala sesuatu yang merupakan kebaikan, pasti termasuk dalam kategori yang diperintahkan dan diridhai Allah. Sebaliknya, segala sesuatu yang mengandung kerusakan, kebinasaan, kemudaratan, dan kejahatan, pastilah termasuk dalam kategoriyang dilarang dan dibenci Allah.
3.     Manusia wajib berusaha melakukan kebaikan dan yang terbaik dalam batas-batas kemampuannya.[8]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dunia akhirat adalah dua dunia yang tidak dapat dipisahkan dari orientasi kehidupan seorang muslim. Dunia fana sebagai tempat dan ladang beramal dan berjuang, sedangkan akhirat yang baqa adalah tempat dan ladang memetik hasilnya. Disadari atau tidak, semua gerak-gerik dan perbuatan di dunia ini merupakan tanaman setiap orang yang akan dipetik hasilnya dalam kehidupan diakhirat kelak.
Dengan menyeimbangkan kesibukan di dunia dan akhirat merupakan salah satu kewajiban muslim. Sibuk mencari rezeki di dunia memng menjadi suatu keharusan. Akan tetapi, perasaan cinta dan ambisi dengan kebahagiaan dunia tidak boleh menguasai hati.
Dan dengan menambah keimanan kita dengan adanya hari akhirat, kita dapat memanfaatkan kehidupan di dunia ini dengan sebaik mungkin dengan melakukan ibadah dan amal kebaikan yang sebanyak-banyaknya, sebab amal ibadah dan perbuatan kebaiakan yang kita lakukan tersebut yang akan dipetik hasilnya di akhirat kelak.



[1] Nanang Ghojali, Tafsir Hadits Tentang Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 176
[2] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), hlm. 122
[3] Nanang Ghojali, op. cit.,  hlm. 177
[4] M. Quarish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 440
[5] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi 2, (Semarang: Cv. Toha Putra, 1993), hlm. 196-198
[6] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz II, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 186-188
[7] Syaikh Imam Al-Qurtubi, Tafsir AL-Qurthubi cet.1, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm. 972-974
[8] Abd. Rahman Dahlan, Kaidah-kaidah Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 9-10




DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 2. Semarang: Cv. Toha Putra.
Al-Qurtubi, Syaikh Imam. 2007. Tafsir AL-Qurthubi cet.1. Jakarta: Pustaka Azzam.
Ghojali, Nanang. 2013. Tafsir Hadits Tentang Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Hamka. 1983.  Tafsir Al-Azhar Juz II. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Nata, Abuddin. 2009. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Shihab, M. Quarish. 2002. Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Dahlan, Abd. Rahman. 2014. Kaidah-kaidah Tafsir. Jakarta: Amzah.




BIODATA DIRI


Nama                          : Reni Pretiani
TTL                             : Pemalang, 25 November 1996
Alamat                        : Karangasem, Petarukan Pemalang
Riwayat Pendidikan   :
1.     SDN 03 Karangasem
2.     SMP N 3 Petarukan
3.     SMK Satya Praja 1 Petarukan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar