Laman

Rabu, 01 Maret 2017

tt2 b4c Bersyukurlah Pada Ibu Bapak ( Qs. Luqman ayat 13 – 15 )

“KEDUDUKAN ORANG TUA”
Bersyukurlah Pada Ibu Bapak ( Qs. Luqman ayat 13 – 15 )
  

 Yuliana Lestari  (2021115106)
 Kelas : B

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN/ PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017



KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT. yang telah  memberikan kami Nikmat Sehat, Rahmat dan Inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Tafsir Tarbawi II dengan tema “Kedudukan Orang Tua” dengan judul Bersyukur pada Bapak dan Ibu. Sholawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kami Nabi Agung Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafaatnya di Yaumul Kiamah kelak. Makalah ini kami susun dengan semaksimal mungkin sehingga menghasilkan karya yang bisa bermanfaat untuk para pembacanya. Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak terkait yang telah membantu saya dalam penyusunan makalah ini. Terutama kepada kedua orang tua yang selalu memberi dukungan baik moril maupun materil. Bapak Muhammad Hufron M.S.I, selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi II, kemudian teman-teman semua yang saya banggakan.
Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan insipirasi kepada para pembaca.


Pekalongan, Maret 2017

Penulis
Yuliana Lestari

BAB I
PENDAHULUAN
A.              Latar Belakang
Dalam agama islam menghormati dan menghargai serta berbakti kepada kedua orang tua merupakan kewajiban yang harus dipatuhi, karena begitu besar jasa pengorbanan kedua orang tua, sampai Allah berwasiat kepada keduanya terlebih ibu. Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang betapa beratnya perjuangan orang tua membesarkan dan mendidik putra-putrinya, terutama ibu yang dengan susah payah telah mengandungnya selama Sembilan bulan, kemudian setelah susah payah melahirkan menyusuinya selama dua tahun dengan mencurahkan seluruh perhatian dan kasih sayangnya untuk seorang anak.
Demikian berat perjuangan seorang ibu sampai ketika dia harus melahirkan bayi yang dikandungnya pun pertaruhkan semua yang dimilikinya sampai kepada nyawanya sekalipun. Karena itu sangatlah tepat jika Nabi Muhammad SAW.sosok hamba utusan Allah SWT yang sangat peduli terhadap kaum perempuan yang menetapkan ibu sebagai satu-satunya perempuan yang harus mendapat penghormatan dan penghargaan tiga banding satu dari seorang ayah, karena perjuangannya pun tidak sama beratnya.

B.              Judul Makalah
Makalah ini berjudul “Kedudukan Orang Tua” dengan sub tema pembahasan Bersyukurlah Pada Ibu Bapak.

C.              Nash dan Arti

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِالَّهِ ۖإِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13)  
وَوَصَّيْنَاالإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَي وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْلِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ المَصِيْرُ (14)
وِان جاهداك على ان تشرك بي ماليس لك به علم فلا تطعهما وصاحبهما في الدنيامعروفا واتبع سبيل من اناب الي ثم الي مرجعكم فانبئكم بماكنتم تعملون. (15)
Artinya:
13. “Dan ingatlah ketika lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesugguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.
14. “Dan kami wasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.
15. “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah engkau mematuhi keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia  dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

D.              Arti Penting Dikaji
Kewajiban seorang Muslim salah satunya adalah menghormati kepada kedua orang tua. Oleh karena itu didalam ajaran agama islam sangat dianjurkan akan hal itu. Dengan demikian kita wajib bersyukur kepada Allah SWT karena telah menghadirkan orang tua yang sangat berharga didalam hidup kita, terlebih sosok ibu yang telah mengandung selama 9 bulan dan rela mengorbankan nyawanya demi melahirkan anaknya. Bapak pun tidak kalah berat pengorbanannya karena berusaha mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

BAB II
PEMBAHASAN
A.              Teori
1.               Pengertian Syukur
Bersyukur adalah menisbatkan anugerah kepada pemiliknya yang sejati dengan sikap kepasrahan. Al- Junaid mengatakan, Bersukur adalah bahwa engkau tidak memandang dirimu layak menerima anugerah. Sedangkan Ruwaym menjelaskan, Bersyukur adalah engkau menghabiskan seluruh kemampuan (dalam upaya untuk bersyukur).[1]
Hakekat syukur, menurut mereka yang telah mencapai kebenaran adalah pengakuan akan anugerah dari sang Pemberi Anugerah, dengan sikap penuh kepasrahan dan sesuai dengan perkataan berikut, Allah SWT bersifat mensyukuri dalam arti menyebarluaskan anugerah-Nya, bukan dalam arti harfiah. Ini berarti bahwa Dia memberi ganjaran bagi sikap bersyukur. Karenanya, Dia telah menetapkan bahwa balasan bagi sikap bersyukur adalah sikap bersyukur pula (dipihak-Nya) sebagaimana telah dinyatakan-Nya, “Balasan bagi tindak kejahatan adalah kejahatan yang serupa.”
Syukur seorang hamba, pada hakekatnya, mencakup syukur secara lisan maupun penegasan dalam hati atas anugerah dan rahmat Tuhan. Syukur dibagi menjadi: syukur dengan lidah, yang berupa pengakuan atas anugerah dalam derajat kepasrahan, syukurnya tubuh dan anggota-anggota badan yang berarti mengambil sikap setia dan mengabdi. Syukurnya hati, dengan mengundurkan diri ke tataran syahadah dengan terus menerus melaksanakan penghormatan.[2]



2.               Pengertian Birr al-Walidain
Birr berasal dari kata bahasa Arab yang berarti taat dengan mempergaulinya secara baik atas dasar cinta dan kasih saying.
Menurut Imam Nawawi, Birr al- walidain itu adalah berbuat baik kepada kedua orang tua, bersikap baik kepadanya serta melakukan hal-hal yang dapat membuatnya bahagia serta berbuat baik kepada teman dan sahabat-sahabat keduanya.
Al- Imam adz-Dzahabi menjelaskan bahwa Birr al-walidain itu hanya dapat direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk kewajiban yaitu: Pertama, Menaati segala perintah orang tua kecuali maksiat. Kedua, menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua. Ketiga, membantu atau menolong orang tua apabila mereka membutuhkan.[3]
Birr al- walidain merupakan perintah Allah yang telah menjadi ketetapan-Nya untuk dilaksanakan oleh setiap anak manusia. Menghormati dan menghargai serta berbakti kepada kedua orang tua merupakan kewajiban yang harus dipatuhi, karena begitu besar jasa dan pengorbanan kedua orang tua, sampai Allah berwasiat kepada keduanya terlebih ibu.
Allah mengatakan bahwa ketika kedua orang tua memaksamu untuk menyekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mengetahuinya maka janganlah engkau ikuti dia dan pergaulilah dengan baik selama didunia, hal itu menunjukkan bahwa kepada orang tua yang syirik pun seorang anak harus berbuat baik selama hidupnya didunia, terlebih jika kedua orang tuanya orang yang beriman kepada Allah mka tidak ada alasan yang bias dibenarkan untuk tidak berbakti kepadanya.[4]


B.              Tafsir
1.               Tafsir Al-Azhar
“Dan ingatlah tatkala Luqman berkata kepada puteranya, dikala dia mengajarinya." (ayat 13). Yaitu bahwasanya hikmah yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada Luqman telah disampaikannya dan diajarkannya kepada anaknya, sebagai pedoman utama dalam kehidupan. “Wahai anakku! Janganlah engkau persekutukan dengan Allah.” Artinya janganlah engkau mempersekutukan Tuhan yang lain dengan Allah. Karena tidak ada Tuhan selain Allah. Malahan yang selain dari Tuhan itu adalah alam belaka, ciptaan Tuhan belaka.tidaklah Allah itu bersekutu atau berkongsi dengan Tuhan yang lain didalam menciptakan alam ini. “Sesungguhnya mempersekutukan itu adalah aniaya yang amat besar. Yaitu menganiaya diri sendiri dan memperbodoh diri sendiri.
“Dan Kami wasiatkan kepada manusia terhadap kedua ibu bapaknya.” (ayat 14). Wasiat kalau datang dari Allah bersifat perintah. Tegasnya ialah bahwa Tuhan memerintahkan kepada manusia agar mereka menghormati dan memuliakan kedua ibu bapaknya. Sebab dengan melalui jalan kedua ibu bapaknya itulah manusia dilahirkan ke muka bumi. Sebab itu sudah sewajarnya apabila keduanya dihormati. Bersyukurlah kamu kepada Allah SWT dan kepada kedua orang tuamu. Syukur pertama ialah syukur kepada Allah. Karena semuanya itu, sejak mengandung sampai mengasuh dan sampai mendidik dengan tidak ada rasa bosan, dipenuhi dengan rasa cinta, kasih dan sayang adalah berkat Rahmat Allah SWT. Setelah itu bersyukurlah kepada kedua orang tuamu. Ibu yang mengasuh dan ayah yang membela dan melindungi ibu dan anak-anaknya. Ayah yang berusaha mencari sandang dan pangan setiap hari. Akhirnya diperingatkanlah kemana akhir perjalanan ini, yaitu lambat atau cepat ibu bapak dan semuanya itu akan dipanggil oleh Tuhan.[5]
“Dan jika keduanya mendesak engkau bahwa hendak mempersekutukan Aku dalam hal yang tidak ada ilmu engkau padanya.” (ayat 15). Manusia yang telah berilmu amat payah buat digeserkan oleh sesamanya manusia kepada sesuatu pendirian yang tidak berdasarkan ilmiah. Bahwa Allah itu adalah Esa, adalah puncak dari segala ilmu dan hikmat.[6]
2.               Tafsir Al-Maraghiy
Luqman memerintahkan kepada anaknya supaya menyembah Allah semata, dan melarang berbuat syirik (menyekutukan Allah dengan lain-Nya). Luqman menjelaskan kepada anaknya, bahwa perbuatan syirik itu merupakan kezaliman yang besar. Karena perbuatan syirik itu berarti meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Dan ia dikatakan dosa besar, karena perbuatan itu berarti menyamakan kedudukan Tuhan, yang hanya dari Dia-lah segala nikmat, yaitu Allah SWT. dengan sesuatu yang tidak memiliki nikmat apapuun, yaitu berhala-berhala.
Sesudah Allah menuturkan apa yang telah diwaiskan oleh Luqman terhadap anaknya, yaitu supaya ia bersyukur kepada Tuhan yang telah memberikan semua nikmat, yang tiada seorang pun bersekutu dengan-Nya didalam menciptakan sesuatu. Kemudian Luqman menegaskan bahwasanya syirik itu adalah perbuatan yang buruk. Selanjutnya Allah mengiringi hal tersebut dengan wasiat-Nya kepada semua anak supaya mereka berbuat baik kepada kedua orang tuanya, karena sesungguhnya kedua orang tua adalah penyebab pertama bagi keberadaannya di dunia itu.[7] Kemudian Kami perintahkan kepadanya, bersyukurlah kamu kepada-Ku atas semua nikmat yang telah Kulimpahkan kepadamu, dan bersyukur pulalah kepada kedua ibu bapakmu. Karena sesungguhnya keduanya itu merupakan penyebab bagi keberadaanmu. Dan keduanya telah merawatmu dengan baik, yang untuk itu keduanya mengalami berbagai macam kesulitan sehingga kamu menjadi tegak dan kuat.
Kemudian Allah mengemukakan alasan perintah bersyukur kepada-Nya itu dengan nada memperingatkan yaitu hanya kepada-Ku lah kembali kamu, bukan kepada selain Aku.[8]

C.              Aplikasi Dalam Kehidupan
Dalam hal ini sebagai seorang anak hendaknya selalu berbuat baik kepada kedua orang tua, manaati segala perintah orang tua selama keduanya tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat kepada Allah, menjaga amanah yang dititipkan orang tua, kemudian membantu atau menolong orang tua.
Dengan demikian anak tersebut akan selalu dipermudah kehidupannya oleh Allah karena selalu berbakti kepada kedua orang tuanya dan selalu bersyukur kepada Allah yang telah memberikan anugerah yang luar biasa.

D.              Tafsir Tarbawi
1.               Sebagai seorang muslim hendaknya selalu bersyukur kepada Allah SWT.
2.               Bersyukur memiliki kedua orang tua yang rela berkorban demi anak-anaknya agar bisa bahagia.
3.               Berbakti dan membantu kedua orang tua merupakan kewajiban sebagai seorang anak.
4.               Ridha Allah terletak pada Ridhanya kedua orang tua. Begitu juga sebaliknya, murka Allah terletak pada murka kedua orang tua.
5.               Tidak diperbolehkan seorang anak pun durhaka kepada kedua orang tuanya.
BAB III
PENUTUP

A.              Kesimpulan
Bersyukur kepada Allah SWT merupakan hal yang dianjurkan dalam agama islam, karena pada hakekatnya syukur merupakan pengakuan akan anugerah dari sang Pemberi Anugerah, dengan sikap penuh kepasrahan. Allah yang menganugerahkan orang tua kepada kita, hendaknya kita menjaga anugerah tersebut dengan sebaik-baiknya dengan kita berbakti kepada kedua orang tua, membantu dan menghormati keduanya serta melaksanakan perintah keduanya selama keduanya tidak menyuruh kita untuk berbuat maksiat.
Nabi mengutuk perbuatan durhaka kepada kedua orang tua, karena keridhaan Allah berada pada keridhaan orang tua dan kemarahan Allah terletak pada kemarahan keduanya. Disebutkan pula bahwa, Surga berada dibawah telapak kaki ibu. Hal itu mengandung pengertian bahwa ketundukan dan ketaatan serta bakti seorang anak terhadap kedua orang tuanya terutama ibu akan sanggup mengantarkannya ke Surga Allah yang penuh dengan keindahan dan kenikmatan sebagai balasan atas semua amal kebajikannya.










DAFTAR PUSTAKA

Al- Maragi, Ahmad Mustafa. 1992. Tafsir Al- Maragi. Semarang: PT. Karya Toha Putra Surya.
Al- Qusyayri, ‘Abd al-Karim ibn Hawazin. 1990. Risalah Sufi al-Qusyayri. Bandung: Mizan Press.
Hamka. 1982. Tafsir Al- Azhar Juz XXI. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Juwariyah. 2010. Hadis Tarbawi. Yogakarta: Teras.






















PROFIL PENULIS

Nama                          : Yuliana Lestari
TTL                             : Batang, 6 Juli 1997
Alamat            : Jalan Kresna 1 Blok E no.7 Perum Korpri, Pasekaran Batang
Riwayat Pendidikan   : a. SD N Pasekaran 01 Batang
                                      b. SMP N 04 Batang
                                      c. Madrasah Aliyah Negeri Batang




[1] ‘Abd al-Karim ibn Hawazin al-Qusyayri, Risalah Sufi al-Qusyayri (Bandung: Mizan Press, 1990), hlm. 131.
[2] Ibid, hlm. 130.
[3] Juwariyah, Hadis Tarbawi ( Yogakarta: Teras, 2010), hlm. 15 – 16.
[4] Ibid, hlm. 16 – 17.
[5] Hamka, Tafsir Al- Azhar Juz XXI ( Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982 ), hlm. 127 – 129.
[6] Ibid, hlm. 130
[7] Ahmad Mustafa Al- Maragi, Tafsi Al- Maragi ( Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1992), hlm. 153 – 154. 
[8] Ibid, hlm. 155. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar