Laman

Rabu, 01 Maret 2017

tt2 c4c “BERSYUKURLAH PADA IBU BAPAK” “QS. Luqmān [031] : 13–15”

KEDUDUKAN ORANG TUA
“BERSYUKURLAH PADA IBU BAPAK”
“QS. Luqmān [031] : 13–15”

Muhammad Son Haji
202 1115 084
 Kelas C

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allāh SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia–Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasūlullāh SAW beserta keluarga, Shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan para pengikutnya yang selalu setia setia kepada Al Qur’ān dan Al Hadits (Sunnah) sampai akhir zaman. Aamiin
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan penulisan makalah ini bukan hanya karena usaha keras dari penulis sendiri, akan tetapi karena adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin berterima kasih kepada :
1.   Bpk. Dr. H. Ade Dedi Rohayana, M.Ag., selaku Rektor IAIN Pekalongan
2.   Bpk. Dr. M. Sugeng Sholehuddin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Pekalongan
3.   Bpk. Dr. Salafudin, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islām IAIN Pekalongan
4.   Bpk. Muhammad Hufron, M.S.I., selaku Dosen Pengampu Matakuliah Tafsir Tarbawi II
5.   Orang Tua (Bapak dan Ibu) yang sudah mendukung saya dalam mengikuti perkuliahan di IAIN Pekalongan
6.   Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis minta maaf kepada semua pihak yang merasa kurang berkenan. Namun demikian, penulis selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Kiranya makalah ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang membacanya. Terima kasih
Pekalongan, 27 Februari 2017

MUHAMMAD SON HAJI
NIM. 202 1115 084
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Surah Luqmān terdiri dari 34 ayat, termasuk golongan surat–surat Makkiyah, diturunkan sesudah surah Aş Şāffāt. Dinamai Luqmān karena pada ayat 12 disebutkan bahwa Luqmān telah diberi oleh Allāh SWT nikmat dan ilmu pengetahuan, oleh sebab itu dia bersyukur kepada Allāh SWT atas nikmat yang diberikan itu. Dan pada ayat 13 sampai 19 terdapat nasihat–nasihat Luqmān kepada anaknya.
Ini adalah sebagai isyarat dari Allāh SWT supaya setiap ibu bapak melaksanakan pula terhadap anak–anak mereka sebagai yang telah dilakukan oleh Luqmān. Isi pokok kandungan surah Luqmān adalah tentang keimanan, hukum–hukum, kisah–kisah (Kisah Luqmān, ilmu, dan hikmah yang didapatnya), dan lain sebagainya.
Allāh SWT menurunkan ayat ini supaya pendidikan yang dilakukan Luqmān bisa dicontoh oleh setiap manusia, khususnya yang beragama Islām sebagai satu pendidikan bagi anak dan keluarganya.

B.  Judul Makalah
Makalah ini bertemakan“Kedudukan Orang Tua” sedangkan judulnya makalahnya adalah “Bersyukurlah pada Ibu Bapak” seperti yang terdapat pada QS. Luqmān [031] : 13–15

C.  Nash dan Terjemahan
وَإِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ ١٣
13.  Dan (ingatlah) ketika Luqmān berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allāh, sesungguhnya mempersekutukan (Allāh) adalah benar–benar kedzaliman yang besar”.
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسٰنَ بِوٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَفِصٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْلِى وَلِوٰلِدَيْكَ إِلَىَّ الْمَصِيْرُ ١٤
14.  Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah–tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1]. Bersyukurlah kepada–Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada–Ku lah kembalimu.
وَإِنْ جٰهَدَاكَ عَلٰىٓ أَنْ تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَاۖ وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًاۖ وَاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّۚ ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ١٥
15.  Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka jangalah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya didunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada–Ku, kemudian hanya kepada–Ku lah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.[2]

D.  Arti Penting untuk dikaji
QS. Luqmān [031] : 13–15 memberikan gambaran pendidikan yang diberikan oleh Luqmān kepada anaknya untuk selalu dekat kepada Allāh SWT dan dekat kepada orang tuanya.
Karena itu, penting untuk mengkaji ayat–ayat ini dalam rangka memberikan pendidikan aqidah dan muammalah kepada kita terlebih lagi kepada anak–anak kita. Selain itu pula, QS. Luqmān [031] : 13–15 mendidik kita untuk tidak menyekutukan Allāh SWT serta menjaga hubungan baik terhadap kedua orang tua.



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Teori Bersyukurlah pada Ibu Bapak
1.   Syukur
Syukur adalah akhlaq mulia, yang muncul karena kecintaan dan keridhaan yang besar terhadap Allāh SWT Yang Maha Pemberi. Syukur tidak akan mungkin bisa terwujud jika tidak diawali keridhaan. Seseorang yang diberi nikmat oleh Allāh SWT walaupun sedikit, tidak mungkin akan bersyukur kalau tidak ada keridhaan. Syukur yang sebenarnya tidaklah cukup hanya dengan mengucapkan اَلْحَمْدُ لِلّٰهِnamun hendaknya seorang hamba bersyukur dengan hati, lisan dan anggota badannya.
Sesungguhnya orang yang bersyukur kepada Allāh SWT akan menggunakan nikmat Allāh SWT untuk beramal shalih, tidak digunakan untuk bermaksiat kepada Allāh SWT. Ia gunakan matanya untuk melihat yang baik, lisannya tidak untuk berkata kecuali yang baik, dan anggota badannya ia gunakan untuk beribadah kepada Allāh SWT.
Ibnu Qayyim al_Jauziyyah menjelaskan bahwa agama ini dibangun diatas dua kaedah penting, dzikir dan syukur. Allāh SWT dan Rasūl–Nya menggabungkan antara dzikir dan syukur. Hakikat syukur adalah melaksanakan ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allāh SWT dengan segala sesuatu yang Allāh SWT cintai baik dalam perkara lahir maupun bathin. Dalam syukur terkandung ketaatan kepada–Nya. Bersyukur kepada–Nya adalah sebab bertambahnya nikmat karena keutamaan dari–Nya. Bersyukur dengan hati dalam bentuk cinta dan taubat, dengan lisan melalui sanjungan dan pujian, serta dengan anggota badan dalam bentuk ketaatan dan pengabdian.
Para Nabi dan Rasūl ‘alaihimush sholatu was salam adalah manusia pilihan Allāh SWT, yang diutus kedunia sebagai suri tauladan bagi umatnya. Mereka manusia terdepan dalam amal kebajikan. Diantara sifat yang sangat menonjol pada mereka adalah senantiasa bersyukur terhadap nikmat yang telah Allāh SWT limpahkan kepada mereka. Allāh SWT banyak menceritakan keutamaan mereka dalam al_Qur’ān sebagai teladan bagi kita.[3]

2.   Ibu dan Bapak
Ibu, Um, Mama, Mami, Mak ataupun kata yang digunakan manusia memanggil siapa yang melahirkannya, merupakan kata panggilan yang paling mesra dan tulus yang dikenalkan oleh umat manusia. Kata singkat tapi padat, dipenuhi harapan, cinta, kasih dan segala apa yang dikenal manusia menyangkut keindahan dan kasih sayang. Ibu bagi anaknya adalah sesuatu yang amat penting dalam kehidupan, tetapi anak bagi ibu adalah segala sesuatu dalam hidupnya. Ibu adalah belasungkawa ketika anak sedih, harapan ketika asanya putus, kekuatan ketika kelemahannya tampil.[4]
Sementara orang menduga bahwa hanya ibu yang disinggung kedudukan dan peranannya oleh al_Qur’ān. Bapak dilukiskan oleh al_Qur’ān dengan kata walid dan kata ab. Kata ab untuk menunjuk apa yang “menyebabkan terjadinya sesuatu” dan juga arti “siapa yang memperbaiki sesuatu”. Agaknya ayah dinamai ab karena dia adalah sebab wujud putranya, sekaligus bertugas “memelihara, memperbaiki, dan menghiasi putranya itu dengan hiasan yang indah, baik fisik maupun nonfisik”.[5]
Bapak oleh al_Qur’ān ditugaskan Allāh SWT menyediakan kebutuhan hidup ibu (istirnya) dan anaknya, penugasan tersebut merupakan beban yang tidak ringan dipikul ayah.



B.  Tafsir QS. Luqmān [031] : 13–15
1.   Tafsir Ibnu Katsir
Allāh Ta’ala berfirman mengabarkan tentang wasiat Luqmān kepada puteranya, yaitu Luqmān bin ‘Unaqa’ bin Sadun. Sedangkan nama puteranya adalah Tsaran, menurut satu pendapat yang diceritakan oleh as–Suhaily. Allāh SWT telah menyebutkannya dengan sebaik–baik sebutan dan diberikannya dia hikmah. Dia memberikan wasiat kepada puteranya yang merupakan orang yang paling dikasihi dan dicintainya, dan ini hakikat dianugerahkannya ia dengan sesuatu yang paling utama. Untuk itu, pertama–tama dia memberikan wasiat itu untuk beribadah kepada Allāh Yang Maha Esa, Yang tidak ada sekutu bagi–Nya. Kemudian dia memperingatkan,  إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ“Sesungguhnya, mempersekutukan (Allāh) adalah benar–benar kedzaliman yang benar,” yakni syirik adalah kedzaliman yang terbesar.
Al Bukhāry meriwayatkan bahwa ‘Abdullāh berkata: “Ketika turun,
اَلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا وَلَمْ يَلْبِسُوٓا إِيْمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُلٰٓئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُّهْتَدُوْنَ ﴿الأنعام : ٨٢
“Orang–orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah orang–orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang–orang yang mendapat petunjuk.”[6]Hal tersebut membuat keresahan terhadap para Shahabat Rasūlullāh SAW dan mereka bertanya: ‘Siapakah diantara kami yang tidak mencampur keimanannya dengan kedzaliman?’ Lalu Rasūlullāh SAW bersabda: ‘Sesungguhnya bukan demikian yang dimaksud. Apakah engkau tidak mendengar perkataan Luqmānيَابُنَىَّ لَاتُشْرَكْ بِاللّٰهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allāh, sesungguhnya mempersekutukan (Allāh) adalah benar – benar kedzaliman yang besar.’” (HR. Muslim dari hadits al A’masy).
Kemudian dia mengiringi wasiat beribadah kepada Allāh Yang Maha Esa dengan berbakti kepada kedua orang tua, sebagaimana Allāh Ta’ala berfirman:
وَقَضٰى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِالْوٰلِدَيْنِ إِحْسٰنًا ﴿الإسراء : ٢٣
“Dan Rabb–mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik–baiknya.”[7]Dan banyak sekali Allāh SWT mengiringi diantara kedua hal tersebut didalam al Qur’ān. Di dalam ayat ini Allāh SWT berfirman:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسٰنَ بِوٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah–tambah.”[8]
Mujahid berkata: “Beratnya kesulitan mengandung anak.” Qatadah berkata: “Keberatan demi keberatan.” Sedangkan ‘Atha’ al–Khurasani: “Kelemahan demi kelemahan.”
Dan firman Allāhوَفِصٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ“Dan menyapihnya dalam dua tahun” yaitu mendidik dan menyusuinya setelah melahirkannya selama dua tahun, sebagaimana Allāh Ta’ala berfirman:
وَالْوٰلِدٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلٰدَ هُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ... ﴿البقرة : ٢٣٣
“Para ibu hendaklah menyusukan anak–anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.”[9]Dan dari sini, Ibnu ‘Abbas dan imam–imam yang lain mengambil istinbath bahwa minimal masa hamil adalah 6 bulan, karena di dalam ayat lain Allāh SWT berfirman:
... وَحَمْلُهُۥ وَفِصٰلُهُۥ ثَلٰثُوْنَ شَهْرًاۚ... ﴿الأحقاف: ١٥
“... mengandungnya dan menyapihnya itu tiga puluh bulan ...”[10]Allāh SWT menyebutkan pendidikan seorang ibu, kelelahan dan kesulitannya saat begadang siang dan malam, agar seorang anak dapat mengingat kebaikan yang diberikan ibunya. Sebagaimana Allāh SWT berfirman:
... وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيْرًا﴿الإسراء : ٢٤
“Wahai Rabb–ku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik (memelihara)ku waktu kecil.”[11]
Untuk itu Allāh SWT berfirman:أَنِ اشْكُرْلِى وَلِوٰلِدَيْكَ إِلَىَّ الْمَصِيْرُ“Bersyukurlah kepada–Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada–Ku–lah kembalimu.” Yaitu, sesungguhnya Aku akan membalasmu atas semua itu secukup–cukup balasan. Dan firmanAllāh SWT,
وَإِنْ جٰهَدَاكَ عَلٰىٓ أَنْ تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَاۖ وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًاۖ
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan–Ku sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya didunia dengan cara yang ma’ruf” Yaitu, jika keduanya begitu antusias untuk memaksakan agamanya, maka janganlah engkau menerimanya dan hal itu pun tidak boleh menghalangimu untuk berbuat baik kepada keduanya didunia secara ma’ruf, yaitu secara baik kepada keduanya.وَاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّۚ“dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada–Ku”, yaitu orang–orang yang beriman:
ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ“kemudian hanya kepada–Ku–lah kembali mu, maka Ku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Ath–Thabrani berkata dalam kitab al ‘Asyarah, dari Dawud bin Abi Hind, bahwa Sa’ad bin Malik berkata: “Diturunkan ayat ini:
وَإِنْ جٰهَدَاكَ عَلٰىٓ أَنْ تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَاۖDan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan–Ku sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya”. Dahulu, aku adalah seorang laki–laki yang berbakti kepada ibuku, lalu ketika aku masuk Islām, ibuku berkata: ‘Hai Sa’ad, apa yang terjadi padamu yang aku lihat ini? Engkau akan tinggalkan agamamu ini atau aku tidak akan makan dan minum hingga aku mati. Maka karena aku engkau akan dipanggil ‘hai pembunuh ibunya’.” Lalu aku berkata:’ Jangan engkau lakukan hai Ibu! karena aku tidak akan meninggalkan agamaku karena apapun! Maka dia melakukannya satu hari satu malam tidak makan, dia telah bersungguh–sungguh untuk melakukan itu. Lalu iapun melakukan pula satu hari satu malam tidak makan, diapun berusaha untuk melakukan itu. Lalu dia pun melakukan lagi satu hari satu malam tidak makan, dia sangat bersungguh–sungguh untuk melakukan itu. Setelah aku menyaksikan ibuku seperti itu, aku berkata kepadanya: ‘Wahai ibuku, harap engkau ketahui! Demi Allāh, kalau sekiranya engkau mempunyai seratus jiwa, dan jiwa itu satu persatu meninggalkanmu, agar aku meninggalkan agamaku, demi Allāh aku tidak akan meninggalkan agamaku ini karena apapun yang terjadi; Maka makanlah kalau mau engkau makan, kalau tidak mau makan itu terserah pada ibu; ‘Lalu dia pun makan.”[12]

2.   Tafsir Jalalain
وَ                                                                                 (Dan) ingatlah
إِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يٰبُنَيَّ
(ketika Luqmān berkata kepada anaknya, diwaktu ia menasihatinya; “Hai anakku)Lafadz “bunayya” adalah bentuk tashghir, yang dimaksud adalah memanggil anak dengan nama kesayangannya
لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ
(jangalah kamu menyekutukan Allāh, sesungguhnya mempersekutukan)Allāh itu
لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ ١٣
(adalah benar–benar kedzaliman yang besar”)maka anak itu bertobat kepada Allāh dan masuk Islām
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسٰنَ بِوٰلِدَيْهِ
(“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya)maksudnya Kami perintahkan manusia untuk berbakti kepada kedua orang, ibu bapaknya
حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ                        (ibunya telah mengandungnya) dengan susah payah
وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ
(dalam keadaan lemah yang bertambah–tambah) ia lemah karena mengandung, lemah waktu mengeluarkan bayinya dan lemah sewaktu mengurus anaknya dikala bayi
وَفِصٰلُهُۥ                                          (dan menyapihnya) tidak menyusuinya lagi
فِى عَامَيْنِ أَنِ            (dalam dua tahun. Hendaknya) Kami katakan kepadanya
اشْكُرْلِى وَلِوٰلِدَيْكَ إِلَىَّ الْمَصِيْرُ ١٤
(bersyukurlah kepada–Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada–Ku–lah kembalimu.”) yakni kamu akan kembali.
وَإِنْ جٰهَدَاكَ عَلٰىٓ أَنْ تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ
(Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutkan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,) yakni pengetahuan yang sesuai dengan kenyataannya
فَلَا تُطِعْهُمَاۖ وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًاۖ
(maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya didunia dengan cara yang ma’ruf) yaitu dengan berbakti kepada keduanya dan menghubungkan silaturrahim dengan keduanya
وَاتَّبِعْ سَبِيْل                                                            (dan ikutilah jalan) tuntunan
مَنْ أَنَابَ                                          (orang yang kembali) orang yang bertobat
إِلَىَّۚ                                                    (kepada–Ku) dengan melakukan ketaatan
ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ١٥
(kemudian hanya kepada–Ku–lah kembali kalian, maka Kuberitahukan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan) Aku akan membalasnya kepada kalian. Jumlah kalimat mulai dari ayat 14 sampai dengan akhir ayat 15, yaitu mulai dari lafadz wa waşşainal insāna dan seterusnya, merupakan jumlah i’tirad atau kalimat sisipan.[13]

3.   Tafsiral Maraghi
﴿وَإِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ ١٣
Ingatlah hai Rasul yang mulia, kepada nasihat Luqmān terhadap anak–anaknya, karena ia adalah orang yang paling belas kasihan kepada anaknya dan paling mencintainya. Karenanya, Luqmān memerintah kepada anaknya supaya menyembah Allāh semata dan melarang berbuat syirik (menyekutukan Allāh dengan lain–Nya)
Luqmān menjelaskan kepada anaknya, bahwa perbuatan syirik itu merupakan kedzaliman yang besar. Syirik dinamakan perbuatan dzalim, karena perbuatan syirik itu berarti meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Dan ia dikatakan dosa besar, karena perbuatan itu berarti menyamakan kedudukan Tuhan, yang hanya dari Dia–lah segala nikmat, yaitu Allāh SWT dengan sesuatu yang tidak memiliki nikmat apapun, yaitu berhala–berhala.
Imam al Bukhāry telah meriwayatkan sebuah hadits yang bersumber dari Ibnu Mas’ud. Ibnu Mas’ud telah menceritakan, bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman–Nya:
اَلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا وَلَمْ يَلْبِسُوٓا إِيْمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُلٰٓئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُّهْتَدُوْنَ ﴿الأنعام : ٨٢
“Orang–orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah orang–orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang–orang yang mendapat petunjuk.”[14]
Maka hal itu dirasakan sangat berat oleh para Shahabat, lalu mereka berkata, “Siapakah diantara kita yang tidak mencampuradukkan imannya dengan perbuatan dzalim (dosa)?” Maka Rasūlullāh SAW menjawab, “Sesungguhnya pengertian dzalim itu tidaklah demikian, Tidakkah kalian pernah mendengar perkata Luqman?”
يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ ١٣
“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allāh, sesungguhnya mempersekutukan (Allāh) adalah benar–benar kedzaliman yang besar”.[15]
Sesudah Allāh SWT menuturkan apa yang telah diwasiatkan oleh Luqmānterhadap anaknya, yaitu supaya ia bersyukur kepada Tuhan Yang telah memberikan semua nikmat, yang tiada seorang pun bersekutu dengan–Nya di dalam menciptakan sesuatu. Kemudian Luqmānmenegaskan bahwasannya syirik itu adalah perbuatan yang buruk. Kemudian Allāh SWT mengiringi hal tersebut dengan wasiat–Nya kepada semua anak supaya mereka berbuat baik kepada kedua orang tuanya, karena sesungguhnya kedua orang tua adalah penyebab pertama bagi keberadaannya didunia itu. Untuk itu Allāh SWT berfirman :
﴿وَوَصَّيْنَا الْإِنْسٰنَ بِوٰلِدَيْهِ
Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya berbakti dan taat kepada kedua orang tuanya, serta memenuhi hak–hak keduanya. Di dalam al_Qur’ān sering disebutkan taat kepada Allāh SWT dibarengi dengan bakti kepada kedua orang tua, yaitu seperti yang telah disebutkan didalam firman Allāh SWT :
وَقَضٰى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِالْوٰلِدَيْنِ إِحْسٰنًا ﴿الإسراء : ٢٣
“Dan Rabb–mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik–baiknya.”[16]
Selanjutnya Allāh SWT menyebutkan jasa itu secara khusus terhadap anaknya, karena sesungguhnya didalam hal ini terkandung kesulitan yang sangat berat bagi pihak ibu. Untuk itu Allāh SWT berfirman :
﴿ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ
Ibu telah mengandungnya, sedang ia dalam keadaan lemah yang kian bertambah disebabkan makin membesarnya kandungan sehingga ia melahirkan, kemudian sampai dengan selesai dari masa nifasnya.
Kemudian Allāh SWT menyebutkan lagi jasa ibu yang lain, yaitu bahwa ibu telah memperlakukannya dengan penuh kasih sayang dan telah merawatnya dengan sebaik–sebaiknya sewaktu ia tidak mampu berbuat sesuatu pun bagi dirinya. Untuk itu Allāh SWT berfirman :
﴿ وَفِصٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ
Dan menyapihnya dari persusuan sesudah itu dilahirkan dalam jangka waktu dua tahun. Selama masa itu ibu mengalami berbagai masa kerepotan dan kesulitan dalam rangka mengurus keperluannya bayinya.  Hal ini tiada yang dapat menghargai pengorbanannya selain hanya Yang Maha Mengetahui keadaan ibu, yaitu Tuhan Yang tiada sesuatu pun samar bagi–Nya baik dilangit maupun dibumi.
Allāh SWT telah memerintahkan supaya berbuat baik kepada kedua orang tua, akan tetapi Dia menyebutkan penyebab dari pihak ibu saja. Karena kesulitan yang dialaminya lebih besar, ibu telah mengandung anaknya dengan susah payah, kemudian melahirkannya dan merawatnya di malam dan siang hari.
Oleh karena itu, Rasūlullāh SAW ketika ada seseorang bertanya tentang siapa yang paling berhak ia berbakti kepadanya, maka beliau menjawab, ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu. Sesudah itu Rasūlullāh SAW baru mengatakan, kemudian ayahmu.
Selanjutnya Allāh SWT menjelaskan dalam firman :
﴿أَنِ اشْكُرْلِى وَلِوٰلِدَيْكَ
Dan Kami perintahan kepadanya, bersyukurlah kamu kepada Ku atas semua nikmat yang telah Ku limpahkan kepadamu dan bersyukur pulalah kepada kedua ibu bapakmu. Karena sesungguhnya keduanya itu merupakan penyebab bagi keberadaanmu. Dan keduanya telah merawatmu dengan baik, yang untuk itu kepadanya mengalami berbagai macam kesulitan sehingga kamu menjadi tegak dan kuat.
Kemudian Allāh SWT mengemukakan alasan perintah bersyukur kepada–Nya itu dengan nada memperingatkan, yaitu melalui firman Allāh SWT :
﴿ إِلَىَّ الْمَصِيْرُ ١٤
Hanya kepada–Ku lah kembalimu, bukan kepada selain–Ku. Maka Aku akan memberikan balasan terhadap apa yang telah kamu lakukan  yang bertentangan dengan perintah–Ku. Dan Aku akan menanyakan kepadamu tentang apa yang telah kamu perbuat, yaitu tasyakurmu kepada–Ku atas nikmat–nikmat–Ku yang telah Kuberikan kepadamu dan rasa terima kasihmu terhadap kedua ibu bapakmu serta baktimu kepada keduanya.
Sesudah Allāh SWT menyebutkan pesan dan perintah–Nya, yaitu berkaitan dengan berbakti kepada kedua orang tua, dan setelah mengukuhkan hak keduanya yang harus ditaati. Lalu Dia mengecualikan dari hal tersebut akan hak–hak–Nya dengan kesimpulan, bahwa tidak wajib taat kepada kedua orang tua bila disuruh untuk mengerjakan hal – hal yang membuat Dia murka. Untuk itu Allāh SWT berfirman :
﴿ وَإِنْ جٰهَدَاكَ عَلٰىٓ أَنْ تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَاۖ
Dan apabila kedua orang tua memaksamu serta menekanmu untuk menyekutukan Aku dengan yang lain dalam hal ibadah, yaitu dengan hal–hal yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, maka janganlah kamu mentaati apa yang diinginkan oleh keduanya. Sekalipun keduanya menggunakan kekerasan supaya kamu mau mengikuti kehendak keduanya, maka lawanlah dengan kekerasan[17] pula bila keduanya benar–benar memaksamu.
﴿ وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًاۖ
Dan pergaullilah keduanya di dalam urusan dunia dengan pergaulan yang diridhai oleh agama dan sesuai dengan watak yang mulia serta harga diri, yaitu dengan memberi pangan dan sandang kepada keduannya, tidak boleh memperlakukan keduanya dengan perlakuan yang kasar, menjenguknya apabila sakit, serta menguburnya apabila wafat.
Firman Allāh SWT, fid dunya, menginsyaratkan bahwa mereka mempergauli keduanya adalah suatu hal yang mudah. Karena sesungguhnya hal itu terjadinya tidaklah terus–menurus, sehingga tidak menjadi beban berat bagi orang yang bersangkutan.
Dan karena mengingat hal tersebut terkadang menyeret seseorang kepada hal–hal yang meremehkan agama disebabkan adanya hubungan saling timbal balik. Maka Allāh SWT menafsirkan hal tersebut melalui firman–Nya :
﴿ وَاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّۚ
Dan tempuhlah jalan orang yang bertaubat dari kemusyrikannya lalu kembali kepada agama Islām dan ikuti jejak Rasūlullāh SAW.
Kesimpulan : ikutilah jalan–Ku dengan mentauhidkan Aku serta mengikhlaskan diri dan taat kepada–Ku, bukan mengikuti jalan keduanya.
﴿ ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ١٥
Kemudian kalian akan kembali kepada–Ku sesudah kalian mati, lalu Aku kabarkan kepada kalian apa yang telah kalian perbuat di dunia, berupa perbuatan baik dan perbuatan buruk. Kemudian Aku membalaskannya kepada kalian, orang yang berbuat baik akan menerima pahala kebaikannya, dan orang yang berbuat buruk akan menerima hukuman keburukannya.[18]

C.  Aplikasi dalam Kehidupan
QS. Luqmān [031] : 13–15 memberikan pendidikan kepada kita, bahwapentingnya pendidikan Qur’āni yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknyasangat berpengaruh dalam kehidupan anaknya nantinya. Karena sudah mempunyai bekal yang kuat agar anaknya tetap menyembah Allāh SWT serta berbuat baik kepada kedua orang tuanya.
Selain itu, QS. Luqmān [031] : 13–15 bisa kita aplikasikan dalam kehidupan dengan mengajak keluarga, saudara, lingkungan sekitar kita untuk menyembah kepada Allāh SWT serta terus berbuat baik kepada kedua orang tua, sekalipun sudah meninggal.
Kadang anak nakal atau tidak menuruti orang tua, menjadi salah satu problem yang dihadapi oleh orang tua. Namun, jangan terlebih dahulu menyalahkan anaknya, karena mungkin saja pemberian yang kita berikan (agama) kurang diberikan kepada anaknya. Penanaman aqidah kepada anaknya sangat penting dalam pembentukan karakter anak.
Menjadikan QS. Luqmān [031] : 13–15 sebagai satu pendidikan diantara pendidikan Qur’āni lainnya yang kita berikan kepada keluarga, saudara, lingkungan sekitar kita, khususnya bagi yang sudah berkeluarga yakni anak–anaknya, supaya anak sudah mempunyai aqidah yang kuat serta tetap berhubungan baik kepada kedua orang tuanya.

D.  Aspek Tarbawi
Nilai–nilai pendidikan yang terdapat didalam QS. Luqmān [031] : 13–15 antara lain :
·     Janganlah mempesekutukan Allāh SWT
·     Berbuat baik kepada dua orang, yaitu Ibu dan Bapak
·     Bersyukurlah kepada Allāh SWT
·     Pergaulilah keduanya secara ma’ruf
·     Ikutilah jalan orang–orang yang bertobat kepada Allāh SWT[19]
·     Mentaati mereka selama tidak mendurhakai Allāh SWT
·     Mendahulukan berbakti kepada Ibu daripada Bapak
·     Berbakti dan merendahkan diri dihadapan kedua orang tua
·     Beristighfar untuk keduanya[20]
·     Bangunlah kedekatan orang tua dengan anak
·     Luangkan waktu untuk melihat dan bercengkerama dengan anak
·     ASI (Air Susu Ibu) sangat penting bagi perkembangan anak, maka dari itu sangat dianjurkan untuk memberikan ASI sampai anak berusia 2 tahun
·     Kita akan kembali kepada Allāh SWT, dan sebagainya
Wallahu a’lam


BAB III
PENUTUP

Simpulan

Firman Allāh SWT dalam QS. Luqmān [031] : 13–15 memberitahukan kepada kita semua bahwa Luqmān mendidik anaknya untuk tidak menyekutukan Allāh SWT dan berbuat baik kepada kedua orang tua. Pendidikan ini sangat diperlukan dalam pembentukan karakter anak untuk teguh pendirian terhadap agama. Selain itu, membangun kedekatan antara orang tua dengan anak penting untuk diterapkan dalam kehidupan berkeluarga, sebab jika tidak maka anak itu akan merasa kurang adanya perhatian yang diberikan.

QS. Luqmān [031] : 13–15 juga bisa kita jadikan contoh dan bahkan diterapkan didalam kehidupan didunia ini, karena sangat penting pendidikan pada saat anak itu masih belum mencapai usia dewasa. Allāh SWT juga mengabarkan betapa berat perjuangan ibu untuk anaknya, dimulai mengandung, melahirkan dan menyusuinya.

Semoga pendidikan Qur’āni bisa diterapkan dalam kehidupan manusia khususnya bagi yang beragama Islām seperti yang dicontohkan oleh Luqmānkepada anaknya, perlu diyaqinkan kembali bahwa perjuangan orang tua itu sangat berat, terlebih lagi ibu, untuk itu kita harus taat kepada kedua orang tua. Dan semoga kita termasuk orang–orang yang bersyukur. Aamiin.




DAFTAR PUSTAKA

al_Maraghi, Ahmad Mustafa. 1992. Terjemah Tafsir al_Maraghi Juz XXI, penj., Bahrun Abubakar, dkk. Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang

al_Qur’ān dan terjemahan

al_Qurthubi, Syaikh Imam. 2009. al_Jami’ li Ahkaam al_Qur’ān (Tafsir al_Qurthubi) juz XIV penj. Tim Abdul Hamid. Jakarta: Pustaka Azzam

al_Sheikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq. 2003. Lubaabut Tafsiir min Ibnu Katsiir (Tafsir Ibnu Katsir) Juz 6, penj. Tim Abdul Ghoffar. Bogor: Pustaka Imam Asy Syafi’i

asy_Syuyuthi, Jalaluddin dan Jalaludin Muhammad ibn Ahmad al_Mahalliy. 2009. Tafsir Jalalain berikut Asbābun Nuzūl Ayat Surat al_Kaĥfi s.d. an_Nās Jilid II. penj,. Bahrun Abubakar. Bandung: Sinar Baru Algensido

Nada, ‘Abdul Aziz bin Fathi as Sayyid. 2007. Ensiklopedi Adab Islam menurut al_Qur’an dan as_Sunnah; penj., Abu Ihsan al_Atsari. Jakarta: PT. Pustaka Imam Asy Syafi’i

Quraish, M. Shihab. 2014. Birrul Walidain -Wawasan al_Qur’ān tentang Bakti kepada Ibu Bapak-. Tanggerang: Penerbit Lentera Hati




DATA DIRI MAHASISWA






A.  Data Diri
Nama Lengkap                    : Muhammad “Abdullah” Son Haji
Tempat, Tanggal Lahir       : Pekalongan, 27 Februari 1995
Agama                                 : Islām
Jenis Kelamin                      : Laki–Laki
Kebangsaan                         : Indonesia
Status                                   : Belum Menikah
Alamat                                 : Jl. Jlamprang, Krapyak Lor Gg. 2 No. 39, Rt.5 Rw.2, Kec. Pekalongan Utara, Kota Pekalongan
No Hp                                  : +62 856 0111 1388
Email / Facebook                : sonhajisayangkamu@gmail.com

B.  Riwayat Pendidikan
TK/RA                                 : RA Masyithoh 13                               1999 – 2001
SD/MI/Sederajat                 : MSI 11 Nurul Islām                            2001 – 2007
SMP/MTs/Sederajat            : MTs Nurul Islām                                2007 – 2010
SMK/SMA/MA/Sederajat  : Kejar Paket C “Sumber Ilmu”            2012 – 2015
Perguruan Tinggi                : STAIN/IAIN Pekalongan             2015 – sekarang




[1]     Maksudnya: selambat–lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun
[2]     QS. Luqmān [031] ayat 13–15
[3]     www.muslim.or.id dan www.muslimah.or.idtentang syukur
[4]     M. Quraish Shihab, Birrul Walidain -Wawasan al_Qur’ān Tentang Bakti Kepada Ibu Bapak-, (Tanggerang: Penerbit Lentera Hati, 2014), hlm. 1–2
[5]     Ibid., hlm. 6–7
[6]     TQS. al An`ām (006) ayat 82
[7]     TQS. al 'Isrā' (017) ayat 23
[8]     TQS. Luqmān (031) ayat 14
[9]     TQS. al Baqarah (002) ayat 233
[10]   TQS. al Ahqāf (046) ayat 15
[11]   TQS. al Isrā’ (017) ayat 24
[12]   Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq al Sheikh, Lubaabut Tafsiir min Ibnu Katsiir (Tafsir Ibnu Katsir) Juz 6, penj. Tim Abdul Ghoffar, (Bogor: Pustaka Imam Asy Syafi’i, 2003) hlm. 400–402
[13]   Jalaludin Muhammad ibn Ahmad al_Mahalliy dan Jalaluddin asy_Syuyuthi, Tafsir Jalalain berikut Asbābun Nuzūl Ayat Surat al_Kaĥfi s.d. an_Nās Jilid II. penj,. Bahrun Abubakar, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2009) hlm. 475–476
[14]   TQS. al An`ām (006) ayat 82
[15]   QS. Luqmān [031] ayat 13
[16]   TQS. al 'Isrā' [017]ayat 23
[17]   Pemakalah sebetulnya kurang setuju jika harus dihadapi dengan kekerasan, karena kalau bisa mengatakan baik–baik kenapa mesti dengan kekerasan. Sekalipun kekerasan itu dalam bentuk kalimat maupun tindakan.
[18]   Ahmad Mustafa al_Maraghi, Terjemah Tafsir al_Maraghi Juz XXI, penj., Bahrun Abubakar dkk., (Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang, 1992), hlm. 153–157
[19]   Syaikh Imam al_Qurthubi, al_Jami’ li Ahkaam al_Qur’ān (Tafsir al_Qurthubi) juz XIV penj. Tim Abdul Hamid. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 150–157
[20]   ‘Abdul Aziz bin Fathi as Sayyid Nada, Ensiklopedi Adab Islam menurut al_Qur’an dan as_Sunnah; penj., Abu Ihsan al_Atsari, (Jakarta: PT. Pustaka Imam Asy Syafi’i, 2007), hlm. 205–213

Tidak ada komentar:

Posting Komentar