Laman

Kamis, 20 April 2017

TT2 D10b “LEMAH LEMBUT : KUNCI SUKSES” “QS. Thaaha [020] : 44”

PENDIDIKAN LIFE SKILL
LEMAH LEMBUT : KUNCI SUKSES
“QS. Thaaha [020] : 44

Fitri Nisfiyah Nahari  (2021115270) 
KELAS : D

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN

2017


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan PENDIDIKAN LIFE SKILL “LEMAH LEMBUT : KUNCI SEKSES” yang dijelaskan dalam QS. Thaahaa [020] : 44 untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi II ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi kita Nabi Muhammad SAW berserta keluarga, dan sahabatnya yang telah membawa kita dari alam yang gelap gulita ke alam yang terang benderang ini.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Dr. H. Ade Dedi Rohayana, M. Ag selaku rektor Institut Agama Islam Negeri Pekalongan.
2. Drs. Moh. Muslih, M. Pd., Ph.D. selaku wakil rektor I Institut Agama Islam Negeri Pekalongan.
3. H. Zaenal Mustakim, M.Ag selaku wakil rektor II Institut Agama Islam Negeri Pekalongan.
4. Drs. H. M. Muslih Husein, M. Ag selaku wakil rektor III Institut Agama Islam Negeri Pekalongan.
5. Staf perpustakaan Institut Agama Islam Negeri Pekalongan yang telah menyediaan buku-buku bacaan terkait makalah ini.
6. Muhammad Hufron, M.Si selaku dosen mata kuliah Tafsir Tarbawi II IAIN Pekalongan yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.
7. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan doa yang menyertai dengan ikhlas.
8. Muhammad Irfan selaku pendamping hidup yang telah setia menemani saya dalam pembuatan makalah Tafsir Tarbawi II.
9. Serta tidak ketinggalan pula teman-teman seperjuangan yang saya cintai.
Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan pengetahuan keislaman khususnya untuk mata kuliah Tafsir Tarbawi II. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Penulis mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan di dalam penulisan makalah ini. Karena penulis sadari masih dalam tahap belajar. Penulis berharap adanya kritik, saran, dan usul guna memperbaiki makalah yang penulis buat dan penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Wassalamu’alaikum.Wr.Wb.


Pekalongan, 15 November 2016


Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sudah sepantasnya bagi seseorang muslim untuk berhias dengan sifat yang sangat mulia tersebut, karena ia merupakan bagian dari sifat-sifat yang dicintai oleh Allah SWT. Dengan sifat lemah lembut pula merupakan sebab seseorang dapat meraih berbagai kunci kebaikan dan keutamaan. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki sifat lemah lembut, maka ia tidak akan bisa meraih berbagai kebaikan dan keutamaan.
Betapa hati manusia itu, pada asalnya adalah cenderung kepada sikap yang lemah lembut dan tidak kasar. Betapa indah dan lembutnya cara pengajaran dari tauladan kita terhadap seseorang yang belum mengerti. Dangan sikap hikmah Rasulullah SAW akhirnya melahirkan simpati membuka mata hati Arab Badui tersebut dalam menerima nasehat. Berbeda halnya tatkala perbuatan tersebut disikapi dengan kemarahan, yang akhirnya melahirkan sikap ketidaksukaan.
Sama halnya dengan perintah Allah SWT kepada Nabi Musa as untuk memberi peringatan dengan lemah lembut kepada Fir’aun, raja yang sangat kejam dan dzalim. Sikap tersebut akan mendorong untuk lebih mudah diterimanya dakwah seseorang tatkala ia menyeru ke jalan Allah SWT.
B.     Judul
“Pendidikan Life Skill”
Lemah Lembut : Kunci Sukses (QS. Thaahaa (020) : 44).
C.    Nash
فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى

D.    Arti
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.
E.     Arti Penting Untuk Dikaji
Dalam konteks ini, mengapa sangat perlu dikaji mengenai lemah lembut : kunci sukses dan penjelasannya telah ada dalam QS. Thaahaa [020] ayat44, seperti penjelasan diatas, di dalam ayat ini terkandung makna bahwasannya Allah SWT telah memperingatkan kepada para rasul dan hamba-Nya untuk berperilaku yang didasarkan pada kesadaran diri. Termasuk berperilaku lemah lembut kepada orang lain dalam menyampaikan dakwahnya. Agar setiap manusia mengetahui bagaimana kita harus bersikap lemah lembut dan memiliki hati yang baik.












BAB II
ISI
A.    Teori dari Buku
1.      Pengertian Lemah Lembut
Ar-Rifq adalah sifat lemah lembut di dalam berkata dan bertindak serta memilih untuk melakukan cara yang paling mudah. (Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari). Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, bahwasannya :
“Orang yang dijauhkan dari sifat lemah lembut, maka ia dijauhkan pula dari kebaikan.” (HR. Muslim)
Sebagaimana telah diterangkan diatas bahwa sifat Ar-Rifq (lemah lembut) merupakan sifat yang dicintai oleh Allah SWT dan juga akan lebih mudah meraih segala kebaikan dan keutamaan. Dengannya pula akan melahirkan sikap hikmah, yang juga merupakan sikap yang dicintai oleh Allah SWT didalam berkata dan bertindak.[1]
Jadi disimpulkan bahwasannya lemah lembut adalah menahan diri untuk tidak mambalas dendam atas perlakuan buruk orang lain yang menyakiti hati dengan balasan yang sama.
Adapun ciri-ciri orang yang memiliki sifat lemah lembut antara lain :
a.       Orang yang lemah lembut memiliki sifat sabar dalam menerima cobaan.
b.      Orang yang lemah lembut memiliki pribadi yang terbuka terhadap teguran Allah SWT.
c.       Orang yang lemah lembut berusaha memahami orang lain dan tidak menuntut seseorang. Kalau ia meminta sesuatu, ia melakukan dengan bujukan bukan paksaan.[2]
2.      Pengertian kesuksesaan
Sukses adalah suatu impian atau tujuan yang kita inginkan, dan telah tercapai dengan usaha dan kerja keras yang dijalani dalam hidup, serta mencapai kesuksesan tersebut berupa hal yang positif baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Menggapai kesuksesan itu memerlukan kesabaran dan perjuangan beserta doa. Sehingga akan timbul sifat kejujuran dalam menggapai tujuan yang diinginkan. Maka tidak akan tumbuh kata putus asa dalam meraih kesuksesan.[3]
B.     Tafsir dari Buku
1.      Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah SWT, “Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. “Yakni durhaka, sombong, congkak, dan membangkang kepada Allah. “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata yang lemah lembut. Mudah-mudahan dia ingat atau takut.” Ayat ini mengandung pelajaran yang sangat berharga mengenai cara berdakwah, yaitu hendaknya disampaikan dengan lemah dan halus. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Yazid ar-Raqasyi, “Wahai Zat Yang mengendaki untuk mencintai orang yang memusuhi-Nya, jika kepada musuh saja harus berbuat demikian, bagaimana pula terhadap orang yang dilindungi dan dicintai-Nya.
Maksudnya, ceritakanlah kepada Fir’aun bahwa dia mempunyai Tuhan, mempunyai tempat kembali, dan di sana ada surga dan neraka. Semua itu harus disampaikan dengan perkataan yang lembut, mudah, dan halus agar mengena, sampai, dan menyentuh hati.
Firman Allah SWT, “Mudah-mudahan dia ingat dan takut”, yakni mudah-mudahan dia menghentikan kesesatan dan kebinasaan yang tengah dilakukannya atau dia takut kepada Tuhannya. Penggalan itu ditafsirkan demikian karena “ingat” berarti menjauhkan diri dari perkara yang ditakuti. Rasa takut itu menumbulkan ketaatan. Semua itu dilakukan karena hujjah telah ditegakkan dan adanya peringatan sebelum penetapan hukuman.[4]
2.      Tafsir Al-Maraghi
Di dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan, bahwa dikhususkannya perintah berdakwah kepada Fir’aun setelah berdakwah secara umum, karena kalau Fir’aun sudah mau mendengarkan dan menerima dakwah mereka serta beriman kepada mereka, niscaya seluruh orang Mesir akan mengikutinya, sebagaimana dikatakan dalam pepatah, “manusia mengikuti agama raja mereka.”
Allah SWT menjelaskan metode berdakwah yang hendaknya diterapkan :
فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً) )
Berbicaralah kalian kepada Fir’aun dengan pembicaraan yang lemah lembut agar lebih dapat menyentuh hati dan lebih dapat menariknya untuk menerima dakwah. Sebab, dengan perkataan yang lemah lembut, hati orang-orang yang durhaka akan menjadi halus, dan kekuatan orang-orang yang sombong akan hancur.


Selanjutnya Allah SWT mengemukakan alasan, mengapa nabi Musa diperintah untuk berkata lemah lembut :
لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى ) )
Bahwasannya kata la’alla (mudah-mudahan) dalam kalimat seperti ini menunjukkan harapan tercapainya maksud sesudah kata itu. Yakni, jalankanlah risalah, kerjakanlah apa yang Aku serukan kepada kalian, dan berusahalah mengerjakannya seperti orang yang berharap dan tamak, agar pekerjaannya dapat berbuah dan tidak gagal usahanya : dia berusaha menurut kemampuannya dan berjuang samapi puncak usahanya dengan harapan segala perbuatannya dapat mendatangkan keberhasilan, kemenangan, dan keuntungan.
Ringkasan : Kerjakanlah perintah-Ku dan berharaplah bahwa perbuatan kalian akan mendatangkan hasil, dan bahwa kalian akan menunjuki Fir’aun ke jalan yang lurus.[5]
3.      Tafsir Al-Mishbah
Firman : فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً) ) “maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut”, menjadi dasar tentang perlunya sikap bijaksana dalam berdakwah yang antara lain ditandai dengan ucapan-ucapan sopan yang tidak menyakitkan hati sasaran dakwah. Karena Fir’aun saja, yang demikian durhaka, masih juga harus dihadapi dengan lemah lembut. Memang dakwah pada dasarnya adalah ajakan yang lemah lembut. Dakwah adalah upaya menyampaikan hidayah. Kata hidayah maknanya antara lain adalah menyampaikan dengan lemah lembut. Dari sini lahir kata hidayah yang merupakan penyampaian sesuatu dengan lemah lembut guna menunjukkan simpati. Ini tentu saja bukan berarti bahwa juru dakwah tidak melakukan kritik, hanya saja itu pun harus disampaikan dengan tepat bukan saja pada kandungannya tetapi juga waktu dan tempatnya serta susunan kata-katanya, yakni tidak dengan memaki atau memojokkan.
Kata (لَعَلَّ) la’alla biasa diterjemahkan mudah-mudahkan yang mengandung makna harapan terjadinya sesuatu. Tentu saja.yang mengharapkan itu bukan Allah SWT, karena harapan tidak sesuai dengan kebesaran dan keluasan ilmu-Nya. Oleh sebab itu, ada ulama yang memahami kata ini dalam arti agar supaya, atau bahwa harapan yang dikandung oleh kata itu terarah kepada manusia. Dalam konteks ayat ini adalah Nabi Musa as. Yakni “wahai Musa dan Harun, sampaikanlah tuntunan Allah SWT kepada Fir’aun sambil menanamkan dalam hati kamu berdua harapan dan optimisme kiranya penyampaianmu bermanfaat baginya”.
Perintah Allah SWT ini menunjukkan bahwa manusia hendaknya selalu berusaha, dan tidak mengandalkan takdir semata-mata. Allah SWT telah mengetahui penolakan Fir’aun terhadap ajakan Nabi Musa as, kendati demikian Yang Maha Kuasa itu tetap memerintahkan Nabi-Nya untuk menyampaikan ajakan. Ini karena Allah SWT tidak menjatuhkan sanksi dan ganjaran berdasar pengetahuan-Nya yang azali, tetapi berdasar pengetahuan-Nya serta kenyataan yang terjadi dalam pentas kehidupan dunia ini. Di sisi lain, perintah tersebut bila telah dilaksanakan dan ditolak maka penolakan itu akan menjadi bukti yang memberatkan sasaran dakwah, karena jika tidak ada ajakan, maka boleh jadi di hari kemudian kelak, mereka akan berkata : “Kami tidak mengetahui tuntunan-Mu, karena tidak ada yang pernah menyampaikannya kepada kami.”
Firman-Nya :  لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى ) ), “mudah-mudahan ia ingat dan takut”, dengan pengertian yang dikemukakan di atas, mengisyaratkan bahwa peringkat dzikir trus menerus yang mengantarkan kepada kehadiran Allah SWT dalam hati dan kekaguman kepada-Nya merupakan peringkat yang lebih tinggi daripada peringkat takut. Ini karena kekaguman menghasilkan cinta, dan cinta memberi tanpa batas serta menerima apa pun dari yang dicintai, sedang rasa takut tidak menghasilkan kekaguman, bahkan boleh jadi antipati.[6]
4.      Tafsir Al-Azhar
“Maka katakanlah olehmu berdua kepadanya kata-kata yang lemah lembut.” (pangkal ayat 44).
Di dalam pangkal ayat 44 ini Allah SWT telah memberikan suatu petunjuk dan arahan yang penting dalam memulai da’wah kepada orang yang telah sangat melampaui batas itu. Dalam permulaan berhadap-```````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````hadapan, kepada orang yang seperti itu janganlah langsung dilakukan sikap yang keras, melainkan hendaklah mulai dengan mengatakan sikap yang lemah lembut, perkataanyang penuh dengan suasana kedamaian. Sebab, kalau dari permulaan konfrontasi (berhadap muka dengan muka) si penda’wah telah melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan secara keras, blak-blakan, tidaklah akan tercapai apa yang dimaksud.
Meskipun di dalam ilmu Allah SWT sendiri pasti sudah diketahui bahwa Fir’aun itu sampai saat terakhir tidak akan mengaku tunduk, tetapi Allah SWT telah memberikan tuntunan kepada Rasul-Nya, ataupun kepada siapa saja yang berjuang melanjutkan rencana Nabi, bahwa pada langkah yang pertama janganlah mengambil sikap menentang. Mulailah dengan kata yang lemah lembut : “Mudah-mudahan ingatan dia, ataupun takut.” (ujung ayat 44).
Sebabnya ialah bahwa di dalam sudut bawah dalam jiwa manusia, yang mana jua pun orangnya senantiasa masih tersimpan maksud yang baik dan fikiran yang sehat. Misalnya seorang Raja ataupun Pejabat tinggi sebuah Negara akan merasa prestisenya, atau gengsinya akan tersinggung, walaupun betapa besar salahnya, kalau dia ditegur dengan kasar atau dikritik di muka umum, Musa dan Harun disuruh terlebih dahulu mengambil langkah berlemah lembut guna menyadarkan dan menginsafkan. Fir’aun itu adalah manusia dan Fir’aun itu adalah seorang Raja yang dijunjung tinggi, diangkat martabatnya oleh orang besar-besar yang mengelilinginya, jarang yang membantah perintahnya, walaupun secara lemah lembut, karena orang yang disekitarnya itu merasa berhutang budi kepada Fir’aun. Mereka merasa tidak ada arti apa-apa diri mereka itu, kalau tidak Fir’aun yang menaikkan pangkatnya dan membarinya gelar-gelar dan kehormatan. Maka kalau Fir’aun itu telah duduk seorang diri, hati nuraninya akan berkata tentang dirinya yang sebenarnya. Hati nuraninya itulah yang akan diketuk dengan sikap yang lemah lembut.
Masih diharapkan, mudah-mudahan dengan kata-kata yang lemah lembut Fir’aun itu akan sadar lalu ingat bahwa selama hidupnya dia pasti akan mati. Selama muda dia pasti akan tua, selama sehat dia suatu hari akan sakit. Betapa pun kuat badan manusia. Namun kekuatannya itu terbatas. Inilah yang harus diingatnya. Ataupun dia takut akan azab siksa Allah SWT yang betapa pun tidaklah dia akan kuasa mengelakkan.
Itulah siasat atau taktik yang dianjurkan Allah SWT kepada Musa dan Harun, sebagai langkah pertama dalam menghadapi Fir’aun.[7]
C.    Aplikasi dalam Kehidupan
1.      Dapat mengambil pelajaran pada setiap kejadian yang pernah diperbuat oleh umat terdahulu dan tidak mengulanginya kembali (meluruskan aqidah yang menyimpang).
2.      Tidak memberi perlakuan kasar kepada seseorang yang telah melakukan kesalahan dalam bersikap atau bertindak.
3.      Tidak menyakiti perasaan orang lain dengan perlakuan yang kurang baik atau kasar dalam berbagai permasalahan yang ada.
4.      Seseorang yang berhati lemah lembut akan lebih mudah dalam mencapai kesuksesan.
D.    Aspek Tarbawi
1.      Manusia sebaiknya selalu bersikap lemah lembut kepada sesamanya sesuai dengan apa yang telah diterapkan oleh Rasulllah SAW sehari-hari,
2.      Sikap lemah lembut dapat meluluhkan hati seseorang yang keras.
3.      Sikap lemah lembut lebih mudah meraih segala kebaikan dan keutamaan. Dengannya pula akan melahirkan sikap hikmah, yang juga merupakan sikap yang dicintai oleh Allah SWT didalam berkata dan bertindak.
4.      Dengan menerapkan sikap lemah lembut maka akan membawa seseorang menuju kunci kesuksesan.
5.      Serta sikap lemah lembut dapat membawa kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat kita simpulkan bahwasannya Allah SWT telah menjelaskan bahwa sikap lemah merupakan sifat yang disukai oleh Allah SWT karena sikap lemah lembuh sebagai salah satu cara atau metode penyelesaian masalah dengan cara yang baik dan menempatkan manusia dalam posisi sejajar, tidak menempatkan manusia sebagai objek kekerasan.
Sikap lemah lembut merupakan kekuatan yang besar, yaitu adanya peluang kembalinya kesadaran seseorang untuk bisa mengetahui kebenaran dan kebatilan. Demikian pula sifat lemah lembut akan membawa kesuksesan, terutama bagi para pendakwah yang menyampaikan dakwahnya ditengah-tengah masyarat.











DAFTAR PUSTAKA

Hardrianto, Budi. 2002. Kebeningan Hati dan Pikiran, (Jakarta: Gema Insani).
Munir, Ahmad. 2007. Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan l-Qur’an Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Teras).
Nasib Ar-Rifa’i, Muhammad. 1989. Kemudahan dari Allah : Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid III, (Jakarta: Gema Insani).
Musthafa Al-Maraghi, Ahmad. 1987. Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: PT Karya Toha Putra).
Shihab, M. Quraisy. 2002. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati).














Profil Penulis

Nama                                       : Fitri Nisfiyah Nahari
Tempat, tanggal, lahir             : Tegal, 25 Januari 1997
Alamat                                    : Jl. Teuku Cikditiro 1 Gg. Randu 1, RT 04/VI Kelurahan Debong Kidul Kecamatan Tegal Kota Tegal Laka-laka.
Riwayat Pendidikan               : TK Batik 1
                                                MI Ihsaniyah 01
                                                SMP Negeri 19 Tegal
                                                MA Al-Hikmah 2 Brebes
                                                Strata 1 IAIN Pekalongan (Masih dalam Pelaksanaan).
Motto Hidup                           : Saya bisa jika saya berfikir bisa. Bismillah dan lakukan yang terbaik, Semangat !.


[2]Budi Hardrianto, Kebeningan Hati dan Pikiran, (Jakarta: Gema Insani, 2002), hlm. 121
[3]Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan l-Qur’an Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2007), hlm. 195
[4] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah : Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid III, (Jakarta: Gema Insani, 1989), hlm. 244
[5] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1987), hlm. 203-205
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentara Hati, 2002), hlm. 306-308

[7]Hamka, Tafsir Al-Azhar Jus XVI, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2003), hlm. 159-160 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar