PENDIDIKAN LIFE SKILL
“LEMAH LEMBUT : KUNCI SUKSES”
“QS. Thaaha [020] : 44”
Fitri Nisfiyah Nahari (2021115270)
KELAS : D
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan PENDIDIKAN LIFE SKILL “LEMAH LEMBUT : KUNCI SEKSES” yang dijelaskan dalam QS. Thaahaa [020] : 44 untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi II ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi kita Nabi Muhammad SAW berserta keluarga, dan sahabatnya yang telah membawa kita dari alam yang gelap gulita ke alam yang terang benderang ini.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Dr. H. Ade Dedi Rohayana, M. Ag selaku rektor Institut Agama Islam Negeri Pekalongan.
2. Drs. Moh. Muslih, M. Pd., Ph.D. selaku wakil rektor I Institut Agama Islam Negeri Pekalongan.
3. H. Zaenal Mustakim, M.Ag selaku wakil rektor II Institut Agama Islam Negeri Pekalongan.
4. Drs. H. M. Muslih Husein, M. Ag selaku wakil rektor III Institut Agama Islam Negeri Pekalongan.
5. Staf perpustakaan Institut Agama Islam Negeri Pekalongan yang telah menyediaan buku-buku bacaan terkait makalah ini.
6. Muhammad Hufron, M.Si selaku dosen mata kuliah Tafsir Tarbawi II IAIN Pekalongan yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.
7. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan doa yang menyertai dengan ikhlas.
8. Muhammad Irfan selaku pendamping hidup yang telah setia menemani saya dalam pembuatan makalah Tafsir Tarbawi II.
9. Serta tidak ketinggalan pula teman-teman seperjuangan yang saya cintai.
Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan pengetahuan keislaman khususnya untuk mata kuliah Tafsir Tarbawi II. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Penulis mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan di dalam penulisan makalah ini. Karena penulis sadari masih dalam tahap belajar. Penulis berharap adanya kritik, saran, dan usul guna memperbaiki makalah yang penulis buat dan penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Wassalamu’alaikum.Wr.Wb.
Pekalongan, 15 November 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sudah sepantasnya bagi seseorang muslim untuk berhias dengan sifat yang
sangat mulia tersebut, karena ia merupakan bagian dari sifat-sifat yang dicintai
oleh Allah SWT. Dengan sifat lemah lembut pula merupakan sebab seseorang dapat
meraih berbagai kunci kebaikan dan keutamaan. Sebaliknya, orang yang tidak
memiliki sifat lemah lembut, maka ia tidak akan bisa meraih berbagai kebaikan
dan keutamaan.
Betapa hati manusia itu, pada asalnya adalah cenderung kepada sikap yang
lemah lembut dan tidak kasar. Betapa indah dan lembutnya cara pengajaran dari
tauladan kita terhadap seseorang yang belum mengerti. Dangan sikap hikmah
Rasulullah SAW akhirnya melahirkan simpati membuka mata hati Arab Badui
tersebut dalam menerima nasehat. Berbeda halnya tatkala perbuatan tersebut
disikapi dengan kemarahan, yang akhirnya melahirkan sikap ketidaksukaan.
Sama halnya dengan perintah Allah SWT kepada Nabi Musa as untuk memberi
peringatan dengan lemah lembut kepada Fir’aun, raja yang sangat kejam dan
dzalim. Sikap tersebut akan mendorong untuk lebih mudah diterimanya dakwah
seseorang tatkala ia menyeru ke jalan Allah SWT.
B.
Judul
“Pendidikan Life Skill”
Lemah Lembut : Kunci Sukses (QS. Thaahaa (020)
: 44).
C.
Nash
فَقُولَا لَهُ
قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
D.
Arti
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan kata-kata
yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.”
E.
Arti Penting Untuk Dikaji
Dalam konteks
ini, mengapa sangat perlu dikaji mengenai lemah lembut : kunci sukses dan penjelasannya telah ada dalam QS. Thaahaa [020]
ayat44, seperti penjelasan diatas, di dalam ayat ini terkandung makna
bahwasannya Allah SWT telah memperingatkan kepada para rasul dan hamba-Nya
untuk berperilaku yang didasarkan pada
kesadaran diri. Termasuk berperilaku lemah lembut kepada orang lain dalam menyampaikan
dakwahnya. Agar setiap manusia mengetahui bagaimana kita harus bersikap lemah
lembut dan memiliki hati yang baik.
BAB II
ISI
A.
Teori dari Buku
1.
Pengertian Lemah Lembut
Ar-Rifq adalah sifat lemah lembut di dalam berkata dan bertindak serta
memilih untuk melakukan cara yang paling mudah. (Fathul Bari Syarh Shahih Al
Bukhari). Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, bahwasannya :
“Orang yang dijauhkan dari sifat lemah lembut, maka ia dijauhkan pula dari
kebaikan.” (HR. Muslim)
Sebagaimana telah diterangkan diatas bahwa sifat Ar-Rifq (lemah lembut)
merupakan sifat yang dicintai oleh Allah SWT dan juga akan lebih mudah meraih
segala kebaikan dan keutamaan. Dengannya pula akan melahirkan sikap hikmah,
yang juga merupakan sikap yang dicintai oleh Allah SWT didalam berkata dan
bertindak.[1]
Jadi disimpulkan bahwasannya lemah lembut adalah menahan diri untuk tidak
mambalas dendam atas perlakuan buruk orang lain yang menyakiti hati dengan
balasan yang sama.
Adapun ciri-ciri orang yang memiliki sifat lemah lembut antara lain :
a. Orang yang lemah lembut memiliki sifat sabar dalam menerima cobaan.
b. Orang yang lemah lembut memiliki pribadi yang terbuka terhadap teguran
Allah SWT.
c. Orang yang lemah lembut berusaha memahami orang lain dan tidak menuntut
seseorang. Kalau ia meminta sesuatu, ia melakukan dengan bujukan bukan paksaan.[2]
2. Pengertian kesuksesaan
Sukses adalah suatu impian atau tujuan yang
kita inginkan, dan telah tercapai dengan usaha dan kerja keras yang dijalani
dalam hidup, serta mencapai kesuksesan tersebut berupa hal yang positif baik
untuk diri sendiri maupun orang lain.
Menggapai kesuksesan itu memerlukan kesabaran
dan perjuangan beserta doa. Sehingga akan timbul sifat kejujuran dalam
menggapai tujuan yang diinginkan. Maka tidak akan tumbuh kata putus asa dalam
meraih kesuksesan.[3]
B.
Tafsir dari Buku
1. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah SWT, “Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia
telah melampaui batas. “Yakni durhaka, sombong, congkak, dan membangkang kepada
Allah. “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata yang lemah lembut.
Mudah-mudahan dia ingat atau takut.” Ayat ini mengandung pelajaran yang sangat
berharga mengenai cara berdakwah, yaitu hendaknya disampaikan dengan lemah dan
halus. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Yazid ar-Raqasyi, “Wahai Zat Yang
mengendaki untuk mencintai orang yang memusuhi-Nya, jika kepada musuh saja
harus berbuat demikian, bagaimana pula terhadap orang yang dilindungi dan
dicintai-Nya.
Maksudnya, ceritakanlah kepada Fir’aun bahwa dia mempunyai Tuhan, mempunyai
tempat kembali, dan di sana ada surga dan neraka. Semua itu harus disampaikan
dengan perkataan yang lembut, mudah, dan halus agar mengena, sampai, dan
menyentuh hati.
Firman Allah SWT, “Mudah-mudahan dia ingat dan takut”, yakni mudah-mudahan
dia menghentikan kesesatan dan kebinasaan yang tengah dilakukannya atau dia
takut kepada Tuhannya. Penggalan itu ditafsirkan demikian karena “ingat”
berarti menjauhkan diri dari perkara yang ditakuti. Rasa takut itu menumbulkan
ketaatan. Semua itu dilakukan karena hujjah telah ditegakkan dan adanya
peringatan sebelum penetapan hukuman.[4]
2. Tafsir Al-Maraghi
Di dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan, bahwa dikhususkannya perintah
berdakwah kepada Fir’aun setelah berdakwah secara umum, karena kalau Fir’aun
sudah mau mendengarkan dan menerima dakwah mereka serta beriman kepada mereka,
niscaya seluruh orang Mesir akan mengikutinya, sebagaimana dikatakan dalam
pepatah, “manusia mengikuti agama raja mereka.”
Allah SWT menjelaskan metode berdakwah yang hendaknya diterapkan :
فَقُولَا
لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً) )
Berbicaralah kalian kepada Fir’aun dengan pembicaraan yang lemah lembut
agar lebih dapat menyentuh hati dan lebih dapat menariknya untuk menerima
dakwah. Sebab, dengan perkataan yang lemah lembut, hati orang-orang yang
durhaka akan menjadi halus, dan kekuatan orang-orang yang sombong akan hancur.
Selanjutnya Allah SWT mengemukakan alasan, mengapa nabi Musa diperintah
untuk berkata lemah lembut :
لَّعَلَّهُ
يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى ) )
Bahwasannya kata la’alla (mudah-mudahan) dalam kalimat seperti ini
menunjukkan harapan tercapainya maksud sesudah kata itu. Yakni, jalankanlah
risalah, kerjakanlah apa yang Aku serukan kepada kalian, dan berusahalah
mengerjakannya seperti orang yang berharap dan tamak, agar pekerjaannya dapat
berbuah dan tidak gagal usahanya : dia berusaha menurut kemampuannya dan
berjuang samapi puncak usahanya dengan harapan segala perbuatannya dapat
mendatangkan keberhasilan, kemenangan, dan keuntungan.
Ringkasan : Kerjakanlah perintah-Ku dan berharaplah bahwa perbuatan kalian
akan mendatangkan hasil, dan bahwa kalian akan menunjuki Fir’aun ke jalan yang
lurus.[5]
3. Tafsir Al-Mishbah
Firman : فَقُولَا
لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً) ) “maka berbicaralah
kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut”, menjadi dasar
tentang perlunya sikap bijaksana dalam berdakwah yang antara lain ditandai
dengan ucapan-ucapan sopan yang tidak menyakitkan hati sasaran dakwah. Karena
Fir’aun saja, yang demikian durhaka, masih juga harus dihadapi dengan lemah
lembut. Memang dakwah pada dasarnya adalah ajakan yang lemah lembut. Dakwah
adalah upaya menyampaikan hidayah. Kata hidayah maknanya antara
lain adalah menyampaikan dengan lemah lembut. Dari sini lahir kata hidayah
yang merupakan penyampaian sesuatu dengan lemah lembut guna menunjukkan
simpati. Ini tentu saja bukan berarti bahwa juru dakwah tidak melakukan kritik,
hanya saja itu pun harus disampaikan dengan tepat bukan saja pada kandungannya
tetapi juga waktu dan tempatnya serta susunan kata-katanya, yakni tidak dengan
memaki atau memojokkan.
Kata (لَعَلَّ) la’alla biasa diterjemahkan
mudah-mudahkan yang mengandung makna harapan terjadinya sesuatu.
Tentu saja.yang mengharapkan itu bukan Allah SWT, karena harapan tidak sesuai
dengan kebesaran dan keluasan ilmu-Nya. Oleh sebab itu, ada ulama yang memahami
kata ini dalam arti agar supaya, atau bahwa harapan yang dikandung oleh
kata itu terarah kepada manusia. Dalam konteks ayat ini adalah Nabi Musa as.
Yakni “wahai Musa dan Harun, sampaikanlah tuntunan Allah SWT kepada Fir’aun
sambil menanamkan dalam hati kamu berdua harapan dan optimisme kiranya
penyampaianmu bermanfaat baginya”.
Perintah Allah SWT ini menunjukkan bahwa manusia hendaknya selalu berusaha,
dan tidak mengandalkan takdir semata-mata. Allah SWT telah mengetahui penolakan
Fir’aun terhadap ajakan Nabi Musa as, kendati demikian Yang Maha Kuasa itu
tetap memerintahkan Nabi-Nya untuk menyampaikan ajakan. Ini karena Allah SWT
tidak menjatuhkan sanksi dan ganjaran berdasar pengetahuan-Nya yang azali,
tetapi berdasar pengetahuan-Nya serta kenyataan yang terjadi dalam pentas
kehidupan dunia ini. Di sisi lain, perintah tersebut bila telah dilaksanakan
dan ditolak maka penolakan itu akan menjadi bukti yang memberatkan sasaran
dakwah, karena jika tidak ada ajakan, maka boleh jadi di hari kemudian kelak,
mereka akan berkata : “Kami tidak mengetahui tuntunan-Mu, karena tidak ada yang
pernah menyampaikannya kepada kami.”
Firman-Nya : لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى ) ), “mudah-mudahan ia
ingat dan takut”, dengan pengertian yang dikemukakan di atas,
mengisyaratkan bahwa peringkat dzikir trus menerus yang mengantarkan kepada
kehadiran Allah SWT dalam hati dan kekaguman kepada-Nya merupakan peringkat
yang lebih tinggi daripada peringkat takut. Ini karena kekaguman menghasilkan
cinta, dan cinta memberi tanpa batas serta menerima apa pun dari yang dicintai,
sedang rasa takut tidak menghasilkan kekaguman, bahkan boleh jadi antipati.[6]
4. Tafsir Al-Azhar
“Maka katakanlah olehmu berdua kepadanya kata-kata yang lemah lembut.” (pangkal ayat 44).
Di dalam pangkal ayat 44 ini Allah SWT telah memberikan suatu petunjuk dan
arahan yang penting dalam memulai da’wah kepada orang yang telah sangat
melampaui batas itu. Dalam permulaan berhadap-```````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````hadapan,
kepada orang yang seperti itu janganlah langsung dilakukan sikap yang keras,
melainkan hendaklah mulai dengan mengatakan sikap yang lemah lembut,
perkataanyang penuh dengan suasana kedamaian. Sebab, kalau dari permulaan konfrontasi
(berhadap muka dengan muka) si penda’wah telah melakukan amar ma’ruf nahi
munkar dengan secara keras, blak-blakan, tidaklah akan tercapai apa yang
dimaksud.
Meskipun di dalam ilmu Allah SWT sendiri pasti sudah diketahui bahwa
Fir’aun itu sampai saat terakhir tidak akan mengaku tunduk, tetapi Allah SWT
telah memberikan tuntunan kepada Rasul-Nya, ataupun kepada siapa saja yang
berjuang melanjutkan rencana Nabi, bahwa pada langkah yang pertama janganlah
mengambil sikap menentang. Mulailah dengan kata yang lemah lembut : “Mudah-mudahan
ingatan dia, ataupun takut.” (ujung ayat 44).
Sebabnya ialah bahwa di dalam sudut bawah dalam jiwa manusia, yang mana jua
pun orangnya senantiasa masih tersimpan maksud yang baik dan fikiran yang
sehat. Misalnya seorang Raja ataupun Pejabat tinggi sebuah Negara akan merasa
prestisenya, atau gengsinya akan tersinggung, walaupun betapa besar salahnya,
kalau dia ditegur dengan kasar atau dikritik di muka umum, Musa dan Harun
disuruh terlebih dahulu mengambil langkah berlemah lembut guna menyadarkan dan
menginsafkan. Fir’aun itu adalah manusia dan Fir’aun itu adalah seorang Raja yang
dijunjung tinggi, diangkat martabatnya oleh orang besar-besar yang
mengelilinginya, jarang yang membantah perintahnya, walaupun secara lemah
lembut, karena orang yang disekitarnya itu merasa berhutang budi kepada
Fir’aun. Mereka merasa tidak ada arti apa-apa diri mereka itu, kalau tidak
Fir’aun yang menaikkan pangkatnya dan membarinya gelar-gelar dan kehormatan.
Maka kalau Fir’aun itu telah duduk seorang diri, hati nuraninya akan berkata
tentang dirinya yang sebenarnya. Hati nuraninya itulah yang akan diketuk dengan
sikap yang lemah lembut.
Masih diharapkan, mudah-mudahan dengan kata-kata yang lemah lembut Fir’aun
itu akan sadar lalu ingat bahwa selama hidupnya dia pasti akan mati. Selama
muda dia pasti akan tua, selama sehat dia suatu hari akan sakit. Betapa pun
kuat badan manusia. Namun kekuatannya itu terbatas. Inilah yang harus
diingatnya. Ataupun dia takut akan azab siksa Allah SWT yang betapa pun
tidaklah dia akan kuasa mengelakkan.
Itulah siasat atau taktik yang dianjurkan Allah SWT kepada Musa dan Harun,
sebagai langkah pertama dalam menghadapi Fir’aun.[7]
C.
Aplikasi dalam Kehidupan
1. Dapat mengambil pelajaran pada setiap kejadian yang pernah diperbuat
oleh umat terdahulu dan tidak mengulanginya kembali (meluruskan aqidah yang
menyimpang).
2. Tidak
memberi perlakuan kasar kepada seseorang yang telah melakukan kesalahan dalam
bersikap atau bertindak.
3. Tidak
menyakiti perasaan orang lain dengan perlakuan yang kurang baik atau kasar
dalam berbagai permasalahan yang ada.
4. Seseorang
yang berhati lemah lembut akan lebih mudah dalam mencapai kesuksesan.
D.
Aspek Tarbawi
1.
Manusia
sebaiknya selalu
bersikap lemah lembut kepada sesamanya sesuai
dengan apa yang telah diterapkan oleh Rasulllah SAW sehari-hari,
2.
Sikap lemah lembut dapat meluluhkan hati
seseorang yang keras.
3.
Sikap lemah lembut lebih mudah meraih segala
kebaikan dan keutamaan. Dengannya pula akan melahirkan sikap hikmah, yang juga
merupakan sikap yang dicintai oleh Allah SWT didalam berkata dan bertindak.
4.
Dengan menerapkan sikap lemah lembut maka akan
membawa seseorang menuju kunci kesuksesan.
5.
Serta
sikap lemah lembut dapat membawa kedamaian
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat kita simpulkan
bahwasannya Allah SWT telah menjelaskan bahwa sikap lemah merupakan sifat yang
disukai oleh Allah SWT karena sikap lemah lembuh sebagai salah satu cara atau
metode penyelesaian masalah dengan cara yang baik dan menempatkan manusia dalam
posisi sejajar, tidak menempatkan manusia sebagai objek kekerasan.
Sikap lemah lembut merupakan kekuatan yang besar,
yaitu adanya peluang kembalinya kesadaran seseorang untuk bisa mengetahui
kebenaran dan kebatilan. Demikian pula sifat lemah lembut akan membawa
kesuksesan, terutama bagi para pendakwah yang menyampaikan dakwahnya
ditengah-tengah masyarat.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.topiktrend.com/hikmah/bersikap-lemah-lembut-kunci-keberhasilan-dakwah-rasulullah-saw/, diakses pada tanggal 13 November 2016
Hardrianto, Budi. 2002. Kebeningan Hati dan Pikiran, (Jakarta: Gema
Insani).
Munir, Ahmad. 2007. Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan l-Qur’an Tentang
Pendidikan, (Yogyakarta: Teras).
Nasib Ar-Rifa’i, Muhammad. 1989. Kemudahan dari Allah : Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir Jilid III, (Jakarta: Gema Insani).
Musthafa Al-Maraghi, Ahmad. 1987. Terjemah
Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: PT Karya Toha Putra).
Shihab, M. Quraisy. 2002. Tafsir
Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati).
Profil Penulis
Nama
:
Fitri Nisfiyah Nahari
Tempat,
tanggal, lahir : Tegal, 25
Januari 1997
Alamat :
Jl. Teuku Cikditiro 1 Gg. Randu 1, RT 04/VI Kelurahan Debong Kidul Kecamatan
Tegal Kota Tegal Laka-laka.
Riwayat Pendidikan :
TK Batik 1
MI
Ihsaniyah 01
SMP
Negeri 19 Tegal
MA
Al-Hikmah 2 Brebes
Strata
1 IAIN Pekalongan (Masih dalam Pelaksanaan).
Motto Hidup :
Saya bisa jika saya berfikir bisa. Bismillah dan lakukan yang terbaik, Semangat
!.
[1]http://www.topiktrend.com/hikmah/bersikap-lemah-lembut-kunci-keberhasilan-dakwah-rasulullah-saw/, diakses pada tanggal 13 November 2016
[2]Budi Hardrianto, Kebeningan Hati dan
Pikiran, (Jakarta: Gema Insani, 2002), hlm. 121
[3]Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi Mengungkap
Pesan l-Qur’an Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2007), hlm. 195
[4] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah : Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir Jilid III, (Jakarta: Gema Insani, 1989), hlm. 244
[5] Ahmad
Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: PT Karya
Toha Putra, 1987), hlm. 203-205
[6] M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an,
(Jakarta: Lentara Hati, 2002), hlm. 306-308
[7]Hamka, Tafsir Al-Azhar Jus XVI, (Jakarta:
Pustaka Panjimas, 2003), hlm. 159-160
Tidak ada komentar:
Posting Komentar