Laman

Minggu, 02 April 2017

tt2 d7e “Bertuturlah Lembut Jangan Teriak Kasar” QS. Luqman ayat 19

PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS
“Bertuturlah Lembut Jangan Teriak Kasar”
QS. Luqman ayat 19


Muhammad Arif Maulana 
2021115167
Kelas : D

FAKULTAS TARBIYAH / PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017




KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr. Wb
            Puji syukur penulis panjatkan kehadiat Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang. Karena karunia, rahmat serta taufiq dan hidayahny-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas menyusun makalah yang berjudul “Bertuturlah Lembut Jangan Teriak Kasar” dalam Q.S Luqman ayat 19 untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi II , Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pekalongan. Penulis menyadari kekuangan penulis di berbagai dan tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak maka makalah ini tidak akan dapat penulis selesaikan tepat waktu. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
 1.Bapak Muhammad Hufron, M.S.I selaku dosen pengampu matakuliah Tafsir Tarbawi I.
2.Bapak dan Ibu selaku kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan moral, materiil serta motivasinya.
3.Segenap staff perpustakaan IAIN pekalongan yang telah memberikan bantuan referensi buku rujukan.
4.   Mahasiswa prodi PAI kelas D yang telah memberikan bantuan, dukungan dan motivasinya. Serta,
5.  Semua pihak yang telah memberikan dukungan moral dan materiilnya.
Penulis  berharap makalah ini dapat menambah wawasan keislaman khususnya untuk mata kuliah Tafsir Tarbawi II. Penulis juga menyadari betul bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan dorongan, kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini dan dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikum.Wr.Wb
Pekalongan, 3 April 2017


Penulis           
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Dalam Islam, pendidikan sangatlah penting. Pendidikan merupakan salah satu hal yang diamalkan untuk kelestarian serta pekembangan Islam. pendidikan sangat diperlukan manusia, agar secara fungsional manusia mampu memiliki kecerdasan (intelligence, spiritual, emotional) untuk menjalani kehidupannya dengan bertanggung jawab, baik secara pribadi, sosial, maupun professional.
Oleh karena itu fungsi dan peran pendidikan agama tentu akan lebih dominan daripada pendidikan secara umum, hal itu dikarenakan pendidikan agama akan secara langsung menyentuh unsur pembentukan kepribadian manusia, sementara pendidikan secara umum tidak selalu demikian adanya. Untuk itu kualifikasi Islam untuk pendidikan memberikan kejelasan bentuk konseptualnya, dimana pembentukan kepribadian yang dimaksud sebagai hasil pendidikan adalah kepribadian muslim, dan kemajuan masyarakat dan budaya yang dituju adalah yang sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan sunnah Rasul.
Berangkat dari hal di atas maka al-Qur’an melalui lisan Lukman al-Hakim telah menetapkan bahwa akidah tauhid harus dijadikan dasar yang melandasi tegaknya syari’ah dan akhlak agar pengetahuan manusia dapat memberi manfaat yang seluas-luasnya untuk kepentingan kehidupan manusia, karena hanya darI jiwa yang terpola dengan keimanan yang benarlah akan terlahir akhlak mulia.
B.    Judul Makalah
 “Bertuturlah Lembut Jangan Teriak Kasar” penafsiran QS. Al-Luqman ayat 19.
     C.    Nash al-Qur’an
وَٱقۡصِدۡ فِي مَشۡيِكَ وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٰتِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِيرِ ١٩
Artinya: “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”
D.Arti Penting
Dalam QS. Luqman ayat 19 memuat tentang nasehat Lukman yang ditujukan kepada anaknya, ayat ini penting untuk dikaji karena ayat ini menerangkan tentang dasar mendidik anak tentang kesederhanaan, yang menuturkan agar kita bersikap sederhana dan bersahaja ketika berjalan dan bersuara. Ayat ini menjelaskan bahwa, dalam berjalan dan berbicara tidak mengesankan kesombongan dan keangkuhan. Oleh karena itu ayat ini bisa dijadikan landasan oleh orang tua dan para pendidik untuk mendidik anaknya menjadi pribadi yang berkarakter religius.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori
Islam telah mengajak dan menganjurkan kepada kaum muslimin untuk menjalankan dan memegang pada akhlak-akhlak yang mulia. Yaitu akhlak yang berasaskan pada prinsip-prinsip kebaikan dan kebenaran, akhlak yang dapat membawa kebahagiaan bagi individu dan masyarakat di dunia dan akhirat.[1]
Gaya dan nada suara seseorang merupakan bagian dari identitas kedirian/kepribadiannya, karena dengan gaya dan penampilan serta nada suaranya orang akan diketahui corak  kepribadiannya. (Sayyid, Quth., 2782).
Ayat dari surat Luqman ini menjadi pokok dari kajian tentang dasar pendidikan anak yang berisi nasehat Lukman tentang kesederhanaan yang secara spesifik menganjurkan agar anaknya bersikap sederhana dan bersahaja dalam berjalan dan bersuara, maksudnya bahwa cara berjalan dan mengeluarkan pendapat/berbicara tidak mengesankan kesombongan dan keangkuhan, sehingga suara yang angkuh digambarkan sebagai suara himar yang memekik-mekik.
Sesungguhnya bukan hanya pada bagaimana orang berjalan dan bersuara yang sopan akan tetapi Islam telah mengajarkan kepada umatnya untuk tidak berlebihan dalam setiap tindakan yang dilakukan karena segala sesuatu yang berlebihan akan menjadi tidak baik. Karena itu menurut Islam sebaik-baik perkara adalah yang sedang-sedang saja.[2]



B.    Tafsir
1.     Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Ta’ala, “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan,” yakni tidak lambat tidak pula cepat, namun pertengahan di antara keduanya. Firman Allah Ta’ala, “Dan lunakkanlah suaramu.” Yakni, janganlah kamu meninggikan suara tanpa guna. Karena itu, Dia berfirman, “Sesungguhnya seburuk-buruknya suara ialah suara keledai.” Yakni, tidak ada suara terburuk selain suara yang keras yang diserupakan dengan suara keledai dalam hal melengking dan kerasnya. Di samping buruk, hal ini juga dimurkai di sisi Allah Ta’ala. Penyerupaan suara keras dengan suara menetapkan keharaman dan ketercelaannya, sebab Rasulullah saw. bersabda,
 لَنَا مَثَلُ السُّوْءِ . . .اَلْعَائِدُ فِى هِبَتِهِ كَالْكَلْبُ يُقَيِّءُ ثُمَّ يَعُوْدُ فِى قَيْئِهِلَيْسَ
            “Kita tidak memiliki perumpamaan terburuk . . . . Orang yang mengambil kembali harta yang dihibahkannya adalah seperti muntah, lalu memakan kembali muntahannya”
            (Artinya, mengambil kembali hibah adalah haram). Ketika menafsirkan ayat ini, an-Nasa’i meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. beliau bersabda,
اِذَا سَمِعْتُمْ صِيَاحَ الدِّكَةِ فَاسْأَلُوْا اللهَ مِنْ فَضْلِهِ, وَاِذَا سَمِعْتُمْ نَهِيْقَ الْحَمِيْرِ, فَتَعَوَّذُوْا بِا اااللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ فَاِنَّهَا رَأَتْ شَيْطَاناً (رواه النسائى والجمااعة سوى ابن ماجه)
            “Apabila kamu mendengar kokok ayam jantan, maka mintalah kepada Allah sebagian karunia-Nya. Jika kamu mendengar ringkihan keledai maka berlindunglah kepada Allah dari setan sebab keledai itu melihat setan.”
(HR an-Nasa’i dan jamaah kecuali Ibnu Majah).[3]

2.     Tafsir Al- Qurtubhi
Firman Allah SWT, وَٱقۡصِدۡ فِي مَشۡيِكَ“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan”. Ketika Luqman melarang anaknya dari perilaku buruk, dia pun menjelaskan perilaku baik yang harus diterapkannya. Dia berkata, وَٱقۡصِدۡ فِي مَشۡيِكَ“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan”, maksudnya adalah berjalanlah biasa-biasa saja. Kataالقصدartinya berjalan antara cepat dan lambat. Artinya, janganlah kamu berjalan seperti orang lunglai dan janganlah pula seperti orang terlalu semangat.
Firman Allah SWT, وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَ“dan lunakkanlah suaramu”, maksudnya adalah rendahkan suaramu. Artinya, jangan berlebihan dengan meninggikan suara dan bersuaralah sesuai kebutuhan. Sebab, suara nyaring yang dikeluarkan melebihi dari yang dibutuhkan dapat membebani diri sendiri dan dapat mengganggu orang lain. Maksud keseluruhannya  adalah bersikap tawadhu’.
Firman Allah SWT, إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٰتِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِيرِ“Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. Lafazh أَنكَرَberarti paling buruk dan paling jelek. Contoh lain adalahأتانا بو جه منكر(dia datang menemui kami dengan wajah yang sangat buruk). Keledai adalah perumpamaan dalam mencela dan memaki. Begitu juga dengan suaranya.[4]
3.     Tafsir Al- Maragi
(وَٱقۡصِدۡ فِي مَشۡيِكَ)
Dan berjalanlah dengan langkah yang sederhana, yakni tidak terlalu lambat juga tidak terlalu cepat, akan tetapi berjalanlah dengan wajar  tanpa dibuat-buat dan juga tanpa pamer menonjolkan sikap rendah diri atau sikap tawadhu’.


(وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَۚ)
Kurangilah tingkat kekerasan suaramu, dan perpendeklah cara bicaramu, janganlah kamu mengangkat suaramu bilamana tidak diperlukan sekali. Karena sesungguhnya sikap yang demikian itu lebih berwibawa bagi yang melakukannya, dan lebih mudah diterima oleh jiwa pendengarnya  serta lebih gampang untuk dimengerti.
(إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٰتِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِيرِ)
Sesungguhnya suara yang paling buruk dan paling jelek, karena ia  dikeraskan lebih dari pada apa yang diperlukan tanpa penyebab adalah suara keledai. Dengan kata lain, bahwa orang yang mengeraskan suaranya itu berarti suaranya mirip suara keledai. Dalam hal ini ketinggian nada dan kekerasan suara, dan suara yang seperti itu sangat dibenci oleh Allah SWT.[5]
4.     Tafsir Al- Mishbah
Dan bila engkau melangkah, janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh, tetapi berjalanlah dengan lemah lembut penuh wibawa. Sesungguhnya Allah tidak menyukai yakni tidak melimpahkan anugerah kasih sayang-Nya kepada orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan bersikap sederhanalah dalam berjalanmu, yakni jangan membusungkan dada dan jangan juga merunduk bagaikan orang sakit. Jangan lari tergesa-gesa dan jangan juga sangat perlahan menghabiskan waktu. Dan lunakkanlah suaramu sehingga tidak terdengar bagaikan teriakan keledai. Sesungguhnya seburuk-buruknya suara ialah suara keledai karena awalnya siulan yang tidak menarik dan akhirnya tarikan nafas yang buruk.[6]


C.    Implikasi Pada Kehidupan
Demikian ayat ini mengajarkan kepada kita sebagai orang tua maupun sebagai pendidik supaya mengajarkan anak tentang karakter yang religius, diantaranya; berjalan dengan lemah lembut dan penuh wibawa, bersikap rendah diri dan tawadhu’, dan bertutur kata yang lemah lembut tidak mengeraskan suara yang tidak diperlukan.
D.    Aspek Tarbawi
1.     Berjalan dengan langkah sederhana, yakni tidak terlalu lambat juga tidak terlalu cepat
2.     Bersikap rendah diri dan tawadhu’
3.     Lunakkanlah suara dan berututur kata yang lemah lembut
4.     Sesungguhnya sejelek-jeleknya suara ialah orang yang mengeraskan suaranya tanpa diperlukan


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Gaya dan nada suara seseorang merupakan bagian dari identitas kedirian/kepribadiannya, karena dengan gaya dan penampilan serta nada suaranya orang akan diketahui corak  kepribadiannya. Ayat 19 dari surat Luqman ini menjadi pokok dari kajian tentang dasar pendidikan anak yang berisi nasehat Lukman tentang kesederhanaan yang secara spesifik menganjurkan agar anaknya bersikap sederhana dan bersahaja dalam berjalan dan bersuara, maksudnya bahwa cara berjalan dan mengeluarkan pendapat/berbicara tidak mengesankan kesombongan dan keangkuhan, sehingga suara yang angkuh digambarkan sebagai suara himar yang memekik-mekik.

DAFTAR PUSTAKA
Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani.
Juwariyah. 2010. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Dalam Al-Qur’an. Yogyakarta:   Teras.
Ar-Rifai , Muhammad Nasib. 1999. Taisiru al-Aliyyul Qadir Li Ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3. Jakarta: Gema Insani.
Al Qurthubi, Syaikh Imam. 2009. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam.
Al Maragi, Ahmad Mustafa. 1992.Tafsir Al-Maragi. Semarang: PT. Karya Toha     Putra Semarang.
Shihab, M. Quraish. 2002.Tafsir Al-Mishbah: pesan, kesan dan keserasian Al Qur’an. Jakarta: Lentera Hati




IDENTITAS PENULIS

Nama : Muhammad Arif Maulana
NIM : 2021115167
Tempat tanggal lahir: Pekalongan, 15 November 1996
Alamat : Jl. Kyai klidin no. 2 , bumirejo rt01 rw 02 Pekalongan Barat, Pekalongan
Pendidikan
a.      RA Masyitoh NU Bumirejo, Pekalongan (2002/2003)
b.     SMPN 15 Pekalongan (2011/2012)
c.      SMA Budi Utomo Perak, Jombang(2014/2015)
d.     IAIN Pekalongan





[1]              Ali Abdul Halim mahmud, Akhlak Mulia(Jakarta:Gema Insani,2004),hlm.7
[2]              Juwariyah, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm. 57
[3] M. Nasib ar-Rifai: taisiru al-Aliyyul Qadir Li Ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3 ( Jakarta: Gema Insani, 1999), hlm.793-794.
[4]              Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 169-170.
[5]              Ahmad Mustafa Al Maragi, Tafsir Al-Maragi (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1992), hlm. 162-163.
[6]              M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 139.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar