Laman

Minggu, 16 April 2017

TT2 D9b Tafaqquh Fi Ad-din (QS. At-Taubah 9: 122)

Pendidikan Ilmiah dan Pendidikan Intelektual
Tafaqquh Fi Ad-din (QS. At-Taubah 9: 122)

Ida Nur Amaliyah       (202111 5228)
Kelas D

TARBIYAH PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2017




KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan taufiq, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelaasaikan makalah yang berjudul Tafaqquh fi Ad din. Sholawat dan salam ssenantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw, para sahabatnya, Keluarganya, serta segala pengikutnya hingga di Yaumil Akhir.Tugas ini disajikan sebagai bahan materi mata kuliah Tafsir Tarbawi. Sebagai penulis, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Orang tua saya yang telah membesarkan dan mendidik saya sehingga saya masih bisa mencari ilmu di IAIN Pekalongan ini.
2.      Bapak Muhammad Hufron, M.S.I selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi II
3.      Para saudara dan teman seperjuangan yang turut membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa kemampuan dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna.Penulis sudah berusaha dan mencoba mengembangkan dari beberapa referensi mengenai sumber ajaran Islam yang saling berkaitan.Apabila dalam penulisan makalah ini ada kekurangan dan kesalahan baik dalam penulisan ataupun pembahasannya maka itu keterbatasan kemampuan penulis.Akhir kata.Semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca yang budiman.Amin.

                                                                        Pekalongan, 3 April 2017
                                                                                    Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar belakang
Al-Quran sebagai dasar utama untuk mengatur kehidupan umat beragama agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan merupakan cara yang sangat tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, Al-Quran banyak sekali membicarakan masalah pendidikan. Surah At-Taubah ayat 122 adalah bagian dari Al-Quran yang membicarakan tentang perintah untuk mencari ilmu, kemudian mengajarkannnya kepada umat, agar bisa memelihara dirinya dari hal-hal yang haram.
            Dalam mencari ilmu, tak luput dari ujian dari Allah swt untuk menjadikan penyabar dan motivasi tersembunyi untuk umatnya. Bagi orang yang bersungguh-sungguh pasti akan dapat menghadapi sulitnya tintangan mencari ilmu. Maka sebagai orang muslim hendaknya kita bersabar dan ikhtiar agar Allah selalu melapangkan hati dan rejeki kita dalam mencari ilmu di jalannya. Kita harus menyadari bahwa ilmu itu penting untuk kehidupan dunia dan akhirat, terutama ilmu agama.Karna itulah disini saya mengkaji makalah yang berjudul Tafaqquh fi ad Din, agar manusia berlomba-lomba mencari ilmu bekal akhirat.

B.        Tema dan Judul
Tema   : Pendidikan Ilmiah dan Pendidikan Intelektual
Judul   : Tafaqquh fi ad Din

C.        Q.S At-Taubah ayat 122
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوْاكَافَّةً قلى فَلَوْ لَانَفَرَمِنْ كُلِّ فِرْ قَةٍ مِّنْهُمْ طَا ئِفَةٌلِّيَتَفَقَّهُوْافِى الدِينِ وَلِيُّنْذِ رُوْاقَوْمَهُمْ اِذَارَخَعُوْااِلَيْهِمْ لِعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ (122)
Artinya: Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.

D.    Kajian dari Surah At-Taubah ayat 122
Dalam ayat ini, Allah swt menerangkan bahwa tidak perlu semua orang berangkat ke medan perang, bila peperangan itu dapat di lawan oleh sebagian prajurit muslim saja. Harus ada beberapa kaum yang tertinggal di kampung untuk mengamalkan dan memperdalam ilmu-ilmu agama Islam supaya ilmu-ilmu ajaran Islam di ajarkan secara merata kepada orang yang pergi perang ketika sudah kembali dari medan perang. Orang-orang yang berjuang di bidang pengetahuan, oleh agama Islam disamakan nilainya dengan orang-orang yang pergi berperang ke medan perang. Dengan demikian, bahwa setiap orang mukmin mempunyai tiga macam kewajiban dalam ilmu pengetahuan,  yaitu : mencari ilmu, mengamalkannya dan mengajarkan ilmu tersebut kepada orang lain.

E.        Rumusan masalah
1.      Apa pengertian tafaqquh fi Ad Din?
2.      Bagaimana penjelasan / teori dari surah At-Taubah ayat 122?
3.      Bagaimana penjelasan Tafsiran surah At-Taubah ayat 122?
4.      Bagaimana aplikasi ayat dalam kehidupan sehari-hari?
5.      Apa sajakah Aspek Tarbawi yang terkandung dalam surah At-Taubah ayat 122?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Teori
1.      Pengertian Tafaqquh fi Ad Din
Kata tafaqquh mempunyai makna memperdalam ilmu agama, yang di maksud ilmu agama ialah ilmu fiqh, , ilu kalam, ilmu tafsir, ilmu tafsir. Ilmu tasawuf, dan sebagainya. Suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk memperdalam ilmu agama (tafaqquh fi ad Din), serta menyiapkan segala sesuatu yang di butuhkan untuk mempelajarinya di dalam suatu negeri yang telah didirikan serta mengajarkannya kepada manusia berdasarkan kadar yang diperkirakan dapat memberikan kemaslahatan bagi mereka sehingga tidak membiarkan mereka tidak mengetahui hukum-hukum agama yang pada umumnya harus diketahui oleh orang-orang yang beriman.
Menyiapkan diri untuk memusatkan perhatian dalam mendalami ilmu agama, karena perbuatakan ini termasuk kedalam perbuatan yang tergolong mendapatkan kedudukan yang tinggi di hadapan Allah, dan tidak kalah derajatnya dari orang-orang yang berjihad dengan harta dan dirinya dalam rangka meninggikan kalimat Allah, bahkan upaya tersebut kedudukannya lebih tinggi dari mereka yang sedang tidak berhadapan dengan musuh.[1]
2.      Teori pengembangan
      Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan, yaitu hukum mencari ilmu dan mendalami agama (Tafaqquh fi ad Din). Artinya pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah. Tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak seharusnya orang mukmin berangkat seluruhnya ke medan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena perang itu hukumnya fardhu kifayah, bagi sebagian orang, sedangkan mencari ilmu hukumnya fardhu ain’ jika sebagian kaum telah berangkat ke medan perang.[2]
      Menurut Al-Maraghi ayat ini memberikan isyarat tentang kewajiban memperdalam ilmu agama(wujud Tafaqquh fi Ad Din) serta menyiapkan segala sesuaatu untuk dipelajarinya lalu mengajarkan ilmu tersebut kepada orang lain agar orang lain mendapatkan kemaslahatan. Menyiapkan diri dalam mendalami ilmu agama dengan tujuan diajarkan kepada orang lain termasuk ke dalam golongan mendapatkan kedudukan yang tinggi di haddaapan Allah swt daan tidak kalah derajatnya dari orang-orang yang berjihad dengan harta benda dan dirinya dalam rangka meninggikan kalimat Allah, bahkan kedudukannya lebih tinggi dari mereka yang keadaanya tidak sedang berhaddapan dengan musuh.[3]

B.     Tafsir
1.      Tafsir Al-Azhar
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوْاكَافَّةًقلى فَلَوْ لَانَفَرَمِنْ كُلِّ فِرْ قَةٍ مِّنْهُمْ طَا ئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْافِى الدِينِ وَلِيُّنْذِ رُوْاقَوْمَهُمْ اِذَارَخَعُوْااِلَيْهِمْ لِعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ (122)
Artinya: Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di atara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka danuntuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.
Dan tidaklah (boleh) orang-orang yang beriman itu turut semuanya.”Yaitu orang yang beriman sejatinya tidaklah semuanya turut bertempur berjihad dengan senjata ke medan perang.
“Tetapi alangkah baiknya keluar dari tiap-tiap golongan itu, di antara mereka, satu kelompok supaya mereka memperdalam pengertian tentanng agama.”
Dengan ayat ini, Allah menuntun hendaklah jihad dibagi menjadi jihad bersenjata dan jihad memperdalam ilmu pengetahuan, serta ilmu agama. Jika yang pergi ke medan perang itu bertaruh nyawa dengan musuh, maya yang tinggal di garis belakang memperdalam agama.[4]

2.      Tafsir Al-Maraghi
Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan.Yakni hukum mencari ilmu dan mendalami agama.Artinya bahwa mendalami ilmu agama itu cra berjuangan dengan menggunakan hujjah, penyampaian bukti-bukti dan juga merupakan rukun terpenting dalam sendi-sendi Islam.Karena perjuangan yang mengguakan pedang itu sendiri tidak disyariatkan, kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari dakwah tersebut, agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir.
            Menurut riwayat Al-Kalabi dari Ibnu Abbas, bahwa dia mengatakan “Setelah Allah mengecam keras terhadap orang-orang yang tidak menyertai Rasulullah dalam peperangan, maka tidak seorangpun diantara kami yang tinggal untuk tidak menyertai bala tentara atau utusan perang untuk selama-lamanya”.Hal itu benar-benar mereka lakukan, sehingga tinggallah Rasulullah saw sendirian. Maka turunlah wahyu :

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوْاكَافَّةً
Tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Perang menjadi fardhu ain apabila Rasul sendiri keluar dan mengerahkan kaum mukmin menuju medan perang.
            Mengapa tidak segolongan saja, atau sekelompok kecil saja yang berangkat ke medan tempur dari tiap-tiap golongan besar kaum mukmin.yaitu dengan maksut orang yang tidak berangkat dan tinggal di kota Madinah, berusaha keras untuk memahami agama, yang wahyunya turun kepada Rasulullah saw. Tujuan utama dari orang-orang yang mendalami agama itu iingin membimbing kaumnya, mengaajari mereka dan memberi peringatan kepada mereka tentang akibat kebodohan dan berhati-hati terhadap akibat kemaksiatan.
            Ayat tersebut merupakan isyarat tentang wajibnya pendalaman agama dan bersedia mengajarkannya di tempat-tempat pemukiman serta memahamkan orang-orang pada agama.Mereka yang mendaalami ilmu agama tidak kalah tingkatanya dengan orang-orang yang berjuang mengorbankan harta benda dan nyawanya dimedan perang.Bahkan bisa jadi mereka lebih utama dari pejuang.[5]
3.      Tafsir Al-Misbah
Ayat ini menuntun kaum muslimin untuk berbagi tugas dengan menegaskan pada kalimat Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukminyang selama ini telah di anjurkan bergegas pergi semua ke medan perang, sehingga tidaak tersisa lagi orang-orang yang melakssanakan tugas-tugas yang lain. Jika memang tidak adda panggilan yang bersifat mobility umum maka mengapa tidak pergi dari setiap golongan, yakni kelompok besar di antara mereka beberapa orang dari golongan itu untuk bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuan tentang agama sehingga mereka dapat memperoleh manfaat untuk diri mereka dan untuk orang lain dan juga untuk memberi peringatan kepada kaum mereka yang menjadi anggota pasukan yang ditugaskan Rasulullah saw apabila nanti setalah selesainya tugas, mereka yakni anggota pasukan itu telah kembali kepada mereka yang memperdalam pengetahuan, supaya mereka yang jauh dari Rasulullah saw karena tugasnya dapat berhati-hati menjaga diri mereka.
      Menurut al-Biqa’i.kata (طَا ئِفَةٌ ) dapat berarti satu atau dua orang. Namun lebih kecil dari (  فر قة) Firqah yang bermakna sekelompok manusia berbeda dengan kelompok yang lain. Kata ( ليتفقهوا ) liyatafaqqahu terambil dari kata ( فقة ) fiqh yakni pengetahuan yang mendalam menyangkut hal-hal yang sulit dan tersembunyi.bukan sekedar pengetahuan tetapi mengandung makna kesungguhaan upaya, yang dengan keberhasilan upaya itu para pelaku menjadi pakar-pakar dalam bidangnya. Demikian kata tersebut mengandung kaum muslimin untuk menjadi pakar-pakar pengetahuan.[6]
4.      Tafsir Ibnu Katsier
Terjemahannya :“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama daan untuk memberi peringatan kepadda kaumnya apabila mereka telah memberi kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirrinya.”
Tafsirnya:
Ø  Berkata Ibnu Abbas mengenai ayai ini, “Tidaksepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya ke medan perang daan meninggalkan Rasulullah saw seorang diri”.
Ø  Sehubungan dengan ini, al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dari setiap penduduk Arab ada sekelompok orang yang menemui Nabi Muhammad saw, mereka menanyakan kepada beliau berbagai persoalan agama yang mereka kehendaki dan mendalami. Apa yang harus dilakukan jika orang yang telah pergi ke medan perang telah kembali? Lalu Ibnu Abbas menjawab: “maka nabi menyuruh mereka menaati Allah, menaati Rasulullah, menyampaikan berita kepada kaumnya ihwal kewajiban mendirikan shalat dan zakat. Jika golongan ini telah sampai kepada kaumnya maka niscaya akan membawakan berita menggembirakan dengan surga.”[7]
Ø  Berkata Qatadah, “jika rasulullah saw mengirim pasukan, maka hendaklah sebagian pergi ke medan perang, sedang sebagian lagi tinggal bersama Rasulullah saw. Untuk mempelajari dan memperdalam pengetahuan mereka dengan pengetahuan yang mereka peroleh itu.
Ø  Berkata adh-Dhahhak, “jika Rasulullah saw mengajak berjihad (perang total) maka tidak boleh seorang pun yang tinggal di belakang kecuali mereka uzur. Tetapi jika Rasulullah menyerukan sebuah sariyah(perang terbatas), maka hendaklah segolongan pergi ke medan perang dan segolongan tinggal bersama Rasulullah saw memperdalam pengetahuannya tentang agama, untuk diajarkannya kepada kaumnya bila kembali.
Ø  Menurut Ali bin Abi Tholib, bahwa pendapat Ibnu Abbas mengenai ayat ini, bahwasanya ayat ini bukan mengenai jihad, tetapi mengenai suatu peristiwa, tatkala Rasulullah saw berdoa menutuk suku Mudhar, terjadilah kekeringan di tempat mereka sehingga terpaksa mereka berbondong-bondong mengungsi dan tinggal di Madinah.[8]
5.      Tafsir Imam Syafi’i
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوْاكَافَّةً
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuaanya (ke medan perang).
Ayat ini ditujukan untuk mukmin laki-laki, bukan mukmin perempuan.Karena kaum perempuan yang beriman disebut mukminat. Allah swt juga berfirman ( و ما كا ن المؤ منون لينفرواكافة ) “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang).” Ayat ini menunjukan bahwa yang di maksut oleh Allah swt adalah kaum laki-laki, bukan kaum perempuan. Allah swt memberitahukan bahwa tugass berangkat ke medan perang ditujukan pada orang tertentu saja, demikian juga dengan tugas memperdalam ilmu. [9]
6.      Tafsir Jalalain
Tatkala kaum mukmin dicela oleh Allah bila tidak ikut ke medan perang, kemudian Nabi saw mengirimkan sariyyahnya, akhirnya mereka berangkat ke medan perang semua, tanpa ada satupun yang tertinggal, maka turunlah firman-Nya (وما كا ن المؤ منون لينفرواكافة )Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi ke medan perang, كَافَّةًقلى فَلَوْ لَا“semuanya. Mengapa tidak”نَفَرَمِنْ كُلِّ فِرْ قَةٍpergi dari tiap-tiap golongan suatu kabilah مِّنْهُمْ طَا ئِفَةٌdiantara mereka beberapa orang, beberapa golongan saja, kemudian sisanya tetap tinggal di tempat  لِّيَتَفَقَّهُوْافِى الدِينِ وَلِيُّنْذِ رُوْاقَوْمَهُمْ اِذَارَخَعُوْااِلَيْهِمْuntuk memeperdalam pengetahuan mereka, yakni tetap tinggal di tempat. Mengenai agama dan untuk memberi peringatan kepadakaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, dari medan perang, yaitu dengan mengajarkan kepada hukum-hukum agama yang telah dipelajarinya. لعلهم يحذرون supaya mereka itu dapat menjaga dirinya dari siksaan Allah, yaitu dengan melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangan-Nya.[10]

C.     Aplikasi dalam kehidupan sehari-hari
Ayat ini erat kaitannya dengan pengembangan ilmu kependidikan
1.      Adanya upaya pengajaran yang menjadi salah satu sarana untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.      Dalam mengajarkan ilmu pendidikan, seorang guru harus mendalami ilmu pengetahua tentang informasi, teori, rumus, konsep-konseep, dan sebagainya yang di perlukan untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
3.      Melalui pendidikan diharapkan terlahir generasi yang kreatif, sanggup berfikir sendiri, dan menciptakan banyak penemuan-penemuan.
4.      Prnsip pengembangan ilmu pendidikan harus didasari pada Al-Quran, sehingga ilmu pengetahuan yang di dapat  tidak semata-mata hanya pengembangkan ilmu itu sendiri, tetapi juga mengajarkannya kepada orang lain.
5.      Pengajaran ilmu pendidikan yang sesuai dengan Al-Quran akan menjauhkan sifat manusia dari aifat takabur, sombong, sekuler, dan ssebagainya.
6.      Pendidik harus mampu meendorong anak agar encintai ilmu pengetahuan.[11]

D.    Aspek Tarbawi
1.      Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap mukmin laki-laki dan perempuan, yang pahalanya disamakan dengan seperti berjuang di medan perang
2.      Kewajiban menuntut ilmu agama bagi orang-orang muslim lalu mengajarkannya kepada orang lain
3.      Kaum muslim hendaknya tau pembagian tugas dibidang pendidikan, dan pertahanan keamanan, sehingga kelangsungan hidupnya saling memberikan manfaat satu sama lain.
4.      Hakikat manusia tidak dapat dipisahkan dari kemampuan untuk meengembangkan ilmu pengetahuan, maka ilmu yang di dasari pada iman adalah ukuran derajat manusia.[12]

BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Kata tafaqquh mempunyai makna memperdalam ilmu agama, yang di maksud ilmu agama ialah ilmu fiqh, , ilu kalam, ilmu tafsir, ilmu tafsir. Ilmu tasawuf, dan sebagainya. Suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk memperdalam ilmu agama (tafaqquh fi ad Din), serta menyiapkan segala sesuatu yang di butuhkan untuk mempelajarinya di dalam suatu negeri yang telah didirikan serta mengajarkannya kepada manusia berdasarkan kadar yang diperkirakan dapat memberikan kemaslahatan bagi mereka sehingga tidak membiarkan mereka tidak mengetahui hukum-hukum agama yang padda umumnya harus diketahui oleh orang-orang yang beriman.
Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan, yaitu hukum mencari ilmu dan mendalami agama (Tafaqquh fi ad Din). Artinya pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah. Tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak seharusnya orang mukmin berangkat seluruhnya ke medan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena perang itu hukumnya fardhu kifayah, bagi sebagian orang, sedangkan mencari ilmu hukumnya fardhu ain’ jika sebagian kaum telah berangkat ke medan perang.






DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Abuddin Nata, MA.2009. Tafsir ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta:RajaGrafindo Persada).

Ahmad Muhthasfa al_Maraghi.2000.Tafsir al-Maraghi, Jilid IV, (Beirut dar Fikr).

Prof. Dr. Hamka. 2002. Tafsir Al-Azhar Juz XI, Jakarta:Citra serumpun Padi.

Al-Maraghi Ahmad Mustafa.1993. Tafsir Al-Maraghi,Semarang:Karya Toha Putra Semarang.

M. Quraish Shihab.2005. Tafsir Al-Misbah, Jakarta:Lentera Hati.

Ar-Rifa’I Muhammad Nasib.1999. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir II, Jakarta:Gema Insani.

Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4.1988. Surabaya:Bina Ilmu.

Syaikh Al-Farran Ahmad Musthafa. 2006. Tafsir al-Imam Asy-Syafi’I, Jakarta:Almahira.

Al-Mahali Imam Alaludin.2009. Terjemahan Tafsir Jalalain, Bandung:sinar baru Algensindo.

Ahmad Munir.2008.TaFsir Tarbawi,(Yogyakarta:Teras).

















PROFIL DIRI SENDIRI

Nama   : Ida Nur Amaliyah
NIM    : 202111 5228
Alamat            : Jl. Jalah 18 Perum Puri Asri Comal Pemalang
Jumalah saudara          : 6 bersaudara
No HP : 085743878388
Hobi    : Traveling, Touring, Hunting.
Nama Ayah     : Ahmad Khudhori
Nama Ibu        : Mursiyah
Status anak      : anak kandung

Riwayat Pendidikan :
1.      TK Pertiwi Banglarangan Ampelgadding Pemalang
2.      SD N 04 Purwosari comal Pemalang
3.      SMP N 1 Comal Pemalang
4.      MAN 2 Pekalongan
5.      IAIN Pekalongan



[1] http//makalahtafaqquhfiaddin.com.
[2] Dr. H. Abuddin Nata, MA, Tarsif ayat-ayat Pendidikan, Jakarta:RajaGrafindo Persada,hlm.159.
[3]Ahmad Muhthasfa al_Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid IV, (Beirut dar Fikr), hlm.48.
[4] Prof. Dr. Hamka,Tafsir Al-Azhar Juz XI, Jakarta:Citra serumpun Padi,hlm.87.
[5] Al-Maraghi Ahmad Mustafa,Tafsir Al-Maraghi,Semarang:Karya Toha Putra Semarang,hlm.84-86.
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta:Lentera Hati,hlm.749-750.
[7]Ar-Rifa’I Muhammad Nasib. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir II, Jakarta:Gema Insani,hlm.685.
[8] Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, Surabaya:Bina Ilmu, hlm.163.
[9] Syaikh Al-Farran Ahmad Musthafa, Tafsir al-Imam Asy-Syafi’I, Jakarta:Almahira, hlm.680.
[10] Al-Mahali Imam alaludin, Terjemahan Tafsir Jalalain, Bandung:sinar baru Algensindo, hlm.774.
[11]Dr. H. Abuddin Nata, MA, Tarsif ayat-ayat Pendidikan. Op.cit,hlm.169.
[12] Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi,Yogyakarta:Teras,hlm.89.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar