Laman

Minggu, 16 April 2017

TT2 D9d “Sifat-sifat Ulul-Albab” (QS. Ali Imran 3: 190-191)

PENDIDIKAN ILMIAH INTELEKTUAL
“Sifat-sifat Ulul-Albab” (QS. Ali Imran 3: 190-191)

Asti Setiyasih 2021115249
 Kelas: D

JURUSAN TARBIYAH/PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2017



KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang Pendidikan Intelektual “Sifat-sifat Ulul-Albab” dengan baik, meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga saya berterima kasih kepada Bapak M. Hufron, M.S.I selaku Dosen mata kuliah Tafsir Tarbawi II yang telah memberikan tugas ini kepada saya. Saya berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan mengenai Kesempurnaan Akal. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Pekalongan, 28 Februari 2017


                                                                                        Asti Setiyasih
(2021115249)



BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Maha Suci Allah yang telah memberikan manusia berbagai macam potensi yang menjadi pembeda dari makhluk-makhluk yang lainnya. Apalah jadinya manusia dikala tidak ada tawazun atau keseimbangan antara potensi-potensi yang sangat luar biasa ini. Dikala aspek manusia yang lebih ditonjolkan maka manusia tiada bedanya dengan hewan dan berlakulah hukum rimba, dikala aspek materi dan akalpun terpenuhi namun aspek fitrah diabaikan maka dunia ini tiada bedanya sebagai neraka karena amanah-amanah manusia yang diberikan Allah AWT, tidak terlaksana diantaranya adalah ibadah, sebagai khalifah, atau penanggung jawab kehidupan didunia dan sebagai Da’i yang beramarma’ruf nahi mungkar.
Oleh karena itu Allah dengan wahyu-Nya yang suci dan mulia mempresentasikan model manusia yang dapat menjalani hal itu sebagaimana yang dijalankan oleh qudwah kita Muhammad Rasulullah saw. model itu adalah model sebagai rausyan fikr yaitu Ulul albab.
Banyak tafsir yang menjelaskan tentang aplikasi model Ulul albab tersebut.

B. JUDUL
Pendidikan Intelektual : “Sifat-sifat Ulul-Albab”
C. NASH
žcÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@øŠ©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tƒUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ   tûïÏ%©!$# tbrãä.õtƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ­/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
D. ARTI PENTING
Berdasarkan pemahaman terhadap ayat di atas, memiliki arti penting bahwa kesombongan dan keangkuhan karena prestasi yang didapatkan seseorang dalam mengembangkan keilmuan, jauh dari kualitas ulul albab. Pengakuan akan kekuasaan Tuhan merupakan pernyatan yang selalu dikumandangkan oleh seseorang yang berkualitas ulul albab.
Insan Ulul Albab adalah komunitas yang meyakini bahwa ilmu pengetahuan merupakan salah satu dari sekian piranti terpenting untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Bahwa tuntutan untuk mengembangkan keilmuan merupakan sebuah kemestian karena hanya dengan ilmulah manusia bisa mendapatkan jalan kemudahan untuk “menaklukan” dan mendapatkan kemudahan di dunia dan mendapatkan kebahagiaan di akhirat kelak








BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
Kata (=»t6ø9F{$) al-bab adalah bentuk jamak dari lub yaitu “saripati” sesuatu. Kacang misalnya, memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang dinamai lub. Ulul albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi oleh “kulit”, yakni kabut idea yang dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir. Orang yang merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah Swt.
Seseorang akan dikatakan sebagai ulul albab jika ia telah mampu melaksanakan kegiatan dzikir dalam artian selalu mengingat Allah dalam segala kondisi. Baik dalam keadaan berdiri, duduk, berbaring, bahkan pada saat sedang berpikir, dirinya tidak dapat terlepas dari dzikir.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa karakteristik dan cirri-ciri ulul albab adalah memiliki kualitas berupa kekuatan dzikir, fikir dan amal shaleh. Atau dalam bahas lain, masyarakat yang mempunyai status ulul albab adalah mereka yang memenuhi indikator berikut:
1. Memiliki ketajaman analisis
2. Memiliki kepekaan spiritual
3. Optimisme dalam menghadapi hidup
4. Memilik keseimbangan jasmani-ruhani, individual-sosial dan keseimbangan dunia-akhirat
5. Memiliki kemanfaatan bagi kemanusiaan
6. Pioneer dan pelopor dalam transformasi sosial
7. Memiliki kemandirian dan tanggung jawab
B. Tafsir dari QS. Ali Imran 3: 190-191
1. Tafsir Al-Misbah
žcÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@øŠ©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tƒUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
Ayat ini mirip dengan ayat 164 surah al-baqarah, hanya saja disana disebutkan delapan macam ayat-ayat Allah, sedang disini hanya tiga. Bagi kalangan sufi, pengurangan ini disebabkan karena memang pada tahap-tahap awal, seorang salik yang berjalan menuju Allah membutuhkan banyak argumen akliah semakin berkurang, bahkan dapat menjadi halangan bagi kalbu untuk terjun kesamudera ma’rifat. Selanjutnya, kalau bukti-bukti yang disebutkan disana adalah hal-hal yang terdapat dilangit dan dibumi, maka penekanannya disini adalah pada bukti-bukti yang terbentang di langit. Ini karena bukti-bukti dilangit lebih menggugah hati dan pikiran, serta lebih cepat mengantar seseorang untuk meraih keagungan ilahi. Disisi lain, ayat 164 al-Baqarah ditutup dengan menyatakan bahwa yang demikian itu merupakan “tanda-tanda bagi orang yang berakal”
tûïÏ%©!$# tbrãä.õtƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ­/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
Ayat diatas menjelaskan tentang ciri-ciri dari orang yang dinamai Ulul Albab yang telah disebutkan pada ayat yang lalu mereka adalah orang laki-laki maupun perempuan yang terus menerus mengingat Allah, dengan ucapan, dan hati dalam seluruh situasi dan kondisi saat bekerja atau istirahat, sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan terbaring, atau bagaimanapun dan mereka memikirkan tentang penciptaan, yakni kejadian dan sistem kerja lagit dan bumi dan setelah itu berkata sebagai kesimpulan: “Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan alam raya dan segala isinya ini dengan sia-sia, tanpa tujuan yang hak. Apa yang kami alami, atau lihat atau dengar dari keburukan dan kekurangan kami yang dapat menjerumuskan kedalam siksaan neraka maka perihalalah dari siksa neraka.
Diatas terlihat bahwa objek zikir adalah Allah, sedangkan objek pikir adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam. Ini berarti bahwa pengenalan kepada Allah lebih banyak dilakukan oleh kalbu, sedang pengenalan alamraya didasarkan pada penggunaan akal, yakni berfikir. Akal memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memiliki zat Allah. hal ini dipahami dari sabda Rasulullah saw, yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim melalui ibn Abbas “Berfikir tentang makhluk Allah dan jangan berfikir tentang Allah”
2. Tafsir Al-Qurthubi
žcÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@øŠ©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tƒUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
Ayat ini merupakan ayat-ayat penutup surah Ali-imran, dimana pada ayat ini Allah SWT memerintahkan kita untuk melihat, merenuung dan mengambil kesimpulan, pada tanda-tanda ke-Tuhanan. Karena tanda-tanda tersebut tidak mungkin ada kecuali diciptakan oleh Yang Hidup, yang mengurusinya, Yang Suci, Yang Menyelamatkan, Yang Maha Kaya dan tidak membutuhkan apapun yang ada di alam semesta ini. Dengan menyakni hal tersebut mak keimanan mereka bersandarkan atas keyakinan yang benar, dan bukan hanya sekedar ikut-ikuta. Pada ayat ini Allah SWT menyebutkan “terdapat tanda-tanda orang yang berakal”. Inilah salah satu fungsi akal yang diberikan kepada seluruh manusia, yaitu agar mereka dapat menggunakan akal tersebut untk merenung tanda-tanda yang telah diberikan oleh Allah SWT.
tûïÏ%©!$# tbrãä.õtƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ­/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
Pada ayat ini Alah SWT menyebut tiga keadaa yang sering dilakukan oleh manusia pada tiap-tiap waktunya, bahkan mungkin hanya tiga keadaan inilah yang mengisi setiap waktu kebanyakan orang.
Ada sebuah hadits yang menerangkan pengaplikasian Rasulullah SAW terhadap ayat ini, yaitu yang diriwayatkan dari Aisyah RA, ia berkata: “Rasulullah SAW selalu berzikir kepada Allah pada setiap keadaannya.”HR Muslim.
Dengan melihat hadits ini maka dapat disimpulkan bahwa Nabi SAW berdzikir kepada Allah walaupun beliau berada di kamar mandi atau di tempat-tempat yang kurang baik lainnya. Namun para ulama berlainan pendapat mengenai hal ini, ada yang memolehkannya dan ada yang kurang setuju dengan hal itu. Beberapa ulama yang membolehkannya diantaranya Abdullah bin Amru, Ibnu ririn, dan An-Nakha’i. Sedangkan para ulama yang berpendapat lebih baik untuk tida berdzikir pada tempat-tempat seperti itu antara lain adalah Ibnu Abbas, Atha’, dan Asy-Sya’bi. Namun pendapat yang paling diunggulkan adalah pendapat yang pertama, karena melihat keumuman ayat dan hadits diatas tadi.
3. Tafsir Ibnu Katsir
žcÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@øŠ©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tƒUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ   tûïÏ%©!$# tbrãä.õtƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ­/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,” yakni ihwal ketinggian dan keluasan langit, ihwal kerendahan dan ketebalan bumi, serta tanda-tanda kekuasaan yang besar yang terdapat pada keduanya, baik tanda-tanda yang bergerak maupun yang diam, lautan, hutan, pepohonan, barang tambang, serta berbagai jenis makanan, warna dan bau-bauan yang bermanfaat.”Serta pergantian siang dan malam” yang pergi dan datang serta susul-menyusul dalam hal panjang, pendek dan sedangnya. Semua itu merupakan penetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Kemudian Allah menyifati Ulul Albab. Dia berfirman, “shabibain ditegaskan dari Imran bin Hishin bahwa Rsulullah Saw bersabda (618), “ Dirikanlah shalat sambil berdiri. Jika kamu tidak mampu, maka sambil duduk. Jika kamu tidak mampu, maka sambil berbaring. “Artinya, mereka tidak henti-hentinya berdzikirdalam segala kondisi, baik dengan hati maupun lisannya. “Dan mereka mereka merenungkan penciptaan langit dan bumi”. Yakni, mereka memahami ketetapan-ketetapan yang menunjukkan kepada kebesaran Al-Khaliq, pengetahuan, hikmah, pilihan, dan rahmat-Nya.
Sufyan bin Uyainah berkata, Renunag mereka merupakan cahaya yang masuk kedalam hatimu. Renungan itu kiranyadapat dijelaskan dengan bait puisi ini. “Jika seseorang memiliki renungan,Ia memiliki pelajaran dalam segala perkara.”

4. Apikasi dalam kehidupan
jika kita manusia yang sudah memiliki akal, tapi masih bingung dengan takdir  kita yang mungkin tidak menyenangkan, dengan musibah, dengan makna hidup, dengan perilaku para nabi yang tidak sesuai dengan kehendak kita, bingung dengan kehidupan, bingung kenapa harus ada bencana atau tidak mampu memahami ayat-ayat mutasyabihaat dalam Al-Qur’an artinya kita memang berakal, tetapi belum termasuk kedalam golongan yang Ulul Albab
5. Aspek tarbawi
a. Perlunya mempelajari dan merenungi ciptaan Allah swt, dan fenomena alam. Bukan hanya untuk mengetahui rahasi-rahasianya, tetapi juga dapat mengantar kepada kesadaran tentang keesaan Allah swt, dan tujuan hidup yakni mengabdi kepadan-Nya.
b. Berfikir saja tidak cukup, tetapin harus disertai dengan zikir, yakni mengingat Allah swt, dengan mengaitkan segala sesuatu kepada-Nya. Itu dapat dilakukan dengan segala cara dan dalam semua situasi
c. Objek pikir yang merupakan kerja akal adalah alam raya dengan segala fenomenanya. Sedang objek zikir yang merupakan kerja hati adalah Allah swt.
d. Berdoa menghindar dari mereka saja tidak akan cukup, kecuali jika diikuti oleh usaha berbuat baik disertai kesadaran bahwa betapapun kebaikan telah dilakukan. Namun kekurangan dan kesalahan masih tetap saja tidak dapat dihindari.
e. Malu dihina dan dipermalukan adalah sifat Ulul Albab. Ini berarti budaya malu adalah sifat yang sangat terpuji













BAB III
PENUTUP
Simpulan
Ulul albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi oleh “kulit” yaitu kabut ide, yang dapat mnyebabkan keracunan dalam berpikir. Yang merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan Allah swt.
Dalam uraian diatas dapat kita lihat bahwa sebelum melakukan aktivitas berpikir,  seseorang akan dikatakan sebagai Ulul  Albab jika ia telah mampu melaksanakan  kegiatan dzikir dalam artian  selalu mengingat Allah dalam segala kondisi. Kita telah mengetahui dengan jelas bahwa  manusia adalah  makhluk paling sempurna karena dikaruniaioleh Allah berupa akal pikiran, punya nalar untuk menentukan  mana yang salah dan mana yang benar, mana yang baik dan mana yang buruk. Tapi jika kata Ulul Albab dipahmi hanya sebagai orang-orang yanag berpikir seperti ayat diatas  sangatlah tidak tepat, karena tidak semua orang dari kita yang berakal ini  mampu mengambil pelajaran dari kisah para Nabi.









DAFTAR PUSTAKA
Ar-Rifa’i Muhammad Nasib.1999.Tafsir Ibnu Katsir. Depok: Gema Insani.
Imam Syaikh.2008.Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam.
Shihab M Quraish, 2012.Al Lubab (Makna Tujuan dan Pelajaran dari Surah-surah Al-Qur’an). Tanggerang:Lentera Hati 
Shihab M. Quraish.2002.Tafsir Al-Misbah.Tanggerang: Lentera Hati.
















BIOGRAFI PENULIS
Ø Nama: Asti Setiyasih
Ø Anak ke 2 dari 3 bersaudara
Ø TTL: Batang: 19 Mei 1997
Ø Pendidikan:   -     SDN Gondang 02 (2003-2009)
SMPN 01 Blado (2009-2012)
SMAN 01 Bandar (2012-2015)
Mahasiswa S.1 Tarbiyah PAI (2015-sekarang)
Ø Alamat: Ds.Gondang RT/RW : 04/02, kec.Blado-kab.Batang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar