Laman

Selasa, 02 Mei 2017

TT2 B12c Toleransi Dalam Keragaman Global Q.S Al-Baqarah ayat 256

“PENDIDIKAN SOSIAL UNIVERSAL”
Toleransi Dalam Keragaman Global
Q.S Al-Baqarah ayat 256

Tri Nur Janah (2021115017)
 Kelas B

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017




KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Bismillahirrohmanirrohim
Salam Silaturahim dan Salam Rahmatan Lil Alamin.
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis masih dapat menyelesaikan makalah ini dalam keadaan sehat wal afiat. Sholawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, semoga kita kelak mendapat syafaatnya di yaumil qiyamah. Amin.
Penulis juga haturkan terima kasih kepada beberapa pihak sebagai berikut:
1. Pelabuhan hati, yaitu Ayah dan Ibunda tercinta.
2. Bapak Muhammad Hufron, M.S.I. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Tafsir Tarbawi II.
3. Teman-teman mahasiswa IAIN Pekalongan yang budiman.
Makalah ini membahas mengenai Pendidikan sosial universal yang termaktub dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 256. Ayat ini mengandung pelajaran bahwa kita sebagai muslim untuk bisa toleransi kepada sesama umat muslim maupun non muslim yang mencakup keragaman global. Amin.Ya Robbal Alamin.
Penulis menyadari kekurangan makalah ini, oleh karena itu mohon maaf atas segala kesalahan. Kritik dan saran penulis terima dengan lapang dada.
Terimakasih.
Wallahul Muwafiq ila Ath’ Wamith Thariq
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Pekalongan, 2 Mei 2017
Penulis,

Tri Nur Janah
NIM. 2021115017



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dewasa ini, umat beragama dihadapkan pada serangkaian tantangan baru yang tidak terlalu berbeda dengan yang pernah dialami sebelumnya. Perbedaan agama adalah fenomena nyata yang ada dalam kehidupan, karena itu toleransi sangat dibutuhkan. Khususnya pada Negara Indonesia yang memiliki masyarakat plural yang bercorak primordial, konflik di dalam masyarakat yang disebabkan oleh kurangnya rasa toleransi antar sesama, terutama dalam segi agama akhir-akhir ini yang kerap terjadi. Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama. Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antar umat beragama. Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, dan tidak ada seorang pun yang boleh mencabutnya. Demikian juga sebaliknya, toleransi antar umat beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Kebebasan dan toleransi tidak dapat diabaikan.
Namun yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya, contohnya penekanan kebebasan yang mengabaikan toleransi dan usaha untuk merukunkan dengan memaksakan toleransi dengan membelenggu kebebasan. Untuk dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman yang benar mengenai kebebasan beragama dan toleransi antar umat beragama merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat. Untuk pemahaman yang lebih mendalam terkait dengan toleransi, maka pada makalah kali ini penulis akan membahas tentang toleransi antar umat beragama.
B.     Judul Makalah
“Toleransi dalam Keragaman Global”
C.    Nash dan Terjemahan
Q.S Al-Baqarah ayat 256 :
لاَ اِكْرَا هَ فِي الدِّيْنِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدِ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّا غُوْتِ وَيُؤْ مِنْ بِا للهِ فَقَدِ ا سْتَمْسَكَ باِلْعُرْوَةِ الْوُثْقَي لَا انْفِصَامَ لَهَا , وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ (البقره :٢٥٦)   
Artinya : “Tidak ada paksaan untuk (menganut) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada gantungan tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
D.    Arti Penting Untuk Dikaji
Pentingnya mengkaji surat Al-baqarah ayat 256 ini yaitu mengajarkan kita untuk menghindari terjadinya perpecahan, memperkokoh silaturahmi dan dapat menerima perbedaan. Akibat apabila toleransi diabaikan adalah menimbulkan konflik di dalam masyarakat semakin maraknya pelanggaran HAM. Dalam hubungannya dengan orang-orang yang tidak seagama, islam mengajarkan agar umat islam berbuat baik dan bertindak adil, selama mereka tidak berbuat aniaya kepada umat Islam.








BAB II
PEMBAHASAN
A.  TEORI
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa arti kata ‘toleransi’ berarti sifat atau sikap toleran. [1]Kata toleran sendiri didefinisikan sebagai “bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.
Toleransi merupakan kata yang diserap dari bahasa Inggris ‘tolerance’ yang berarti sabar dan kelapangan dada, adapun kata kerja transitifnya adalah ‘tolerate’ yang berarti sabar menghadapi atau melihat dan tahan terhadap  sesuatu, sementara kata sifatnya adalah ‘tolerant’ yang berarti bersikap toleran, sabar terhadap sesuatu.[2]Sedangkan menurut Abdul Malik Salman, kata tolerance sendiri berasal dari bahasa Latin: ‘tolerare’ yang berarti berusaha untuk tetap bertahan hidup, tinggal atau berinteraksi dengan sesuatu yang sebenarnya tidak disukai atau disenangi. [3]Dengan demikian, pada awalnya dalam makna tolerance terkandung sikap keterpaksaan.
Pemahaman tentang toleransi tidak dapat berdiri sendiri, karena terkait erat dengan suatu realitas lain yang merupakan penyebab langsung dari lahirnya toleransi, yaitu pluralisme (Arab: ta’addudiyyat). Dengan demiki-an untuk mendapatkan pengertian tentang toleransi yang baik, maka pemahaman yang benar mengenai pluralisme adalah suatu keniscayaan. Kajian tentang hadis-hadis tentang toleransi kata samâhah dalam bahasa Arab (yang artinya mempermudah, memberi kemurahan dan keluasan). Akan tetapi, makna memudahkan dan memberi keluasan di sini bukan mutlak sebagaimana dipahami secara bebas, melainkan tetap bersandar pada Alquran dan Hadis.
B.  TAFSIR
1.      Tafsir Jalalain
لَا اِ كْرَاهَ فِي الدِّيْنِ   (Tidak ada paksaan dalam agama) maksudnya untuk memasukinya. قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيّ (Sesungguhnya telah nyata jalan yang benar dari jalan yang salah),artinya telah jelas dengan adanya bukti-bukti dan keterangan-keterangan yang kuat, bahwa keimanan itu berarti kebenaran dan kekafiran itu kesesatan. Ayat ini turun mengenai seorang Anshar yang mempunyai anak-anak yang hendak dipaksanya masuk islam. فَمَنْ يَكْفُرْ بِا الطَّا غُوْتِ (Maka barangsiapa yang ingkar kepada taghut) maksudnya setan atau berhala, dipakai untuk tunggal dan jamak وَيُؤْ مِنْ بِا للهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِا الْعٌرْوَةِ الْوُثْقَي (dan dia beriman kepada Allah , maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada simpul tali yang teguh kuat ) ikatan tali yang kukuh. لاَ انْفِصَامَ لَهَا, وَاللهُ سَمِيْعٌ  (yang tidak akan putus-putus, dan Allah Maha Mendengar ) akan segala ucapan عَلِيْمٌ (Maha Mengetahui) segala perbuatan.[4]
2.      Tafsir Ibnu Katsir
Allah  Ta’ala berfirman: “Tidak ada paksaan dalam agama.”
Maksudnya, janganlah kamu memaksa seorang pun untuk memasuki agama Islam itu sudah jelas dan terang. Dalil-dalil dan argumentasinya sudah nyata sehingga seseorang tidak perlu dipaksa supaya masuk Islam. Namun, orang yang ditunjukkan kepada Islam, dilapangkan hatinya, dan disinari mata hatinya oleh Allah , maka ia akan masuk ke dalam secara terang benderang. Adapun orang yang hatinya dibutakan Allah, pendengaran, dan penglihatannya dikunci mati oleh Allah, maka tidaklah berguna memaksa untuk memasuki Islam.
Diceritakan bahwa ayat ini turun karena ada seorang wanita Anshar berjanji kepada dirinya bahwa apabila putranya hidup, maka dia akan menjadikannya Yahudi. Tatkala Bani Nadzir diusir dan diantara mereka ada anak-anak kaum Anshar , maka kaum Anshar berkata, “Kami tidak akan membiarkan anak kami menjadi Yahudi.” Maka Allah menurunkan ayat, “Tidak ada paksaan dalam agama.” Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas.[5]
3.      Tafsir Al Mishbah
Tidak ada paksaan dalam menganut agama. Mengapa ada paksaan, padahal Dia tidak membutuhkan sesuatu; Mengapa ada paksaan, padahal sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja). Perlu dicatat, bahwa yang dimaksud dengan tidak ada paksaan dalam menganut agama adalah menganut akidahnya. Ini berarti jika seseorang telah memilih satu akidah, katakan saja akidah Islam, maka dia terikat dengan tuntunan-tuntunannya, dia berkewajiban melaksanakan perintah-perintahnya. Dia terancam sanksi bila melanggar ketetapannya. Dia tidak boleh berkata, “Allah telah memberi saya kebebasan untuk shalat atau tidak, berzina, atau nikah.” Karena apabila dia telah menerima akidahnya , maka dia harus melaksanakan tuntunannya. Mengapa ada paksaan, padahal telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Jika demikian, sangatlah wajar setiap pejalan memilih jalan yang benar, dan tidak terbawa ke jalan yang sesat. Sangatlah wajar semua masuk agama ini. Pasti ada sesuatu yang keliru dalam jiwa seseorang yang enggan menelusuri jalan yang lurus setelah jelas jalan itu terbentang dihadapannya.
Ayat ini menggunakan kata (رشد) rusyid yang mengandung makna jalan lurus. Ini bertolak belakang dengan (الغيّ) al-ghayy yang terjemahannya jalan sesat. Jika demikian, yang menelusuri jalan lurus itu pada akhirnya melakukan segala sesuatu dengan tepat, mantap, dan berkesinambungan.
Yang enggan memeluk agama ini pada hakikatnya terbawa oleh rayuan Thaghut, sedangkan yang memeluknya adalah yang ingkar dan menolak ajakan Thaghut, dan mereka itu adalah orang-orang yang memiliki pegangan yang kukuh. Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.[6]
4.      Tafsir Al-Azhar
Tidak ada paksaan dalam agama”. (pangkal ayat 256). Kalau anak itu sudah terang menjadi Yahudi, tidaklah boleh dia dipaksa memeluk Islam. Menurut riwayat Ibnu Abbas, Nabi s.a.w hanya memanggil anak-anak itu dan disuruh memilih, apakah mereka sudi memeluk agama ayah mereka, yaitu Islam atau tetap dalam Yahudi dan turut diusir? Dan menurut riwayat, ada diantara anak-anak itu yang memilih Islam dan ada yang terus jadi Yahudi dan sama berangkat dengan Yahudi yang mengasuhnya itu meninggalkan Madinah. Keyakinan suatu agama tidaklah boleh dipaksakan, sebab: “telah nyata kebenaran dan kesesatan. Orang boleh mempergunakan akalnya untuk menimbang dan memilih kebenaran itu, dan orang pun mempunyai fikiran waras untuk menjauhi kesesatan. “maka barangsiapa yang menolak segala pelanggaran batas dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya telah berpeganglah dia dengan tali yang amat teguh, yang tidak akan putus selama-lamanya.” Agama Islam memberi orang kesempatan buat mempergunakan fikirannya yang murni, guna mencari kebenaran. Asal orang sudi membebaskan diri daripada hanya turutan-turutan dan pengaruh dari hawa nafsunya, niscaya dia akan bertemu dengan kebenaran itu. Apabila inti kebenaran sudah didapat, niscaya iman kepada Tuhan Allah mesti timbul, dan kalau iman kepada Tuhan Allah Yang Tunggal telah tumbuh, segala pengaruh dari yang lain, dari sekalian pelanggaran batas mesti hilang. Tetapi suasana yang seperti ini tidak bisa dengan paksa, mesti timbul dari keinsafan sendiri. “Dan Allah adalah Mendengar ,lagi Mengetahui.” (ujung ayat 256). DidengarNya  permohonan hambaNya minta petunjuk. DiketahuiNya hambaNya berusaha mencari kebenaran.[7]
C.  APLIKASI DALAM KEHIDUPAN
                 Kita sebagai umat manusia yang baik ,alangkah baiknya harus bisa mempunyai sikap toleransi (menghargai, menghormati, berbuat bijaksana, berusaha untuk tetap bertahan hidup, tinggal atau berinteraksi dengan sesuatu yang sebenarnya tidak disukai atau disenangi) kepada semua umat muslim maupun non muslim. Sikap toleransi tersebut nantinya akan memperkokoh persaudaraan manusia agar tidak berpecah belah, dan timbulah negara yang aman, damai, makmur, apabila rakyatnya saling memperkuat ukhuwah satu sama lain (terjalin persaudaran).
D.  ASPEK TARBAWI
a.       Toleransi adalah sikap memberikan kemudahan, berlapang dada, mendiam-kan, dan menghargai sebagaimana yang didefenisikan oleh para pakar Inggris maupun Arab.
b.      Islam merupakan agama yang menjadikan sikap toleransi sebagai bagian yang terpenting, sikap ini lebih banyak teraplikasi dalam wilayah interaksi sosial sebagaimana yang ditunjukkan dari sikap Rasulullah saw. terhadap non muslim pada zaman beliau masih hidup.
c.       Sikap toleransi dalam beragama adalah menghargai keyakinan agama lain dengan tidak bersikap sinkretis yaitu dengan menyamakan keyakinan agama lain dengan keyakinan Islam itu sendiri, menjalankan keyakinan dan ibadah masing-masing.
d.      Sikap toleransi tidak dapat dipahami secara terpisah dari bingkai syariat, sebab jika terjadi, maka akan menimbulkan kesalah pahaman makna yang berakibat tercampurnya antara yang hak dan yang batil.
e.       Ajaran toleransi merupakan suatu yang melekat dalam prinsip-prinsip ajaran Islam sebagaimana terdapat pada iman, islam, dam ihsan
















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
                 Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Kerukunan hidup umat beragama yang diharapkan adalah kerukunan antar para pemeluk agama dalam semangat saling mengerti, memahami antara satu dengan yang lainnya.Dengan kata lain secara bahasa mengerti artinya memahami, tahu tentang sesuatu hal, dapat diartikan mengerti keadaan orang lain, tahu serta paham mengenai masalah-masalah sosial kemasyarakatan, sehingga dapat merasakan apa yang orang lain rasakan.Dengan semangat saling mengerti, memahami, dan tenggang rasa- maka akan menumbuhkan sikap dan rasa berempati kepada siapa pun yang sedang mengalami kesulitan dan dapat memahami bila berada di posisi orang lain. Sehingga akan terwujud dan terpelihara kerukunan antar umat beragama.
B. Saran
Kami menyadari banyaknya kesalahan dan kekeliruan dalam makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun kami harapkan sebagai sarana evaluasi kesempurnaan dalam penulisan tugas makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan bagi seluruh pembaca. Amin






DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ke-2. Cet. Ke-1
Jhon M. Echol dan Hassan Shadily, 2003. An English-Indonesian Dictinary (Kamus Inggris Indonesia), Cet. XXV Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Abdul Malik Salman. 1993. al-Tasâmuh Tijâh al-Aqaliyyât ka Darûratin li al-Nahdah. Kairo: The International Institute of Islamic Thought.
Al-Mahalli , Imam Jalaluddin ,2009, Tafsir Jalalain .Bandung: Sinar Baru Algensindo
ar-Rifa’i ,Muhammad nasib , 1999, Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta : Gema Insani Press
M. Quraish Shihab,2002, Tafsir Al-Mishbah .Tangerang: Lentera Hati
Hamka, 2003. Tafsir Al-Azhar Jus III, , Jakarta: Pustaka Panjimas













PROFIL PENULIS
Nama                           :  TRI NUR JANAH
NIM                            :  2021115017
Tempat, tanggal lahir  : Pemalang, 18 Mei 1997
Alamat                        : Desa Penggarit, RT.09/RW.02 Kec.Taman,Kab.Pemalang.
Riwayat Pendidikan   :-SDN 02 PENGGARIT , PEMALANG                  
                                    -SMP N 2 TAMAN, PEMALANG  
                                    -MAN PEMALANG                         
                                    -IAIN PEKALONGAN         (Sedang Proses)                     



[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ke-2. Cet. Ke-1,1991), hlm. 1065.

[2] Jhon M. Echol dan Hassan Shadily, An English-Indonesian Dictinary (Kamus Inggris Indonesia), (Cet. XXV; Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 595.

[3] Abdul Malik Salman, al-Tasâmuh Tijâh al-Aqaliyyât ka Darûratin li al-Nahdah, (Kairo: The International Institute of Islamic Thought,1993), hlm. 2.

[4] Iman Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Algesindo, 2009), hlm. 141-142
[5] Muhammad nasib ar-Rifa’i , Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta : Gema Insani Press, 1999) hal.427.
[6]M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Penerbit Lentera hati Tangerang, 2002), hlm.551-553

[7] Dr.Hamka, Tafsir Al-Azhar , (Jakarta: Pustaka Panjimas,2003), hlm.28-30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar