Laman

Jumat, 15 September 2017

SBM B 3-C "Gezag / Wibawa"

KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR
"Gezag / Wibawa"
Evilia Maghfiroh
2023116028
 KELAS B

PRODI PGMI
JURUSAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PEKALONGAN
2017





KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memlimpahkan rahmat, taufik, hidayah serta inayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Gizag ini tanpa suatu halangan apapun.
Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW semoga kita mendapatkan syafa’at-Nya di yaumil qiyamah nanti. Amin..
Makalah ini penulis susun untuk memenuhi syarat penilaian pada mata kuliah Stategi Belajar Mengajar, dan penulis harap makalah ini dapat bermanfaat, baik untuk penulis pribadi maupun para peserta didik lainnya.
Dalam menyusun makalah ini penulis berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan sumber-sumber dan informasi dari buku-buku yang telah direkomendasikan oleh dosen ataupun buku yang lain yang terpercaya.
Untuk itu saran dan kritik penulis harapkan berkenan dengan pembuatan makalh ini, demi motivasi penulis dan kesempurnaanya. Atas perhatiannya penulis ucapan terima kasih.


                                                                                Pekalongan, 13 September 2017



                                                                                                Penulis




BAB I
PENDAHULUAN

Tema                     : Keterampilan Dasar Mengajar
Sub Tema              : Gizag (Kewibawaan)
Mengapa Penting Dikaji? Karena guru sebagai pendidik harus mempunyai kewibawaan, baik pelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas. Interaksi atau hubungan pendidikan tersebut, biasanya diwarnai oleh adanya aspek pendidikan yang di dasari kewibawaan.
Gizag (kewibawaan) adalah suatu daya yang mempengaruhi pada seseorang, sehingga orang lain yang berhadapan dengan dia, secara sadar dan suka rela menjadi patuh dan tunduk kepadanya.
Gizag (kewibawaan) bertujuan untuk membawa anak kearah kedewasaan dengan itu pendidik harus mempunyai kewibawaan yang baik di mata anak didik, karena anak didik membutuhkan perlindungan, bantuan, bimbingan dari pendidik.







BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pengertian Gizag (Kewibawaan)
Gizag berasal dari kata zeggen  yang berarti “berkata” siapa yang perkataaannya mempunyai kekuatan mengikat terhadap orang lain, berarti mempunyai kewibawaan atau gizag terhadap orang lain.
Gizag atau kewibawaan itu ada pada orang dewasa, terutama pada orang tua. Dapat kita katakan bahwa kewibawaan yang ada pada orang tua (ayah dan ibu) itu adalah asli. Orang tua dengan langsung m endapatkan tugas dari Tuhan untuk mendidik anak-anaknya. Orang tua atau keluarga mendapatkan untuk mendidik anak-anaknya suatu hak yang tidak dapat dicabut karena terikat oleh kewajiban. Hak dari kewajiban yang ada pada orang tua itu keduanya tidak dapat di pisah-pisahkan.[1]
Gizag merupakan syarat yang harus ada pada pendidik karena pendidik untuk membawa anak didik kepada kedewasaan, maka kewibawaan itu termasuk alat pendidikan.
Bahwa kewibawaan itu termasuk alat pendidikan maka seorang guru harus memiliki kewibawaan, sebab dengan adanya kewibawaan proses belajar-mengajar akan terlaksana dengan baik, berdisiplin, tertib dan siswa mematuhi apa yang ditugaskan oleh guru.[2]
Gizag atau kewibawaan guru merupakan suatu penilaian yang baik dari peserta didik terhadap kapabilitas dan kewibawaan yang dimiliki oleh seorang guru. Guru sebagai sosok sentral dalam kegiatan belajar-mengajar, untuk digugu dan ditiru oleh peserta didik sebagai peserta didiknya. Karenanya guru harus memiliki citra yang baik dihadapan peserta didiknya tersebut. Sebab bila citra atau penilaian terhadap guru yang sudaj tidak baik atau kurangbmemiliki wibawa, tentu akan menghambat proses belajar mengajar yang diinginkan dalam kerangka mencapai tujuan pendidikan.
Untuk menjadi guru, seseorang harus memiliki kepribadian yang kuat dan terpuji. Kepribadian yang harus ada pada guru adalah kepribadian yang mantap dan stabil, dewasa, arif dan berwibawa.
1.   Kepribadian yang mantap dan stabil. Memiliki indikator yang esensial, yaitu : bertindak sesuai dengan norma hukum dan norma sosial, bangga sebagai guru, dan memiliki konsistensi dalam bertindak dan berperilaku.
2.   Kepribadian Dewasa. Memiliki indikator esensial yaitu menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
3.      Kepribadian yang Arif. Memiliki indikator esensial yaitu menampilkan tindakan yang berdasarkan pada kemanfaatan siswa, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
4.      Kepribadian yang berwibawa. Memiliki indikator esensial yaitu memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap proses dan hasil belajar siswa, perilaku yang disegani dan berakhlak mulia yang bertindak sesuai dengan norma agama (iman dan takwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan perilaku yang diteladani siswa.[3]
Guru merupakan faktor utama dan berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Dalam pandangan siswa, guru memiliki otoritas, bukan saja otoritas dalam bidang akademis melainkan dalam bidang non akademis. Kepribadian guru itu mempunyai pengaruh langsung dan kumulatif terhadap hidup dan kebiasaan-kebiasan belajar siswa. Karena kepribadian guru sangat penting terhadap siswa, maka guru perlu memiliki ciri sebagai orang yang berkepribadian yang mantap dan dinamis.[4]
Oemar Hamalik mengatakann bahwa : “kemantapan dalam bekerja hendaknya merupakan karakteristik pribadi, sehingga pola hidup seperti ini terhayati juga oleh siswa sebagai pendidik. Kemantapan dan integritas pribadi ini tidak terjadi dengan sendirinya, melaikan tumbuh melalui suatu proses belajar yang sengaja di ciptakan”. Kemantapan pribadi berpengaruh pada tugas, demikian juga dengan kemantapan pribadi guru dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya. Kemantapan dan integritas harus dimiliki oleh setiap guru demi tercapainya tujuan pendidikan.[5]
Berkenaan dengan wibawa guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan bidang yang di kembangkan.[6]

B.        Fungsi Kewibawaan dalam Pendidikan
Fungsi wibawa pendidikan yaitu membawa si anak ke arah pertumbuhannya yang kemudian dengan sendirinya mengakui wibawa orang lain dan mau menjalankanya.
Pada anak kecil yang kurang lebih berumur tiga tahun, tidak terdapat sikap tunduk atau patuh dan sikap tidak patuh, yang ada ialah sikap ingin berbuat sama, takut akan muka marah ayah dan ibu. Jadi, sikap menuntut yang ada pada anak kecil itu biasanya karena takut dimarahi dan lain-lain, atau karena kebutuhannya akan rasa aman, dilindungi, dan rasa kepastian yang bebas dari keragu-raguan.
Bentuk paling sederhana kewibawaan timbul bila si anak dapat diperbolehkan mengerti bahasa untuk menerima petunjuk-petunjuk tentang apa yang diperbolehkan dengan apa yang tidak diperbolehkan oleh pendidik. Oleh karena itu, pentinglah bagi si orang tua untuk tegas dengan pengertian si anak, apa yang sebenarnya di kehendaki dan diharapkan dari si anak itu. Jika si orang tua tidak tidak mempergunakan bahasa yang demikian, karena malu atau tidak berani memerintah maka akan mengakibatkan si anak tidak akan belajar patuh atau tunduk dalam arti kata sebenarnya. Berhubungan dengan sikap patuh itu Langeveld memandang masa-protes-pertama itu agak berlainan dengan pendapat ahli-ahli lain.
Beberapa ahli psikologi berpendapat bahwa masa-protes-pertama itu ialah suatu masa yang di dalamnya si anak mengetahui bahwa mempunyai kehendak sendiri, dengan kehendaknya itu ia mengadakan eksperimen; ia ingin mencoba kehendaknya itu yang biasanya bertentangan dengan kehendak atau keinginan orang dewasa atau orang tuanya. Karena itu, disebut “masa menentang” (masa protes), krisi  gezag yang pertama.[7]

C.       Unsur-unsur Kewibawaan Guru
Secara umum, sebagaimana dijelaskan oleh Mohamad Surya (2006), ada empat unsure yang ikut menentukan kewibawaan seorang guru, yaitu:
1.   Keunggulan
Kewibawaan seorang guru banyak ditemukan oleh keunggulan penguasaan akademik tertentu. Keunggulan yang berkaitan dengan kewibawaan guru mencakup keunggulan dalam kompetensi yang dituntut oleh jabatan profesi guru.
2.   Rasa Percaya Diri
Dengan kepercayaan diri yang kuat, seorang guru akan tampil lebih menyakinkan dengan wibawa yang mantap. Sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa dengan pengajaran yang baik, dengan penuh rasa percaya diri untuk memantapkan suatu kemampuan dan kualitas intelektual didepan para siswanya.
3.   Ketepatan dalam Mengambil Keputusan
Ketepatan dalam mengambil keputusan merupakan faktor penentu terhadap unjuk diri dan unjuk kerja seorang guru, dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Dengan demikian, ketepatan dalam mengambil keputusan merupakan salah satu tuntutan professional dalam mewujudkan keefektifan kinerja. kewibawaan akan meningkat melalui kemampuan pengambilan keputusan secara tepat, seperti keputusan dalam memilih dan menggunakan metode, media, penilaian, atau motivasi.
4.    Tanggung Jawab atas Keputusan yang Diambil
Setiap keputusan yang diambil akan menimbulkan berbagai konsekuensi, baik positif maupun negative. Guru harus bertanggung jawab atas keputusan yang telah diambilnya. Menghindari tanggung jawab akan mengurangi terhadap kewibawaan.[8]


















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Gizag atau kewibawaan guru merupakan suatu penilaian yang baik dari peserta didik terhadap kapabilitas dan kewibawaan yang dimiliki oleh seorang guru. Guru sebagai sosok sentral dalam kegiatan belajar-mengajar, untuk digugu dan ditiru oleh peserta didik sebagai peserta didiknya.
Fungsi wibawa pendidikan yaitu membawa si anak ke arah pertumbuhannya yang kemudian dengan sendirinya mengakui wibawa orang lain dan mau menjalankanya.
Sebagaimana dijelaskan oleh Mohamad Surya (2006), ada empat Unsur-unsur Kewibawaan Guru yang ikut menentukan kewibawaan seorang guru yaitu Keunggulan ,rasa percaya diri, Tanggung Jawab atas Keputusan yang Diambil , dan Ketepatan dalam Mengambil Keputusan.










DAFTAR PUSTAKA
Darmadi, Hamid. 2010. Kemampuan Dasar Mengajar Landasan Konsep dan Implementasi. Bandung : ALFABETA, CV.
E. Mulyasa. 2005. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Aktif dan Menyenangkan, Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA.
Naim, Ngainun. 2009. Menjadi Guru Inspiratif Memberdayakan Jalan Hidup Siswa, Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR.
Purwanto, M. Ngalim. 2000. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA.
Suyanto dan Asep Hijad. 2013.  Menjadi Guru Profesional Strategi Meningkatkan Kualifikasi dan Kualitas GuRU DI Era Global. Jakarta : Erlangga.

















Profil
  Penulis yang bernama lengkap Evilia Maghfiroh yang   biasa di panggil Evi ini dilahirkan di Ds. Dadirejo Barat kec. Tirto kab. Pekalongan pada hari sabtu, 11 April 1998. Ia pernah menempuh pendidikan di TK Muslimat NU Dadirejo Barat, SD Negeri 04 Dadirejo, SMP Negeri 1 Tirto, dan MAN 2 Pekalongan. Penulis sekarang masih melanjutkan sekolahnya di perguruan tinggi untuk mengejar gelar S-1 di IAIN Pekalongan dengan Jurusan Tarbiyah Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtida’iah (PGMI). Dengan tekadnya yang berani ia ingin menjadi guru yang bermanfaat untuk anak didik dan ingin menjadi kebanggan kedua orang tua karena, orang tua ingin anaknya menjadi seorang guru yang sukses dan bermanfaat bagi siapa saja dan terutama bagi anak didiknya.









Cover
                             

                     
                                



[1] M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, cet. Ke-13 (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA, 2000), hlm. 48-49
[2] Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif Memberdayakan Jalan Hidup Siswa, cet. Ke-1 (Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR, 2009), hlm. 44
[3] Suyanto dan Asep Hijad, Menjadi Guru Profesional Strategi Meningkatkan Kualifikasi dan Kualitas GuRU DI Era Global (Jakarta : Erlangga,2013), hlm. 15
[4] Ibid., hlm. 16
[5] Hamid Darmadi, Kemampuan Dasar Mengajar Landasan Konsep dan Implementasi,cet. Ke-2 (Bandung : ALFABETA, CV, 2010), hlm. 54
[6] E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Aktif dan Menyenangkan, cet. Ke-1 (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA, 2005), hlm. 37
[7] M. Ngalim Purwanto,  Op. Cit, h. 51-52
[8] Ngainun Naim,  Op Cit, hlm. 52-54 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar