Laman

Jumat, 15 September 2017

SBM B 3-D USWAH (KERELADANAN)

USWAH (KERELADANAN)

Mega Dina Octavia
NIM. 2023116031

PGMI (B)
JURUSAN PGMI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2017



KATA PENGANTAR


Assalammualaikum Wr.Wb.

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala rahmatnya. Saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya dan para sahabatnya.
Makalah ini saya susun dalam guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Dosen Pengampu Muhammad Ghufron, M.Si Saya ucapkan terima kasih kepada beliau Atas bimbingan dan saran sehingga terwujudnya makalah ini.
Tak ada yang sempurna di dunia ini kecuali Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun Saya harapkan agar terciptanya  pendekatan kepada taraf yang sempurna. Dengan semoga apa yang tersajikan dalam makalah ini berguna bagi pembaca pada umunya.

Pekalongan,  September 2017

Penulis












BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Keteladanan sampai saat ini masih sangat perlu dicari dan kemudian dirumuskan kembali. Hal ini ditunjukan agar pendidikan agar dapat mencari sasarannya dengan baik. Pada masa sekarang sangat sulit mencari sosok seorang guru yang dapat dijadikan panutan, baik dalam hal ilmu maupun amal. Kedua hal tersebut harus ada keserasian, agar dapat menjadi seorang manusia yang cerdas yang berbudi.
Begitu pentingnya suatu keteladanan dalam upaya pembentukan pribadi seorang anak, sehingga untuk mencapai kesuksesanya, pendidikan berusaha menarapkan metode keteladanan tersebut dalam sistem pendidikannya. Namun  permasalahan  yang ada adalah dari faktor pendidik, ternasuk didalamnya adalah guru. Guru pada masa sekarang kurang dan bahkan tidak memperhatikan aspek keteladanan dalam proses pendidikannya.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian Keteladanan?
2.      Bagaiman Urgensi keteladanan dalam pelaksanaan pendidikan?
3.      Apa kelebihan metode keteladanan?
4.      Bagaimana cara mendapatkan perhatian dan bila perlu didiskusikan para guru.?

C.    Tujuan Makalah

1.      Untuk mengetahui pengertian Keteladanan.
2.      Untuk mengetahui bagaiman Urgensi.
3.      Untuk mengetahui kelebihan metode keteladanan.
4.      Untuk mengetahui mendapatkan perhatian dan bila perlu didiskusikan para guru.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Keteladanan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “Keteladanan” dasar katanya “Teladan” yaitu: “(Perbuatan atau barang dsb)” yang patut ditiru dan dicontoh. Oleh karena itu “keteladanan” adalah hal-hal yang dapat ditiru atau di contoh. Dalam bahasa arab “keteladanan” diungkapkan dengan kata “uswah” dan “qudwah”. Kata “uswah” terbentuk dari huruf-huruf: hamzah, as-sin, dan al-waw. Secara etimologi setiap kata bahasa arab yang terbentuk dari ketiga huruf tersebut memiliki persamaan arti yaitu “pengobatan dan perbaikan”.
Dengan demikian keteladan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud disini adalah keteladan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan islam, yaitu keteladanan yang baik sesuai dengan pengertian “uswah” dalam ayat-ayat yang elah disebutkan sebelumnya.
Urgensi keteladanan dalam pelaksanaan pendidikan
       Metode keteladan sebagai suatu metode digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Keteladanan  memberikan konstribusi yang sangat besar dalam pendidikan ibadah, akhlak, kesenian dll.[1]
Metode Keteladanan
      Metode ini digunakan untuk mewujudkan tujuan pengajaran dengan memberi keteladanan yang baik pada siswa agar dapat berkembangan fisik, mental dan kepribadiannya secara benar. Adapun kelebihan metode keteladanan diantaranya:
1.      Peserta didik lebih mudah menerapkan ilmu yang dipelajari disekolah.
2.      Guru lebih mudah mengevaluasi hasil belajar.
3.      Tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik.
4.      Tercipta hubungan baik antara siswa dan guru.
5.      Memdorong guru untuk selalu berbuat baik karena dicontoh oleh siswanya.
Sedangakan kekurangan metode ini adalah adanya guru yag tidak memenuhi kode etik keguruan. Guru tidak mencerminkan sikap mentalitas dan moralitasnya dihadapan siswa, sehingga anak didik cenderung bersikap apatis, tidak menunjukkan motivasi belajar, dan cenderung berlawanan dengan tata tertib sekolah.[2]
Guru Sebagai Teladan
Guru merupakan teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Keprihatinan, kerendahan, kemalasan dan rasa takut, secara terpisah maupun bersama-sama bisa menyebabkan seseorang berpikir atau berkata. Jika peserta didik harus ha memiliki model, biarkanlah mereka menemukannya dimanapun. Alasan tersebut tidak dapat mengerti, mungkin dalam hal tertentu dapat diterima tetapi mngabaikan atau menolak aspek fundamental dari sifat pembelajaran. Menjadi teladan merupakan sifat dasar kegiatan pembelajaran, dan ketika seorang guru tidak mau menerima ataupun menggunakannya secara konstrutif maka telah mengurangi keefektifan pembelajaran. Peran dan fungsi ini patut dipahami, dan tak perlu menjadi beban yang memberatkan, sehingga dengan keterampilan dan kerendahan hati akan memperkaya arti pembelajaran.[3]
Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapatkan sorotan peserta didik serta orang disekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Sehubungan itu, beberapa hal di bawah ini perlu mendapat perhatian dan bila perlu didiskusikan para guru.
1.      Sikap dasar: Postur  psikologis yang akan nampak dalam masalah-masalah penting, seperti keberhasilan, kegagalan, pembelajaran, kebenaran, hubungan anatr manusia, agama, pekerjaan, permainan dan diri.
2.      Bicara dan gaya bicara: Penggunaan bahasa sebagai alat berpikir.
3.      Kebiasaan bekerja: Gaya ang dipakai oleh seseorang dalam bekerja yang ikut mewarnai kehidupannya.
4.      Sikap melalui pengalaman dan kesalahan: Pengertian hubungan antara luasnya pengalaman dan nilai serta tidak mungkinnya mengelak dari kesalahan.
5.      Pakaian: Merupakan perlengkapan pribadi yang amat penting dan menampakkan ekspresi seluruh kepribadian.
6.      Hubungan kemanusiaan: Diwujudkan dalam semua pergaulan manusia, intelektual, moral, keindahan, terutama bagaimana berperilaku.
7.      Proses berpikir: Cara yang digunakan oleh pikiran dalam menghadapi dan memecahkan masalah.
8.      Perilaku neurotis: Suatu pertahanan yang dipergunakan untuk melindungi diri dan bisa juga untuk menyakiti orang lain.
9.      Selera: Pilihan yang secara jelas merefleksikan nilai-nilai yang dimiliki oleh pribadi yang bersangkutan.
10.  Keputusan: keterampilan rasional dan intuitif yang dipergunakan untuk menilai setiap situasi.
11.  Kesehatan: Kualitas tubuh, pikiran dan semangat yang merefleksikan kekuatan, perspektif, sikap tenang, antusias dan semangat hidup.
12.  Gaya hidup secara umum: apa yang dipercaya oleh seseorang tentang setiap aspek kehidupan dan tindakan untuk mewujudkan kepercayaan itu.
Apa yang diterapkan diatas hanyalah ilustrasi, para guru dapat menambahkan aspek-aspek tingkah laku lain yang sering muncul dalam kehidupan bersama peserta didik. Hal ini untuk menegaskan berbagai cara pada contoh-contoh yang diekspresikan oleh guru sendiri dalam menjalankan pekerjaannya sehari-hari.
Secara teoritis, menjadi teladan merupakan bagian integral dari seorang guru, sehingga menjadi teladan. Memang setiap profesi mempunyai tuntutan khusu, dan karenannya bila menolak berarti menolak profesi itu. Guru yang baik adalah yang menadari kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian ia menyadari kesalahan ketika memang bersalah. Keselahan perlu diikuti dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak mengulanginya.[4]
Setiap tenaga didik (guru dan karyawan) dilembaga pendidikan harus memiliki tiga hal yaitu competency, personality, dan religiosity. Competency menyangkut kemampuan dalam menjalankan tugas secara profesional yang meliputi kompetensi materi(substansi), keterampilan, dan metedologi. Personality menyangkut integritas, komitmen,dan dedikasi, sedangkan religiosity menyangkut pengetahuan, kecakapan, dan pengalaman dibidang keagamaan. Dengan ketiga hal tersebut, guru akan mampu menjadi model dan mampu mengembangkan keteladanan di hadapan siswanya. Semua guru adalah guru agama. Artinya, tugas untuk menanamkan nilai-nilai etis religius bukan hanya tugas guru bidang studi keagamaan saja, melainkan tugas semua orang dipendidikan ini, termasuk kepala sekolah dan karyawan adalah guru agama.[5]     















BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan
           keteladan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud disini adalah keteladan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan islam, yaitu keteladanan yang baik sesuai dengan pengertian “uswah” dalam ayat-ayat yang elah disebutkan sebelumnya. Metode keteladan sebagai suatu metode digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar.              














DAFAR PUSTAKA
Arief Armai. 2002. Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta : Ciputar Pers
Mustakim Zaenal. 2017. Strategi Dan Metode Pembelajaran. Matagraf Yogyakarta
Mulyasa.E . 2007. Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru. PT Remaja Rosdakarya : Cetakan Pertama
Mulyasa.E. 2005. Menjadi Guru Profesional. PT Remaja Rosdakarya Offset Bandung : Cetakan Pertama
Ahmad Marno dan Muhammad Idris. 2013 . Menjadi Guru Unggul. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media
















Profil
 Nama Mega Dina Octavia, bisa dipanggil Mega, lahir di Pekalongan, pada tanggal 05 Oktober 1998. Ia menempuh pendidikannya di TK RA Masyitoh Kuripan Lor, lalu ia melanjutkan  ke MI Tholabuddin 02 Masin Warungasem Batang, Lalu ia melanjutkan ke SMP N 16 Pekalongan, lalu Ia melanjutkan ke SMK Baitussalam Pekalongan. Melanjutkan ke Perguruan tinggi Negeri di IAIN Pekalongan. Ia melanjutkan di Prodi PGMI sedang berusaha untuk menyelesaikan kuliahnya agar bisa mengajarkan ke peserta didik, dan bisa membahagiakan Orang tuanya

















[1] Armai Arief,  Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarat: Ciputar Pers, Juli 2002), hlm.117-120.
[2]  Zaenal Mustakim, Strategi Dan Metode Pembelajaran, (Matagraf Yogyakarta: Agustus 2017), hlm 135
[3]  E. Mulyasa, Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru, (PT Remaja Rosdakarya: Cetakan Pertama, Febuari 2007), hlm.127.
[4]  E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (PT Remaja Rosdakarya Offset Bandung: Cetakan Pertama, Januari 2005), hlm.45-48.
[5]  Ahmad Marno dan Muhammad Idris, Menjadi Guru Unggul, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media 2013), hlm.65

Tidak ada komentar:

Posting Komentar