Laman

Rabu, 27 September 2017

SBM B 5-B “STUDENT CENTER

STUDENT CENTER

Nina Faela    2023116062 
KELAS B

JURUSAN  PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2017







KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt atas rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “STUDENT CENTER”. Makalah ini membahas mengenai pengertian dan penjelasan dari masing masing topik yang di paparkan. Dalam penulisan makalah ini banyak mendapat bantuan dari berbagai referensi. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut memudahkan penulisan makalah ini.Saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Terima Kasih.

Pekalongan, 29 September 2017


Penulis



















BAB I
PENDAHULUAN
Tema               : Model Pembelajaran
Sub Tema        : Student Center
Mengapa penting di kaji ?
Belajar yang sama dengan menerima pengetahuan dimana siswa pasif reseptif sering dinamakan pengajaran Teacher Centered Learning (TCL). Belajar adalah berubah dan ada nilai tambah, mencari pengetahuan dengan berbagai strategi  siswa aktif dan spesifik sering dinamakan pembelajaran Student  Centered Learning (SCL). Tujuan SCL adalah Meningkatkan kualitas pembelajaran, mengembangkan potensi siswa secara optimal, menciptakan gambaran pengetahuan yang bermakna dan saling berhubungan, meningkatkan dan merangsang rasa ingin tahu murid tentang suatu pengetahuan. Dari tujuan diatas, peran kita sebagai pendidik atau guru dituntut untuk aktif, kreatif dan inovatif.

















BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Student Center Learning
Student Center Learning (SCL) ialah pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa. Itu berarti bahwa seorang siswa harus lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran, dan guru/dosen bertugas sebagai fasilisator dalam kegiatan pembelajaran.[1]
Student-centered learning (SCL) merupakan pendekatan pembelajaran yang menempatkan peserta didik di pusat kegiatan pembelajaran. Di dalam SCL para peserta didik memiliki dan memanfaatkan peluang dan / atau keleluasaan untuk mengembangkan segenap kapasitas dan kemampuannya (prior knowledge and experience) sebagai pembelajar sepanjang hayat (“ngangsu kawruh”: cipta, karsa, rasa, dan karya), melalui berbagai macam aktivitas. Student Centered Learning (SCL) adalah sebuah sistem pembelajaran yang berpusat pada murid dengan cara, guru memberikan suatu permasalahan yang sesuai dengan materi dan kemudian para murid ditugaskan untuk memecahkan masalah tersebut dengan bantuan berupa tips-tips dari sang guru dan referensi yang ada.
Sistem SCL ini pada awalnya digunakan oleh negara-negara maju untuk membuat para siswa menjadi kreatif sehingga tidak lagi bergantung dengan penyelesaian-penyelesaian masalah yang ada dan siswa akhirnya dapat menemukan cara penyelesaian masalah yang baru dan lebih bagus seperti menemukan rumus-rumus baru, mengemukakan sebuah pernyataan fakta tentang suatu penelitian dan berbagai hal lainnya yang nantinya akan membuat dunia ilmu pengetahuan semakin menigkat dengan pesat. Sistem SCL ini tidak lagi menjadikan guru sebagai pusat pemberi informasi tetapi siswa lah yang harus mencari sendiri informasi-informasi tentang materi yang mereka pelajari jadi siswa harus aktif dalam mencari informasi dengan sering membaca buku diperpustakaan sering latihan mengerjakan soal-soal dan berperan aktif dalam diskusi-diskusi yang membahas tentang ilmu pengetahuan. Jadi, sistem ini adalah sistem yang sangat luar biasa dan benar-benar akan menciptakan siswa yang berpotensi untuk menjadi ilmuwan “jika penerapannya dilakukan dengan benar”.
Pengertian SCL menurut para ahli:
1.      Rogers (1983)
SCL merupakan hasil dari transisis perpidahan kekuatan dalam proses pembelajaran, dari kekuatan dosen sebagai pakar menjadi kekuatan mahasiswa sebagai pembelajar. Perubahan ini terjadi setelah banyak harapan untuk memodifikasi atmosfer pembelajaran yang menyebabkan siswa menjadi pasif, bosan dan resisten.
2.      Kember (1997)
SCL merupakan sebua kutub proses pembelajaran yang menekankan mahasiswa sebagai pembangun pengetahuan sedangkan kutub yang lain adalah dosen sebagai agen yang memberikan pengetahuan.
3.      Harden dan Crosby (2000)
SCL menekankan pada Mahasiswa sebagai pembelajar dan apa yang dilakukan siswa untuk sukses dalam belajar dibanding dengan apa yang dilakukan oleh guru.

Materi dan model penyampaian pembelajaran dalam SCL secara lengkap meliputi 3  aspek, yaitu (a) isi ilmu pengetahuan (IPTEK),  (b) sikap  mental dan etika yang dikembangkan,  dan  (c) nilai-nilai yang diinternalisasikan  kepada para siswa. Di dalam proses SCL terdapat hubungan “tarik-menarik” antara learner support dan learner control.
SCL adalah pembelajaran yang terpusat pada aktivitas belajar peserta didik, bukan hanya aktivitas guru mengajar. Situasi pembelajaran dalam SCL diantaranya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Siswa belajar baik secara individu maupun berkelompok untuk membangun pengetahuan.
2.      Siswa tidak sekedar kompeten dalam bidang ilmu, akan tetapi kompeten dalam belajar.
3.      Belajar menjadi kegiatan komunitas yang difasilitasi oleh guru, yang mampu mengelola pembelajarannya menjadi berorientasi pada siswa dalam belajar.
4.      Belajar menjadi kegiatan komunitas yang difasilitasi oleh guru, yang mampu mengelola pembelajarannya menjadi berorientasi pada siswa.
5.      Belajar lebih dimaknai sebagai belajar sepanjang hayat, suatu keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
6.      Belajar termasuk memanfaatkan teknologi yang tersedia.
Sedangkan dalam sekolah yang menerapkan metode pembelajaran dengan model SCL mempunyai beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut:
1.      Adanya berbagai aktifitas dan tempat belajar.
2.      Display hasil karya siswa.
3.      Tersedia banyak materi dan fasilitas belajar.
4.      Tersedia banyak tempat yang nyaman untuk berdiskusi.
5.      Terjadi kelompok-kelompok dan interaksi multi angkatan atau kelas.
6.      Ada keterlibatan masyarakat.
7.      Jam buka perpustakaan fleksibel.[2]

  1.  Model-Model Pembelajaran dalam SCL
Student Centered Learning mendorong siswa belajar lebih aktif, mandiri, sesuai dengan cara belajarnya masing-masing, sesuai dengan perkembangan usia peserta didik. Cara belajar siswa tersebut perlu dipandu agar terus dinamis dan mempunyai tingkat kompetensi yang tinggi. Beberapa model pembelajaran SCL adalah sebagai berikut:
1)      Small Group Discussion (SGD). Metode diskusi merupakan model pembelajaran yang melibatkan antara kelompok siswa dan kelompok siswa atau kelompok siswa dan pengajar untuk menganalisa, menggali atau memperdebatkan topik atau permasalahan tertentu. Dengan metode ini pengajar harus, (1) membuat rancangan bahan diskusi dan aturan diskusi. (2) Menjadi moderator dan sekaligus mengulas pada setiap akhir sesi diskusi. Sedangkan siswa (1) membentuk kelompok siswa, (2) memilih bahan diskusi, (3) mempresentasikan paper dan mendiskusikannya di kelas.
2)      Role-Play and Simulation. Metode ini berbentuk interaksi antara dua atau lebih siswa tentang suatu topik atau kegiatan dengan menampilkan simbol-simbol atau peralatan yang menggantikan proses, kejadian, atau sistem yang sebenarnya. Jadi dengan model ini siswa mempelajari sesuatu (sistem) dengan menggunakan model. Dengan metode ini pengajar harus, (1) merancang situasi atau kegiatan yang mirip dengan sesungguhnya, bisa berupa; bermain peran, model, dan komputer, (2) Membahas kinerja siswa. Sedangkan siswa (1) mempelajari dan menjalankan suatu peran yang ditugaskan, (2) memperaktekan atau mencoba berbagai model yang telah disiapkan (komputer, prototife, dll).
3)      Discovery Learning. Metode ini berbentuk pemberian tugas belajar atau penelitian kepada siswa dengan tujuan supaya siswa dapat mencari sendiri jawabannya tanpa bantuan pengajar. Dengan metode ini pengajar harus, (1) menyediakan data atau metode untuk menelusuri pengetahuan yang akan dipelajari siswa, (2) memeriksa dan memberikan ulasan terhadap hasil belajar siswa. Sedangkan siswa (1) mencari, mengumpulkan, dan menyusun informasi yang ada untuk mendeskripsikan suatu pengetahuan yang baru, (2) Mempresentasikan secara verbal dan non verbal.
4)      Self-Directed Learning. Metode ini berbentuk pemberian tugas belajar kepada siswa, seperti tugas membaca dan membuat ringkasan. Dengan metode ini pengajar harus, (1) memotivasi dan memfasilitasi siswa, (2) memberikan arahan, bimbingan dan umpan balik kemajuan belajar siswa. Sedangkan siswa (1) merencanakan kegiatan belajar, melaksanakan, dan menilai pengalaman belajar sendiri, (2) inisiatif belajar dari siswa sendiri.
5)      Cooperative Learning. Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara kooperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena kooperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing. Jadi model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksikan konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, mahasiswa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi. Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan. Dengan metode ini pengajar harus, (1) merancang dan memonitor proses belajar siswa, (2) menyiapkan kasus atau masalah untuk diselesaikan siswa secara berkelompok. Sedangkan siswa (1) membahas dan menyimpulkan masalah atau tugas yang diberikan secara berkelompok (2) melakukan koordinasi dalam kelompok.[3]
6)      Contextual Learning (CL). Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajikan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas mahasiswa, mahasiswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi. Ada tujuh indikator pembelajaran kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian subjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai cara). Dengan metode ini pengajar harus, (1) menyusun tugas untuk studi siswa terjun di lapangan, (2) menjelaskan bahan kajian yang bersifat teori dan mengkaitkan dengan situasi nyata atau kerja profesional. Sedangkan siswa (1) Melakukan studi lapangan atau terjun di dunia nyata untuk mempelajari kesesuaian teori (2) membahas konsep atau teori yang berkaitan dengan situasi nyata.
7)      Problem Based Learning (PBL). Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi.[4] Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal. Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri. Dengan metode ini pengajar harus, (1) Merangsang tugas belajar dengan berbagai alternatif metode penyelesaian masalah (2) Sebagai fasilitator dan motivator. Sedangkan siswa (1) Belajar dengan menggali atau mencari informasi (inquiry), serta memamfaatkan informasi tersebut untuk memecahkan masalah faktual yang sedang dihadapi, (2) Menganalisis strategi pemecahan masalah.
8)      Collaborative Learning (CbL). Metode ini memungkinkan siswa untuk mencari dan menemukan jawaban sebanyak mungkin, saling berinteraksi untuk menggali semua kemungkinan yang ada. Dengan metode ini pengajar harus, (1) Merancang tugas yang bersifat open ended, (2) Sebagai fasilitator dan motivator. Sedangkan siswa (1) Membuat rancangan proses dan bentuk penilaian berdasarkan konsensus kelompok sendiri (2) Bekerja sama dengan anggota kelompoknya dalam mengerjakan tugas.
9)      Project Based Learning (PjBL). Metode pembelajaran ini adalah memberikan tugas-tugas project yang harus diselesaikan oleh siswa dengan mencari sumber pustaka sendiri. Dengan metode ini pengajar harus, (1) merumuskan tugas dan melakukan proses pembimbingan dan asesmen, (2) Sebagai fasilitator dan motivator. Sedangkan siswa (1) Mengerjakan tugas (berupa proyek) yang telah dirancang secara sistematis (2) menunjukkan kinerja dan mempertanggungjawabkan hasil kerja di forum.
  1. Manfaat Student Center Learning (SCL)
Manfaat dilaksanakan SCL adalah:
1.      Meningkatkan prestasi serta kemampuan siswa dalam Dasar-dasar Hortikultura.
2.      Meningkatkan peran pengajar dan siswa dalam proses pembelajaran.
3.      Meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam belajar mandiri agar dapat mempelajari hal-hal lain lebih lanjut secara mandiri sehingga mahasiswa menjadi pembelajar seumur hidup (lifelong learners).
4.      Meningkatkan soft skill mahasiswa, yang meliputi:
a.     Kemauan untuk bekerja keras, tidak sekedar pasif dalam belajar;
b.    Kemampuan bekerja mandiri, karena peran dosen hanya sebagai tutor, siswa dituntut belajar mandiri berdasarkan arahan yang diberikan;
c.     Kemampuan bekerja dalam tim, karena kerjasama tim sangat menentukan nilai akhir masing-masing individu anggota kelompok;
d.    Kemampuan bekerja dalam tekanan;
e.     Kemampuan berfikir analitis, dalam praktikum mahasiswa akan membuat analisa-analisa penting dalam membangun perusahaan;
f.     Kemampuan siswa berdiskusi secara logis dan bertanggung jawab (memformulasikan pertanyaan yang berkualitas tentang suatu subyek, menjawab pertanyaan menggunakan berbagai metode, mengungkapkan pendapat dan berargumentasi secara logis, kejujuran dalam menilai jawaban atas pertanyaan sendiri maupun pertanyaan kawan, kemampuan untuk menerima dan mengelola perbedaan pendapat);
g.    Kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan.
5.             Meningkatkan kemampuan technopreneurship siswa. Hal ini diperoleh dengan praktikum.







BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam (deep learning), dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas dan kreatifitas siswa.      

  1. Saran
Diharapkan agar peserta didik mampu menguasai dan memahami penerapan metode pembelajaran Student Center Learning (SCL) dan menjadikan peserta didik lebih aktif dalam proses pembelajaran, dan peserta didik tidak terpaku pada pendidik agar kemampuannya lebih berkembang dalam hal dan tujuan yang bermanfaat untuk kepentingan bangsa dan negara agar menjadi penerus bangsa yang berpendidikan baik dan berakhlak mulia.











DAFTAR PUSTAKA

Daniel Muijs, dkk. 2008. Effective Teaching. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
David A. Jacobsen, dkk. 2009. Methods for Teaching. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ginnis, Paul. 2008. Trik dan Taktik Mengajar: Strategi Meningkatkan Pengajaran di Kelas. Jakarta: Indeks.
Alma, Buchari. 2009. Guru Profesional Menguasai Metode dan Trampil Mengajar. Bandung: IKAPI.
 Nur Wahyuni, Esa. 2009. Motivasi dalam Pembelajaran. Malang: UIN Malang Press.
Sudjana, D. 2005. Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production.
Depdiknas. 2004. Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta: Depdiknas
Hidayat, Syarif. 2012. Pembelajaran Teknologi Informasi Di Perguruan Tinggi ; Prespektif dan Pengalaman.  Yogyakarta: Graha Ilmu.


















Profil

Nina Faela. Lahir di Batang, 01 April 1998, ia adalah anak keempat dari empat bersaudara, buah dari pasangan Winarno Hadi dan Walechah. Nina adalah panggilan akrabnya, ia terlahir di keluarga yang sederhana, Ayahnya seorang Pensiunan PNS Dinas Perhubungan kota Pekalongan, sedangkan Ibunya bekerja sebagai ibu rumah tangga, sejak kecil dia selalu di nasehati oleh ayahnya untuk selalu rajin beribadah, jujur dan baik terhadap sesama. Ketika berumur 6 tahun, ia memulai pendidikan di SDN Kauman 01 Batang, kemudian setelah lulus dia melanjutkan pendidikannya di SMPN 1 Batang. Di SMP ia pernah Juara 3 Lomba Paduan Suara, dan Juara 2 Lomba Taekwondo. Selepas lulus SMP dia melanjutkan sekolah di SMAS Pondok Modern Selamat Kendal. Di SMA ia pernah Juara 1 Lomba Sekolah Bebas Narkoba. Setelah lulus dia melanjutkan kuliah jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah di Institut Agama Islam Negeri Pekalongan.





[1] David A. Jacobsen, Methods for Teaching, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm.227.
[2] Danil A. Jacobsen, Op.Cit., hlm.228-229.
[3] Daniel Muijs, Op.Cit., hlm.91-93.
[4] David, Methods for Teaching, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm.242.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar