Laman

Jumat, 22 September 2017

SBM D 3-b “PEMBELAJAR”

KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR
“PEMBELAJAR”

Cindy Lestari
(2023116039) 
KELAS D


JURUSAN PGMI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI  PEKALONGAN
2017




KATA PENGANTAR


Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Esa. Berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar dan tepat waktu. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw. yang telah membawa kita dari jalan yang gelap gulita ke jalan yang terang benderang ke jalan agama Islam.
Penulisan makalah ini guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Strategi Belajar Mengaja”. Dengan terselesaikannya makalah ini penulis dengan ikhlas menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung khususnya kepada dosen pengampu Mata Kuliah Strategi Belajar Mengaja”, Bpk. Muhammad Hufron, M.S.I
Sebagai manusia biasa yang tak lepas dari kekhilafan, demi perbaikan makalah ini selalu di harapkan kritik dan saran dari semua pihak. Semoga makalah ini bermafaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Pekalongan, 24 September 2017


Penyusun



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Tema
 “Keterampilan Dasar Mengajar”

B.     Subtema
“ Pembelajar”

C.    Alasan Kenapa Materi ini Penting untuk dikaji
Sejak tahun tujuh puluhan terjadi perubahan paradigma dalam pendidikan yang mempengaruhi pandangan terhadap pendidik dan peserta didik di dalam proses belajar mengajar.  Mengajar  tidak lagi dimaknakan sebagai yang dahulu dipahami sebagai kegiatan menyampaikan pengetahuan, menyuapkan ilmu pengetahuan kepada siswa. Mengajar dalam pengertian baru menjadi guru pembelajar (bukan guru pengajar), membantu siswa belajar untuk belajar, membimbing siswa sampai ke penyadaran akan pemelajaran sepanjang hayat. Guru sebagai pembelajar tidak lagi menempatkan diri berperan sebagai satu-satunya model bagi pemelajaran bahasa dan satu-satunya yang mampu menemukan dan membetulkan kesalahan siswa. Guru berperanan lebih sebagai konselor, fasilitator, kolaborator, dan pelatih strategi belajar bagi siswa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Pembelajar
Pembelajar dapat diartikan sebagai orang yang melakukan pembelajaran. Definisi pembelajaran sendiri adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pembelajaran dinyatakan sebagai kegiatan yang dilaksanakan untuk mempermudah segala sesuatu melalui berbagai macam media sehingga mendorong terjadinya perubahan peran guru dalam mengelola pembelajaran, yakni dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilisator dalam pembelajaran.[1] Pembelajaran juga dapat didefinisikan sebagai separangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadia-kejadian yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa.[2]
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, guru dalam pembelajaran berperan sebagai sumber belajar dan fasilitator yang tugasnya sebagai berikut:
1.    Membuat sendiri alat pembelajaran dan alat peraga,
2.    berinisiatif mendayagunakan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar.
3.    Pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar, misalnya :
a.       Memanfaatkan batu-batuan, tanah, tumbuh-tumbuhan, keadaan alam, pasar, kondisi sosial, ekonomi, dan budaya kehidupan yang berkembang di masyarakat.
b.      Mengupayakan peningkatan pengetahuan guru dan didorong terus untuk menjadi guru yang kreatif dan profesional, terutama dalam pengadaan serta pendayaagunaan fasilitas dan sumber belajar secara luas, untuk mengembangkan kemampuan peserta didik secara optimal.
c.       Upaya ini harus menjadi kepedulian bersama antara kepala sekolah, komite sekolah, dan pengawas sekolah secara profesional.[3]

Pembelajar bersinonim dengan guru. Dengan demikian, dalam hal apa yang dapat dilakukan oleh guru di kelas, ada dua istilah yang dapat dipakai untuk menggambarkan itu: guru sebagai pengajar dan guru sebagai pembelajar. Ini merupakan dua perilaku yang dapat dipilih oleh guru.[4]

B.     Perbedaan Pengajar dan Pembelajar
Kalau ditanyakan “Apa yang diharapkan untuk dilakukan oleh seorang guru di kelas?”, jawaban yang serta merta keluar adalah “mengajar”. Dengan diterapkannya pendekatan komunikatif di dalam pengajaran bahasa mulai era 1970-an, kalau kita berbicara mengenai “mengajar di kelas”, ada pengertian baru, yang berbeda dengan pengertian yang lazim dipakai sebelumnya. Perbedaan ini dapat dijelaskan dengan memanfaatkan pembahasan di atas. Istilah mengajar, pengajaran, pengajar dipakai untuk pengertian yang lama. Menurut pengertian itu, guru cenderung menjadi (satu-satunya) sumber pengetahuan di kelas. Istilah membelajarkan, pembelajaran, pembelajar digunakan di sini untuk pengertian yang baru.
Sebagai pengajar, guru menempatkan diri sebagai satu-satunya sumber informasi di kelas, satu-satunya yang “paling tahu”. Kegiatan “mengajar” adalah kegiatan menyampaikan ilmu pengetahuan, kegiatan menyuapkan ilmu pengetahuan kepada siswa. Guru aktif, guru berbicara, asyik menjelaskan sesuatu, bahkan mungkin mencoba dengan berbagai cara supaya dipahami oleh siswa. Siswa duduk dengan diam mendengar-kan dan – jika merasa perlu – mencatat. Jika pelajaran di kelas itu direkam ke dalam kaset, akan kedengaran bahwa hampir seluruh suara yang terekam dalam pelajaran bahasa di kelas adalah suara yang keluar dari mulut guru, bukan dari siswa. Guru terus melaju, berusaha memenuhi target menyelesaikan bahan ajar seperti yang sudah direncanakan.
Guru sebagai pembelajar juga menyiapkan bahan ajar sebelumnya tetapi apa yang dilakukan pada waktu menyajikannya di kelas tidak sama dengan yang dilakukan oleh guru sebagai pengajar. Guru pengajar menyampaikan butir per butir dari bahan ajar yang ia siapkan sesuai dengan rencananya. Ia mengerahkan usahanya sedemikian rupa sehingga semua butir dari bahan ajarnya dapat terselesaikan pada akhir jam pelajaran. Guru pembelajar tidak terpaku pada daftar butir-butir yang telah ia siapkan. Ia tidak mengejar target supaya semua butir pada bahan ajar yang ia siapkan itu selesai disampaikan semuanya pada akhir jam pelajaran. Perbedaan yang lain adalah perhatian guru pengajar lebih tercurah pada penyampaian bahan ajar, sedangkan perhatian guru pembelajar lebih pada bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa menyerap bahan.[5]
Perlu juga dikemukakan bahwa istilah pembelajaran berbeda dengan istilah pengajaran. Istilah pembelajaran (instruction) lebih luas daripada istilah pengajaran (teaching). Pembelajaran harus menghasilkan belaiar pada peserta didik dan harus dilakukan suatu perencanaan yang sistematis, sedangkan pengajaran hanya salah satu penerapan strategi pembelajaran diantara strategi-strategi pembelajaran yang lain dengan tujuan utamanya menyampaikan informasi kepada peserta didik. Pengajaran berorientasi pada guru (teacher-centered), sedangkan pembelajaran berorientasi pada peserta didik (student-centered). Kegiatan pendidikan kita yang semula lebih berorientasi pada mengajar (guru yang lebih banyak berperan) telah berpindah kepada konsep "pembelajaran" (merencanakan kegiatan-kegiatan yang orientasinya kepada peserta didik agar terjadi belajar dalam dirinya).[6]

C.    Prinsip Pembelajaran
Menurut Gagne, ada sembilan prinsip yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sebagai berikut.
1.    Menarik perhatian (gaining attention): hal yang menimbulkan minat siswa dengan memngemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi atau kompleks.
2.    Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of the objektivies): memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai mengikuti pelajaran.
3.    Mengingatkan konsep/ prinsip yang telah dipelajari (stimulating recall or prior learning): merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari yang menjadi persyaratan untuk mempelajari materi yang baru.
4.    Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulus): menyampaikan materi-materi pembelajaran yang telah direncanakan.
5.    Memberikan bimbingan belajar (providing learner guidance): memberikan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing proses atau alur berpikir siswa agar memiliki pemahaman yang lebih baik.
6.    Memperoleh kinerja / penampilan siswa (eliciting performance): siswa diminta untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap materi.
7.    Memberikan balikan (providing feedback): memberitahu seberapa jauh ketepatan performance siswa.
8.    Menilai hasil belajar (assessing performance): memberiikan tes / tugas untuk mengetahui seberapa jauh siswa mengetahui tujuan pembelajaran.
9.    Memperkuat retensi dan transfer belajar (enhancing retention and transfer): merangsang kemampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan memberikan rangkuman, mengadakan review atau mempraktikkan apa yang telah dipelajari.[7]

D.    Lima Pilar Pembelajar
Membangun manusia pembelajar mungkin merupakan pekerjaan pendidikan (educational working) yang paling khas. Di dalamnya terkandung perbuatan mengajar, mendidik, melatih, memberikan contoh, membangun keteladanan, bahkan mungkin memandu atau menggurui. Ragam perbuatan ini bukan semata-mata dimaksudkan agar peserta didik mengetahui apa yang diajarkan, dilatihkan, dididikkan, dipandukan, dan sebagainya. Melainkan bagaimana peserta didik menjadi sadar akan makna belajar, dapat belajar untuk belajar, dan lebih penting lagi, dengan aneka rangsangan itu dia menjadi manusia pembelajar.
Manusia pembelajar adalah orang-orang yang menjadikan kegiatan belajar (proses mengubah tingkah laku menuju kondisi yang lebih baik) sebagai bagian dari kehidupan dan kebutuhan hidupnya. Manusia pembelajar belajar dari banyak hal, misalnya dari pengalaman keberhasilan atau kegagalan orang lain, pengalaman diri sendiri yang bersifat sukses atau yang bersifat gagal dari buku-buku, jumal, majalah, koran, hasil-hasil penelitian, hasil observasi, hingga yang bersifat spontan.
Lima pilar utama yang mutlak ada untuk menjadi manusia pembelajar antara lain sebagai berikut:
1.    Rasa ingin tahu.
Ini merupakan awal seseorang untuk menjadi manusia berpengetahuan. Manusia yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi adalah pembelajar sejati.
2.      Optimisme.
Inilah modal dasar bagi seseorang untuk tidak mudah menyerah dengan aneka situasi. Adakalanya, bahkan mungkin banyak terjadi, karena pesimis, tiba-tiba orang menghentikan usaha atau perjuangannya ketika sesungguhnya keberhasilan itu sudah amat dekat untuk dicapai.
3.      Keikhlasan.
Orang-orang yang ikhlas nyaris tidak mengenal lelah. Dia selalu bergairah pada setiap keadaan. Banyak siasat, strategi, atau akal baru yang dihasilkannya ketika dia berpikir dan memutuskan untuk berbuat. Muncul juga energi kedua dari dirinya, ketika dia sudah mulai merasa kelelahan tatkala masih diperlukan waktu cukup panjang dan energi cukup besar untuk menyelesaikan tugas pekerjaan.
4.      Konsistensi.
 Begitu banyak orang bekerja dalam format "keras keras, yang tersiram air sedikit saja menjadi lembek", "tergoda dengan hal baru lalu meninggalkan keputusan yang telah dibuat dan tengah dicoba dijalankan”, dan sebagainya. Bukankah ada petani yang ketika banyak orang menanam karet mereka ikut pula menanamnya, ketika banyak orang menanam kelapa sawit mereka ikut pula menanam kelapa sawit dengan memangkas karet yang baru tumbuh, ketika banyak orang menanam cokelat mereka ikut pula menanam cokelat dengan memangkas kelapa sawit yang baru berumur beberapa tahun? Keinginannya mengikuti arus orang lain, padahal lahan yang dimiliki hanya sebatas itu.

5.      Pandangan visioner.
Pandangan jauh ke depan, melebihi batas-batas pemikiran orang kebanyakan. Mereka yang termasuk kelompok ini jarang sekali tergoda untuk melakukan apa saja demi hasil yang instan, mengejar target jangka pendek dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang.[8]









BAB II
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pembelajar dapat diartikan sebagai orang yang melakukan pembelajaran. Pembelajar bersinonim dengan guru. Dengan demikian, dalam hal apa yang dapat dilakukan oleh guru di kelas, ada dua istilah yang dapat dipakai untuk menggambarkan itu: guru sebagai pengajar dan guru sebagai pembelajar. Ini merupakan dua perilaku yang dapat dipilih oleh guru.
Terdapat perbedaan antara pengajar dan pembelajar. Istilah mengajar, pengajaran, pengajar dipakai untuk pengertian yang lama. Menurut pengertian itu, guru cenderung menjadi (satu-satunya) sumber pengetahuan di kelas. Istilah membelajarkan, pembelajaran, pembelajar digunakan di sini untuk pengertian yang baru. Yang mana siswa juga ikut aktif dalam kegiatan pembelajaran.



DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarman. 2005. Menjadi Komunitas Pembelajar: Kempemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembejara. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Darmadi, Hamid. 2009. Kemampuan Dasar Mengajar. Bandung: ALFABETA.

Dirman dan Cicih Juarsih. 2014. Kegiatan Pembelajaran yang Mendidik. Jakarta: Rineka Cipta.

_____________________. 2014.  Teori-Teori Belajar dan Prinsip-Prinsip Pembelajar yang Mendidik. Jakarta: Rineka Cipta.

Mustakim, Zaenal. 2017. Strategi dan Metode Pembelajaran. Pekalongan: IAIN Pekalongan Press.


Purwo, Bambang Kaswanti. 2009. "Menjadi guru pembelajar." Jurnal Pendidikan Penabur . vol. 8. No. 13.

Siregar, Eveline. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor : Ghalia Indonesia.



PROFIL PEMAKALAH

Nama                                       : Cindy Lestari
Tempat, Tanggal Lahir            : Pekalongan, 5 Juni 1998
Alamat                                                : Jl. Pelita V, Kertoharjo, Pekalongan Selatan
Riwayat Pendidikan               :
1.      R.A.M. Masyithoh Keroharjo
2.      MIS Kertoharjo
3.      SMP Negeri 14 Pekalongan
4.      SMA Negeri 4 Pekalongan
5.      Saat ini sedang menempuh pendidikan di IAIN Pekalongan


6.       
BUKU REFERENSI












[1] Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran, cet. Ke-5 (Pekalongan: IAIN Pekalongan Press, 2017), hlm.40.
[2] Dirman dan Cicih Juarsih, Kegiatan Pembelajaran yang Mendidik (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), hlm. 6.
[3] Hamid Darmadi, Kemampuan Dasar Mengajar (Bandung: ALFABETA, 2009), hlm. 73.
[4] Bambang Kaswanti Purwo, 2009, "Menjadi guru pembelajar." Jurnal Pendidikan Penabur . vol. 8. No. 13, hlm. 66.
[5] Ibid., hlm. 67.
[6] Dirman dan Cicih Juarsih, Teori-Teori Belajar dan Prinsip-Prinsip Pembelajar yang Mendidik (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), hlm. 43.
[7] Eveline Siregar, Teori Belajar dan Pembelajaran (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010),  hlm. 13.
[8] Sudarman Danim, Menjadi Komunitas Pembelajar: Kempemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembejara, cet. Ke-2 (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), hlm.6-7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar