KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR
“PEMBELAJAR”
Cindy Lestari
(2023116039)
KELAS D
JURUSAN
PGMI
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Esa. Berkat rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar dan tepat waktu.
Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw. yang telah membawa kita dari jalan yang gelap gulita ke jalan yang terang
benderang ke jalan agama Islam.
Penulisan makalah ini guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Strategi
Belajar Mengaja”. Dengan terselesaikannya
makalah ini penulis dengan ikhlas
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu baik langsung maupun tidak langsung khususnya kepada dosen
pengampu Mata Kuliah “Strategi
Belajar Mengaja”, Bpk. Muhammad Hufron, M.S.I
Sebagai manusia biasa yang tak lepas dari kekhilafan, demi perbaikan
makalah ini selalu di harapkan kritik dan saran dari semua pihak. Semoga
makalah ini bermafaat bagi penulis khususnya dan bagi
para pembaca pada umumnya.
Pekalongan,
24 September 2017
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Tema
“Keterampilan Dasar Mengajar”
B.
Subtema
“
Pembelajar”
C.
Alasan Kenapa Materi ini Penting untuk dikaji
Sejak tahun tujuh puluhan terjadi
perubahan paradigma dalam pendidikan yang mempengaruhi pandangan terhadap
pendidik dan peserta didik di dalam proses belajar mengajar. Mengajar
tidak lagi dimaknakan sebagai yang dahulu dipahami sebagai kegiatan
menyampaikan pengetahuan, menyuapkan ilmu pengetahuan kepada siswa. Mengajar
dalam pengertian baru menjadi guru pembelajar (bukan guru pengajar), membantu
siswa belajar untuk belajar, membimbing siswa sampai ke penyadaran akan
pemelajaran sepanjang hayat. Guru sebagai pembelajar tidak lagi menempatkan
diri berperan sebagai satu-satunya model bagi pemelajaran bahasa dan
satu-satunya yang mampu menemukan dan membetulkan kesalahan siswa. Guru
berperanan lebih sebagai konselor, fasilitator, kolaborator, dan pelatih
strategi belajar bagi siswa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Pembelajar
Pembelajar dapat diartikan sebagai orang
yang melakukan pembelajaran. Definisi pembelajaran sendiri adalah suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Pembelajaran dinyatakan sebagai kegiatan
yang dilaksanakan untuk mempermudah segala sesuatu melalui berbagai macam media
sehingga mendorong terjadinya perubahan peran guru dalam mengelola
pembelajaran, yakni dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai
fasilisator dalam pembelajaran.[1] Pembelajaran
juga dapat didefinisikan sebagai separangkat
tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan
memperhitungkan kejadia-kejadian yang berperan terhadap rangkaian
kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa.[2]
Seperti yang sudah
disebutkan sebelumnya, guru dalam pembelajaran berperan sebagai sumber belajar
dan fasilitator yang tugasnya sebagai berikut:
1.
Membuat sendiri alat pembelajaran dan alat peraga,
2.
berinisiatif mendayagunakan lingkungan sekitar
sekolah sebagai sumber belajar.
3.
Pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar,
misalnya :
a.
Memanfaatkan batu-batuan, tanah, tumbuh-tumbuhan,
keadaan alam, pasar, kondisi sosial, ekonomi, dan budaya kehidupan yang
berkembang di masyarakat.
b.
Mengupayakan peningkatan pengetahuan guru dan
didorong terus untuk menjadi guru yang kreatif dan profesional, terutama dalam
pengadaan serta pendayaagunaan fasilitas dan sumber belajar secara luas, untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik secara optimal.
c.
Upaya ini harus menjadi kepedulian bersama antara
kepala sekolah, komite sekolah, dan pengawas sekolah secara profesional.[3]
Pembelajar bersinonim
dengan guru. Dengan demikian, dalam hal apa yang dapat dilakukan oleh guru di
kelas, ada dua istilah yang dapat dipakai untuk menggambarkan itu: guru sebagai
pengajar dan guru sebagai pembelajar. Ini merupakan dua perilaku yang dapat
dipilih oleh guru.[4]
B.
Perbedaan Pengajar dan Pembelajar
Kalau ditanyakan “Apa
yang diharapkan untuk dilakukan oleh seorang guru di kelas?”, jawaban yang
serta merta keluar adalah “mengajar”. Dengan diterapkannya pendekatan
komunikatif di dalam pengajaran bahasa mulai era 1970-an, kalau kita berbicara
mengenai “mengajar di kelas”, ada pengertian baru, yang berbeda dengan
pengertian yang lazim dipakai sebelumnya. Perbedaan ini dapat dijelaskan dengan
memanfaatkan pembahasan di atas. Istilah mengajar, pengajaran, pengajar dipakai
untuk pengertian yang lama. Menurut pengertian itu, guru cenderung menjadi
(satu-satunya) sumber pengetahuan di kelas. Istilah membelajarkan,
pembelajaran, pembelajar digunakan di sini untuk pengertian yang baru.
Sebagai pengajar, guru
menempatkan diri sebagai satu-satunya sumber informasi di kelas, satu-satunya
yang “paling tahu”. Kegiatan “mengajar” adalah kegiatan menyampaikan ilmu
pengetahuan, kegiatan menyuapkan ilmu pengetahuan kepada siswa. Guru aktif,
guru berbicara, asyik menjelaskan sesuatu, bahkan mungkin mencoba dengan
berbagai cara supaya dipahami oleh siswa. Siswa duduk dengan diam mendengar-kan
dan – jika merasa perlu – mencatat. Jika pelajaran di kelas itu direkam ke
dalam kaset, akan kedengaran bahwa hampir seluruh suara yang terekam dalam
pelajaran bahasa di kelas adalah suara yang keluar dari mulut guru, bukan dari
siswa. Guru terus melaju, berusaha memenuhi target menyelesaikan bahan ajar
seperti yang sudah direncanakan.
Guru sebagai pembelajar
juga menyiapkan bahan ajar sebelumnya tetapi apa yang dilakukan pada waktu
menyajikannya di kelas tidak sama dengan yang dilakukan oleh guru sebagai
pengajar. Guru pengajar menyampaikan butir per butir dari bahan ajar yang ia
siapkan sesuai dengan rencananya. Ia mengerahkan usahanya sedemikian rupa
sehingga semua butir dari bahan ajarnya dapat terselesaikan pada akhir jam
pelajaran. Guru pembelajar tidak terpaku pada daftar butir-butir yang telah ia
siapkan. Ia tidak mengejar target supaya semua butir pada bahan ajar yang ia siapkan
itu selesai disampaikan semuanya pada akhir jam pelajaran. Perbedaan yang lain
adalah perhatian guru pengajar lebih tercurah pada penyampaian bahan ajar,
sedangkan perhatian guru pembelajar lebih pada bagaimana siswa belajar,
bagaimana siswa menyerap bahan.[5]
Perlu juga dikemukakan
bahwa istilah pembelajaran berbeda dengan istilah pengajaran. Istilah
pembelajaran (instruction) lebih luas
daripada istilah pengajaran (teaching).
Pembelajaran harus menghasilkan belaiar pada peserta didik dan harus dilakukan
suatu perencanaan yang sistematis, sedangkan pengajaran hanya salah satu
penerapan strategi pembelajaran diantara strategi-strategi pembelajaran yang
lain dengan tujuan utamanya menyampaikan informasi kepada peserta didik.
Pengajaran berorientasi pada guru (teacher-centered), sedangkan pembelajaran berorientasi
pada peserta didik (student-centered). Kegiatan pendidikan kita yang semula
lebih berorientasi pada mengajar (guru yang lebih banyak berperan) telah
berpindah kepada konsep "pembelajaran" (merencanakan
kegiatan-kegiatan yang orientasinya kepada peserta didik agar terjadi belajar
dalam dirinya).[6]
C.
Prinsip Pembelajaran
Menurut Gagne,
ada sembilan prinsip yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran,
sebagai berikut.
1.
Menarik perhatian (gaining attention): hal yang menimbulkan minat siswa dengan
memngemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi atau kompleks.
2.
Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of the objektivies):
memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai mengikuti
pelajaran.
3.
Mengingatkan konsep/ prinsip yang telah dipelajari (stimulating recall or prior learning):
merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari yang menjadi
persyaratan untuk mempelajari materi yang baru.
4.
Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulus): menyampaikan materi-materi pembelajaran
yang telah direncanakan.
5.
Memberikan bimbingan belajar (providing learner guidance): memberikan pertanyaan-pertanyaan yang
membimbing proses atau alur berpikir siswa agar memiliki pemahaman yang lebih
baik.
6.
Memperoleh kinerja / penampilan siswa (eliciting performance): siswa diminta
untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap materi.
7.
Memberikan balikan (providing feedback): memberitahu seberapa jauh ketepatan
performance siswa.
8.
Menilai hasil belajar (assessing performance): memberiikan tes / tugas untuk mengetahui
seberapa jauh siswa mengetahui tujuan pembelajaran.
9.
Memperkuat retensi dan transfer belajar (enhancing retention and transfer):
merangsang kemampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan memberikan
rangkuman, mengadakan review atau mempraktikkan apa yang telah dipelajari.[7]
D.
Lima Pilar Pembelajar
Membangun manusia
pembelajar mungkin merupakan pekerjaan pendidikan (educational working) yang paling khas. Di dalamnya terkandung
perbuatan mengajar, mendidik, melatih, memberikan contoh, membangun
keteladanan, bahkan mungkin memandu atau menggurui. Ragam perbuatan ini bukan
semata-mata dimaksudkan agar peserta didik mengetahui apa yang diajarkan,
dilatihkan, dididikkan, dipandukan, dan sebagainya. Melainkan bagaimana peserta
didik menjadi sadar akan makna belajar, dapat belajar untuk belajar, dan lebih
penting lagi, dengan aneka rangsangan itu dia menjadi manusia pembelajar.
Manusia pembelajar
adalah orang-orang yang menjadikan kegiatan belajar (proses mengubah tingkah
laku menuju kondisi yang lebih baik) sebagai bagian dari kehidupan dan
kebutuhan hidupnya. Manusia pembelajar belajar dari banyak hal, misalnya dari
pengalaman keberhasilan atau kegagalan orang lain, pengalaman diri sendiri yang
bersifat sukses atau yang bersifat gagal dari buku-buku, jumal, majalah, koran,
hasil-hasil penelitian, hasil observasi, hingga yang bersifat spontan.
Lima pilar utama yang
mutlak ada untuk menjadi manusia pembelajar antara lain sebagai berikut:
1. Rasa ingin tahu.
Ini merupakan awal seseorang untuk menjadi manusia
berpengetahuan. Manusia yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi adalah
pembelajar sejati.
2. Optimisme.
Inilah modal dasar bagi seseorang untuk tidak mudah menyerah
dengan aneka situasi. Adakalanya, bahkan mungkin banyak terjadi, karena pesimis,
tiba-tiba orang menghentikan usaha atau perjuangannya ketika sesungguhnya
keberhasilan itu sudah amat dekat untuk dicapai.
3. Keikhlasan.
Orang-orang yang ikhlas nyaris tidak mengenal lelah. Dia
selalu bergairah pada setiap keadaan. Banyak siasat, strategi, atau akal baru
yang dihasilkannya ketika dia berpikir dan memutuskan untuk berbuat. Muncul
juga energi kedua dari dirinya, ketika dia sudah mulai merasa kelelahan tatkala
masih diperlukan waktu cukup panjang dan energi cukup besar untuk menyelesaikan
tugas pekerjaan.
4. Konsistensi.
Begitu banyak orang
bekerja dalam format "keras keras, yang tersiram air sedikit saja menjadi
lembek", "tergoda dengan hal baru lalu meninggalkan keputusan yang
telah dibuat dan tengah dicoba dijalankan”, dan sebagainya. Bukankah ada petani
yang ketika banyak orang menanam karet mereka ikut pula menanamnya, ketika
banyak orang menanam kelapa sawit mereka ikut pula menanam kelapa sawit dengan
memangkas karet yang baru tumbuh, ketika banyak orang menanam cokelat mereka
ikut pula menanam cokelat dengan memangkas kelapa sawit yang baru berumur
beberapa tahun? Keinginannya mengikuti arus orang lain, padahal lahan yang dimiliki
hanya sebatas itu.
5. Pandangan visioner.
Pandangan jauh ke depan, melebihi batas-batas pemikiran orang
kebanyakan. Mereka yang termasuk kelompok ini jarang sekali tergoda untuk
melakukan apa saja demi hasil yang instan, mengejar target jangka pendek dengan
mengorbankan kepentingan jangka panjang.[8]
BAB II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pembelajar dapat diartikan sebagai
orang yang melakukan pembelajaran. Pembelajar
bersinonim dengan guru. Dengan demikian, dalam hal apa yang dapat dilakukan
oleh guru di kelas, ada dua istilah yang dapat dipakai untuk menggambarkan itu:
guru sebagai pengajar dan guru sebagai pembelajar. Ini merupakan dua perilaku
yang dapat dipilih oleh guru.
Terdapat perbedaan
antara pengajar dan pembelajar. Istilah mengajar, pengajaran, pengajar dipakai
untuk pengertian yang lama. Menurut pengertian itu, guru cenderung menjadi
(satu-satunya) sumber pengetahuan di kelas. Istilah membelajarkan,
pembelajaran, pembelajar digunakan di sini untuk pengertian yang baru. Yang
mana siswa juga ikut aktif dalam kegiatan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Danim,
Sudarman. 2005. Menjadi Komunitas
Pembelajar: Kempemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembejara.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Darmadi,
Hamid. 2009. Kemampuan Dasar Mengajar.
Bandung: ALFABETA.
Dirman dan Cicih
Juarsih. 2014. Kegiatan Pembelajaran yang
Mendidik. Jakarta: Rineka Cipta.
_____________________.
2014. Teori-Teori Belajar dan Prinsip-Prinsip Pembelajar yang Mendidik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Mustakim, Zaenal. 2017. Strategi dan Metode Pembelajaran. Pekalongan:
IAIN Pekalongan Press.
Purwo, Bambang Kaswanti. 2009. "Menjadi guru
pembelajar." Jurnal Pendidikan Penabur . vol. 8. No. 13.
Siregar, Eveline. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor :
Ghalia Indonesia.
PROFIL PEMAKALAH
Nama : Cindy
Lestari
Tempat, Tanggal Lahir :
Pekalongan, 5 Juni 1998
Alamat :
Jl. Pelita V, Kertoharjo, Pekalongan Selatan
Riwayat Pendidikan :
1.
R.A.M. Masyithoh
Keroharjo
2.
MIS Kertoharjo
3.
SMP Negeri 14
Pekalongan
4.
SMA Negeri 4
Pekalongan
5.
Saat ini sedang
menempuh pendidikan di IAIN Pekalongan
6.
BUKU REFERENSI
[1] Zaenal Mustakim, Strategi dan
Metode Pembelajaran, cet. Ke-5 (Pekalongan:
IAIN Pekalongan Press, 2017), hlm.40.
[2] Dirman
dan Cicih Juarsih, Kegiatan Pembelajaran
yang Mendidik (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), hlm. 6.
[4] Bambang Kaswanti Purwo, 2009, "Menjadi guru
pembelajar." Jurnal Pendidikan Penabur . vol. 8. No. 13,
hlm. 66.
[5] Ibid., hlm. 67.
[6] Dirman dan Cicih Juarsih, Teori-Teori
Belajar dan Prinsip-Prinsip Pembelajar yang Mendidik (Jakarta: Rineka
Cipta, 2014), hlm. 43.
[8] Sudarman
Danim, Menjadi Komunitas Pembelajar:
Kempemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembejara, cet.
Ke-2 (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005),
hlm.6-7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar