Laman

Selasa, 26 September 2017

TT1 L 3-a PAKET ULUL ALBAB

PAKET ULUL ALBAB

Hayatun Thoyyibah
2021216012
Kelas L (Reguler Sore)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
TAHUN 2017




KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “PAKET ULUL ALBAB” ini dengan baik dan tepat waktu. Tak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Semoga kita termasuk umat Beliau yang mendapat syafaat baik di dunia maupun di akhirat. Aamiin.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada Bapak Muhammad Hufron, M.SI selaku Dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun penulis harapkan dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi penyusun pada khususnya.





                                                                                    Pekalongan, 17 September 2017



                                                                                                Hayatun Thoyyibah





DAFTAR ISI

Halaman Judul ...............................................................................................  i
Kata Pengantar ................................................................................................  ii
Daftar Isi .........................................................................................................  iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Tema.................................................................................................... 1
B.     Sub Tema ............................................................................................  1
C.     Arti Penting QS. Ali-Imran 190-191 ………………………………... 1

BAB II PEMBAHASAN
A.    QS. Ali-Imran, 3 : 190-191 .................................................................. 2
B.     Tafsir Ayat ........................................................................................... 3
C.     Sebab Turunnya Ayat .......................................................................... 5
D.    Pelajaran yang Dapat Dipetik Dari Turunnya Ayat 190-191 ………..  6

BAB III PENUTUP
A.    Simpulan .............................................................................................. 7
B.     Saran .................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 8

PROFIL PENULIS …………………………………………………………. 9






BAB I
PENDAHULUAN
A.    TEMA
Tema makalah ini berjudul “Paket Ulul Albab”, sesuai dengan tugas yang diberikan oleh Bapak Muhammad Hufron, M.SI selaku Dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi 1, kepada penulis.

B.     SUB TEMA
Berbicara tentang penciptaan benda-benda angkasa, seperti matahari, bulan, dan gugusan bintang-bintang, atau berbicara tentang pengaturan sistem kerja benda-benda langit itu, demikian juga kejadian dan perputaran bumi, yang melahirkan silih bergantinya malam dan siang atau perbedaannya dalam panjang dan pendeknya masa masing-masing. Semua fenomena itu, menurut ayat 190 merupakan tanda-tanda tentang wujud dan kemahakuasaan Allah SWT. bagi Ulul Albab, yakni orang-orang yang mempunyai akal dan jiwa yang tidak diselubungi oleh kerancuan.

C.    ARTI PENTING QS. ALI-IMRAN 190-191
Manusia adalah sebaik-baiknya makhluk, yaitu yang menempati derajat tertinggi dihadapan Allah SWT. oleh karena itu, kita sebagai manusia yang beriman harus selalu terus menerus mengingat Allah SWT dengan ucapan atau hati, dimana saja dan dalam situasi kondisi kapan saja, seperti saat bekerja atau istirahat, sambil berdiri atau duduk dan bahkan berbaring sekaligus kita diperintahkan untuk selalu ingat kepada Allah SWT dan merenungkan apa yang telah diciptakan-Nya seperti langit dan bumi beserta seluruh seisinya, guna mengantar kepada kesadaran tentang keesaan Allah SWT. dan tujuan hidup, yakni mengabdi kepada-Nya.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    QS. ALI IMRAN, 3 : 190-191

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِ ﴿١٩٠﴾
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿١٩١﴾

Terjemahan :
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.[1]
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.[2]

Penafsiran Kata-kata Sulit :
Al-Khalq                                 : Penciptaan
As-Samawat                            : Langit
Al-Ardhu                                : Bumi
Ikhtilafu ‘I-Lail wa ‘n-Nahar  : Silih bergantinya siang dan malam
La Ayatin                                : Terdapat tanda-tanda
Al-Albab                                 : Akal
Qiyaman wa Qu’udan             : Berdiri dan duduk
Bathilan                                   : Sia-sia yang tidak ada faedahnya
Subhanaka                               : Maha Suci Allah
Qina ‘Adzaba ‘n-Nari            : Jadikanlah amal saleh itu sebagai tameng bagi kami dari adzab neraka.[3]

B.     TAFSIR AYAT
190. Kelompok ayat ini merupakan penutup surah Ali Imran, ini antara lainterlihat pada uraian-uraiannya yang bersifat umum, setelah dalam ayat-ayat yang lalu menguraikan hal-hal yang rinci. Kendati demikian, sebagaimana terbaca pada ayat 189, di sana ditegaskan kepemilikan Allah SWT atas alam raya, maka di sini Allah menguraikan sekelumit dari penciptaan-Nya itu serta memerintahkan agar memikirkannya, apalagi seperti dikemukakan pada awal uraian surah ini bahwa tujuan utama surah Ali Imran adalah membuktikan tentang Tauhid, keesaan dan kekuasaan Allah SWT. Hukum-hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan, pada hakikatnya ditetapkan dan di atur oleh Allah Yang Maha Hidup lagi Qayyum (Maha Menguasai dan Maha Mengelola segala sesuatu). Hakikat ini kembali ditegaskan pada ayat ini dan ayat mendatang, dan salah satu bukti kebenaran hal tersebut adalah mengundang manusia untuk berpikir, karena Sesungguhnya dalam penciptaan, yakni kejadian benda-benda angkasa seperti matahari, bulan dan jutaan gugusan bintang-bintang yang terdapat di langit atau dalam pengaturan sistem kerja langit yang sangat teliti serta kejadian dan perputaran bumi dan porosnya, yang melahirkan silih bergantinya malam dan siang perbedaannya baik dalam masa, maupun dalam panjang dan pendeknya terdapat tanda-tanda kemahakuasaan Allah bagi ulul albab, yakni orang-orang yang memiliki akal yang murni.[4]
Kata al-albab adalah bentuk jamak dari lubb yaitu saripati sesuatu. Kacang, misalnya memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang dinamai lubb. Ulul Albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi oleh “kulit”, yakni kabut ide, yang dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir. Yang merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah SWT.
Ayat ini mirip dengan ayat 164 surah al-Baqarah, hanya saja disana disebutkan delapan macam ayat-ayat Allah, sedang di sini hanya tiga. Buat kalangan sufi, pengurangan ini disebabkan karena memang pada tahap-tahap awal seorang salik yang berjalan menuju Allah membutuhkan banyak argumen akliah, tetapi setelah melalui beberapa tahap, ketika kalbu telah memperoleh kecerahan, maka kebutuhan akan argumen akliah semakin berkurang, bahkan dapat menjadi halangan bagi kalbu untuk terjun ke samudera ma’rifat. Selanjutnya kalau di sana bukti-bukti yang disebutkan adalah hal-hal yang terdapat di langit dan di bumi, maka di sini penekanannya pada bukti-bukti yang terbentang di langit. Ini karena bukti-bukti tersebut lebih menggugah hati dan pikiran, dan lebih cepat mengantar seseorang untuk meraih rasa keagungan Ilahi. Di sisi lain, ayat al-Baqarah 164, ditutup dengan menyatakan bahwa yang demikian itu merupakan tanda-tanda bagi orang yang berakal (لايات لقوم يعقلون) sedang pada ayat ini setelah mereka berada pada tahap yang lebih tinggi, maka mereka juga telah mencapai kemurnian akal sehingga sangat wajar ayat ini ditutup dengan (لايات لاؤلي الالباب).
Sekian riwayat menyatakan bahwa Rasul SAW. Seringkali membaca ayat ini dan ayat-ayat berikut kalau beliau bangun sholat tahajut di malam hari. Imam Bukhori meriwayatkan melalui Ibn Abbas yang berkata bahwa suatu malam aku tidur dirumah bibiku Maimunah. Rasul SAW. berbincang dengan keluarga beliau beberapa saat, kemudian pada sepertiga malam terakhir, beliau bangkit dari pembaringan dan duduk memandang ke langit sambil membaca ayat ini. Lalu beliau berwudhu dan shalat sebelas rakaat. Kemudian Bilal azan Subuh, maka beliau shalat dua rakaat, lalu menuju ke masjid untuk mengimami shalat jamaah shalat Subuh.[5]
191. Ayat ini menjelaskan sifat-sifat Ulul Albab, yang disebut pada ayat yang lalu. Mereka adalah orang-orang baik lelaki maupun perempuan yang terus menerus mengingat Allah SWT. dalam seluruh situasi dan kondisinya: berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring. Mereka memikirkan tentang penciptaan dan sistem kerja langit dan bumi, dan setelah itu berkesimpulan bahwa: Tuhan tidak menciptakan alam raya dan segala isinya dengan sia-sia atau tanpa tujuan yang hak. Mereka juga menyucikan Allah SWT. dari segala kekurangan dan keburukan yang mereka dengar atau terlintas sesekali dalam benak mereka. Di samping itu, mereka selalu memohon kiranya dilindungi dari azab neraka.[6]
Arti dari ayat 191 ini melukiskan suatu gambaran yang hidup, berupa penerimaan yang baik terhadap kesan-kesan alam semesta kepada pikiran yang sehat. Sebuah lukisan yang hidup berupa tanggapan yang baik terhadap kesan-kesan yang dibentangkan kepada pandangan dan pikiran terhadap desain alam semesta serta terhadap siang dan malam.
Al-Qur’an mengarahkan hati dan pandangan manusia secara berulang-ulang dan sangat intens untuk memperhatikan kitab yang terbuka ini, yang tidak pernah berhenti halaman-halamannya berbolak-balik. Maka, pada setaip halamannya tampaklah ayat yang mengesankan dan mengkonsentrasikan di dalam fitrah yang sehat perasaan terhadap kebenaran yang ada dalam halaman-halaman kitab alam semesta yang terbuka, dan terhadap desain bangunan ini. Juga terhadap keinginan untuk mematuhi pencipta makhluk dan menitipkan kebenaran ini, disertai dengan rasa cinta dan takut kepada-Nya dalam waktu yang sama.[7]
Di atas terlihat bahwa objek zikir adalah Allah, sedang objek pikir adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam. Ini berarti pengenalan kepada Allah lebih banyak didasarkan kepada kalbu, sedang pengenalan alam raya oleh penggunaan akal, yakni berpikir. Akal memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan Dzat Allah, karena itu dapat dipahami sabda Rasulullah SAW. yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim melalui Ibn ‘Abbas, “Berpikirlah tentang makhluk Allah, dan jangan berpikir tentang Allah.”

C.    SEBAB TURUNNYA AYAT
Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas ra. berkata, “Orang-orang Quraisy datang menemui orang-orang Yahudi dan bertanya, “Ayat apa yang Musa bawa kepada kalian?” orang-orang Yahudi itu menjawab: “tongkatnya, dan tangannya berwarna putih jika orang-orang melihatnya.” Kemudian mereka mendatangi orang-orang Nashrani dan bertanya, “Ayat apa yang Isa bawa kepada kalian?” orang-orang Nashrani menjawab: “Ia dapat menyembuhkan orang buta dari lahirnya, menyembuhkan penyakit sopak dan menghidupkan orang yang mati.” Kemudian mereka datang kepada Nabi SAW dan bertanya: “Memohonlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Ia menjadikan Shafa penuh dengan emas”, kemudian Nabi berdoa, maka turunlah firman Allah, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang hari terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” maka agar mereka berpikir di dalam hal tersebut.”[8]

D.    PELAJARAN YANG DAPAT DIPETIK DARI AYAT 190-191
1.      Perlunya mempelajari dan merenungkan ciptaan Allah SWT. dan fenomena alam, bukan hanya untuk mengetahui rahasia-rahasianya, tetapi juga dapat mengantar kepada kesadaran tentang keesaan Allah SWT. dan tujuan hidup, yakni mengabdi kepada-Nya.
2.      Berpikir saja tidak cukup, tetapi harus disertai dengan zikir, yakni mengingat Allah SWT. dengan mengaitkan segala sesuatu kepada-Nya. Itu dapat dilakukan dengan segala cara dan dalam semua situasi.
3.      Objek pikir yang merupakan kerja akal adalah alam raya dengan segala fenomenanya, sedang objek zikir yang merupakan kerja hati adalah Allah SWT.
4.      Berdoa menghindar dari neraka saja tidak akan cukup, kecuali jika diikuti oleh usaha berbuat baik disertai kesadaran bahwa betapa pun kebaikan telah dilakukan, namun kekurangan dan kesalahan masih tetap saja tidak dapat dihindari.
5.      Malu dihina dan dipermalukan adalah sifat Ulul Albab. Ini berarti budaya malu adalah sifat yang sangat terpuji.[9]

BAB III
PENUTUP
A.    SIMPULAN
Kata al-albab adalah bentuk jamak dari lubb yaitu saripati sesuatu. Kacang, misalnya memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang dinamai lubb. Ulul Albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi oleh “kulit”, yakni kabut ide, yang dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir. Yang merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah SWT.
Sebagai umat Islam, kita harus selalu berfikir positif dengan Allah SWT terhadap apa saja yang telah Dia beri untuk kita, karena semua yang diberikan untuk kita adalah yang terbaik baginya. Luangkanlah sedikit waktu untuk selalu mengingat Allah dan merenungi ciptaannya yang begitu indah sehingga kita selalu bersyukur dengan nikmat yang telah diberikan kepada kita.

B.     SARAN
Demikian makalah yang dapat penulis sajikan. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, karena penulis juga masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun guna memperbaiki penulis menulis makalah di masa mendatang.










DAFTAR PUSTAKA
As-Suyuthi, Imam. 2014. Asbabun Nuzul. Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.
Bisyri, Kyai Musthafa. 1959. Tafsir Al-Qur’an Al-Aziz. Kudus. Menara Kudus.
Musthafa, Ahmad Al-Maraghy. 1986. Terjemah Tafsir Al Maraghi Jilid IV. Semarang. Penerbit Toha Putra Semarang.
Quraish, M. Shihab. 2012. Al-Lubab Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an jilid I. Tangerang. Lentera Hati.
Quraish, M. Shihab. 2002. TAFSIR AL-MISHBAH Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid II. Jakarta. Lentera Hati.
Quthb, Sayyid. 2001. Fi Zhilalil Qur’an. Jakarta. Gema Insani Press.












PROFIL PENULIS
NAMA                                    : HAYATUN THOYYIBAH
TTL                                         : PEKALONGAN, 22 JUNI 1995
ALAMAT                                : JL.JENDRAL SUDIRMAN GANG.6 NO.43 KEBULEN, PEKALONGAN BARAT
STATUS ANAK KE              : 3, DARI 3 BERSAUDARA
RIWAYAT PENDIDIKAN  : 1. TK MASYITHOH 11 KEPUTRAN, PEKALONGAN
2. SDN 6 KEPUTRAN, PEKALONGAN
3. MTs RIBATUL MUTA’ALLIMIN LANDUNGSARI, PEKALONGAN
4. MA RIBATUL MUTA’ALLIMIN LANDUNGSARI, PEKALONGAN
5. SEDANG MENEMPUH PENDIDIKAN S1
 FAKULTAS TARBIYYAH ILMU DAN KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI IAIN PEKALONGAN SEJAK TAHUN 2016



[1]Kyai Bisyri Musthofa, Tafsir al-Qur’an Al-Aziz Juz 1-10, (Kudus: Menara Kudus, 1959), hlm. 188.
[2] Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Terjemah Tafsir Al Maraghi Jilid IV, (Semarang: Penerbit Toha Putra, 1986), hlm. 286.
[3]Ibid, hlm. 287.
[4]M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISHBAH Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid II., (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 306-307.
[5]Ibid,. hlm. 307.
[6]M. Quraish Shihab, AL-LUBAB Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an jilid I, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 157.
[7]Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 245.
[8]Imam As-Suyuthi, Asbabun Nuzul, (Jakarta: PUSTAKA AL-KAUTSAR, 2014), hlm. 124.
[9]Op.Cit., M. Quraish Shihab, AL-LUBAB Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an jilid I, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 158-159.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar