Laman

Jumat, 22 September 2017

TT1 L 2-c SIFAT ORANG ALIM

SIFAT ORANG ALIM DALAM 
QS. AL—FATHIR AYAT 28
(TENTANG ‘ULAMA)

DIANA ASYAROTUN KHASANAH
2021216006
KELAS : L (Reguler Sore)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) PEKALONGAN

2017




KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kemampuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Sifat Orang Alim sesuai rencana. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya, serta orang-orang yang mau mengikuti sunnah-sunnahnya, aamiin.
Ucapan terimakasih kami tujukan kepada Bapak M. Hufron, M.S.I selaku Dosen Pengampumata kuliah Tafsir Tarbawi semogatugas yang telah diberikan dapat menambah wawasan penulis. Serta kepada seluruh pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.Semoga bantuan dari anda sekalian mendapat balasan dari Allah SWT dengan pahala yang berlipat ganda, aamiin.
Demikianlah kata pengantar dari kami.Penulis mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Saran dan masukan yang konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan bisa menambah wawasan khususnya kepada mahasiswaIAIN  Pekalongan dan umumnya kepada pembaca.


Pekalongan, 24 September 2017
                                                                                    Penulis



DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................... 1
Daftar Isi    ................................................................................................................ 2
BAB I. Pendahuluan.................................................................................................. 3
BAB II. Pembahasan
A. Qs.Al-fathir:28.......................................................................................... 4
B. Mufrodat................................................................................................... 4
C. Tafsir dan Penjelasan ................................................................................ 4
BAB III. Penutup
A. Aspek Tarbiyah ........................................................................................
B. Kesimpulan................................................................................................ 10
C. Daftar Pustaka........................................................................................... 10










BAB  I
PENDAHULUAN
Di dalam agama islam, ilmu merupakan suatu hal yang penting dan wajib dimilki  bagi seluruh umat. Dengan ilmu, maka kita akan dapat keluar dari masa kejahiliyahan (kebodohan) dan hidup kita akan selalu terarah dan terhindar dari kesesatan. Begitu pentingnya dalam mencari ilmu sehingga Allah telah berjanji akan memberikan keistemewaan kepada para ilmuwan untuk dinaikkan derajatnya menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain baik secara lisan atau tulisan maupun dengan keteladanan.
Disamping Allah menekankan pentingnya ilmu, Allah juga telah berjanji akan memuliakan derajat mereka yang ahli ilmu.  Dalam Qs. Al-fathir:28 telah dijelaskan bahwa diantara hamba-hamba Allah yang takut kepadaNya hanyalah ulama (ahli ilmu/cendekiawan).
Qs. Al-fathir:28 ini merupakan ayat pendidikan dan perlu dibahas secara mendalam, karena didalam ayat ini mengandung sebuah motivasi atau dorongan agar manusia mempunyai niat belajar dengan tekun agar menjadi seorang ahli ilmu atau cendekiawan. Telah dipaparkan diatas bahwasannya Allah akan memuliakan derajat ahli ilmu, disamping itu Allah pun telah menegaskan bahwasannya hamba yang paling takut kepada Allah hanyalah Ulama atau ahli ilmu. Dari hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa keutamaan ahli ilmu disisi Allah sangatlah tinggi.Karena hal itulah ayat ini dijadikan sebagai ayat ayat yang bernilai edukasi dan perlu diperbincangkan.




BAB II
PEMBAHASAN
A.           Qs. Al-fathir(35):28


“Dan diantara manusia, binatang-binatang melata, dan binatang-binatang ternak, bermacam-macam warnanya seperti itu (pula).Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya hanyalah ulama.Sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi maha Pengampun.”

B.            Mufrodat

Binatang ternak
وَالْأَنْعَامِ
Warna-warnanya
أَلْوَانُهُ
Takut
يَخْشَى
Binatang melata
وَالدَّوَابِّ

C.           Tafsir dan Penjelasan Qs. Al-fathir (35) : 28

Qs. Al-fathir ayat 28 menyatakan bahwa diantara manusia, binatang melata dan binatang ternak.Bermacam macam juga bentuk, ukuran, jenis dan warnanya.Sebagian dari penyebab perbedaan itu dapat ditangkap maknanya oleh ilmuwan dan karena itu sesungguhnya yang takut dan kagum kepada Allah SWT diantara hamba-hambaNya hanyalah ulama/para ilmuan.[1]
Diayat ini disebutkan tiga kelompok besar makhluk bernyawa pengisi bumi.Pertama ialah manusia dengan berbagai warna, bahasa dan bangsa. Kita akan melihat berbagai ragam suku, berbagai ragam bangsa dan berbagai ras. Ini mengandung ilmu dengan berbagai cabangnya juga, seperti: geografi, ethonologi, ilmu social (sosiologi), politik dan kebudayaan, antropologi dan lain-lain.Kedua, perhatian kita dipusatkan kepada binatang-binatang yang melata dimuka bumi ini.Baik yang berjalan dengan berkaki empat, berkaki enam maupun yang memiliki berpuluh-puluh kaki.Ketiga, disebutkanlah tentang binatang-binatang ternak; sejak dari untanya, kerbau, sapi, kambing dan domba.Ada pula yang diternak untuk dikendarai seperti kuda, keledai dan lain-lain.Kemudian disebutkan aneka warna, baik warna macamnya atau warna jenisnya.
Karena itulah telah disebutkan dalam firman Allah pada ayat berikut:
وَاخْتِلافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ
“dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” (Ar-Rum: 22)[2]
Dan setelah Allah menyebutkan satu persatu tanda-tanda kebesaran, bukti-bukti kekuasan dan bekas-bekas penciptaanNya, maka Allah terangkan pula bahwa semua itu takkan diketahui sebaik-baiknya kecuali oleh orang-orang yang berilmu tentang rahasia-rahasia alam semesta, yakni orang-orang yang mengetahui tentang rincian ciptaan Allah Swt.[3]
Maksud dari hal diatas adalah mereka para ulama.Kata ulama berarti orang-orang yang mendalami agama, orang yang mengetahui tentang Allah dan syariat-syariatNya.[4]
Hal ini dijelaskan dalam lanjutan Qs. Al-fathir: 28 berikut :
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.”
Ada sebuah atsar yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa dia berkata: orang yang berilmu tentang Allah yang maha pengasih diantara hamba-hambaNya ialah orang yang tidak menyekutukan Dia dengan sesuatu pun, menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa yang diharamkanNya, memelihara wasiatNya dan yakin bahwa ia akan bertemu denganNya dan memperhitungkan amalnya.[5]
Ibnu `Abbas berkata: "Yang dinamakan ulama ialah orang-orang yang mengetahui bahwa Allah itu Maha Kuasa atas segala sesuatu". Ibnu `Abbas juga berkata: "Ulama itu ialah orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, yang menghalalkan yang telah dihalalkan Allah dan mengharamkan yang telah di haramkanNya, menjaga perintah-perintahNya, dan yakin bahwa dia akan bertemu denganNya yang akan menghisab dan membatasi semua amalan manusia". Ayat ini ditutup dengan suatu penegasan bahwa Allah SWT Maha Perkasa menindak orang-orang yang kafir kepadaNya.Dia bukan mengadzab orang-orang yang beriman dan taat kepadaNya.Akan tetapi Allah Maha Pengampun kepada orang-orang yang beriman dan taat kepadaNya.Dia kuasa mengazab orang-orang yang selalu berbuat maksiat dan bergelimang dosa, sebagaimana Dia berkuasa memberi pahala kepada orang-orang yang takut kepadaNya dan mengampuni dosa-dosa mereka, maka sepatutnya manusia itu takut kepada Allah Swt.
Al-Marâghi menjelaskan bahwa sesungguhnya yang takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya dan mematuhi hukuman-Nya hanyalah orang-orang yang mengetahui tentang kebesaran dan kekuasaan Allah atas hal-hal apa saja yang Dia kehendaki, dan bahwa Dia melakukan apa saja yang Dia kehendaki. Karena orang yang mengetahui hal itu, dia yakin tentang hukuman Allah atas siapa pun yang bermaksiat kepada-Nya.Maka dia merasa takut dan ngeri kepada Allah karena khawatir mendapat hukuman-Nya tersebut.
Dalam suatu riwayat, Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa orang yang alim ialah orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sekalipun dia tidak melihat-Nya, menyukai apa yang disukai-Nya, dan menjauhi apa yang dimurkai-Nya. Kemudian Al-Hasan membacakan firman Allah: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Fathir: 28)[6]
Thahir Ibn ‘Asyur menulis bahwa yang dimaksud dengan ulama adalah orang-orang yang mengetahui tentang Allah dan syari’at. Sebesar kadar pengetahuan tentang hal itu sebesar itu juga kadar kekuatan khasyat/takut. Adapun ilmuwan dalam bidang yang tidak berkaitan dengan pengetahuan tentang Allah: serta pengetahuan tentang ganjaran dan balasan-Nya yakni pengetahuan yang sebenarnya, maka pengetahuan mereka itu tidaklah mendekatkan mereka kepada rasa takut dan kagum kepada Allah. Seorang yang alim yakni dalam pengetahuannya tentang syari’at tidak akan samar baginya hakikat-hakikat keagamaan. Dia mengetahuinya dengan mantap dan memperhatikannya serta mengetahui dampak baik dan buruknya, dan dengan demikian dia akan mengerjakan atau meninggalkan satu pekerjaan berdasar apa yang dikehendaki Allah serta tujuan syari’at. Kendati dia pada satu saat melanggar akibat dorongan syahwat, atau nafsu atau kepentingan duniawi, namun ketika itu dia tetap yakin bahwa ia melakukan sesuatu yang berakibat buruk, dan ini pada gilirannya menjadikannya meninggalkan pekerjaan itu atau menghalanginya berlanjut dalam kesalahan tersebut sedikit atau secara keseluruhan. Adapun seorang yang bukan alim, tetapi mengikuti jejak ulama maka upayanya serupa dengan upaya ulama dan rasa takutnya lahir dari rasa takut ulama.  [7]
 Arti Ulama Secara harfiah menurut bahasa atau etimologi yakni berasal dari bahasa arab ( علم, يعلم yang berarti mengetahui) perubahan kaidah tashrif arab menjadi kata (عالِم Ālim) ismul fa’il (kata untuk menunjukkan si pelaku yang berarti orang yang mengetahui). Kemudian dari kata tunggal (عالِم) berubah menjadi kata jamak (العلماء) yang diartikan sebagai orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan.
Sedangkan terminologi Ulama menurut Wikipedia Ulama adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama maupum masalah sehari hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan. Makna sebenarnya dalam bahasa Arab adalah ilmuwan atau peneliti, kemudian arti ulama tersebut berubah ketika diserap kedalam Bahasa Indonesia, yang maknanya adalah sebagai orang yang ahli dalam ilmu agama Islam.Ulama adalah seorang pemimpin agama yang dikenal masyarakat luas akan kesungguhan dan kesabarannya dalam menegakkan kebenaran.
Pengertian Ulama Menurut Hadits di antaranya adalah sebagai berikut ini: الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ
“Ulama adalah pewaris para nabi.”(HR At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu ‘anhu).
Sama halnya  dalam pembahasan yang lain, Ulama adalah berasal dari kataAl’alim yang artinya orang yang sangat berpengetahuan atau orang yang mempunyai ilmu pengetahuan mendalam. Pada mulanya akar kata yang terdiri dari kata (‘ain, lam, mim) yang berarti mengetahui secara jelas.Untuk itu semua kata yang terbentuk dari tiga huruf tersebut selalu menunjuk pada kejelasan.[8]’Alam juga berarti bendera atau gunung, karena keduanya menjadi tanda. Kata ilmu juga terkait dengan arti  akar kata ini, karena dengan ilmu seseorang akan berbeda dengan orang yang tidak berilmu. Kata al-‘ulama di tujukan kepada orang yang mempunyai ilmu pengetahuan yang luas dalam bidang apa saja.Dalam konteks keislaman biasanya ungkapan ini untuk menunjukkan kepada orang yang sangat dalam pengetahuan agamanya.
Dalam Qs. Ali Imron: 18, Allah juga menegaskan lagi mengenai pentingnya menjadi seorang ulama atau ahli ilmu(agama) :


“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan.Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.[9]
            Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi umat manusia, terutama umat muslim. Keberadaan ilmu yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia menjadikan manusia itu berkewajiban untuk menggalinya sepanjang masa, mulai dari manusia itu lahir hingga dia meninggal dunia. Selain tingginya nilai ilmu, menjadi  seorang ahli ilmu atau pencari ilmu atau orang yang tiada lelah mencari ilmu  juga memiliki kedudukan mulia, baik disisi Allah, maupun dalam pandangan manusia. Allah Swt berfirman :
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَآَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَاتَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
   "Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberikan ilmu (ulama) beberapa derajat"(QS. Al-Mujadalah: 11)[10]
              Ulama yang memiliki kesesuaian dengan penjelasan al-Qur`an dan Hadis, di antaranya adalah mereka yang memiliki ilmu pengetahuan yang sangat dalam (Komfrehensif) tentang agama, juga memiliki ketakwaan, keikhlasan, sholeh, serta takut pada Allah. Namun tidak dapat dipungkiri, ditemukan juga dalam satu masa sejarah Islam bahwa ada orang-orang yang dianggap sebagai Ulama oleh banyak orang, namun sebetulnya itu hanyalah sebagai budak jabatan, budak harta, budak politik, budak nafsu dunia. Mereka sangatlah jauh dari ciri-ciri Ulama yang disebutkan oleh Qur’an dan Rasulullah.Kesimpulan Tentang Ulama Syarat mutlak untuk disebut sebagai Ulama adalah beriman dan bertakwa kepada Allah Swt serta memiliki pengetahuan yang sangat luas serta dalam tentang ajaran agama Islam dan berbagai pengetahuan umum yang berkaitan dengan kemaslahatan umat.
BAB III
PENUTUP
A.                     Aspek Tarbawi
              Dalam ayat ini terdapat dua hal yang perlu digaris bawahi. Pertama, penekanannya pada keanekaragaman serta perbedaan yang terhampar dibumi, ini mengandung arti bahwa keanekaragaman dalam kehidupan merupakan keniscayaan yang dikehendaki Allah termasuk dalam hal ini perbedaan pendapat dalam bidang ilmiah, bahkan keanekaragaman tanggapan manusia menyangkut kebenaran kita-kita suci, penafsiran kandungannya, serta bentuk pengamalannya.
              Kedua, bahwasannya hamba di bumi yang paling takut keada Allah hanyalah orang yang berilmu. Demikian juga para pejuang ilmu, selain posisi mereka yang takut akan murka dan adzab allah, mereka juga akan mendapatkan 2 sisi kemuliaan, yakni dalam pandangan Allah dan manusia yakni dengan akan diangkat derajatnya oleh Allah Swt.
B.                     Kesimpulan
Yang benar-benar mengetahui tanda-tanda kekuasaan Allah dan mentaatinya hanyalah ulama, yaitu orang-orang yang mengetahui secara mendalam kebesaran Allah.Dia Maha Perkasa menindak orang-orang kafir, Maha Pengampun kepada hamba-hambanya yang beriman dan taat.

C.                Daftar Pustaka

Al Qur’anul Karim

Al Maraghy, Ahmad Mustofa.Tafsir Al Maraghi Juz XXII penerjemah K. Anshori
Umar Sitaggal dkk. Semarang: Toha Putra.

Hadhiri, Choeruddin.2002. Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an. Jakarta: Gema
            Insani Pers.

Shihab, M.Quraish Shihab. 1999. Tafsir Al Lubab.Bandung: Mizan.
Shihab, M. Quraish.2002. Tafsir Al Misbah Volume 11. Jakarta: Lentera Hati




PROFIL PENULIS


Penulis yang bernama lengkap Diana Asyarotun Khasanah (Nim: 2021216006) ini dilahirkan di Desa Blimbing Wuluh Kecamatan Siwalan Kabupaten Pekalongan pada tahun1997. Penulis pernah menempuh pendidikan di TK Tunas Bakti Blimbing Wuluh (2003), SDN 02 Blimbing Wuluh (2009), SMP Islam Yawapi asysya’ban bojong (2012), MA SS Hadirul Ulum Pemalang (2015), serta tengah menempuh pendidikan S1 di IAIN Pekalongan dengan mengambil konsentrasi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Penulis dapat dihubungi melalui e-mail diana.asya17@gmail.com.



[1] M.Quraish Shihab, Tafsir Al LubabI, (Bandung: Mizan, 1999)
[2] Al-Qur’anul Karim surat Ar Rum:22
[3]Ahmad Mustofa Al Maraghy,Tafsir Al MaraghiJuz XXII penerjemah K. Anshori Umar Sitaggal dkk, (Semarang: Toha Putra), hlm.213
[4]M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah Volume 11, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm.61
[5]Ahmad Mustofa Al Maraghy, Op.Cit, hlm.214
[6] Ahmad Mustofa Al Maraghy, Op.Cit, hlm.214
[7]M. Quraish Shihab, Op.Cit, hlm.61
[8] M.Quraish Shihab, Op.Cit,hlm.60
[9]Choeruddin Hadhiri SP, Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Pers, 2002), hlm.45
[10]Choeruddin Hadhiri SP, Op.Cit, hlm.45

Tidak ada komentar:

Posting Komentar