Laman

Senin, 03 September 2018

TT A A2 DERAJAT ORANG BERILMU


DERAJAT ORANG BERILMU 
Q.S AL-MUJADALAH AYAT 11
Nofita Erdiyanti    (2117038)
Kelas : A

JURUSAN : PAI
FAKULTAS TARBIYAH ILMU DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2018




KATA PENGANTAR


           Alhamdulillah, segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah  memberikan kekuatan dan kemampuan, sehingga makalah yang berjudul “DERAJAT ORANG BERILMU” ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw, para sahabatnya, keluarganya, dan  sekalian umatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini merupakan materi yang dipaparkan untuk membahas tentang derajat orang berilmu dan beserta dalil tentang orang berilmu di sisi Allah SWT. Semoga makalah ini bermanfaat. Aamin










Pekalongan,     September, 2018
                                                                                                                                               

Penulis




BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Al mujadalah adalah surat yang yang diturunkan di Madinah. Namanya terkadang disebut al-Mujaadalah yang artinya suatu pembantahan. Sebab nama itu diambil dari kalimat masdhar jaadala, yujaadilu, mujaadalatan wa jidaalan.
Di dalam naskhah-naskhah yang umum dalam mushaf-mushaf lebih banyak ditulis al-Mujaadalah (dengan baris di atas huruf daal) dan hanya sedikit yang menulis al-Mujaadilah (dengan baris dibawah huruf daal). Maka kalau kita memakai bacaan al-Mujaadalah kepada pertukaran fikiran, atau perdebatan atau bantahan. Surat al-Mujaadalah terdiri dari 22 ayat
dan surat ke 58 dalam susunan mushaf Usmani.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian ilmu (ilmuwan, filosof, dan ahli hikmah)?
2.      Bagaimana dalil derajat bagi orang berilmu dan tafsirannya?
3.      Apa saja syarat amal yang diterima?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian ilmu.
2.      Untuk memahami dalil derajat bagi orang yang berilmu.
3.      Untuk mengetahui syarat amal yang diterima.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Orang yang berilmu (Ilmuwan, filosof, ahli hikmah)
Ilmuwan adalah adalah orang yang ahli mempunyai banyak pengetahuan mengenai suatu pengetahuan mengenai suatu ilmu. Dalam arti lain, ilmuwan adalah orang yang berkecimpung dalam pengetahuan. Secara bahasa ilmu adalah kejelasan. Oleh karena itu, segala bentuk yang berasal dari akar kata tersebut selalu menunjuk kejelasan. Kata ilmu dengan berbagai bentuk dan derivasinya terulang 854 kali di dalam al-qur'an. Kata tersebut biasanya digunakan untuk menunjukkan proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan sekaligus. Dalam pandangan al-Qur'an ilmu adalah suatu keistimewaan yang menjadikan manusia unggul atas makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahannya.[1]
Secara harfiah "ilmu" diartikan kepada tahu atau mengetahui. Secara istilah ilmu berarti memahami hakikat sesuatu, atau memahami hukum yang berlaku atas sesuatu. Menurut Ikhwan al-Safa' seperti yang dikutip Jihami, ilmu adalah tasawwur hakikat sesuatu dan asalnya. Ketika seorang ilmuwan mempelajari sistem pernapasan, misalnya segala daya (al-quwwah) yang dimilikinya baik zahir maupun batinsecara aktif mengamati alat-alat pernapasan tersebut. Kemudian setelah menganalisis, ia mendapat suatu kesimpulan yang ditangkap dari objek yang sedang dikaji. Kesimpulan itu merupakan surah atau konsep objek yang telah sampai ke dalam jiwa dan tersimpan padanya, yang selanjutnya itulah yang disebut dengan al-ma'lum (sesuatu yang diketahui).
Jadi terdapat tiga istilah dalam sistem penegtahuan manusia yaitu al-ilm, al-alim, dan al-ma'lum. Al-ilm (ilmu) adalah tergambarnya hakikat sesuatu pada akal, dimana gambaran tersebut merupakan abstraksi dari sesuatu baik kuantitas, kualitas, maupun substansinya. Al-alim (orang yang tahu) adalah orang yang telah berhasil mencerap hakikat sesuatu tersebut. Sedangkan al-ma'lum adalah objek yang dikaji dan segala hal yang berkaitan dengannya.
Dalam pandangan al-Qur'an, ilmu dapat membentuk sikap atau sifat-sifat manusia. Atau dengan kata lain, sikap atau karakter seseorang merupakan gambaran pengetahuan yang dimiliki nya. Maka perbedaan sikap dan pola pikir antara seseorang dengan lainnya dilatarbelakangi oleh perbedaan pengetahuan mereka. Itulah sebabnya pola pikir atau sikap seorang yang ahli dalam bidang  sains dan teknologi, misalnya berbeda dengan orang yang ahli dalam bidang ilmu-ilmu sosial.
Dengan demikian, belajar pada hakikatnya tidak semata-mata pencarian ilmu. Atau dengan kata lain, penguasaan ilmu bukanlah tujuan utama suatu pembelajaran. Penguasaan ilmu hanya sebagai jembatan atau alat yang dapat mengantarkan manusia kepada kesadaran, keyakinan, dan perasaan atau sikap positif terhadap fonemena alam dan kehidupan sebagai suatu sistem ilahiyah.[2]
B.     Dalil derajat orang berilmu di sisi Allah SWT
يَآَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوآ إِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيرٌْ
Hai orang-oran`g beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
1.      Tafsir ayat
Diterangkan dalam tafsir jalalain juz 2 bahwa  
يا ا يها الذين آمنوا hai orang-orang yang beriman, اذا قيل apabila dikatakan لكم kepadamu تفسحوا dengan makna توسعوا berlapang-lapanglah kamu sekalian (makna asli luaskan atau lebarkanlah) tapi yang dimaksud berlapang-lapanglah. في المجلس didalam majlis (yang dimaksud majlis nabi atau tempat-tempat duduk yang mengandung ilmu syariat yang diajarkan nabi). فافسحوا maka lapangkanlah يفسح الله maka Allah akan memberi kelapangan لكم kepadamu. (لكم disini adalah balasan bagi orang yang mau melapangkan waktu, badan, tenaga dan pikirannya untuk duduk-duduk di majlis ilmu dan majlis dzikir. واذا قيل dan ketika dikatakan kepadamu, انشزوا  dengan menggunakan lafad قو موا yang artinya berdirilah kamu sekalian فا نشزوا maka berdirilah.
Balasan dari orang yang mau berdiri dalam melakukan kebaikan adalah
يرفع الله الذين امنوا منكم maka Allah akan mengangkat kalian semua yang beriman yang yang mau berdiri dalam kebaikan. والذين اوتواالعلم dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan. Apa yang di tinggikan? د را جا ت derajat disurga.[3]

2.      Tafsir al-Azhar
Di dalam surat al-Mujadalah ayat 11 diterangkan pula sopan santun (etika) dalam suatu majlis. Tentu saja berkerumunlah sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w. mengeremuni beliau karena ingin mendengar butur-butir nasihat dan bimbingan beliau. Dan apabila masyarakat ingin beerkembang, kian banyaklah majlis tempat berkumpul membincangkan hal-hal yang penting. Tentu saja majlis demikian kadang-kadang menjadi sesak dan sempit, karena banyaknya orang yang duduk. Dan kadang-kadang orang yang lebih dahulu masuk mendapatkan tempat duduk yang bagus, sedang yang datang kemudian tidak dapat masuk lagi. Kadang-kadang pula disangka oleh yang datang kemudian bahwa tempat buat duduk di muka sudah tidak penampung orang yang baru datang lagi, sehingg yang baru datang terpaksa duduk menjauh, padahal tempat yang di dalam masih lapang. Kadang-kadang orang yang telah enak duduknya dalam itu kurang enak kalau ada yang baru datang meminta agar mereka disediakan tmpat. Maka datanglah peraturan dari Allah sendiri yang mengatur agar majlis teratur dan suasananya terbuka dengan baik.
            Wahai orang-orang yang beriman!apabila dikatakan kepada kamu berlapang-lapanglah pada majlis-majlis, maka lapangkanlah. Artinya bahwa majlis, yaitu duduk bersama. Asal mulanya duduk bersama yang mengelilingi nabi karena hendak mendengar ajaran-ajaran dan hikmat yang akan beliau keluarkan. Tentu yang datang terlebih dahulu, sehingga tempat duduk bersama itu keliatan telah sempit. Karena di waktu itu orang duduk kebanyakan, pertama karena imannya, keduanya karena ilmunya. Setiap hari pun dapat kita melihat pad araut muka, pada wajah, pada sinar mata orang yang beriman dan berilmu.
Ada saja tanda yang yang dapat dibaca oleh orang yang arif bijaksana bahwa si Fulan ini orang beriman, si Fulan ini orang berilmu. Iman memberi cahaya pada jiwa, disebut juga pada moral. Sedangkan ilmu pengetahuan memberi sinar pada mata. Iman dan ilmu membuat orang jadi mantap. Membuat orang jadi agung, walaupun tidak ada pangkat jabatan yang dipandangnya. Sebab cahaya itu datang dari dalam dirinya sendiri, bukan disepuhkan di luar. "Dan Allah, dengan apa pun yang kamu kerjakan, adalah maha mengetahui" (ujung ayat 11). [4]
3.      Tafsir al-Mishbah
Di jelaskan pula pada tafsir al-Mishbah bahwa larangan berbisik yang diuraikan pada ayat-ayat sebelum ayat 11 bahwa ayat ini merupakan salah satu tuntutan akhlak, guna membina hubungan harmonis antar sesama. Berbisik di tengah orang lain mngeruhkan hubungan melalui pembicaraan itu. Ayat 11 membri tuntutan bagaimana menjalin harmonis dalam satu majlis. Allah berfirman Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu oleh siapapun berlapang-lapanglah yakni berupayalah dengan sungguh-sungguh walau memaksakan diri untuk memberi tempat orang lain dalam majlis-majlis yakni satu tempat, baik tempat duduk maupun tempat yang lainnya. Apabila di minta kepada kamu agar melakukan itu maka lapanglah tempat itu untuk orang lain dengan suka rela. Jika kamu melakukan tersebut, niscaya Allah akan melapangkan segala sesuatu buat kamu dalam hidup ini. Dan apabila dikatakan berdirilah kamu ke tempat lain, atau untuk di duduk tempatmu buat orang yang lebih wajar, atau bangkitlah untuk melakukan sesuatu seperti untuk sholat dan berjihad, maka berdiri dan bangkitlah, Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu wahai yang memperkenankan tuntunan ini dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat kemuliaan di dunia dan akhirat dan Allah terhadap apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa datang maha mengetahui.
            Ada riwayat yang menyatakan bahwa ayat 11 turun pada hari jumat. Ketika Rasul s.a.w berada di satu tempat yang sempit, dan telah menjadi kebiaasan beliau memberi tempat khusus buat para sahabat yang terlibat dalam perang badar, karena besarnya jasa mereka, nah, ketika majlis tengah berlangsung, beberapa orang diantara sahabat-sahabat tersebut hadir, lalu mengucapkan salam kepada Nabi saw. Nabi pun menjawab selanjutnya mengucapkan salam kepada hadirin, yang juga dijawab, namun mereka tidak memberi tempat. Para sahabat itu terus saja berdiri, maka Nabi saw memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya yang lain yang tidak terlibat dalam perang badar untuk mengambil tempat lain agar para sahabat yang berjasa itu duduk di dekat Nabi saw. Perintah nabi itu, mengecilkan hati mereka yang disuruh berdiri, dan ini digunakan oleh kaum munafikin untuk memecah belah dengan berkata "katanya Muhammad berlaku adil, tetapi ternyata tidak". Nabi mendengar kritik itu bersabda "Allah merahmati siapa yang memberi kelapangan bagi saudaranya". Kaum beriman menyambut tuntunan Nabi dan ayat 11 pun mengukuhkan perintah dan sabda Nabi itu. Apa yang dilakukan Rasul saw. Terhadap sahabat-sahabat beliau yang memiliki jasa besar itu, dikenal juga dalam pergaulan internasional dewasa ini. Kita mengenal ada yang dinamakan peraturan protokoler, di mana penyandang kedudukan terhormat memiliki tempat-tempat terhormat di samping kepala Negara.
            ayat 11 di atas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan meninggikan derajat orang berilmu. Tetapi menegaskan bahwa mereka memiliki derajat-derajat yakni yang lebih tinggi dari sekadar iman. Tidak disebutnya kata meninggikan itu, sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang dimilikinya itulah yang berperanan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya, bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu.
Tentu saja yang dimaksud dengan (الذ ين اوتوا العلم) adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti ayat di atas membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekadar beriman dan beramal saleh, dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain secara lisan, atau tulisan maupun dengan keteladanan.[5]



4.      Tafsir al-Maraghi
Berkata Al-Hasan, adalah para sahabat berdesak-desakan dalam majlis peperangan, apabila mereka berbaris untuk berperang, sehingga sebagian mereka tidak memberikan kelapangan kepada sebagian yang karena keinginannya untuk mati syahid. Dan dari ayat ini kita mengetahui:
1.      Para sahabat berlomba-lomba untuk berdekatan dengan tempat duduk Rasulullah saw. Untuk mendengarkan pembicaraan beliau, karena pembicaraan beliau, karena pembicaran beliau mengandung banyak kebaikan dan keutamaan yang besar. Oleh karena itu maka beliau mengatakan "hendaklah duduk berdekatan denganku orang-orang yang dewasa dan berakal di antara kamu".
2.      Perintah untuk memberi kelonggaran dalam majlis dan tidak merapatkannya apabila hal itu mungkin, sebab yang demikian ini akan menimbulkan rasa cinta di dalam hati dan kebersamaan dalam mendengar hukum-hukum agama.
3.      Orang yang melapangkan kepada hamba-hamba Allah pintu-pintu kebaikan dan kesenangan, akan dilapangkan baginya kebaikan-kebaikan di dunia dan di akhirat.[6]
C.    Syarat di terimanya amal (orang beriman dan berilmu)
Allah akan mengangkat kedudukan orang berilmu dibandingkan dengan orang yang hanya sekedar beriman tapi tanpa ilmu. Karena dengan ilmu, orang lebih mudah memahami dan menguatkan ketaqwaan kepada allah. Sementara orang yang hanya beriman akan mudah tergoyah keimanannya jika tidak disertai dengan ilmu terutama ilmu agama. Perlu diketahui ilmu lebih bergharga di bandingkan dengan harta. Terutama bagi para pencari lmu, ilmu akan menjadikan dan membawa seseorang selalu di jalan Allah ta'ala dan menemaninya ketika di dunia sampai di hantarkannya ke dalam kubur serta membawanya kepada tempat yang dirindukan yaitu surga. Ilmu juga membawa keutamaan orang yang berilmu.
Pokok hidup utama adalah iman dan pokok pengiringnya adalah ilmu. Iman tidak disertai ilmu dapat membawa dirinya terperosok mengerjakan pekerjaan yang disangka menyembah Allah, padahal mendurhakai Allah.. sebaliknya, orang yang berilmu saja tidak diserta atau yang tidak membawanya kepada iman, maka ilmunya itu dapat membahayakan bagi diri sendiri ataupun bagi sesama manusia. Ilmu manusia tentang atom misalnya, alangkah penting ilmu itu, kalau disertai iman. Karena dia akan membawa faedah yang besar bagi seluruh perikemanusiaan. Tetapi ilmu itu pun dapat dipergunakan orang untuk memusnahkan sesama manusia, karena jiwanya tidak terkontrol oleh Iman kepada Allah.



BAB III
PENUTUP

Dari uraian di atas di simpulkan bahwa q.s al-Mujadalah ayat 11. Memberikan gambaran tentang perintah bagi setiap manusia untuk menjaga adab sopan dalam suatu majlis pertemuan dan adab sopan santun terhadap Rosulullah saw, dan menerangkan tentang keutamaan orang berilmu yang akan di angkat derajatnya oleh Allah SWT. Dan Allah akan mengangkat kedudukan orang berilmu dibandingkan dengan orang yang hanya sekedar beriman tapi tanpa ilmu. Karena dengan ilmu, orang lebih mudah memahami dan menguatkan ketaqwaan kepada allah. Sementara orang yang hanya beriman akan mudah tergoyah keimanannya jika tidak disertai dengan ilmu terutama ilmu agama.
Demikian makalah ini di susun dengan segala kemampuan dan keterbatasan penulis maka dari itu kritik dan saran selalu di harapkan, semoga dengan adanya makalah ini mudah di pahami dan bermanfaat di masa yang akan akan datang.
















DAFTAR PUSTAKA
Munir Ahmad,2008. Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan Al-qur'an Tentang Pendidikan (Yogyakarta: Teras )
M. Yusuf Kadar, 2013. Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan AL-Qur'an Tentang Pendidikan (Jakarta: Amzah)
Jalaludin, Muhammad,dkk. Tafsir al-Quranil Adhim lil Imamil Jalalain (Bojonegoro: Nadi Rofiqi)
Hamka, Tafsir Al-azhar Juz XXVIII (Jakarta: PT Pustaka Panjimas)
Shihab, M Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah Pesan Kesan Dan Keserasian Al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati)
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa. 1996. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz 28 (Semarang: PT Karya Toha)




















BIODATA PRIBADI
Nama:  NOFITA ERDIYANTI
Nim:    2117038
Fakultas/jurusan: FTIK/PAI
Mata kuliah : TAFSIR TARBAWI
Kelas: A
Alamat: JL.BANYUWANGI RT 05/01 SUMURPANGGANG, MARGADANA KOTA TEGAL
Riwayat pendidikan:
-TK MASYITHOH 7 TEGAL
-SDN SUMURPANGGANG 01 TEGAL
-SMP YPPTQ MIFTAHUL HUDA T.P AL-MARDLIYAH KALIWUNGU KENDAL
-MAN KOTA TEGAL
-IAIN PEKALONGAN

           
  




[1] Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan Al-qur'an Tentang Pendidikan (Yogyakarta: Teras 2008), hlm. 55-59
[2] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan AL-Qur'an Tentang Pendidikan (Jakarta: Amzah, 2013), hlm.17-19
[3]  Jalaludin Muhammad Ibn Akhmad al Makhali dan Jalaludin Abdurohman Ibn Abi Bakri As-Suyuti, Tafsir al-Quranil Adhim lil Imamil Jalalain (Bojonegoro: Nadi Rofiqi), hlm. 213
[4] Hamka, Tafsir Al-azhar Juz XXVIII (Jakarta: PT Pustaka Panjimas) hlm. 31
[5] M Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 77-80
[6] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz 28 (Semarang: PT Karya Toha, 1996), hlm.31-35

Tidak ada komentar:

Posting Komentar